You are on page 1of 16

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS

ANAFILAKSIS

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 4:

1. DINA ERPIANA (005SYE16)

2. HIDAYATUL AZKIA (010SYE16)

3. KHAERUL NASHI (011SYE16)

4. SILVIA HIJRIANA (030SYE16)

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT SEKOLAH


TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM PROGRAM STUDI
KEPERAWATAN JENJANG DIII

2018
BAB I

PEMBAHASAN

A. KONSEP TEORI

1. DEFINISI
Anafilaksis adalah suatu reaksi alergi yang bersifat akut,menyeluruh dan bisa menjadi
berat. Anafilaksis terjadi pada seseorang yang sebelumnya telah mengalami sensitisasi
akibat pemaparan terhadap suatu alergen. ( Brunner dan Suddarth.2001).
Anafilaksis adalah reaksi sistemik yang mengancam jiwa dan mendadak terjadi pada
pemajanan substansi tertentu. Anafilaksis diakibatkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe I ,
dimana terjadi pelepasan mediator kimia dari sel mast yang mengakibatkanvasodilatasi
massif, peningkatan permeabilitas kapiler, dan penurunan peristaltic. Anafilaksis adalah
suatu respons klinis hipersensitivitas yang akut,berat dan menyerang berbagai macam
organ. Reaksi hipersensitivitas ini merupakan suatu reaksi hipersensitivitas tipecepat
(reaksi hipersensitivitas tipe I), yaitu reaksi antara antigenspesifik dan antibodi spesifik
(IgE) yang terikat pada sel mast. Sel mast dan basofil akan mengeluarkan mediator yang
mempunyaiefek farmakologik terhadap berbagai macam organ tersebut. (Suzanne C.
Smeltze, 2001)
Anafilaksis tidak terjadi pada kontak pertama dengan alergen. Pada pemaparan kedua atau
padapemaparan berikutnya, terjadi suatu reaksi alergi. Reaksi ini terjadi secara tiba-tiba,
berat dan melibatkan seluruh tubuh. (Pearce C, Evelyn.2009).”
2. ETIOLOGI
Anafilaksis bisa tejadi sebagai respon terhadap berbagai alergen.Penyebab yang sering
ditemukan adalah:
a. Gigitan/sengatan serangga.
b. Serum kuda (digunakan pada beberapa jenis vaksin).
c. Alergi makanan
d. Alergi obat, Serbuk sari dan alergen lainnya jarang menyebabkan anafilaksis.
Anafilaksis mulai terjadi ketika alergen masuk ke dalam alirandarah dan bereaksi
dengan antibodi IgE. Reaksi ini merangsangsel-sel untuk melepaskan histamin dan zat
lainnya yang terlibatdalam reaksi peradangan kekebalan. Beberapa jenis obat-
obatan(misalnya polymyxin, morfin, zat warna untuk rontgen), padapemaparan pertama
bisa menyebabkan reaksi anafilaktoid (reaksiyang menyerupai anafilaksis). Hal ini biasanya
merupakan reaksiidiosinkratik atau reaksi racun dan bukan merupakan mekanismesistem
kekebalan seperti yang terjadi pada anafilaksis sesungguhnya.
3. PATOFISIOLOGI
Sistem kekebalan melepaskan antibodi. Jaringan melepaskan histamin dan zat lainnya.
Hal ini menyebabkan penyempitan saluran udara, sehingga terdengar bunyi mengi (bengek),
gangguan pernafasan dan timbul gejala-gejala saluran pencernaan berupa nyeri perut, kram,
muntah dan diare.Histamin menyebabkan pelebaran pembuluh darah (yang akan
menyebabkan penurunan tekanan darah) dan perembesan cairan dari pembuluh darah ke
dalam jaringan (yang akan menyebabkan penurunan volume darah), sehingga terjadi syok.
Cairan bisa merembeske dalam kantung udara di paru-paru dan menyebabkan edema
pulmoner.
Seringkali terjadi kaligata (urtikaria) dan angioedema. Angioedema bisa cukup berat
sehingga menyebabkan penyumbatan saluran pernafasan. Anafilaksis yang berlangsung
lama bisa menyebabkan aritimia jantung. Pada kepekaan yang ekstrim, penyuntikan allergen
dapat mengakibatkan kematian atau reaksi subletal.

