You are on page 1of 33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Penyakit parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif sistem
ekstrapiramidal progresif yang berkaitan erat dengan usia. Secara patologis
penyakit parkinson ditandai oleh degenerasi neuron-neuron berpigmen
neuromelamin, terutama di pars kompakta substansia nigra yang disertai inklusi
sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies), atau disebut juga parkinsonisme idiopatik
atau primer.1
Sedangkan parkinonisme adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor
waktu istirahat, rigiditas (kekakuan), bradikinesia, dan hilangnya refleks postural
akibat penurunan kadar dopamine dengan berbagai macam sebab. Sindrom ini
sering disebut sebagai Sindrom Parkinson.2 Semua pasien dengan diagnosis
penyakit parkinson mengalami parkinsonisme tetapi tidak semua pasien dengan
parkinsonisme memiliki penyakit parkinson.2
Penyakit parkinson adalah penyebab paling umum dari parkinsonisme
progresif kronis, sebuah istilah yang mengacu pada sindrom tremor, kekakuan,
bradikinesia, dan postural insatabilitas. Penyakit parkinson juga disebut
“parkinson primer” atau “Parkinson’s disease idiopatik” (berarti tidak diketahui
penyebabnya meskipun istilah ini tidak sepenuhnya benar). Sementara banyak
bentuk parkinson adalah idiopatik, kasus sekunder mungkin hasil dari keracunan
terutama obat-obatan, trauma kepala, atau gangguan kesehatan lainnya. Penyakit
ini dinamai oleh dokter Inggris yaitu James Parkinson.3

2.2 Epidemiologi
Penyakit parkinson menyerang lebih dari 1 miliar individu di Amerika (1%
dari orang yang berumur > 55 tahun). Puncak bermulanya adalah sekitar umur 60-
an (rentangnya adalah 35 sampai 85 tahun), dan perjalanan dari penyakitnya
berkisar antara 10 hingga 25 tahun. Bentuk dari familial penyakit parkinson
autosomal dominan dan resesif meliputi 5% dari kasus, yang dikarakterisasi dari
onset umur penderita (khususnya sebelum umur 50 tahun) dan perjalanan penyakit
yang lebih lama dari tipikal “sporadik” penyakit parkinson. Walaupun
kebanyakan pasien dengan penyakit parkinson tidak memiliki faktor penentu
genetik yang kuat, namun terdapat bukti adanya interaksi yang kompleks antara
genetik dan faktor lingkungan. Faktor risikonya adalah riwayat pada keluarga
yang positif, gender laki – laki, trauma kapitis, paparan pada pestisida, konsumsi
air sumur, dan hidup di pedesaan. Faktor yang berhubungan pada penurunan
insiden penyakit parkinson adalah minum kopi, merokok, penggunaan NSAID,
dan estrogen replacement therapy pada wanita postmenopausal.3,4

2.3 Klasifikasi

Penyakit parkinson dapat dibagi atas 3 kategori, yaitu :3


1. Parkinson primer / idiopatik
o Penyakit parkinson
o Juvenille parkinson
Penyakit parkinson sering dijumpai dalam praktik sehari-hari dan kronis,
tetapi penyebabnya belum jelas. Kira-kira 7 dari 8 kasus parkinson
termasuk jenis ini.
2. Parkinson sekunder atau simtomatik
Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain : tuberkulosis
dan sifilis meningovaskuler. Toksin seperti 1-methyl-4-phenyl-1,2,3,6-
tetrahydropyridine (MPTP), Mn, CO, Sianida. Obat-obatan yang
menghambat reseptor dopamin dan menurunkan cadangan dopamin
misalnya golongan fenotiazin, reserpin, tetrabenazin dan lain-lain,
misalnya perdarahan serebral pasca trauma yang berulang-ulang pada
petinju, infark lakuner, tumor serebri, hipoparatiroid, dan kalsifikasi.
3. Sindrom Parkinson Plus / Sindrom Paraparkinson (Multiple System
Degeneration)
Pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari gambaran
penyakit keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada Progressive supranuclear
palsy, Multiple system atrophy (sindrom Shy-drager, degenerasi
striatonigral, olivo-pontocerebellar degeneration, dan parkinsonism-
amyotrophy syndrome), Degenerasi kortikobasal ganglionik, Sindrom
demensia, Hidrosefalus normotensif, dan Kelainan herediter (Penyakit
Wilson, penyakit Huntington, dan Parkinsonisme familial dengan
neuropati peripheral).3,4

2.4 Etiologi
Etiologi Parkinson primer masih belum diketahui. Terdapat beberapa
dugaan, diantaranya ialah : infeksi oleh virus yang non-konvensional (belum
diketahui), reaksi abnormal terhadap virus yang sudah umum, pemaparan
terhadap zat toksik yang belum diketahui, dan terjadinya penuaan yang prematur
atau dipercepat.
Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansi
nigra. Suatu kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak
dikehendaki (involuntary). Akibatnya, penderita tidak bisa mengatur / menahan
gerakan-gerakan yang tidak disadarinya.
Mekanisme bagaimana kerusakan itu belum jelas benar, akan tetapi ada beberapa
faktor risiko (multifaktorial) yang telah diidentifikasikan, yaitu :3,4,5
1. Usia
Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai 200 dari
10.000 penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan degenerasi
yang mempengaruhi kerusakan neuronal, terutama pada substansia nigra pada
penyakit parkinson.
2. Genetik
Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada penyakit
parkinson. Yaitu mutasi pada gen a-sinuklein pada lengan panjang kromosom
4 (PARK1) pada pasien dengan parkinsonism autosomal dominan. Pada
pasien dengan autosomal resesif parkinson, ditemukan delesi dan mutasi point
pada gen parkin (PARK2) di kromosom 6. Selain itu juga ditemukan adanya
disfungsi mitokondria. Adanya riwayat penyakit parkinson pada keluarga
meningkatkan faktor risiko menderita penyakit parkinson sebesar 8,8 kali pada
usia kurang dari 70 tahun dan 2,8 kali pada usia lebih dari 70 tahun. Meskipun
sangat jarang, jika disebabkan oleh keturunan, gejala parkinsonisme tampak
pada usia relatif muda. Kasus-kasus genetika di USA sangat sedikit, belum
ditemukan kasus genetika pada 100 penderita yang diperiksa. Di Eropa pun
demikian. Penelitian di Jerman menemukan hasil nol pada 70 penderita.
Contoh klasik dari penyebab genetika ditemukan pada keluarga-keluarga di
Italia karena kasus penyakit itu terjadi pada usia 46 tahun.
3. Faktor Lingkungan
o Xenobiotik : berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat
menimbulkan kerusakan mitokondria dan paparan metal yang lebih
tinggi dan lama.
o Infeksi : paparan virus influenza diduga turut menjadi faktor
predisposisi penyakit parkinson melalui kerusakan substansia
nigra. Penelitian pada hewan menunjukkan adanya kerusakan
substansia nigra oleh infeksi Nocardia astroides.
o Diet : konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stress oksidatif,
salah satu mekanisme kerusakan neuronal pada penyakit parkinson.
Sebaliknya, kopi merupakan neuroprotektif.
4. Ras
Angka kejadian parkinson lebih tinggi pada orang kulit putih dibandingkan
kulit berwarna.
5. Trauma kepala
Cedera kranio serebral bisa menyebabkan penyakit parkinson, meski
peranannya masih belum jelas benar.
6. Stress dan depresi
Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala motorik.
Depresi dan stress dihubungkan dengan penyakit parkinson karena pada stress
dan depresi terjadi peningkatan turnover katekolamin yang memacu stress
oksidatif.4,5
2.5 Patofisiologi6
Patofisiologi parkinson juga dapat digambarkan berupa meningkatnya
jalur Indirect pada basal ganglia. Diketahui bahwa ada 2 jalur pada basal ganglia
yaitu direct pathway dan indirect pathways. Dopamine bekerja untuk
mengaktivasi direct pathway dan menghambat indirect pathway, sedangkan pada
parkinson tidak terjadi mekanisme tersebut.

