You are on page 1of 16

REFERAT

“Bronkiektasis”

Oleh:

Sri Rohmayana

H1A 013 061

Pembimbing:
dr. H. Hasan Amin, Sp. Rad

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN/SMF RADIOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI
NUSA TENGGARA BARAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan

rahmat dan hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan refrat yang berjudul

“Bronkiektasis”. Refrat ini saya susun dalam rangka memenuhi tugas dalam

proses mengikuti kepaniteraan klinik di bagian SMF Radiologi Rumah Sakit

Umum Propinsi Nusa Tenggara Barat, Fakultas Kedokteran Universitas Mataram.

Saya berharap penyusunan refrat ini dapat berguna dalam meningkatkan

pemahaman kita semua mengenai Bronkiektasis.

Saya menyadari bahwa laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena

itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan

laporan ini. Semoga Allah selalu memberikan petunjuk-Nya kepada kita semua di

dalam melaksanakan tugas dan menerima segala amal ibadah kita.

Mataram, 10 Juli 2017

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL . ...................................................................................... 1

KATA PENGANTAR ..................................................................................... 2

DAFTAR ISI .................................................................................................... 3

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 4

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi 5

2.2 Etiologi 6

2.3 Patogenesis 7

2.4 Manifestasi Klinik 8

2.5 Diagnosis 9

2.6 Penatalaksanaan 13

2.7 Prognosis 14

BAB III : PENUTUP

3.1 Kesimpulan 15

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 17

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi

(ektasis) dan distorsi bronkus local yang bersifat patologik dan kronik, persisten,

atau ireversibel. Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan

dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastik, otot-otot polos

bronkus, tulang rawan dan pembuluh-pembuluh darah. Bronkus yang sering

terkena umumnya adalah bronkus ukuran sedang6.

Di negeri-negeri Barat, kekerapan bronkiektasis diperkirakan sebanyak

1,3% diantara popilasi. Kekerapan yang setinggi itu ternyata mengalami

penurunan yang berarti sesudah dapat ditekannya frekuensi kasus-kasus infeksi

paru dengan pengobatan menakai antibiotik6.

Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai

bronkiektasis. Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan di klinik-klinik

dan dideritai oleh laki-laki dan perempuan. Penyakit ini dapat diderita mulai dari

anak-anak bahkan dapat bersifat kongenital dan didapat6. Oleh karena itu, pada

tinjauan pustaka ini akan lebih dibahas mengenai pemeriksaan penunjang pada

bronkiektasis.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Bronkiektasis merupakan keadaan dimana bronkus atau bronkiolus yang


melebar akibat hilangnya sifat elastisitas dinding otot bronkus yang dapat
disebabkan oleh obstruksi dan peradangan yang kronis, atau dapat juga
disebabkan oleh kelainan congenital yang dikenal sebagai sindrom kartegener,
yaitu suatu sindrom yang terdiri atas bronkiektasis, sinusitis, dan dekstrokardia1,5.
Bronkiektasis diklasifikasikan menjadi 3 subtipe. Berdasarkan tingkat
keparahannya yaitu silindris (dilatasi jalan napas uniform), varikosa (dilatasi
nonuniform dan serpiginous), dan kistik (sakuler)1,4.
a. Bronkiektasis silindris
Bronkus memiliki ukuran diameter seragam, tidak lancip dan memiliki
dinding sejajar. Gambaran radiologi khas: tram track sign dan signet
ring sign. Merupakan jenis tersering2.
b. Bronkiektasis varikosa
Gambaran seperti manik-manik , dimana bronkus yang melebar
memiliki beberapa bagian yang menyempit2.
c. Bronkiektasis kistik (sakuler)
Bronkus berbentuk seperti kista yang meluas hingga ke permukaan
pleura. Tampak gambaran air fluid level2.

5
Klasifikasi Bronkiektasis

2.2 Etiologi

Penyebab bronkiektasis sangat banyak, baik kongenital maupun didapat.


Bronkiektasis yang terjadi karena kelainan kongenital dipengaruhi oleh faktor
genetic dan faktor pertumbuhan, serta perkembangan fetus. Ciri-ciri bronkiektasis
yang terjadi secara kongenital adalah pertama bronkiektasis mengenai hampir
seluruh cabang bronkus pada satu atau ke dua paru, kedua bronkiektasis sering
menyertai penyakit-penyakit kongenital lainnya, seperti fibrosis kistik pulmonal
(mucoviscidosis), sindrom Kartagener, dan hipo atau agamaglobulinemia, dan
sering bersamaan dengan penyakit kongenital, seperti penyakit jantung bawaan,
tidak adanya tulang rawan bronkus, kifoskoliosis kongenital6.
Kelainan didapat merupakan yang terbanyak, antara lain infeksi dan
obstruksi bronkus6. Terdapat 3 mekanisme yang menyebabkan dilatasi bronkus
pada bronkiektasis, yaitu obstruksi bronkus, kerusakan dinding bronkus, dan
fisbrosis parenkim (Tabel 1). Mekanisme dua pertama merupakan yang tersering,
yaitu kombinasi dari tersumbatnya mukus (mucus plugging) dan kolonisasi
bakteri. Sitokin dan enzim dikeluarkan oleh sel inflamasi bersama toksin dari
bakteri menghasilkan vicious cycle yang meningkatkan kerusakan dinding jalan
napas, retensi mukosa dan proliferasi bakteri. Sedangakn pada fibrosis parenkim,
dilatasi bronkus disebabkan oleh maturasi dan retraksi terlokalisasi jaringan
fibrosa di parenkim (bronkiektasis traksi)1.