4. MANIFISTASI KLINIS
Gambaran kilinis anafilaksis sangat bervariasi, baik cepatdan lamanya reaksi maupun
luas dan beratnya reaksi. Gejala dapat dimulai dengan gejala prodromal baru menjadi berat.
Keluhanyang sering dijumpai pada fase permulaan adalah rasa takut, perihdalam mulut, gatal
pada mata dan kulit, panas dan kesemutan padatungkai, sesak, mual, pusing, lemas dan sakit perut.
Adapun Gejala-gejala yang secara umum, bisa pula ditemuipada suatu anafilaksis adalah:
a. Gatal di seluruh tubuh
b. Hidung tersumbat
c. Kesulitan dalam bernafas
d. Batuk
e. Kulit kebiruan (sianosis), juga bibir dan kukuf)
f. Pusing, berbicara tidak jelas
g. Denyut nadi yang berubah-ubah
h. Jantung berdebar-debar (palpitasi)
i. Mual, muntah dan kulit kemerahan.
5. KOMPLIKASI
a. Henti jantung (cardiac arrest) dan nafas.
b. Bronkospasme persisten.
c. Oedema Larynx (dapat mengakibatkan kematian).
d. Relaps jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler).
e. Kerusakan otak permanen akibat syok.
f. Urtikaria dan angoioedema menetap sampai beberapa bulan
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
Untuk menentukan diagnose terhadap pasien yang mengalami reaksi anafilaksis, maka
dapat dilakukan pemeriksaan darah lengkap, SGOT, LDH, ECG dan foto paru.
a. Pada pemeriksaan Hematologi Lengkap : hitung sel meningkat hemokonsentrasi,
trombositopenia eosinofil naik/ normal/ turun
b. X photo : hiperinflasi dengan atau tanpa atelektasis karena mucus plug
c. EKG : gangguan konduksi, atrial dan ventrikuler distrimia, kimia meningkat,
sereum tritaase meningkat.
Selain itu ada beberapa tes alergi yang dapat digunakan untuk memperkuat dagnosa
terhadap terjadinya rekasi anafilaktik, antara lain:
Ada beberapa macam tes alergi, yaitu :
a. Skin Prick Test (Tes tusuk kulit).
Tes ini untuk memeriksa alergi terhadap alergen hirup dan makanan, misalnya debu,
tungau debu, serpih kulit binatang, udang, kepiting dan lain-lain. Tes ini dilakukan di
kulit lengan bawah sisi dalam, lalu alergen yang diuji ditusukkan pada kulit dengan
menggunakan jarum khusus (panjang mata jarum 2 mm), jadi tidak menimbulkan luka,
berdarah di kulit. Hasilnya dapat segera diketahui dalam waktu 30 menit Bila positif
alergi terhadap alergen tertentu akan timbul bentol merah gatal.
Syarat tes ini :
1) Pasien harus dalam keadaan sehat dan bebas obat yang mengandung antihistamin
(obat anti alergi) selama 3 – 7 hari, tergantung jenis obatnya.
2) Umur yang di anjurkan 4 – 50 tahun.
b. Patch Tes (Tes Tempel).
Tes ini untuk mengetahui alergi kontak terhadap bahan kimia, pada penyakit dermatitis
atau eksim. Tes ini dilakukan di kulit punggung. Hasil tes ini baru dapat dibaca setelah
48 jam. Bila positif terhadap bahan kimia tertentu, akan timbul bercak kemerahan dan
melenting pada kulit.
Syarat tes ini :
1) Dalam 48 jam, pasien tidak boleh melakukan aktivitas yang berkeringat, mandi,
posisi tidur tertelungkup, punggung tidak boleh bergesekan.
2) 2 hari sebelum tes, tidak boleh minum obat yang mengandung steroid atau anti
bengkak. Daerah pungung harus bebas dari obat oles, krim atau salep.
c. RAST (Radio Allergo Sorbent Test).
Tes ini untuk mengetahui alergi terhadap alergen hirup dan makanan. Tes ini
memerlukan sampel serum darah sebanyak 2 cc. Lalu serum darah tersebut diproses
dengan mesin komputerisasi khusus, hasilnya dapat diketahui setelah 4 jam. Kelebihan
tes ini adalah dapat dilakukan pada usia berapapun, tidak dipengaruhi oleh obat-obatan.
d. Skin Test (Tes kulit).
Tes ini digunakan untuk mengetahui alergi terhadap obat yang disuntikkan. Dilakukan
di kulit lengan bawah dengan cara menyuntikkan obat yang akan di tes di lapisan bawah
kulit. Hasil tes baru dapat dibaca setelah 15 menit. Bila positif akan timbul bentol,
merah, gatal.
e. Tes Provokasi.
Tes ini digunakan untuk mengetahui alergi terhadap obat yang diminum, makanan,
dapat juga untuk alergen hirup, contohnya debu. Tes provokasi untuk alergen hirup
dinamakan tes provokasi bronkial. Tes ini digunakan untuk penyakit asma dan pilek
alergi. Tes provokasi bronkial dan makanan sudah jarang dipakai, karena tidak nyaman
untuk pasien dan berisiko tinggi terjadinya serangan asma dan syok. tes provokasi
bronkial dan tes provokasi makanan sudah digantikan oleh Skin Prick Test dan IgE
spesifik metode RAST.
Untuk tes provokasi obat, menggunakan metode DBPC (Double Blind Placebo
Control) atau uji samar ganda. caranya pasien minum obat dengan dosis dinaikkan
secara bertahap, lalu ditunggu reaksinya dengan interval 15 – 30 menit. Dalam satu hari
hanya boleh satu macam obat yang dites, untuk tes terhadap bahan/zat lainnya harus
menunggu 48 jam kemudian. Tujuannya untuk mengetahui reaksi alergi tipe lambat.
Ada sedikit macam obat yang sudah dapat dites dengan metode RAST.
Semua tes alergi memiliki keakuratan 100 %, dengan syarat persiapan tes harus benar,
dan cara melakukan tes harus tepat dan benar.

