You are on page 1of 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertensi merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan
morbiditas di Indonesia. Definisi hipertensi menurut PERKI 2015 adalah keadaan
dimana tekanan darah sistolik lebih dari atau sama dengan 140 mmHg dan atau
tekanan darah diastolik lebih dari atau sama dengan 90 mmHg pada pemeriksaan
yang berulang.1 Sedangkan menurut guideline terbaru dari ACC and American
Heart Association (AHA), kategori tekanan darah normal mengalami perubahan
menjadi kurang dari 120/80 mmHg.2

Menurut World Health Organization (WHO), tekanan darah dianggap


normal bila kurang dari 135/85 mmHg, diantara nilai tersebut dikatakan normal
tinggi. Batasan tersebut berlaku untuk orang dewasa diatas 18 tahun. WHO
mencatat pada tahun 2013 terdapat sedikitnya 972 juta kasus hipertensi dan
diperkirakan meningkat menjadi 1,15 milyar kasus pada 2025 atau sekitar 29%
dari total penduduk dunia menderita hipertensi, dimana 333 juta berada di negara
maju dan 639 juta sisanya berada di negara berkembang, dimana Indonesia
termasuk salah satunya. Di Indonesia sendiri, hipertensi menempati peringkat ke 2
dari 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah-rumah sakit.3

Hipertensi dipengaruhi oleh dua jenis faktor, yaitu faktor yang dapat
diubah dan faktor yang tidak dapat diubah. Faktor-faktor yang tidak dapat diubah
seperti umur, jenis kelamin dan ras. Faktor-faktor yang dapat diubah seperti
obesitas, konsumsi alkohol, kurangnya olahraga/aktivitas, konsumsi garam yang
berlebihan, kebiasaan merokok, dan stress.4

Berdasarkan keterangan pemegang program penanggulangan penyakit


kronis (Prolanis) di UPT Kesmas Susut I, dari 3.949 penduduk yang berusia diatas
18 tahun yang dilakukan pengukuran tekanan darah sepanjang tahun 2017
didapatkan bahwa sebanyak 865 penduduk (21,90%) menderita hipertensi.

1
Pemegang Prolanis di UPT Kesmas Susut I menyatakan bahwa hipertensi
menempati urutan ketiga dari sepuluh penyakit terbanyak di wilayah kerja UPT
Kesmas Susut I pada tahun 2017.

Dari hasil pengamatan berupa diskusi bersama masyarakat yang berobat ke


UPT Kesmas dan tenaga medis lain di UPT Kesmas Susut I, terdapat beberapa
masalah yang ditemukan antara lain rendahnya pengetahuan tentang hipertensi.
Umumnya masyarakat berpikir hipertensi hanya terjadi pada lansia,
pengobatannya bisa dihentikan jika tekanan darah telah normal, dan masyarakat
takut minum obat terus-menerus karena takut akan merusak ginjal. Sebagian besar
masyarakat hanya minum obat jika terdapat keluhan seperti nyeri tengkuk dan
pusing. Masyarakat juga kurang peduli terkait pola makan yang sehat sebagai
bentuk pencegahan hipertensi. Ada pula penderita hipertensi yang masih aktif
merokok setelah didiagnosis oleh dokter dan diberikan edukasi untuk tidak
merokok.

Rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terkait penyakit


hipertensi membuat kami merasa pentingnya dilakukan suatu kegiatan pemberian
informasi kepada masyarakat dalam bentuk penyuluhan tentang penyakit
hipertensi. Kegiatan penyuluhan akan dilakukan di Banjar Susut Kaja sebagai
salah satu banjar dengan populasi lansia dan penderita hipertensi terbanyak di
kawasan UPT Kesmas Susut I. Dengan melakukan penyuluhan ini diharapkan
dapat meningkatkan kewaspadaan dan pengetahuan masyarakat serta
memperbaiki paradigma yang salah tentang hipertensi yang selama ini
berkembang di masyarakat. Selanjutnya dengan bekal pengetahuan yang benar
diharapkan timbul kesadaran untuk menerapkan pola hidup sehat dan
meninggalkan kebiasaan yang salah.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang kami
kemukakan adalah bagaimana cara meningkatkan pengetahuan dan kesadaran

2
masyarakat di wilayah kerja UPT Kesmas Susut I khususnya di Banjar Susut Kaja
terkait penyakit hipertensi?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Penyuluhan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan
kesadaran masyarakat di Banjar Susut Kaja, Susut, Bangli, terkait
penyakit hipertensi.