6
Tabel 1. Mekanisme dan Penyebab Bronkiektasis1

2.3 Patogenesis

Patogenesis bronkiektasis tergantung pada faktor penyebabnya. Apabila


disebabkan oleh kelainan kongenital, patogenesisnya tidak diketahui, diduga
berhubungan dengan faktor genetik, faktor pertumbuhan, dan faktor
perkembangan fetus dalam kandungan6.
Pada bronkiektasis yang didapat diduga melalui dua mekanisme. Awalnya
didahului oleh faktor infeksi bakterial. Mula-mula karena adanya infeksi pada
bronkus atau paru, akan diikuti dengan destruksi dinding bronkus daerah infeksi
dan kemudian timbul bronkiektasis. Pada obstruksi bronkus akan terjadi infeksi di
distal obstruksi sehingga dinding bronkus mengalami destruksi6.
Bronkiektasis dapat mengenai bronkus pada satu segmen paru, bahkan
dapat secara difus mengenai kedua paru. Bagian paru yang sering terkena dan
merupakan tempat predisposisi adalah lobus tengah paru kanan, bagian lingual

7
paru kiri lobus atas, dan segmen basal pada lobus bawah kedua paru. Bronkus
yang sering terkena adalah bronkus ukuran sedang, sedangkan ukuran besar jarang
terkena6.

2.4 Manifestasi Klinik

Batuk produktif yang bersifat kronik denga frekuensi mirip pada bronkitis
kronik, jumlah sputum bervariasi, umumnya banyak terutama pada pagi hari
sesudah ada perubahan posisi tidur atau bangun dari tidur. Jika tidak ada infeksi
sekunder, sputum mukoid sedangkan jika ada infeksi sekunder sputum purulen,
sehingga memberikan bau mulut. Apabila infeksi sekunder oleh bakteri anaerob,
akan timbul sputum berbau busuk. Batuk dapat tidak terjadi pada kasus yang
ringan, dan batuk akan timbul jika sudah ada infeksi sekunder. Pada tipe
bronkiektasis yang berat misalnya tipe kistik, sputum jumlahnya bayak, purulen,
dan apabila ditampung akan tampak terpisah menjadi 3 lapisan. Lapisan teratas
agak keruh yaitu mukus, lapisan tengah jernih yaitu saliva, dan lapisan paling
bawah keruh yaitu nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus yang rusak (debris
sel) 6.
Hemoptisis terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus
mengenai pembuluh darah (pecah) sehingga timbul perdarahan. Pada
bronkiektasis kering, hemoptisis merupakan gejala satu-satunya karena
bronkiektasis jenis ini letaknya di lobus atas paru, drainasenya baik, sputum tidak
pernah menumpuk, dan kurang menimbulkan reflex batuk6.
Sesak napas (dispnea) terjadi pada sebagian besar pasien tergantung
seberapa luas bronchitis kronik, seberapa jauh timbulnya kolaps paru dan
destruksi jaringan paru6.
Demam berulang terjadi karena bronkiektasis merupakan penyakit yang
berjalan kronik sehingga mengalami infeksi yang berulang pada bronkus maupun
paru6.

8
2.5 Diagnosis

Diagnosis bronkiektasis berdasarkan gejala dan tanda klinis. Batuk kronik


yang produktif merupakan gejala yang menonjol, hemoptisis, dyspnea, demam
berulang4,6, penurunan berat badan, dan terdapat wheezing serta ronkhi basah
kasar pada auskultasi6.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan foto
polos toraks dan CT-scan paru. Pada bronkiektasis yang dicurigai tidak selalu
ditemukan kelainan pada foto polos toraks. Pada pemeriksaan foto polos toraks
tampak gambaran bronkovaskular yang kasar umumnya di lapangan bawah paru,
atau gambaran garis-garis translusen yang panjang menuju ke hilus dengan
bayangan konsolidasi sekitarnya akibat peradangan sekunder, kadang juga dapat
berupa bulatan-bulatan translusen yang sering dikenal sebagai gambaran sarang
tawon (honey comb appearance). Bulatan translusen dapat berukuran besar (1-10
cm) berupa kista-kista translusen dan kadang berisi cairan (air fluid level) akibat
peradangan sekunder (Gambar 1)5.