7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penanganan anafilaksis adalah sebagai berikut:
a. Oksigenasi
Prioritas pertama dalam pertolongan adalah pernafasan. Jalan nafas yang etrbuka
dan bebas harus dijamin, kalau perlu lakukan sesuai dengan ABC-nya resusitasi.
Penderita harus mendapatkan oksigenasi yang adekuat. Bila ada tanda-tanda pre
syok/syok, tempatkan penderita pada posisi syok yaitu tidur terlentang datar dengan
kaki ditinggikan 30o – 45º agar darah lebih banyak mengalir ke organ-organ vital.
Bebaskan jalan nafas dan berikan oksigen dengan masker. Apabila terdapat obstruksi
laring karena edema laring atau angioneurotik, segera lakukan intubasi endotrakeal
untuk fasilitas ventilasi. Ventilator mekanik diindikasikan bila terdapat spasme
bronkus, apneu atau henti jantung mendadak.
b. Epinefrin
Epinefrin atau adrenalin bekerja sebagai penghambat pelepasan histamine dan mediator
lain yang poten. Mekanismenya adalah adrenalin meningkatkan siklik AMP dalam sel
mast dan basofil sehingga menghambat terjadinya degranulasi serta pelepasan
histamine dan mediator lainnya. Selain itu adrenalin mempunyai kemampuan
memperbaiki kontraktilitas otot jantung, tonus pembuluh darah perifer dan otot polos
bronkus. Dosis yang dianjurkan adalah 0,25 mg sub kutan setiap 15 menit sesuai berat
gejalanya. Bila penderita mengalami presyok atau syok dapat diberikan dengan
dosis 0,3 – 0,5 mg (dewasa) dan 0,01 mg/ KgBB (anak) secara intra muskuler dan dapat
diulang tiap 15 menit samapi tekanan darah sistolik mencapai 90-100 mmHg. Cara lain
adalah dengan memberikan larutan 1-2 mg dalam 100 ml garam fisiologis secara
intravena, dilakukan bila perfusi otot jelek karena syok dan pemberiannya dengan
monitoring EKG. Pada penderita tanpa kelainan jantung, adrenalin dapat diberikan
dalam larutan 1 : 100.000 yaitu melarutkan 0,1 ml adrenalin dalam 9,9 ml NaCl
0,9% dan diberikan sebanyak 10 ml secara intravena pelan-pelan dalam 5 – 10 menit.
Adrenalin harus diberikan secara hati-hati pada penderita yang mendapat anestesi
volatile untuk menghindari terjadinya aritmia ventrikuler.
c. Pemberian cairan intravena
Pemberian cairan infuse dilakukan bila tekanan sistolik belum mencapai 100 mmHg
(dewasa) dan 50 mmHg (anak). Cairan yang dapat diberikan adalah RL/NaCl, Dextran/
Plasma. Pada dewasa sering dibutuhkan cairan sampai 2000ml dalam jam pertama dan
selanjutnya diberikan 2000 – 3000 ml/m² LPB/ 24 jam. Plasma / plasma ekspander
dapat diberikan segera untuk mengatasi hipovolemi intravaskuler akibat vasodilatasi
akut dan kebocoran cairan intravaskuler ke interstitial karena plasma / plasma
ekspander lebih lama berada di dalam intravaskuler dibandingkan kristaloid. Karena
cukup banyak cairan yang diberikan, pemantauan CVP dan hematokrit secara serial
sangat membantu.