Kelainan utama pada penyakit parkinson yang idiopatik maupun pada


postensefalitik adalah hilangnya sel-sel berpigmen di substansia nigra dan nukleus
berpigmen lainnya (locus ceruleus, nukleus motorik dorsalis vagus). Dengan
berkurang atau hilangnya sel-sel neuron dopaminergik di substansia nigra, akan
mengakibatkan hilangnya neuron dopaminergik nigro-striatum.
Substansia nigra (sering disebut black substance), adalah suatu region
kecil di otak (brain stem) yang terletak sedikit di atas medulla spinalis. Bagian ini
menjadi pusat kontrol / koordinasi dari seluruh pergerakan motorik halus. Sel-
selnya menghasilkan neurotransmitter yang disebut dopamine, yang berfungsi
untuk mengatur seluruh gerakan otot dan keseimbangan tubuh yang dilakukan
oleh sistem saraf pusat. Dopamine diperlukan untuk komunikasi elektrokimia
antara sel-sel neuron di otak terutama dalam mengatur pergerakan, keseimbangan
dan refleks postural, serta kelancaran komunikasi (bicara). Kerusakan sel-sel
neuron di substansia nigra menyebabkan berkurangnya produksi dopamin
sehingga akan mengganggu fungsi motorik.
Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit parkinson terjadi karena
penurunan kadar dopamine akibat kematian neuron di substansia nigra pars
compacta (SNc) sebesar 40-50% yang disertai dengan inklusi sitoplasmik
eosinofilik (Lewy bodies) dengan penyebab multifaktor.4,5
Penyebab kerusakan belum jelas diketahui. Diduga terdapat 4 mekanisme
kematian sel yang menimbulkan degenerasi neuron yaitu stress oksidatif, toksin
dari lingkungan, predisposisi genetik, dan percepatan penuaan.
Pada stress oksidatif diduga menyebabkan kematian sel neuron secara
langsung. Hipotesis terbaru proses patologi yang mendasari proses degenerasi
neuron SNc adalah stress oksidatif. Stress oksidatif menyebabkan terbentuknya
formasi oksiradikal, seperti dopamine quinon yang dapat bereaksi dengan alfa
sinuklein (disebut protofibrils). Formasi ini menumpuk, tidak dapat digradasi oleh
ubiquitin-proteasomal pathway, sehingga menyebabkan kematian sel-sel SNc.
Mekanisme patogenik lain yang perlu dipertimbangkan antara lain :
 Efek lain dari stress oksidatif adalah terjadinya reaksi antara oksiradikal
dengan nitric-oxide (NO) yang menghasilkan peroxynitric-radical.
 Kerusakan mitokondria sebagai akibat penurunan produksi adenosin trifosfat
(ATP) dan akumulasi elektron-elektron yang memperburuk stress oksidatif,
akhirnya menghasilkan peningkatan apoptosis dan kematian sel.
 Perubahan akibat proses inflamasi di sel nigra, memproduksi sitokin yang
memicu apoptosis sel-sel SNc.
Toksin lingkungan seperti Sianida, CO, pestisida, dan obat neuroleptik
dapat menyebabkan gangguan metabolisme sel neuron dopaminergik secara
selektif sehingga pada akhirnya menimbulkan degenerasi sel. Terdapat beberapa
gen yang diduga berhubungan dengan penyakit ini yaitu gen yang mengkode
protein “parkin” pada kromosom 6. Mutasi pada gen tersebut menyebabkan
parkinsonism secara autosomal resesif. Onset terjadi sebelum usia 40 tahun dan
progresivitas berjalan lambat. Selain itu terdapat juga gen untuk protein alpha-
synuclein pada kromosom 4 yang diduga berhubungan dengan terjadinya penyakit
parkinson.
Pada penyakit parkinson, terjadi percepatan degenerasi neuron
dopaminergik di SNc oleh sebab yang belum diketahui sehingga produksi
dopamine menurun dan akibatnya semua fungsi neuron di sistem saraf pusat
(SSP) menurun dan menimbulkan gejala klinik berupa kelambatan gerak
(bradikinesia), kelambatan bicara dan berpikir (bradifrenia), tremor dan kekakuan
(rigiditas). Berbagai keadaan tersebut menimbulkan destruksi sel-sel neuron
melanin penghasil dopamin pada pars kompakta substansia nigra sehingga secara
makroskopis terhadi depigmentasi. Secara mikroskopis, terjadi pengurangan
jumlah sel neuron melanin, dimana sel-sel yang tersisa mengandung badan-badan
inklusi eosinofilik di sitoplasma yang dikelilingi oleh halo sehingga disebut
sebagai Lewy bodies.
Gambar 2.1 Lewy Body di sitoplasma dari sel neuron substansia nigra

Gejala-gejala motorik yang terjadi pada penyakit parkinson disebabkan


oleh gangguan dalam sirkuit motorik ganglia basalis – talamokortikal. Di dalam
otak terdapat rangkaian kerja sama antara korpus striatum, substansia nigra, dan
thalamus. Apabila rangkaian kerja ini tidak berjalan dengan normal maka akan
timbul gerakan yang tidak dikehendari (involuntary movement).
Gambar 2.2 Jaras ganglia basalis – talamokortikal normal

