Professional Documents
Culture Documents
Pada hari berikutnya, tanggal 19 Agustus 1945 PPKI melanjutkan sidangnya dan berhasil memutuskan
beberapa hal berikut.
1. Pembagian wilayah, terdiri atas 8 provinsi.
a. Jawa Barat, gubernurnya Sutarjo Kartohadikusumo
b. Jawa Tengah, gubernurnya R. Panji Suroso
c. Jawa Timur, gubernurnya R.A. Suryo
d. Borneo (Kalimantan), gubernurnya Ir. Pangeran Muhammad Noor
e. Sulawesi, gubernurnya Dr. G.S.S.J. Sam Ratulangi
f. Maluku, gubernurnya Mr. J. Latuharhary
g. Sunda Kecil (Nusa Tenggara), gubernurnya Mr. I. Gusti Ktut Pudja
h. Sumatra, gubernurnya Mr. Teuku Mohammad Hassan
2. Membentuk Komite Nasional (Daerah).
3. Menetapkan 12 departemen dengan menterinya:
a. Departemen Dalam Negeri dikepalai R.A.A. Wiranata Kusumah
b. Departemen Luar Negeri dikepalai Mr. Ahmad Subardjo
c. Departemen Kehakiman dikepalai Prof. Dr. Mr. Supomo
d. Departemen Keuangan dikepalai Mr. A.A Maramis
e. Departemen Kemakmuran dikepalai Surachman Cokroadisurjo
f. Departemen Kesehatan dikepalai Dr. Buntaran Martoatmojo
g. Departemen Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan dikepalai Ki Hajar Dewantara
h. Departemen Sosial dikepalai Iwa Kusumasumantri
i. Departemen Pertahanan dikepalai Supriyadi
j. Departemen Perhubungan dikepalai Abikusno Tjokrosuyoso
k. Departemen Pekerjaan Umum dikepalai Abikusno Tjokrosuyoso
l. Departemen Penerangan dikepalai Mr. Amir Syarifudin
·
Sedangkan 4 menteri negara yaitu:
a. Menteri negara Wachid Hasyim
b. Menteri negara M. Amir
c. Menteri negara R. Otto Iskandardinata
d. Menteri negara R.M Sartono
Cogan dan Derricott (1998) mengidentifikasi adanya 5 (lima) atribut kewar ganegaraan ( The five attributes
of citizenship), yakni:
4). A degre of intterest ang involvement in public affair (tingkat ketertarik-an dan keterlibatan dalam
masalah publik)
5).An acceptance of basic social values (penerimaan terhadap nilai-nilai sosial dasar)
Era perjuangan kemerdekaan
Pimpinan Jumlah
No Nama Kabinet Awal masa kerja Akhir masa kerja Jabatan
Kabinet personel
2 14
1 Presidensial Ir. Soekarno Presiden 21 orang
September 1945 November 1945
14 Perdana
2 Sjahrir I 12 Maret 1946 Sutan Syahrir 17 orang
November 1945 Menteri
Perdana
3 Sjahrir II 12 Maret 1946 2 Oktober 1946 Sutan Syahrir 25 orang
Menteri
Perdana
4 Sjahrir III 2 Oktober 1946 3 Juli 1947 Sutan Syahrir 32 orang
Menteri
Amir 11 Perdana
5 3 Juli 1947 Amir Sjarifuddin 34 orang
Sjarifuddin I November 1947 Menteri
Amir 11 Perdana
6 29 Januari 1948 Amir Sjarifuddin 37 orang
Sjarifuddin II November 1947 Menteri
Mohammad Perdana
7 Hatta I 29 Januari 1948 4 Agustus 1949 17 orang
Hatta Menteri
19
* Darurat 13 Juli 1949 S. Prawiranegara Ketua 12 orang
Desember 1948
20 Mohammad Perdana
8 Hatta II 4 Agustus 1949 19 orang
Desember 1949 Hatta Menteri
Era demokrasi parlementer
20 6 Perdana
* RIS Mohammad Hatta 17 orang
Desember 1949 September 1950 Menteri
6 Perdana
10 Halim 21 Januari 1950 Abdul Halim 15 orang
September 1950 Menteri
6 Mohammad Perdana
11 Natsir 27 April 1951 18 orang
September 1950 Natsir Menteri