d. Obat – obat vasopressor
Bila pemberian adrenalin dan cairan infuse yang dirasakan cukup adekwat tetapi
tekanan sistolik tetap belum mencapai 90 mmHg atau syok belum teratasi, dapat
diberikan vasopressor. Dopamin dapat diberikan secara infus dengan dosis
awal 0,3mg/KgBB/jam dan dapat ditingkatkan secara bertahap 1,2mg/KgBB/jam
untuk mempertahankan tekanan darah yang membaik. Noradrenalin dapat diberikan
untuk hipotensi yang tetap membandel.
e. Aminofilin
Sama seperti adrenalin, aminofillin menghambat pelepasan histamine dan mediator lain
dengan meningkatkan c-AMP sel mast dan basofil. Jadi kerjanya memperkuat kerja
adrenalin. Dosis yang diberikan 5mg/kg i.v pelan-pelan dalam 5-10 menit untuk
mencegah terjadinya hipotensi dan diencerkan dengan 10 ml D5%. Aminofillin ini
diberikan bila spasme bronkus yang terjadi tidak teratasi dengan adrenalin. Bila perlu
aminofillin dapat diteruskan secara infuse kontinyu dengan dosis 0,2 -1,2 mg/kg/jam.
f. Kortikosteroid
Berperan sebagai penghambat mitosis sel precursor IgE dan juga menghambat
pemecahan fosfolipid menjadi asam arakhidonat pada fase lambat. Kortikosteroid
digunakan untuk mengatasi spasme bronkus yang tidak dapat diatasi dengan adrenalin
dan mencegah terjadinya reaksi lambat dari anafilaksis. Dosis yang dapat diberikan
adalah 7-10 mg/kg i.vprednisolon dilanjutkan dengan 5 mg/kg tiap 6 jam atau dengan
deksametason 40-50 mg i.v. Kortisol dapat diberikan secara i.v dengan dosis 100 -200
mg dalam interval 24 jam dan selanjutnya diturunkan secara bertahap.
g. Antihistamin
Bekerja sebagai penghambat sebagian pengaruh histamine terhadap sel target.
Antihistamin diindikasikan pada kasus reaksi yang memanjang atau bila terjadi edema
angioneurotik dan urtikaria. Difenhidramin dapat diberikan dengan dosis 1-2mg/kg
sampai 50 mg dosis tunggal i.m. Untuk anak-anak dosisnya 1mg/kg tiap 4 -6 jam.
h. Resusitasi jantung paru
Resusitasi jantung paru (RJP) dilakukan apabila terdapat tanda-tanda kagagalan
sirkulasi dan pernafasan. Untuk itu tindakan RJP yang dilakukan sama seperti pada
umumnya.
i. Bilamana penderita akan dirujuk ke rumah sakit lain yang lebih baik fasilitasnya, maka
sebaiknya penderita dalam keadaan stabil terlebih dahulu. Sangatlah tidak bijaksana
mengirim penderita syok anafilaksis yang belum stabil penderita akan dengan mudah
jatuh ke keadaan yang lebih buruk bahkan fatal. Saat evakuasi, sebaiknya penderita
dikawal oleh dokter dan perawat yang menguasai penanganan kasus gawat darurat.
j. Penderita yang tertolong dan telah stabil jangan terlalu cepat dipulangkan karena
kemungkinan terjadinya reaksi lambat anafilaksis. Sebaiknya penderita tetap dimonitor
paling tidak untuk 12-24 jam. Untuk keperluan monitoring yang kektat dan kontinyu
ini sebaiknya penderita dirawat di Unit Perwatan Intensif. (Alirifan, 2011)
WOC