Dalam kondisi normal (fisiologik), pelepasan dopamin dari ujung saraf


nigrostriatum akan merangsang reseptor D1 (eksitatorik) dan reseptor D2
(inhibitorik) yang berada di dendrit output neuron striatum. Sinyal-sinyal dari
korteks cerebri akan diproses melalui ganglia basalis-talamokortikal dan kembali
ke area yang sama melalui mekanisme feedback. Ada dua jalur di jaras tersebut,
yaitu jalur direk dan jalur indirek. Output striatum disalurkan ke globus palidus
segmen interna atau substansia nigra pars retikularis lewat 2 jalur yaitu jalur direk
reseptor D1 dan jalur indirek berkaitan dengan reseptor D2. Pada jalur direk,
striatum secara langsung menghambat globus palidus pars interna dan substansia
nigra pars reticulata. Pada jalur indirek, inhibisi oleh striatum ke globus palidus
pars interna dan substansia nigra pars reticulata terjadi melalui hambatan ke
globus palidus pars externa dan nucleus subtalamus. Bila masukan direk dan
indirek seimbang, maka tidak ada kelainan gerakan.
Jaras nigro-striatal ini berperan penting dalam mengatur fungsi gerakan
halus. Untuk fungsi yang normal, perlu ada keseimbangan antara komponen
dopaminergik yang menghambat dengan sistem kolinergik yang mengeksitasi.
Dopamin disekresikan dari neuron-neuron nigrostriatal (substansia nigra pars
kompakta) untuk mengaktivasi jalur direk dan menghambat jalur indirek.
Gejala Parkinson timbul bila terdapat disproporsi fungsional antata kedua
komponen (inhibisi dan eksitasi) dimana hasil akhirnya terjadi penurunan
dopamin di striatum sehingga terjadi peningkatan efek inhibisi ke globus palidus
secara direk maupun indirek. Peningkatan efek inhibisi di jalur talamokortikal
tersebut menyebabkan penekanan pada gerakan sehingga gerakan menjadi
lamban, sulit, gerakan asosiatif berkurang, dan gerakan spontan berkurang.

Gambar 2.3 Jaras ganglia basalis – talamokortikal pada penyakit parkinson


2.6 Manifestasi Klinis
Gejala motorik yaitu :

1. Rigiditas

Tanda yang lain adalah kekakuan (rigiditas). Mungkin hanya terbatas pada
satu kelompok otot dan terutama unilateral atau dapat menyebar dan bilateral.
Parkinsonisme menurunkan kekuatan dan menurunkan kecepatan otot, dan
merupakan faktor utama dalam terjadinya deformitas akibat sindrom ini. Gejala
pasif yang melibatkan ekstremitas atau trunkus mengalami resistensi “traffylike”
yang relatif stabil melalui kisaran gerakan. Parkinsonisme telah dibandingkan
dengan pipa saluran yang ditekuk sehingga kadang disebut rigiditas pipa saluran.
“Catches” sering timbul selama gerakan pasif, menyebabkan karakter roda pedati
atau “rachetlike” pada rigiditas yang disebut rigiditas roda pedati. Otot fleksor
maupun ekstensor berkontraksi kuat (tonus meningkat), mengindikasikan adanya
gangguan kontrol pada kelompok otot yang bersebrangan. Adanya hipertoni pada
otot fleksor ekstensor dan hipertoni seluruh gerakan, hal ini oleh karena
meningkatnya aktivitas motorneuron alfa, adanya fenomena roda bergigi
(cogwheel phenomenon). Jika kepalan tangan yang tremor tersebut digerakkan
(oleh orang lain) secara perlahan ke atas bertumpu pada pergelangan tangan,
terasa ada tahanan seperti melewati suatu roda yang bergigi sehingga gerakannya
menjadi terpatah-patah / putus-putus.

Selain di tangan maupun di kaki, kekakuan itu bisa juga terjadi di leher.
Akibat kekakuan itu, gerakannya menjadi tidak halus lagi seperti break-dance.
Gerakan yang kaku membuat penderita akan berjalan dengan postur yang
membungkuk. Untuk mempertahankan pusat gravitasinya agar tidak jatuh,
langkahnya menjadi cepat tetapi pendek-pendek.

Jika rigiditas melibatkan trunkus, rigiditas itu bertanggungjawab terhadap


gaya berjalan dan masalah posisi tubuh akibat parkinson. Pasien membungkuk
ketika mereka berdiri sehingga dagu maju jauh ke depan daripada ibu jarinya.
Mereka berjalan sambil menyeret kakinya terburu-buru, langkah yang semakin
cepat bila tersandung ke depan dan mencoba untuk cepat mengembalikan kaki
mereka pada keadaan semula (festinating gait).7,8,9

2. Tremor

Salah satu ciri khas dari penyakit parkinson adalah tangan tremor
(bergetar) jika sedang beristirahat.10,11 Akibat parkinsonisme timbul pada saat
istirahat dan disebut tremor istirahat. Namun, jika orang itu diminta melakukan
sesuatu, getaran tersebut tidak terlihat lagi. Itu yang disebut resting tremor, yang
hilang juga sewaktu tidur.10,11 Ketika otot menegang untuk melakukan tindakan
yang bertujuan, biasanya tremor akan berhenti. (sekitar sepertiga pasien
mengalami tremor yang hebat bersamaan dengan tremor istirahat, namun seperti
yang telah disebutkan, tremor hebat biasanya berkaitan dengan disfungsi
serebelum). Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi
metakarpofalangis, kadang-kadang tremor seperti menghitung uang logam atau
memulung-mulung (pill rolling). Pada sendi tangan fleksi-ekstensi atau pronasi-
supinasi pada kaki fleksi-ekstensi, kepala fleksi-ekstensi atau menggeleng, mulut
membuka menutup, lidah terjulur-tertarik.10,11 Tremor yang melibatkan tangan
dijelaskan sebagai pill rolling dan mengakibatkan gerakan ritmis ibu jari pertama
dan kedua. Tremor adalah akibat dari kontraksi bergantian yang regular (4 hingga
6 siklus per detik) pada otot yang berlawanan. Tremor sepertinya akan memburuk
jika pasien lelah, di bawah tekanan emosi, atau terfokus pada tremor. Tremor ini
menghilang waktu istirahat dan menghebat waktu emosi terangsang (resting /
alternating tremor).10,11 Dasar tremor tidak jelas. Degenerasi ganglia basalis
menyebabkan hilangnya pengaruh inhibitor dan meningkatkan timbal balik
berbagai sirkuit yang berakibat dalam osilasi. Tidak semua pasien memiliki
tremor yang jelas. Bila pasien secara tidak sengaja mengalami kejadian
serebrovaskular (CVA, stroke) dan timbul hemiplegia, tremor akan hilang pada
bagian yang paralisis.
Tremor tidak hanya terjadi pada tangan atau kaki, tetapi bisa juga terjadi
pada kelopak mata dan bola mata, bibir, lidah dan jari tangan (seperti orang
menghitung uang). Semua itu terjadi pada saat istirahat / tanpa sadar. Bahkan,
kepala penderita bisa bergoyang-goyang jika tidak sedang melakukan aktivitas
(tanpa sadar). Artinya, jika disadari, tremor tersebut bisa berhenti. Pada awalnya
tremor hanya terjadi pada satu sisi, namun semakin berat penyakit, tremor bisa
terjadi pada kedua belah sisi.10,11