1.3.2 Tujuan Khusus


Adapun tujuan khusus diadakan penyuluhan terkait hipertensi ini
antara lain, yaitu :
1. Memperbaiki paradigma masyarakat yang salah terkait penyakit
hipertensi.
2. Mengubah gaya hidup dan pola makan masyarakat menjadi lebih sehat
sebagai bentuk pencegahan penyakit hipertensi dan komplikasinya.
3. Menurunkan angka kebiasaan merokok sebagai bentuk pencegahan
penyakit hipertensi dan komplikasinya.
4. Meningkatkan kepatuhan minum obat dan kontrol ke tenaga medis
bagi masyarakat penderita hipertensi sebagai bentuk pencegahan
komplikasi dari penyakit hipertensi.

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Untuk Masyarakat
Adapun manfaaat yang diharapakan dari kegiatan penyuluhan ini
bagi masyarakat antara lain :
1. Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat di Banjar Susut
Kaja, Susut, Bangli, terkait pencegahan dan pengobatan penyakit
hipertensi terkait pencegahan dan pengobatan hipertensi.
2. Terbentuknya paradigma masyarakat yang tepat terkait penyakit
hipertensi.
3. Terciptanya gaya hidup dan pola makan masyarakat yang lebih sehat
sebagai bentuk pencegahan penyakit hipertensi dan komplikasinya.

3
4. Menurunnya angka kebiasaan merokok sebagai bentuk pencegahan
penyakit hipertensi dan komplikasinya.
5. Meningkatnya angka kepatuhan minum obat dan kontrol ke tenaga
medis bagi masyarakat penderita hipertensi sebagai bentuk pencegahan
komplikasi dari penyakit hipertensi.

1.4.2 Manfaat Untuk Puskesmas


Kegiatan penyuluhan ini juga diharapkan mampu memberikan
manfaat bagi UPT Kesmas Susut I yaitu sebagai bentuk kegiatan
kolaborasi bersama pemegang program promosi kesehatan dan program
posyandu lansia serta menjadi bahan evaluasi dalam menyusun konsep
kegiatan apabila hendak dilakukan kegiatan serupa di masa yang akan
datang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

4
2.1 Definisi

Hipertensi merupakan manifestasi gangguan keseimbangan hemodinamik


sistem kardiovaskular, yang mana patofisiologinya adalah multi faktor, sehingga
tidak bisa diterangkan hanya dengan satu mekanisme tunggal. Semua definisi
hipertensi adalah angka kesepakatan berdasarkan bukti klinis atau berdasarkan
konsensus atau berdasar epidemiologi studi meta analisis. Berdasarkan guideline
terbaru dari ACC and American Heart Association (AHA), kategori tekanan darah
mengalami perubahan menjadi berikut :1,2

 Normal : kurang dari 120/80 mm Hg;


 Elevated : Sistolik diantara 120-129 dan Diastolik kurang dari 80 mm Hg;
 Stage 1 : Sistolik diantara 130-139 atau Diastolik diantara 80-89;
 Stage 2 : Sistolik minimal 140 atau Diastolik minimal 90 mm HG;
 Hypertensive crisis : Sistolik diatas 180 dan/atau Diastolik diatas 120.