Sukiman Perdana
12 Sukiman-Suwirjo 27 April 1951 3 April 1952 20 orang
Wirjosandjojo Menteri
Perdana
13 Wilopo 3 April 1952 30 Juli 1953 Wilopo 18 orang
Menteri
Perdana
17 Djuanda 9 April 1957 10 Juli 1959 Djuanda 24 orang
Menteri
Era Demokrasi Terpimpin
13
20 Kerja III 6 Maret 1962 Ir. Soekarno Presiden 60 orang
November 1963
13
21 Kerja IV 27 Agustus 1964 Ir. Soekarno Presiden 66 orang
November 1963
22 Dwikora I 27 Agustus 1964 22 Februari 1966 Ir. Soekarno Presiden 110 orang
23 Dwikora II 24 Februari 1966 28 Maret 1966 Ir. Soekarno Presiden 132 orang
24 Dwikora III 28 Maret 1966 25 Juli 1966 Ir. Soekarno Presiden 79 orang
26 Ampera II 17 Oktober 1967 6 Juni 1968 Jend. Soeharto Pjs Presiden 24 orang
Pembangunan
33 14 Maret 1998 21 Mei 1998 Soeharto Presiden 38 orang
VII
Era reformasi
Reformasi 26
34 21 Mei 1998 B.J. Habibie Presiden 37 orang
Pembangunan Oktober 1999
26
35 Persatuan Nasional 9 Agustus 2001 Abdurahman Wahid Presiden 36 orang
Oktober 1999
21 Megawati
36 Gotong Royong 9 Agustus 2001 Presiden 33 orang
Oktober 2004 Soekarnoputri
21 22 Susilo Bambang
37 Indonesia Bersatu I Presiden 37 orang
Oktober 2004 Oktober 2009 Yudhoyono
22 22 Susilo Bambang
38 Indonesia Bersatu II Presiden 38 orang
Oktober 2009 Oktober 2014 Yudhoyono
SEJARAH PEMILU DI INDONESIA
Tahun Jumlah
1955 30
1971 10
1977
1982
1987 3
1992
1997
1999 48
2004 24
2009 44
2014 15
Komponen sistem pemilu
1955 proporsional
1971
1977
1982
tertutup
1987 distrik
1992
1997
1999
2004
2014
Pemilu 1955
Pemilu pertama dilangsungkan pada tahun 1955 dan bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan
Konstituante. Pemilu ini seringkali disebut dengan Pemilu 1955, dan dipersiapkan di bawah pemerintahan
Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri dan pada saat
pemungutan suara, kepala pemerintahan telah dipegang oleh Perdana Menteri Burhanuddin Harahap.
Landasan hukum Pemilu 1955 adalah Undan-undang Nomor 7 tahun 1953 yang diundangkan 4 April 1953.
Dalam UU tersebut, Pemilu 1955 bertujuan memilih anggota bikameral: Anggota DPR dan Konstituante
(seperti MPR). Sistem yang digunakan adalah proporsional.
Sesuai tujuannya, Pemilu 1955 ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu:
Tahap pertama adalah Pemilu untuk memilih anggota DPR. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal
29 September 1955, dan diikuti oleh 29 partai politik dan individu,
Tahap kedua adalah Pemilu untuk memilih anggota Konstituante. Tahap ini diselenggarakan pada
tanggal 15 Desember 1955.
Lima besar dalam Pemilu ini adalah Partai Nasional Indonesia, Masyumi, Nahdlatul Ulama, Partai Komunis
Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia.
Pemilu 1971
Pemilu berikutnya diselenggarakan pada tahun 1971, tepatnya pada tanggal 5 Juli 1971. Pemilu ini adalah
Pemilu pertama setelah orde baru, dan diikuti oleh 9 Partai politik dan 1 organisasi masyarakat.
Pemilu ini dilakukan berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilu dan Undang-undang
Nomor 16 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD.