3. Akinesia / Bradikinesia

Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian sehingga


tanda akinesia / bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi serba lambat.
Dalam pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat pada tulisan / tanda tangan yang
semakin mengecil, sulit mengenakan baju, langkah menjadi pendek dan diseret.
Kesadaran masih tetap baik sehingga penderita bisa menjadi tertekan (stress)
karena penyakit itu. Wajah menjadi tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan mata
berkurang, suara menjadi kecil, refleks menelan berkurang, sehingga sering keluar
air liur.7
Gerakan volunter menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif
misalnya sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat mengambil
suatu obyek, bila berbicara gerak lidah dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia
mengakibatkan berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan
yang berkurang, misalnya wajah seperti topeng, kedipan mata berkurang, dan
berkurangnya gerak menelan ludah sehingga ludah sering keluar dari mulut.7,8,9

4. Mikrografia
Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa
kasus hal ini merupakan gejala dini.7
5. Bicara monoton
Sering pula terjadi bicara monoton karena bradikinesia dan rigiditas otot
pernapasan, pita suara, dan otot laring, sehingga bila berbicara atau mengucapkan
kata-kata yang monoton dengan volume suara halus (suara bisikan) yang lambat.7

6. Demensia

Adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya dengan


defisit kognitif.7,8,9

7. Gangguan behavioral

Lambat-laun menjadi dependen (tergantung kepada orang lain), mudah


takut, sikap kurang tegas, dan depresi. Cara berpikir dan respon terhadap
pertanyaan lambat (bradifrenia) biasanya masih dapat memberikan jawaban
yang betul, asal diberi waktu yang cukup.7,8,9

8. Langkah dan gaya jalan (sikap parkinson)

Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat


(marche a petit pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu
membengkok ke depan, dan punggung melengkung bila berjalan.7

9. Tiba-tiba berhenti atau ragu-ragu untuk melangkah


Gejala lain adalah freezing, yaitu berhenti di tempat saat mau mulai
melangkah, sedang berjalan, atau berputar balik; dan start hesitation, yaitu
ragu-ragu untuk mulai melangkah. Bisa juga terjadi sering kencing dan
sembelit. Penderita menjadi lambat berpikir dan depresi. Hilangnya refleks
postural disebabkan kegagalan integrasi dari saraf propioseptif dan labirin dan
sebagian kecil impuls dari mata, pada level talamus dan ganglia basalis yang
akan mengganggu kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini mengakibatkan
penderita mudah jatuh.

10. Gejala Lain


Kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan di atas
pangkal hidungnya (tanda Myerson positif).7,8,9

Ada pula gejala non motorik yaitu :4,5,10


1. Disfungsi otonom

a. Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama


inkontinensia dan adanya hipotensi ortostatik

b. Kulit berminyak dan infeksi kulit seboroik

c. Pengeluaran urin yang banyak


d. Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya hasrat
seksual, perilaku, dan orgasme

2. Gangguan afek
Penderita sering mengalami depresi
3. Ganguan kognitif
Lamban menanggapi rangsangan
4. Gangguan tidur
Penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)
5. Gangguan sensasi
a. Kepekaan kontras visual lemah, pemikiran mengenai ruang, dan pembedaan
warna
b. Penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh hypotension
orthostatic, suatu kegagalan sistem saraf otonom untuk melakukan penyesuaian
tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan posisi badan
c. Berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra penciuman (microsmia atau
anosmia)

Gambaran tambahan parkinsonisme adalah :


1. Gangguan okulomotorius

Pandangan yang kabur bila melihat suatu titik akibat ketidakmampuan


untuk mempertahankan kontraksi otot okular. Gejala ini seringkali tidak dapat
dibedakan dari gejala awal gangguan gerak neurodegeneratif yang jarang terjadi
dan secara terpisah disebut palsi supranuklear progressive (PSP).

2. Krisis okuligirik

Spasme otot mata untuk berkonjugasi dengan mata yang terfiksasi


biasanya pada pandangan ke atas, selama beberapa menit hingga beberapa jam;
berkaitan dengan parkinsonisme yang berasal dari eksogen, seperti penggunaan
obat atau pascaensefalitis.

3. Kelelahan dan nyeri otot yang akibat rigiditas


4. Hipotensi postural akibat efek samping pengobatan
5. Gangguan fungsi pernapasan yang berkaitan dengan hipoventilasi, aspirasi
makanan atau saliva, dan berkurangnya bersihan jalan napas

TEMUAN NEUROLOGIS UTAMA PADA PENYAKIT PARKINSON


Temuan Neurologis Keterangan
Gerakan memilin pada jari tangan yang khas;
Tremor istirahat* tremor berkurang dengan gerakan voluntar selama
tidur
Perlahan-lahan dalam memulai dan
Bradikinesia*
mempertahankan gerakan
Gerakan dihalangi dengan “menangkap”; resistensi
Rigiditas roda pedati*
relatif konstan sepanjang rentang gerakan
Membungkuk, berjalan dengan kaki diseret, cara
Kelainan posisi tubuh
berjalan yang cepat, berbalik badan secara
dan cara berjalan*
bersamaan (en bolic).
Tulisan tangan yang kecil-kecil dan secara
Mikrografia perlahan; tremor dapat jelas terlihat ketika
menggambar lingkaran yang konsentrik
Mata yang melotot, tidak berkedip, ekspresi dingin,
Wajah seperti topeng berkedip 2 atau 3 kali/menit (kedip normal 12-20
kali/menit)
Suara datar (monoton) Bicara tanpa ekspresi
Refleks hiperaktif Sensitivitas yang berlebihan terhadap ketukan jari
glabelar di atas glabela (antara alis mata) menyebabkan
pasien berkedip setiap kali ketukan
Hingga saat ini, terdapat beberapa skala penilaian untuk menilai dan
mengevaluasi adanya disfungsi motorik pada pasien penyakit parkinson. Namun
sebagian besar dari skala penilaian tersebut, tidak memiliki hasil yang valid dan
tidak sepenuhnya dapat dipercaya.