2.2 Epidemiologi

Hipertensi ditemukan pada semua populasi dengan angka kejadian yang


berbeda beda, sebab ada faktor – faktor genetik, ras, regional, sosial budaya yang
juga menyangkut gaya hidup yang berbeda. Prevalensi Hipertensi nasional
berdasarkan Riskesdas 2013 sebesar 25,8%, tertinggi di Kepulauan Bangka
Belitung (30,9%), sedangkan terendah di Papua sebesar (16,8%). Berdasarkan
data tersebut dari 25,8% orang yang mengalami hipertensi hanya 1/3 yang
terdiagnosis, sisanya 2/3 tidak terdiagnosis. Data menunjukkan hanya 0,7% orang
yang terdiagnosis tekanan darah tinggi minum obat Hipertensi. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar penderita Hipertensi tidak menyadari
menderita Hipertensi ataupun mendapatkan pengobatan. Hipertensi yang tidak
mendapat penanganan yang baik menyebabkan komplikasi seperti Stroke,
Penyakit Jantung Koroner, Diabetes, Gagal Ginjal dan Kebutaan. Stroke (51%)
dan Penyakit Jantung Koroner (45%) merupakan penyebab kematian tertinggi. 1,3

2.3 Klasifikasi

Hipertensi dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu hipertensi sistolik,


hipertensi diastolik, dan hipertensi campuran. Hipertensi sistolik (isolated systolic

5
hypertension) merupakan peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan
tekanan diastolik dan umumnya ditemukan pada usia lanjut. Tekanan sistolik
berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri apabila jantung berkontraksi
(denyut jantung). Tekanan sistolik merupakan tekanan maksimum dalam arteri
dan tercermin pada hasil pembacaan tekanan darah sebagai tekanan atas yang
nilainya lebih besar. Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) merupakan
peningkatan tekanan diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik, biasanya
ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Hipertensi diastolik terjadi apabila
pembuluh darah kecil menyempit secara tidak normal, sehingga memperbesar
tahanan terhadap aliran darah yang melaluinya dan meningkatkan tekanan
diastoliknya. Tekanan darah diastolik berkaitan dengan tekanan arteri bila jantung
berada dalam keadaan relaksasi di antara dua denyutan. Hipertensi campuran
merupakan peningkatan pada tekanan sistolik dan diastolik.1

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu:1

 Hipertensi esensial atau hipertensi primer merupakan hipertensi yang tidak


diketahui penyebabnya, Sebagian besar hipertensi merupakan hipertensi
primer, yakni pada 95% kasus.
 Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang diketahui penyebabnya. Terdapat
sekitar 5% kasus. Penyebab spesifiknya diketahui, seperti penggunaan
estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme
primer, dan sindrom Cushing, feokromositoma, koartasio aorta, hipertensi
yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain-lain.

2.4 Patofisiologi

Penyebab – penyebab hipertensi ternyata sangat banyak. Tidak bisa


diterangkan hanya dengan satu faktor penyebab. Ada empat faktor yang
mendominasi terjadinya hipertensi :1

 Peran volume intravascular


 Peran kendali saraf autonom
 Peran renin angiotensin aldosterone (RAA)

6
 Peran dinding vaskular pembuluh darah

2.4.1 Peran Volume Intravaskular

Menurut Kaplan, tekanan darah tinggi adalah hasil interaksi antara


cardiac output (CO) atau curah jantung (CJ) dan total peripheral
resistance (TPR) atau tahan total perifer yang masing – masing
dipengaruhi oleh beberapa faktor.1

Gambar 2.1 Peran Volume Intravaskular

2.4.2 Peran Kendali Saraf Autonom


Persarafan autonom ada dua macam, yakni sistem saraf simpatis
dan sistem saraf parasimpatis. Ada beberapa reseptor adrenergik yang
berada pada jantung, ginjal, otak, dan dinding vaskular pembuluh darah,
ialah α1, α2, β1, dan β2. Sistem saraf simpatis akan teraktivasi karenan
pengaruh lingkungan, seperti genetic, stress kejiwaan, rokok, dan
sebagainya. Aktivasi sistem saraf simpatis ini akan meningkatkan kadar
katekolamin, nor epinefrin, dan neurotransmiter lainnya. Sistem saraf