Lima besar dalam Pemilu ini adalah Golongan Karya, Nahdlatul Ulama, Parmusi, Partai Nasional Indonesia,
dan Partai Syarikat Islam Indonesia.
Pada tahun 1975, melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar,
diadakanlah fusi (penggabungan) partai-partai politik, menjadi hanya dua partai politik (yaitu Partai Persatuan
Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia) dan satu Golongan Karya.
PPP: Partai Nahdlatul Ulama (NU), Partai Serikat Islam Indonesia (PSII), Perti dan Parmusi
PDI: Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Partai Murba), Ikatan Pendukung
Kemerdekaan Indonesia (IPKI) dan juga dua partai keagamaan Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan
Partai Katolik.
GOLKAR: sebelumnya bernama Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar. Partai GOLKAR
bermula dengan berdirinya Sekber GOLKAR pada masa-masa akhir pemerintahan Presiden
Soekarno, tepatnya 1964 oleh Angkatan Darat untuk menandingi pengaruh Partai Komunis
Indonesia dalam kehidupan politik. Dalam perkembangannya, Sekber GOLKAR berubah wujud
menjadi Golongan Karya yang menjadi salah satu organisasi peserta Pemilu.
Hasil
Jumlah Jumlah
No. Partai Persentase
Suara Kursi
Dasar hukum Pemilu 1977 adalah Undang-undang No. 4 Tahun 1975. Pemilu ini diadakan setelah fusi partai
politik dilakukan pada tahun 1973. Sistem yang digunakan pada pemilu 1977 serupa dengan pada pemilu
1971 yaitu sistem proporsional dengan daftar tertutup.
Negara RI hanya berstatus sebagai salah satu negara bagian, dengan wilayah kekuasaan daerah
sebagaimana dalam persetujuan Renville dan sesuai dengan bunyi pasal 2 Konstitusi RIS.
UUD 1945 sejak tanggal 27 Desember 1949 hanya berstatus sebagai UUD negara bagian RI.
Demokrasi yang berkembang adalah demokrasi liberal.
Berlakunya sistem parlementer yaitu pemerintahan bertanggung jawab kepada parlemen (DPR).
Pemerintahan dikepalai seorang Perdana Menteri, sedangkan Presiden sebagai Kepala Negara.
Sebagai akibat sistem parlementer, kabinet tidak mampu melaksanakan programnya dengan baik dan
dinilai negatif oleh DPR.
Terjadinya pertentangan politik di antara partai-partai politik saat itu (yang bercorak agama, nasionalis,
kedaerahan dan sosialis, dengan system multipartai).
Pada masa orde baru, dikenal yang namanya lima paket undang-undang politik. Isinya antara lain
sebagai berikut:
UU No. 2 tahun 1985 tentang susunan, kedudukan, tugas dan wewenang DPR/MPR
indoktrinasi Ideologi Tunggal Pancasila yang dilancarkan melalui jalur pendidikan. Mereka yang pernah hidup
di masa “Orde Baru”, Ibu dan Ayah kita misalnya, pasti mengenal P4. Organisasi-organisasi yang berdiri di
masa “Orde Baru” pun tak boleh memiliki ideologi lain selain Pancasila. Akibatnya, rakyat semakin apolitis
karena juga memang tak ada lagi perdebatan-perdebatan ideologis yang bisa terjadi di masa itu dengan
aman-aman saja. Hal ini tentu saja jauh berbeda dengan masa sebelumnya, dimana perdebatan mengenai
ideologi politik adalah hal yang biasa terjadi dalam politik keseharian rakyat.
Selain itu, depolitisasi juga terjadi dibidang ilmu pengetahuan. “Orde Baru” menyingkirkan ilmu-ilmu sosial
yang berperspektif kritis, apalagi yang bernuansa “Marxis”, secara sistematis. Penyingkiran ilmu sosial
berperspektif kritis ini dilakukan secara sistematis diantaranya melalui universitas-universitas, tempat dimana
ilmu-ilmu sosial diproduksi. Universitas dijadikan tempat untuk mencetak sarjana-sarjana pendukung dan
penyokong rezim Orde Baru yang menekankan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik sebagai kunci
utama.