Skala menurut Hoehn dan Yahr merupakan skala penilaian yang paling
sering digunakan untuk menggambarkan progresivitas penyakit.

Tabel Skala Hoehn dan Yahr12


Untuk kepentingan klinis diperlukan adanya penetapan berat ringannya
penyakit dalam hal ini digunakan stadium klinis berdasarkan Hoehn and Yahr
(1967) yaitu :
1. Stadium 1
Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan, terdapat gejala
yang mengganggu tetapi menimbulkan kecacatan, biasanya terdapat
tremor pada satu anggota gerak, dan gejala yang timbul dapat dikenali
orang terdekat (teman).
2. Stadium 2
Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, dan sikap / cara
berjalan terganggu.
3. Stadium 3
Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu saat berjalan
/ berdiri, dan disfungsi umum sedang.
4. Stadium 4
Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk jarak
tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri, dan
tremor dapat berkurang dibandingkan stadium sebelumnya.
5. Stadium 5
Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total, dan tidak mampu
berdiri dan berjalan walaupun dibantu.13,14

2.7 Diagnosis
Diagnosis penyakit parkinson ditegakkan berdasarkan kriteria :10,11,15
1. Secara klinis
 Didapatkan 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik : tremor, rigiditas,
bradikinesia atau
 3 dari 4 tanda motorik : tremor, rigiditas, bradikinesia dan
ketidakstabilan postural
2. Kriteria Koller
 Didapatkan 2 dari 3 tanda cardinal gangguan motorik : tremor saat
istirahat atau gangguan refleks postural, rigiditas, bradikinesia yang
berlangsung 1 tahun atau lebih
 Respons terhadap terapi levodopa yang diberikan sampai perbaikan
sedang (minimal 1.000 mg/hari selama 1 bulan) dan lama perbaikan 1
tahun atau lebih
3. Kriteria Gelb & Gilman
 Gejala kelompok A (khas untuk penyakit parkinson) terdiri dari :
1) Resting tremor
2) Bradikinesia
3) Rigiditas
4) Permulaan asimetris
 Gejala klinis kelompok B (gejala dini tak lazim), diagnosis alternatif,
terdiri dari :
1) Instabilitas postural yang menonjol pada 3 tahun pertama
2) Fenomena tak dapat bergerak sama sekali (freezing) pada 3 tahun
pertama
3) Halusinasi (tidak ada hubungan dengan pengobatan) dalam 3 tahun
pertama
4) Demensia sebelum gejala motorik pada tahun pertama
4. Kriteria Hughes
 Diagnosis “possible” : terdapat paling sedikit 2 dari gejala kelompok A
dimana salah satu diantaranya adalah tremor atau bradikinesia dan tak
terdapat gejala kelompok B, lama gejala kurang dari 3 tahun disertai
respon jelas terhadap levodopa atau dopamine agonis.
 Diagnosis “probable” : terdapat paling sedikit 3 dari 4 gejala
kelompok A, dan tidak terdapat gejala dari kelompok B, lama penyakit
paling sedikit 3 tahun dan respon jelas terhadap levodopa atau
dopamine agonis.
 Diagnosis “definite” : memenuhi semua kriteria probable dan
pemeriksaan histopatologis yang positif.
2.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium hanya bersifat dukungan pada hasil klinis,
karena tidak memiliki sensitifitas dan spesifitas yang tinggi untuk penyakit
parkinson. Pengukuran kadar NT dopamine atau metabolitnya dalam air
kencing, darah, maupun cairan otak akan menurun pada penyakit parkinson
dibandingkan kontrol. Lebih lanjut, dalam keadaan tidak ada penanda biologis
yang spesifik penyakit, maka diagnosis definitif terhadap penyakit parkinson
hanya ditegakkan dengan otopsi. Dua penelitian patologis terpisah
berkesimpulan bahwa hanya 76% dari penderita memenuhi kriteria patologis
aktual, sedangkan yang 24% mempunyai penyebab lain untuk parkinsonisme
tersebut.16

2. EEG
Biasanya terjadi perlambatan yang progresif
3. CT Scan kepala
Biasanya terjadi atropi kortikal difus, sulki melebar, dan hidrosefalus eks
vakuo
4. Neuroimaging
a. Magnetik Resonance Imaging (MRI)
Baru-baru ini dalam sebuah artikel tentang MRI, didapatkan bahwa
hanya pasien yang dianggap mempunyai atropi multi sistem
memperlihatkan signal di striatum.16,17
b. Positron Emission Tomography (PET)
Ini merupakan teknik imaging yang masih relatif baru dan telah
memberi kontribusi yang signifikan untuk melihat kedalam sistem
dopamine nigrostriatal dan peranannya dalam patofisiologi penyakit
parkinson. Penurunan karakteristik pada pengambilan fluorodopa,
khususnya di putamen, dapat diperlihatkan hampir pada semua penderita
penyakit parkinson, bahkan pada tahap dini. Pada saat awitan gejala,
penderita penyakit parkinson telah memperlihatkan penurunan 30% pada
pengambilan fluorodopa putamen. Tetapi sayangnya PET tidak dapat
membedakan antara penyakit parkinson dengan parkinsonisme atipikal.
PET juga merupakan suatu alat untuk secara objektif memonitor progresi
penyakit, maupun secara objektif memperlihatkan fungsi implantasi
jaringan mesensefalon fetus.16,17
c. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT)
Sekarang telah tersedia ligand untuk imaging sistem pre dan post
sinapsis oleh SPECT, suatu kontribusi berharga untuk diagnosis antara
sindroma parkinson plus dan penyakit parkinson, yang merupakan
penyakit presinapsis murni. Penempelan ke striatum oleh derivat kokain
[123]beta-CIT, yang juga dikenal sebagai RTI-55, berkurang secara
signifikan disebelah kontralateral sisi yang secara klinis terkena maupun
tidak terkena pada penderita hemiparkinson. Penempelan ke striatum oleh
derivat kokain [123]beta-CIT, yang juga dikenal sebagai RTI-
55, berkurang secara signifikan disebelah kontralateral sisi yang secara
klinis terkena maupun tidak terkena pada penderita hemiparkinson. Marek
dan yang lainnya telah melaporkan rata-rata penurunan tahunan sebesar
11% pada pengambilan [123]beta-CIT striatum pada 34 penderita penyakit
parkinson dini yang dipantau selama 2 tahun. Sekarang telah
memungkinkan untuk memvisualisasi dan menghitung degenerasi sel saraf
nigrostriatal pada penyakit parkinson.
Dengan demikian, imaging transporter dopamin pre-sinapsis yang
menggunakan ligand ini atau ligand baru lainnya mungkin terbukti
berguna dalam mendeteksi orang yang berisiko secara dini. Sebenarnya,
potensi SPECT sebagai suatu metoda skrining untuk penyakit parkinson
dini atau bahkan presimptomatik tampaknya telah menjadi kenyataan
dalam praktik. Potensi teknik tersebut sebagai metoda yang objektif untuk
memonitor efikasi terapi farmakologis baru, sekarang sedang diselidiki.16