7
simpatis ini memiliki efek yang berbeda – beda pada jantung, ginjal, otak
dan pembuluh darah. Pada jantung akan menyebabkan peningkatan denyut
jantung, pada gnjal akan memicu terjadinya retensi natrium, dan aktivasi
sistem RAA, serta pada pembuluh darah akan menyebabkan terjadinya
vasokonstriksi.1

Gambar 2.2 Peran Kendali Saraf Autonom

2.4.3 Peran Renin Angiotensin Aldosteron

Sistem renin angiotensin aldosterone dapat teraktivasi melalui


reflek baroreseptor maupun aktivasi sistem saraf simpatis. Setelah
teraktivasi sistem ini akan melalui beberapa proses hingga keluarnya renin,
angiotensin 1, angiotensin 2.

8
Gambar 2.3 Peran Renin Angiotensin Aldosteron

Gambar 2.4 Aktivitas Refleks Baroreseptor

9
2.4.4 Peran Dinding Vaskular Pembuluh Darah

Aterosklerosis adalah kelainan pada pembuluh darah yang ditandai


dengan penebalan dan hilangnya elastisitas arteri. Aterosklerosis
merupakan proses multifaktorial. Terjadi inflamasi pada dinding pembuluh
darah dan terbentuk deposit substansi lemak, kolesterol, produk sampah
seluler, kalsium dan berbagai substansi lainnya dalam lapisan pembuluh
darah. Pertumbuhan ini disebut plak. Pertumbuhan plak di bawah lapisan
tunika intima akan memperkecil lumen pembuluh darah, obstruksi luminal,
kelainan aliran darah, pengurangan suplai oksigen pada organ atau bagian
tubuh tertentu.1,2

Sel endotel pembuluh darah juga memiliki peran penting dalam


pengontrolan pembuluh darah jantung dengan cara memproduksi sejumlah
vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium.
Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi primer.1

Gambar 2.5 Peran Dinding Vaskular Pembuluh Darah

10
2.5 Diagnosis

Pada umumnya penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan. Hipertensi


adalah silent killer. Penderita baru menpunyai keluhan setelah menagalami
komplikasi. Diagnosis hipertensi dengan pemeriksaan fisik paling akurat
menggunakan sphygmomanometer air raksa. Sebaiknya dilakukan lebih dari satu
kali pengukuran dalam posisi duduk dengan siku lengan menekuk di atas meja
dengan posisi telapak tangan menghadap ke atas dan posisi lengan sebaiknya
setinggi jantung. Pengukuran dilakukan dalam keadaan tenang. Pasien diharapkan
tidak mengonsumsi makanan dan minuman yang dapat mempengaruhi tekanan
darah misalnya kopi, soda, makanan tinggi kolesterol, alkohol dan sebagainya.1

2.6 Penatalaksanaan

Tujuan utama terapi hipertensi adalah menurunkan mortalitas dan


morbiditas yang berhubungan dengan hipertensi serta berkaitan dengan kerusakan
organ target (seperti kardiovaskular, gagal jantung, dan penyakit ginjal). Terapi
hipertensi meliputi :

a) Terapi non farmakologis

Penderita prehipertensi dan hipertensi sebaiknya melakukan


modifikasi gaya hidup seperti menurunkan berat badan jika kelebihan berat
badan dengan menjaganya pada kisar body mass index (BMI) yaitu 18,5-24,9;
mengadopsi pola makan Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH)
yang kaya dengan buah, sayur, dan produk susu rendah lemak; mengurangi
konsumsi garam yaitu tidak lebih dari 100 meq/L; melakukan aktivitas fisik
dengan teratur seperti jalan kaki 30 menit/hari; serta membatasi konsumsi
alkohol tidak lebih dari 2 kali/hari pada pria dan 1 kali/hari pada wanita.
Selain itu, pasien juga disarankan untuk menghentikan kebiasaan merokok.
Modifikasi pola hidup dapat menurunkan tekanan darah, menambah efikasi