Makanan Bahan allergen (obat-obatan, gigitan serangga)

Lambung Masuk ke vili mukosa usus sirkulasi aktivitas komplemen (Ig


A)

Hipermotilitas reaksi antigen-antibodi reaksi kompleks imun


Saluran cerna dalam tubuh (Ig E)

Nausea, muntah, basofil dan sel mast


Sakit perut melepaskan histamin

Ganguan rasa aman histamine meningkat


yaman

Peningkatan permebabilitas vasodilatasi perifer Vasodilatasi pembuluh


Kapiler menyeluruh darah setempat

Cairan & protein hilangkedalam red flare (kemerahan) peningkatan tekanan


kapiler

Ruang jaringan secara cepat & peningkatan


permeabilitas

Banyak plasma hilang urtikaria pe permeabilitas kebocoran cairan yg cepat

Kapiler setempat dalam hidung

Syok sirkulasi dinding gg. integritas pembengkakan pd hipersekresi pembengkakan


kulit
area berbatas jelas mukosa
hidung

Perembesan cairan spasme otot polos bersifat gatal bersin-bersin kesulitan

Keluaran pembuluh bronkus bernafas


darah sesak nafas edema laring Ganguan pemenuhan kebutuhan
oksigen
kulit pucatdingin
Ganguan fola nafas
resiko terhadap penghentian
hipotensi pernafasan

Perubahan perpusi
jaringan
B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
a. Anamnesa / wawancara
Anamnesis meliputi identitas pasien dan penanggung jawab, riwayat kesehatan
sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan pada gejala sekarang dan gejala yang
pernah dialami.
1) Keluhan Utama : Sesak napas
2) Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien mengeluh sesak napas sejak ± 17 jam sebelum masuk rumah sakit
setelah disuntik obat. Sesak dirasakan timbul secara tiba-tiba seperti sulit
untuk mengambil napas dan tidak membaik dengan perubahan posisi. Sesak
awalnya terasa ringan, namun dalam setengah jam semakin memberat. Pasien
mengatakan sesak napas muncul ± 30 menit setelah perawat memasukkan
obat.

Pasien juga mengeluh bengkak di kedua mata dan bibirnya sejak ± 30 menit
setelah perawat memasukkan obat. Mata dirasakan semakin bengkak dan
kemerahan. Sensasi seperti terbakar juga dirasakan pada bibir pasien.

Pasien juga mengeluh gatal dan kemerahan pada seluruh tubuhnya sejak ± 30
menit setelah perawat memasukkan obat terutama pada tangan dan kakinya.
Gatal tidak berkurang dengan garukan.

Pasien juga mengeluh mual setelah timbul kemerahan pada seluruh tubuh ±
40 menit setelah memasukkan obat. Mual tidak disertai dengan muntah. Mual
dirasakan terus menerus, disertai rasa tidak enak pada tenggorokan.

Pasien dikatakan oleh penunggunya sempat dikatakan seperti orang bingung.


Keluhan bingung tersebut terjadi sesaat setelah pasien mengeluh bengkak
pada bibir dan mual. Pasien sempat tidak mengenali penunggunya untuk
beberapa saat.

Pasien juga mengeluhkan mencret sudah sebanyak dua kali sejak tadi pagi
(6/9/2012), dengan konsistensi cair, ampas dikatakan sedikit, berwarna
kuning, volume ±200 cc. Darah segar dikatakan tidak ada. BAB berwarna
coklat juga disangkal oleh pasien.

Pasien mengeluh batuk darah 1 hari SMRS dengan frekuensi 1 kali dan
dengan volume ± 200 cc. Keluhan sesak dan nyeri dada yang menyertai batuk
disangkal. Pasien juga mengeluh demam sejak 5 hari berturut-turut SMRS.
Demam dikatakan berupa rasa panas pada seluruh tubuh namun pasien tidak
sempat mengukur suhu tubuhnya. Demam dirasakan menetap hingga
mengganggu aktivitas sehari-hari dan menyebabkan nafsu makan menurun.
Demam dikatakan membaik setelah minum obat penurun panas namun
muncul kembali beberapa jam kemudian. Demam dirasakan tiba-tiba dan
terus menetap. Demam tidak disertai menggigil. Inilah sebab pasien dibawa
berobat ke RSUP Sanglah pada tanggal 5 September 2012. Keluhan sesak dan
nyeri dada yang menyertai batuk disangkal.

3) Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien dikatakan menderita penyakit HIV Stadium IV diketahui sejak ± 5


bulan yang lalu dan TB paru yang diketahui ± 2 bulan yang lalu . Namun
pasien tidak rutin meminum obat yang diberikan oleh dokter dan jarang

sekali untuk kontrol ke dokter. Riwayat OAT kategori I selama 1 minggu


SMRS.