2.9 Penatalaksanaan
Penyakit parkinson adalah suatu penyakit degeneratif yang berkembang
progresif dan penyebabnya tidak diketahui, oleh karena itu strategi
penatalaksanaannya adalah 1) terapi simtomatik, untuk mempertahankan
independensi pasien, 2) neuroproteksi, dan 3) neurorestorasi, keduanya untuk
menghambat progresivitas penyakit parkinson. Strategi ini ditujukan untuk
mempertahankan kualitas hidup penderitanya.5,10,11
1. Terapi farmakologik
a. Obat pengganti dopamine (Levodopa, Carbidopa)
Levodopa merupakan prekursor dopamine dan pengobatan utama untuk
penyakit parkinson. Di dalam otak, levodopa diubah menjadi dopamine. L-dopa
akan diubah menjadi dopamine pada neuron dopaminergik oleh L-aromatik asam
amino dekarboksilase (dopa dekarboksilase). Walaupun demikian, hanya 1-5%
dari L-dopa memasuki neuron dopaminergik, sisanya dimetabolisme di
sembarang tempat, mengakibatkan efek samping yang luas. Lebih dari 90%
levodopa dimetabolisme menjadi dopamine oleh dekarboksilase dopa perifer
(diluar SSP) dan kadar yang sampai ke otak kurang dari 2%, sehingga levodopa
perlu diberikan dalam dosis tinggi.18 Karena mekanisme feedback, akan terjadi
inhibisi pembentukan L-dopa endogen. Carbidopa dan benserazide adalah dopa
dekarboksilase inhibitor, membantu mencegah metabolisme L-dopa sebelum
mencapai neuron dopaminergik.
Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot, dan memperbaiki gerakan.
Penderita penyakit parkinson ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya secara
normal. Akan tetapi, kadar dopamine yang tinggi di perifer dapat menyebabkan
efek samping otonomik yang hebat. Efek samping otonomik yang hebat ini dapat
dikurangi dengan pemberian bersama-sama dengan inhibitor enzim dopa
dekarboksilase perifer, yaitu karbidopa.18 Obat ini diberikan bersama carbidopa
untuk meningkatkan efektivitasnya & mengurangi efek sampingnya.
Berdasarkan gambaran gejala klinis, pasien dengan penyakit parkinson
dikelompokkan ke dalam 3 kategori dasar yaitu kategori ringan, sedang, dan berat.
Pada tingkat ringan (3-5 tahun pertama setelah diagnosis), respon terhadap
levodopa masih baik dan efek yang menguntungkan ini menetap walaupun dosis
yang diberikan tidak bersifat individual. Pada tingkat sedang biasanya setelah 5-
10 tahun di diagnosa, biasanya 50-70% pasien memperlihatkan komplikasi
motorik yang diinduksi oleh obat (drug induce) berupa periode “on” dan “off”.
Waktu periode “on” pasien tampak berrespon terhadap obat tapi waktu periode
“off” gejala parkinson kembali kambuh.15 Pada kategori ketiga (berat) pasien
penyakit parkinson yang lanjut sudah terjadi kerusakan motorik yang progresif
meskipun telah mendapat terapi levodopa, dan tidak berespon secara baik
terhadap pengobatan yang menyebabkan timbulnya komplikasi motorik seperti
fluktuasi dan diskinesia dan mungkin sulit diobati, bahkan tidak mungkin dapat
dikontrol dengan terapi obat.18
Untuk mencegah timbulnya efek samping dari penggunaan levodopa
tersebut, saat ini strategi penundaan pemberian levodopa lebih diterapkan.18
Levodopa diberikan ketika gejala parkinson pada pasien sudah mulai
menyebabkan gangguan fungsional dalam kehidupan sehari-hari.18 Banyak dokter
menunda pengobatan simtomatis dengan levodopa sampai memang dibutuhkan.
Bila gejala pasien masih ringan dan tidak mengganggu, sebaiknya terapi dengan
levodopa jangan dilakukan. Hal ini mengingat bahwa efektifitas levodopa
berkaitan dengan lama waktu pemakaiannya. Levodopa melintasi sawar darah
otak dan memasuki susunan saraf pusat dan mengalami perubahan ensimatik
menjadi dopamin. Dopamin menghambat aktivitas neuron di ganglia basal.

Efek samping levodopa dapat berupa :


1) Nausea, muntah, dan distress abdominal
2) Hipotensi postural
3) Sesekali akan didapatkan aritmia jantung, terutama pada penderita
yang berusia lanjut. Efek ini diakibatkan oleh efek beta-adrenergik
dopamine pada sistem konduksi jantung. Ini bisa diatasi dengan obat
beta blocker seperti propanolol.
4) Diskinesia  yang paling sering ditemukan melibatkan anggota
gerak, leher, atau muka. Diskinesia sering terjadi pada penderita yang
berespon baik terhadap terapi levodopa. Beberapa penderita
menunjukkan gejala on-off yang sangat mengganggu karena penderita
tidak tahu kapan gerakannya mendadak menjadi terhenti, membeku,
dan sulit. Jadi gerakannya terinterupsi sejenak.
5) Abnormalitas laboratorium. Granulositopenia, fungsi hati abnormal,
dan ureum darah yang meningkat merupakan komplikasi yang jarang
terjadi pada terapi levodopa.
Efek samping levodopa pada pemakaian bertahun-tahun adalah diskinesia
yaitu gerakan motorik tidak terkontrol pada anggota gerak maupun tubuh. Respon
penderita yang mengkonsumsi levodopa juga semakin lama semakin berkurang.
Untuk menghilangkan efek samping levodopa, jadwal pemberian diatur dan
ditingkatkan dosisnya, juga dengan memberikan tambahan obat-obat yang
memiliki mekanisme kerja berbeda seperti dopamin agonis, COMT inhibitor, atau
MAO-B inhibitor.5,10