11
obat antihipertensi, dan mengurangi resiko komplikasi penyakit
kardiovaskular.5

b) Terapi farmakologis

Pemilihan obat pada penatalaksanaan hipertensi tergantung pada


tingkat tekanan darah dan keberadaan penyakit penyulit. Obat-obat
antihipertensi seperti diuretik, beta blocker (BB), angiotensin converting
enzyme inhibitor (ACEI), angiotensin receptor blocker (ARB), dan calcium
channel blocker (CCB) merupakan agen primer yang dapat mengurangi
morbiditas dan mortalitas. Obat-obat antihipertensi seperti α-1 blocker, α-2
agonis central, dan vasodilator merupakan alternatif yang digunakan
penderita setelah mendapatkan obat pilihan pertama.4,5

12
BAB III
ANALISIS MASALAH

3.1 Proses Penentuan Prioritas Masalah dan Determinannya


Untuk menentukan kemungkinan penyebab masalah, digunakan diagram
tulang ikan (fishbone diagram) seperti di halaman setelah ini :

13
LINGKUNGAN MANUSIA

Sosial Gaya hidup


Ekonomi
Budaya Obat-obatan

Stress

Penyakit yang mendasari

KEJADIAN
HIPERTENSI

- Akses pelayanan kesehatan

- Keterbatasan pemeriksaan penunjang

PELAYANAN
Ketersediaan obat di Puskesmas
KESEHATAN

Gambar 3.1 Fishbone diagram kejadian dispepsia

14
BAB IV
DIAGNOSA KOMUNITAS

4.1 Identifikasi Masalah

4.1.1 Data Primer

Data primer yang dimaksudkan disini adalah hasil wawancara


dokter dengan pasien. Berdasarkan pengalaman kerja kami sebagai dokter
internship di UPT Kesmas Susut I, hampir setiap harinya selalu ada pasien
yang datang dengan keluhan dispepsia. Dari wawancara dengan pasien,
berbagai masalah yang ditemukan antara lain gaya hidup pasien yang tidak
baik meliputi pola makan serta pilihan makanan yang salah, kebiasaan
merokok dan mengonsumsi alkohol. Sebagian pasien datang dengan
keluhan dispepsianya kambuh dan setelah ditelusuri diketahui pasien tidak
kontrol atau melanjutkan pengobatan sebelumnya karena merasa sudah
sembuh setelah diberi obat. Selain itu, terdapat sebagian pasien yang tidak
menuntaskan pemeriksaan lanjutan yang disarankan oleh dokter untuk
mengetahui penyebab dasar atas keluhan dispepsia yang dialami pasien.

4.1.2 Data Sekunder

Data awal yang menarik perhatian kami untuk menyasar topik ini
untuk dikembangkan adalah berdasarkan data pemegang Prolanis di UPT
Kesmas Susut I yang menyatakan bahwa hipertensi menempati urutan
ketiga dari sepuluh penyakit terbanyak di wilayah kerja UPT Kesmas
Susut I pada tahun 2017. Berdasarkan keterangan pemegang program
penanggulangan penyakit kronis (Prolanis) di UPT Kesmas Susut I, dari
3.949 penduduk yang berusia diatas 18 tahun yang dilakukan pengukuran
tekanan darah sepanjang tahun 2017 didapatkan bahwa sebanyak 865
penduduk (21,90%) menderita hipertensi.

15
4.2 Identifikasi Penyebab masalah

Berdasarkan data puskesmas dan hasil pengamatan di lapangan, kejadian


sebagai penyebab masalah, antara lain :