Tanggal 05/09/2012 pasien datang dan didiagnosis dengan Hemoptisis e.c


Susp. TB paru + infeksi Sekunder (Pnemonia/HCAP) + B24 Stadium IV.
Diberikan obat Codein, paracetamol, asam tranexamat, ceftazidine,
ciprofloxacin, ambroxol, OAT kategori I dilanjutkan.

Saat di ruangan tanggal 06/09/2012 jam 08.30 pasien diberikan obat


codein, paracetamol, asam tranexamat, ceftazidine, ciprofloxacin,
ambroxol, dan cotrimoxasol, ± 30 menit kemudian pasien mengeluh
timbul kemerahan pada wajah dan tangan, disertai rasa tertekan didada.

Pasien menyangkal memiliki keluhan yang sama sebelumnya. Pasien


menyangkal memiliki penyakit asma dan menyangkal mengkonsumsi
obat-obatan untuk asma. Pasien menyangkal memiliki alergi terhadap
obat-obatan maupun debu.

4) Riwayat Penyakit dalam Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan serupa seperti


penderita. Tidak ada riwayat asma, gatal-gatal berulang pada kulit,
maupun bersin-bersin berulang pada keluarga penderita.

5) Riwayat Sosial :

Pasien adalah seorang perokok berat sejak usia remaja. Pasien dalam
sehari bisa menghabiskan hingga 1-2 bungkus rokok. Pasien berhenti
bersekolah setelah tamat SD dan sejak itu sering melakukan berbagai
kerja sementara seperti bartender di tempat- tempat hiburan dan sering
mengkonsumsi alkohol di tempat kerja. Riwayat penggunaan jarum
suntik disangkal oleh penderita.

b. Pemeriksaan Fisik
1) Status respirasi
Respirasi meningkat, dan dangkal (pada fase kompensasi) kemudian menjadi
lambat (pada syok septik, respirasi meningkat jika kondisi menjelek)
2) Fungsi metabolik
Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan (pada awal syok septik dijumpai
alkalosis metabolik, kausanya tidak diketahui). Alkalosis respirasi akibat takipnea
3) Keseimbangan asam basa
Pada awal syok pO2 dan pCO2 menurun (penurunan pCO2 karena takipnea,
penurunan pO2 karena adanya aliran pintas di paru)
4) Kulit
a) Suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat sementara, karena
begitu syok berlanjut terjadi hipovolemia)
b) Warna pucat (kemerahan pada syok septik, sianosis pada syok kardiogenik dan
syok hemoragi terminal)
c) Basah pada fase lanjut syok (sering kering pada syok septik).
5) Status jantung
Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba
Tekanan darah
Hipotensi dengan tekanan sistole < 80 mmHg (lebih tinggi pada penderita yang
sebelumnya mengidap hipertensi, normal atau meninggi pada awal syok septik)
6) Status mental
Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan. Kesadaran dan orientasi menurun, spoor
sampai koma.

c. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
2) Hematologi : darah (Hb, hematokrit, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit,
kadar ureum, kreatinin, glukosa darah. Hitung sel meningkat, Hemokonsentrasi,
trombositopenia, eosinophilia naik/ normal / turun
3) Kimia : Plasma Histamin meningkat, sereum triptaase meningkat
4) Analisa gas darah
5) Radiologi
6) X foto : Hiperinflasi dengan atau tanpa atelektasis karena mukus, plug.
7) EKG : Gangguan konduksi, atrial dan ventrikular disritmia
d. Pengelompokan data
1) Data subjektif :
a) Klien mengatakan sesak nafas atau sulit dalam bernafas
b) Klien mengatakan dirinya sangat lemas
c) Klien mengeluh mual dan muntah
d) Klien mengatakan cemas dan gelisah
e) Klien mengatakan gatal – gatal pada kulit dan hidung
2) Data objektif :
a) Klien tampak sesak, tampak bernafas dengan mulut, tampak pembengkakan
pada mukosa hidung,tampak penggunaan otot bantu nafas, pernafasan cuping
hidung, terpasang oksigen.
b) Tampak bengkak di sekitar tubuh dan hidung klien.
c) Klien tampak pucat, akral dingin, gambaran EKG gelombang T mendatar dan
terbalik.
d) Tanda – tanda vital terutama tekanan darah menurun.
e) Klien tampak lemah.
f) Klien tampak cemas.
g) Klien tampak menggaruk – garuk badannya, tampak adanya pruritus (ada hives)
urtikaria.
16

You might also like