b. Agonis dopamin
Oleh karena perlunya penundaan pemberian levodopa pada tahap awal
penyakit parkinson, para ahli parkinsonologist merekomendasikan pemberian
obat-obat dopamine agonis sebagai terapi awal atau inisial dari golongan obat
dopaminergik.18 Agonis dopamin terdiri atas derivat ergot (bromocriptine
(Parlodel), cabergoline, lisuride dan pergolide (Permax)) dan derivat non-ergot
(pramipexole (Mirapex) dan ropinirole) dianggap cukup efektif untuk mengobati
gejala parkinson.18 Derivat non-ergot memiliki risiko komplikasi yang lebih
rendah dibandingkan derivat ergot. Komplikasi yang terjadi dapat berupa ulkus
peptikum, efek vasokonstriktif, fibrosis retroperitoneal, penyakit katup jantung,
dan reaksi serosal berupa efusi pleura, perikardial, dan peritoneal. Oleh karena
obat-obat derivat ergot berpotensi cukup kuat terhadap kejadian penyakit jantung
katup, penggunaan obat golongan ini sudah sangat terbatas.
Pramiprexole merupakan obat yang aman dan efektif apabila digunakan
sebagai monoterapi pada tahap awal parkinson. Pramiprexole juga digunakan
sebagai neuroprotektif dan dapat meningkatkan aktivitas neurotropik pada
dopaminergik mesensefali. Penggunaan ropirinole juga merupakan obat yang
aman dan efektif pada tahap awal penyakit parkinson, hanya saja ropirinole
berisko lebih tinggi terhadap kejadian hipotensi dan somnolen.18

Obat ini bekerja dengan merangsang reseptor dopamin yang penting adalah
reseptor dopamin D2 dalam memediasi efek antiparkinsonian dari dopamine
agonis, akan tetapi obat ini juga menyebabkan penurunan reseptor dopamin secara
progresif yang selanjutnya akan menimbulkan peningkatan gejala parkinson.18
Obat ini dapat berguna untuk mengobati pasien yang pernah mengalami
serangan yang berfluktuasi dan diskinesia sebagai akibat dari levodopa dosis
tinggi. Apomorfin dapat diinjeksikan subkutan. Dosis rendah yang diberikan
setiap hari dapat mengurangi fluktuasi gejala motorik.
Efek samping obat ini adalah halusinasi, psikosis, eritromelalgia, edema
kaki, mual dan muntah.

c. Antikolinergik
Obat ini menghambat sistem kolinergik di ganglia basal dan menghambat
aksi neurotransmitter otak yang disebut asetilkolin. Obat ini mampu membantu
mengoreksi keseimbangan antara dopamine dan asetilkolin, sehingga dapat
mengurangi gejala tremor. Ada dua preparat antikolinergik yang banyak
digunakan untuk penyakit parkinson, yaitu thrihexyphenidyl (artane) dan
benztropin (congentin). Preparat lainnya yang juga termasuk golongan ini adalah
biperidon (akineton), orphenadrine (disipal), dan procyclidine (kamadrin).
Efek samping obat ini adalah mulut kering, pandangan kabur, dan retensi
urine. Piridostigmin, sampai 60 mg, 3x sehari, dapat membantu mengatasi mulut
kering dan kesulitan miksi. Efek samping sentral terutama adalah pelupa dan
menurunnya memori jangka pendek. Sebaiknya obat jenis ini tidak diberikan pada
penderita penyakit parkinson usia diatas 70 tahun, karena dapat menyebabkan
penurunan daya ingat. Kadang-kadang dapat dijumpai halusinasi dan psikosis,
terutama apda kelompok usia lanjut, sehingga dapat digunakan obat antikolinergik
yang lebih lemah, seperti difenhidramin (Benadryl), orfenadrin (Norflex), dan
amitriptilin.19

d. Penghambat monoamin oxidase (MAO Inhibitor)


Selegiline (Eldepryl), Rasagiline (Azilect). Inhibitor MAO diduga berguna
pada penyakit parkinson karena neurotransmisi dopamine dapat ditingkatkan
dengan mencegah perusakannya. Selegiline dapat pula memperlambat
memburuknya sindrom parkinson, dengan demikian terapi levodopa dapat
ditangguhkan selama beberapa waktu. Berguna untuk mengendalikan gejala dari
penyakit parkinson yaitu untuk menghaluskan pergerakan.
Selegiline dan rasagiline mengurangi gejala dengan dengan menginhibisi
monoamine oksidase B (MAO-B), sehingga menghambat perusakan dopamine
yang dikeluarkan oleh neuron dopaminergik. Metabolitnya mengandung L-
amphetamin and L-methamphetamin. Biasa dipakai sebagai kombinasi dengan
gabungan levodopa-carbidopa. Selain itu obat ini juga berfungsi sebagai
antidepresan ringan. Efek sampingnya adalah insomnia, penurunan tekanan darah,
dan aritmia.

e. Amantadin
Berperan sebagai pengganti dopamine, tetapi bekerja di bagian lain otak
yaitu bekerja dengan membebaskan dopamin. Obat ini dulu ditemukan sebagai
obat antivirus, selanjutnya diketahui dapat menghilangkan gejala penyakit
parkinson yaitu menurunkan gejala tremor, bradikinesia, dan fatigue pada awal
penyakit parkinson dan dapat menghilangkan fluktuasi motorik (fenomena on-off)
dan diskinesia pada penderita parkinson lanjut. Dapat dipakai sendirian atau
sebagai kombinasi dengan levodopa atau agonis dopamine. Efek sampingnya
dapat mengakibatkan mengantuk.