4.2.3 Faktor lingkungan


Faktor lingkungan yang berhubungan dengan kejadian dispepsia
pada masyarakat di wilayah kerja UPT Kesmas Susut I yaitu faktor sosial,
faktor ekonomi, dan faktor budaya. Status sosial masyarakat di lingkungan
wilayah kerja UPT Kesmas Susut I secara garis besar didominasi oleh
kalangan masyarakat dengan status sosial menegah ke bawah dengan
tingkat pendidikan didominasi lulusan SMA ke bawah. Status sosial
masyarakat mengharuskan mereka bekerja dalam rentang waktu yang lama
tanpa memperhatikan jadwal makan serta tidak tersedianya waktu untuk
berobat ke fasilitas kesehatan. Tingkat pendidikan yang rendah diduga
berimplikasi pada rendahnya pengetahuan mengenai penyakit atau
keadaan yang dialami baik faktor resiko, penyebab, penanganan yang
harus dilakukan, serta perubahan perilaku/kebiasaan guna mencegah
kekambuhan gejala.
Secara umum kondisi ekonomi masyarakat di lingkungan wilayah
kerja UPT Kesmas Susut I didominasi oleh masyarakat dengan pendapatan
ekonomi menengah ke bawah. Faktor ekonomi ini juga mempengaruhi
secara tidak langsung, dimana ketersediaan dana untuk berobat dan
kemampuan untuk menyediakan jenis makanan yang tepat sangat
berpengaruh terhadap keadaan pasien.
Selain faktor sosial dan ekonomi, faktor budaya juga
mempengaruhi kejadian dispepsia secara tidak langsung. Masyarakat
terkadang menyalahartikan keluhan fisik yang dialami sebagai suatu hal
yang disebabkan oleh hal magis (non medis) sehingga tidak mencari
pengobatan ke tenaga medis melainkan berobat alternatif. Pasien datang
apabila sudah sakit parah atau sudah mencapai tahap akhir penyakit.

16
Budaya seperti ini masih sangat kental di lingkungan wilayah kerja UPT
Kesmas Susut I.
Faktor ekonomi dan pendidikan menjadi hal yang tidak dapat
diubah (unmodifying factor) sedangkan budaya kepercayaan masyarakat
dapat diintervensi serta diarahkan secara perlahan-lahan dengan secara
rutin memberikan penyuluhan mengenai kesehatan dan perilaku sehat.
Penting bagi tenaga kesehatan untuk tidak hanya mempromosikan
kesehatan, namun juga membuat masyarakat mengerti mengenai proses
terjadinya suatu penyakit dan perjalanannya serta bagaimana meluruskan
keyakinan atau budaya yang dianut hubungannya dengan kesehatan.

4.2.3 Manusia
Dikaji dari faktor manusia, dispepsia dipengaruhi oleh gaya hidup,
obat-obatan, stress, dan penyakit yang mendasari. Hal inilah yang menjadi
topik sasaran yang yang akan dibahas lebih lanjut pada kegiatan
penyuluhan.
Gaya hidup disini meliputi pola makan dan pemilihan jenis
makanan serta kebiasaan merokok dan mengonsumsi alkohol. Berdasarkan
pengamatan terhadap masyarakat wilayah kerja UPT Kesmas Susut I,
pasien-pasien dengan keluhan dispepsia sebagian besar memiliki pola
makan yang tidak teratur, biasanya dikarenakan jam kerja yang lama
sehingga mengabaikan jam makan. Selain itu, pasien banyak yang
mengonsumsi makanan yang mengiritasi lambung seperti makanan pedas
dan asam, makanan yang terbuat dari ketan, teh dan kopi pekat, beberapa
juga memiliki kebiasaan merokok dan mengonsumsi tuak atau arak
terutama pasien berjenis kelamin laki-laki.
Sebagian pasien dengan keluhan dispepsia setelah ditelusuri
mereka mengonsumsi obat anti nyeri golongan NSAID atau steroid dalam
jangka waktu lama. Demikian juga dengan stress psikologis ikut berperan
serta terhadap keluhan dispepsia pada pasien.