f. Penghambat catechol 0-methyl transferase / COMT


Entacapone (Comtan) dan Tolcapone (Tasmar) merupakan obat golongan
COMT-Inhibitor.14 Obat ini masih relatif baru, berfungsi menghambat degradasi
dopamine menjadi 3-O-methyldopa oleh enzim COMT dan memperbaiki transfer
levodopa ke otak yaitu meningkatkan jumlah levodopa yang melewati sawar
darah otak.14 Mulai dipakai sebagai kombinasi levodopa saat efektivitas levodopa
menurun. Diberikan bersama setiap dosis levodopa. Obat ini memperbaiki
fenomena on-off dan memperbaiki kemampuan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Tolcapon kini sudah tidak digunakan di negara Eropa setelah 3 pasien meninggal
akibat toksisitas hepar terhadap obat tersebut. Entacapon mengurangi waktu “off”
dari dosis levodopa, dan mengurangi gangguan motorik dan disabilitas.14 Efek
samping obat ini berupa gangguan fungsi hati, sehingga perlu diperiksa tes fungsi
hati secara serial. Obat ini juga menyebabkan perubahan warna urin berwarna
merah-oranye.

g. Neuroproteksi
Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel yang
diinduksi progresivitas penyakit. Yang sedang dikembangkan sebagai agen
neuroprotektif adalah apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346), lazaroids,
bioenergetics, antiglutamatergic agents, dan dopamine receptors. Adapun yang
sering digunakan di klinik adalah monoamine oxidase inhibitors (selegiline and
rasagiline), dopamin agonis, dan complek I mitochondrial fortifier coenzyme
Q10.5,10

Gambar 2.5 Algoritma penatalaksanaan penyakit parkinson

2. Terapi pembedahan
Bertujuan untuk memperbaiki atau mengembalikan seperti semula proses
patologis yang mendasari (neurorestorasi).
a. Deep Brain Stimulation (DBS)
Pada tahun 1987, diperkenalkan pengobatan dengan cara memasukkan
elektroda yang memancarkan impuls listrik frekuensi tinggi terus-menerus ke
dalam otak. Terapi ini disebut deep brain stimulation (DBS). DBS adalah
tindakan minimal invasif yang dioperasikan melalui panduan komputer dengan
tingkat kerusakan minimal untuk mencangkokkan alat medis yang disebut
neurostimulator untuk menghasilkan stimulasi elektrik pada wilayah target di
dalam otak yang terlibat dalam pengendalian gerakan. Manfaatnya adalah
memperbaiki waktu off dari levodopa dan mengendalikan diskinesia.
Terapi ini memberikan stimulasi elektrik rendah pada thalamus.
Stimulasi ini digerakkan oleh alat medis implant yang menekan tremor. Terapi ini
memberikan kemungkinan penekanan pada semua gejala dan efek samping,
dokter menargetkan wilayah subthalamic nucleus (STN) dan globus pallidus (GP)
sebagai wilayah stimulasi elektris. Pilihan wilayah target tergantung pada
penilaian klinis.
Selain terapi obat yang diberikan, pemberian makanan harus benar-
benar diperhatikan, karena kekakuan otot bisa menyebabkan penderita mengalami
kesulitan untuk menelan sehingga bisa terjadi kekurangan gizi (malnutrisi) pada
penderita. Makanan berserat akan membantu mengurangi ganguan pencernaan
yang disebabkan kurangnya aktivitas, cairan, dan beberapa obat.20

3. Non farmakologik
a. Edukasi
Pasien serta keluarga diberikan pemahaman mengenai penyakitnya,
misalnya pentingnya meminum obat teratur dan menghindari jatuh. Menimbulkan
rasa simpati dan empati dari anggota keluarganya sehingga dukungan fisik dan
psikis mereka menjadi maksimal.10,11
b. Terapi rehabilitasi
Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup
penderita dan menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta mengatasi
masalah-masalah sebagai berikut : Abnormalitas gerakan, Kecenderungan postur
tubuh yang salah, Gejala otonom, Gangguan perawatan diri (Activity of Daily
Living – ADL), dan Perubahan psikologis. Latihan yang diperlukan penderita
parkinson meliputi latihan fisioterapi, okupasi, dan psikoterapi.
Latihan fisioterapi meliputi : latihan gelang bahu dengan tongkat, latihan
ekstensi trunkus, latihan frenkle untuk berjalan dengan menapakkan kaki pada
tanda-tanda di lantai, dan latihan isometrik untuk kuadrisep femoris dan otot
ekstensor panggul agar memudahkan menaiki tangga dan bangkit dari kursi.
Latihan okupasi yang memerlukan pengkajian ADL pasien, pengkajian
lingkungan tenpat tinggal atau pekerjaan. Dalam pelaksanaan latihan dipakai
bermacam strategi, yaitu :
 Strategi kognitif : untuk menarik perhatian penuh / konsentrasi, bicara
jelas dan tidak cepat, mampu menggunakan tanda-tanda verbal maupun
visual dan hanya melakukan satu tugas kognitif maupun motorik.
 Strategi gerak : seperti bila akan belok saat berjalan gunakan tikungan
yang agak lebar, jarak kedua kaki harus agak lebar bila ingin memungut
sesuatu di lantai.
 Strategi keseimbangan : melakukan ADL dengan duduk atau berdiri
dengan kedua kaki terbuka lebar dan dengan lengan berpegangan pada
dinding. Hindari eskalator atau pintu berputar. Saat bejalan di tempat
ramai atau lantai tidak rata harus konsentrasi penuh jangan bicara atau
melihat sekitar.
Seorang psikolog diperlukan untuk mengkaji fungsi kognitif, kepribadian,
status mental pasien dan keluarganya. Hasilnya digunakan untuk melakukan terapi
rehabilitasi kognitif dan melakukan intervensi psikoterapi.10,11
Berikut merupakan algoritma penatalaksanaan penyakit parkinson :21

3.0 Prognosis14

Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson,


sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali
terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya. Tanpa
perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi total
disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat
menyebabkan kematian.
Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda.
Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan
lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang
dapat sangat parah.
Penyakit parkinson sendiri tidak dianggap sebagai penyakit yang fatal,
tetapi berkembang sejalan dengan waktu. Rata-rata harapan hidup pada pasien
penyakit parkinson pada umumnya lebih rendah dibandingkan yang tidak
menderita penyakit parkinson. Pada tahap akhir, penyakit parkinson dapat
menyebabkan komplikasi seperti tersedak, pneumonia, dan memburuk yang dapat
menyebabkan kematian.
Progresivitas gejala pada penyakit parkinson dapat berlangsung 20 tahun
atau lebih. Namun demikian pada beberapa orang dapat lebih singkat. Tidak ada
cara yang tepat untuk memprediksikan lamanya penyakit ini pada masing-masing
individu. Dengan penanganan yang tepat, kebanyakan pasien penyakit parkinson
dapat hidup produktif beberapa tahun setelah diagnosis.

You might also like