17
Berbagai penyakit yang mendasari keluhan dispepsia pada pasien
contohnya GERD, ulkus peptikum, pankreatitis, batu empedu, penyakit
jantung, keganasan organ pencernaan, nyeri otot, dan lain-lain. Dalam hal
ini, pasien disarankan melakukan pemeriksaan lanjutan berdasarkan
keluhan lain yang dijumpai serta pemeriksaan fisik yang sesuai. Namun
masyarakat menganggap hal tersebut tidaklah perlu melainkan cukup
dengan obat-obatan simptomatis yang didapatkan di UPT Kesmas Susut I
sehingga seringkali pasien datang lagi dengan keluhan yang sama setelah
obat simptomatis tidak lagi dikonsumsi.
Dengan penyuluhan yang efektif diharapkan mampu meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang sindroma dispepsia,
faktor resiko yang mencetuskan, berbagai penyakit yang mendasari
keluhan tersebut, serta tatalaksana dan perubahan gaya hidup yang harus
dilakukan.

4.2.3 Pelayanan kesehatan


Dari segi pelayanan kesehatan, terdapat tiga hal yang
mempengaruhi kejadian dispepsia di masyarakat antara lain kemudahan
mengakses pelayanan kesehatan, keterbatasan pemeriksaan penunjang,
serta ketersediaan obat di pusat layanan kesehatan.
Secara umum, UPT Kesmas Susut I terletak di dekat pasar dan
tergolong mudah untuk diakses. Selain itu terdapat puskesmas pembantu
yang tersebar pada beberapa titik untuk menjangkau lebih banyak
masyarakat. Tenaga kesehatan di UPT Kesmas Susut I juga terjun ke
masyarakat dengan melakukan berbagai kegiatan seperti promosi
kesehatan, kunjungan rumah serta posyandu balita dan lansia dan kegiatan-
kegiatan lainnya.
Keterbatasan pemeriksaan penunjang menyebabkan terjadinya
fenomena gunung es. Banyaknya kejadian dispepsia dikarenakan
terbatasnya pemeriksaan penunjang walaupun dengan anamnesis dan

18
pemeriksaan fisik yang adekuat, dimana sebenarnya penyakit yang dapat
menyebabkan dan menyerupai keluhan dispepsia sangatlah banyak.
Ketersediaan obat untuk sindroma dispepsia di UPT Kesmas Susut
I tergolong cukup baik, namun pemilihan obat terkadang terbatas.
Dengan demikian dari sisi pelayanan kesehatan, dokter diharapkan
mampu merujuk pasien dispepsia ke faskes yang dilengkapi pemeriksaan
penunjang yang memadai sesuai indikasi untuk pemeriksaan lanjutan dan
keperluan dalam mendiagnosis serta terapi. Menyangkut hal ketersediaan
obat di UPT Kesmas Susut I, dokter diharapkan meresepkan obat sesuai
dengan yang tersedia dan hendaknya dilakukan pengecekan stok obat
secara berkala.

19
BAB V
PEMECAHAN MASALAH

5.1 Usulan Strategi Kegiatan Pemecahan Masalah

Strategi kegiatan pemecahan masalah difokuskan pada intervensi untuk


mengedukasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengubah
paradigma yang salah terkait hipertensi, mengubah kebiasaan lama yang buruk
seperti berhenti merokok, menerapkan pola hidup sehat, menerapkan gaya hidup
dan pola makan yang sehat serta meningkatkan angka kepatuhan minum obat.

Kegiatan penyuluhan interaktif bertujuan untuk meningkatkan angka tidak


merokok dengan cara memanipulasi determinan kesehatan pengetahuan perokok
dan sikap perokok terhadap kejadian hipertensi, menjelaskan makna dan cara
menerapkan pola hidup sehat, mengajarkan tentang pola makan sehat,
menjelaskan manfaat minum obat anti hipertensi secara rutin serta menjelaskan
pula dampak buruk apabila melakukan hal-hal yang bertentangan dengan yang
disarankan sehingga masyarakat tahu dampak buruk yang akan terjadi apabila
tidak menerapkan hal-hal baik yang sudah diajarkan dan mulai belajar untuk
mewujudkan hal-hal positif sehingga penyakit hipertensi dapat diatasi dengan
baik.

5.2 Rencana Kegiatan, Monitoring dan Evaluasi

Kegiatan ini akan diwujudkan dalam bentuk penyuluhan audiovisual yang


bertemakan hipertensi. Sasaran dari kegiatan ini adalah masyarakat di Banjar
Susut Kaja yang sudah terdiagnosis hipertensi ataupun yang belum terdiagnosis
hipertensi. Penyuluhan direncanakan akan dilaksanakan pada tanggal 2 Maret
2018 dengan media penyuluhan berupa slide yang ditayangkan menggunakan
LCD proyektor. Selama sesi penyuluhan, masyarakat diberikan kesempatan untuk
bertanya terkait topik hipertensi yang dibahas.

Indikator capaian dari kegiatan penyuluhan ini yaitu meningkatnya


pengetahuan, dan kesadaran masyarakat terkait penyakit hipertensi yang dinilai
secara objektif. Keberhasilan penyuluhan akan dinilai dengan cara menganalisis
hasil pre dan post test materi hipertensi saat dilakukannya penyuluhan.

20
21
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan keterangan UPT Kesmas Susut I, hipertensi menempati


urutan ketiga dari sepuluh penyakit terbanyak di wilayah kerja UPT Kesmas Susut
I pada tahun 2017. Banjar Susut Kaja merupakan salah satu banjar dengan
populasi lansia dan penderita hipertensi terbanyak di kawasan UPT Kesmas Susut
I. Banyak faktor yang mempengaruhi tingginya angka kejadian hipertensi yang
dominan diderita oleh lansia antara lain faktor status sosial, ekonomi, budaya,
tingkat pendidikan serta faktor manusia itu sendiri dan pelayanan kesehatan yang
tersedia.

Rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terkait penyakit


hipertensi membutuhkan suatu kegiatan pemberian informasi kepada masyarakat
dalam bentuk penyuluhan tentang penyakit hipertensi. Penyuluhan ini diharapkan
dapat meningkatkan kewaspadaan dan pengetahuan masyarakat terkait penyakit
hipertensi.

6.2 Saran

Kegiatan penyuluhan dapat dilakukan dengan berbagai metode dan


menggunakan berbagai jenis media. Pemanfaatan metode dan media disesuaikan
dengan subyek target yang hendak disuluh dan lokasi penyuluhan sehingga
menjadi efektif dan tepat sasaran. Saat ini kegiatan penyuluhan yang kami lakukan
memanfaatkan LCD proyektor sebagai media penyuluhan. Ke depannya
diharapkan kegiatan promosi kesehatan dapat dilakukan dengan cara lain yang
lebih menarik sehingga animo masyarakat untuk ikut berpartisipasi semakin
meningkat. Selain itu, kegiatan penyuluhan hipertensi ini diharapkan dapat
dilakukan di banjar yang lain di wilayah kerja UPT Kesmas Susut I sehingga

21
wawasan dan pengetahuan serta kesadaran masyarakat di wilayah kerja UPT
Kesmas Susut I dapat meningkat secara merata.
DAFTAR PUSTAKA

1. Robinson, J. M., & Saputra, L. Buku ajar organ system: Visual nursing
kardiovaskuler; 2014

2. American College of Cardiology/American Heart Association Task Force


on Practice Guidelines and the Heart Rhythm Society. Journal of the
American College of Cardiology; 2014

3. Triyanto, E. Pelayanan keperawatan bagi penderita hipertensi secara


terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu; 2014

4. Setyanda, Y. O. G., Sulastri, D., & Lestari, Y. (2015). Hubungan merokok


dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 35-65 tahun di Kota Padang.
Jurnal kesehatan andalas, 4(2)

5. Jaques, H. NICE guideline on hypertension. European heart journal,


34(6), 406; 2013

6. Kurniati, I. D., Setiawan, M. R., Rohmani, A., Lahdji, A., Tajally, A.,
Ratnaningrum, K., & Basuki, R. BUKU AJAR: ILMU PENYAKIT
DALAM; 2017

7. Dasar, R. K. (2013). Riset Kesehatan Dasar: RISKESDAS 2013. Badan


Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI.

You might also like