Gambar 1a. Bronkiektasis. Bayangan-bayangan bulat di paru kanan bawah

9
Gambar 1b. Bronkiektasis. Bayangan-bayangan bulat di kedua paru bawah

Pada foto polos toraks juga dapat ditemukan dilatasi dan penebalan
dinding bronkus sehingga memberikan gambaran kistik dan tram-lining
appearance (garis paralel opak) (Gambar 2)1,3,4.

10
11
Gambar 2. Bronkiektasis

Pada CT-scan (HRCT) paru terlihat kurang lonjongnya dinding bronkus


(cardinal sign dari bronkiektasis) sehingga tampak pelebaran bronkus dengan atau
tanpa penebalan dinding bronkus yang yang bersebelahan dengan arteri pulmonal
yang diameternya lebih kecil diesbut “signet ring sign”1,4.

12
2.6 Penatalaksanaan
Pengobatan pasien bronkiektasis terdiri atas 2 kelompok, yaitu6 :
1. Pengobatan konservatif
a. Pengelolaan umum, meliputi
1) Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi
pasien.
2) Memperbaiki drainase sekret bronkus.
3) Mengontrol infeksi saluran napas, misalnya dengan
pemberian antibiotik.
b. Pengelolaan khusus
1) Kemoterapi pada bronkiektasis.
2) Drainase sekret dengan bronkoskopi.
2. Pengobatan simtomatik
a. Pengobatan obstruksi bronkus, misalnya dengan obat
bronkodilator.
b. Pengobatan hipoksia, dengan pemberaian oksigen.
c. Pengobatan Hemoptisis misalnya dengan obat-obat
hemostatik.
d. Pengobatan demam, dengan pemberian antibiotik dan
antipiretik.

13
Baru-baru ini bsa dilakukan pengobatan pembedahan untuk bronkiektasis.
Tujuan pembedahan adalah untuk mengangkat (reseksi) segmen atau lobus yang
terkena. Indikasinya pada pasien bronkiektasis yang terbatas dan resektabel, yang
tidak berespon terhadap tindakan-tindakan konservatif yang adekuat, selain itu
juga pada pasien bronkiektasis terbatas, tetapi sering mengalami infeksi berulang
atau hemoptisis yang berasal dari daerah tersebut. Pasien dengan hemoptisis masif
seperti ini mutlak perlu tindakan operasi. Kontraindikasinya adalah pasien
bronkiektasis dengan PPOK, pasien bronkiektasis berat. dan pasien bronkiektasis
dengan komplikasi korpulmonal kronik dekompensata6.

2.7 Prognosis

Prognosisnya tergantung dari berat ringannya serta luasnya penyakit waktu


pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan secara tepat (konservati
ataupun pembedahan) dapat memperbaiki prognosis penyakit. Pada kasus-kasus
yang berat dan tidak diobati, prognosisnya jelek, survivalnya tidak akan lebih dari
5-15 tahun. Kematian karena penyakit tersebut biasanya karena pneumonia, payah
jantung kanan, empiema, hemoptisis dan lain-lain. Pada kasus-kasus tanpa
komplikasi bronchitis kronik berat dan difus biasnya disabilitasnya yang ringan6.

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bronkiektasis merupakan penyakit yang ditandai dengan dilatasi bronkus

bersifat patologik, kronik, dan perisisten. Bronkiektasis dapat bersifat congenital

dan didapat. Bronkiektasis paling banyak disebabkan oleh bronkiektasis didapat.

Penyebab bronkiektasis didapat antara lain, infeksi bronkus atau paru, obstruksi

bronkus, fibrosis parenkim bronkus, dan lain-lain.

Diagnosis bronkiektasis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis pasien akan mengeluhkan sesak napas,

batuk dengan sputum, hemoptisis, demam berulang, dan lain-lain. Pada

pemeriksaan fisik akan ditemukan suara wheezing pada lapang paru yang terkena.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain foto polos toraks

dan CT-scan (HRCT) paru. Pada foto polos toraks dapat ditemukan gambaran

seperti sarang tawon (honey comb appearance), air fluid level, tram-lining

appearance. lesi kistik, dan lain-lain. Sedangkan pada HRCT dapat ditemukan

signet ring sign.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Adam, A. dan Dixon, A. K.Grainger & Allison’s Diagnostic Radiology.


[A Textbook of Medical Imaging] Edisi 5. Volum 1. Elsevier; 2008.
2. Bickle I, Gaillard F. Bronchiectasis [Internet]. Available from:
https://radiopedia.org/articles/bronchiectasis.
3. Herring W. Learning Radiology Recognizing The Basics. Philadelphia:
Elseiveir; 2012.
4. Planner, A., Misra, R., dan Uthappa, M. A-Z of Chest Radiology. New
York: Cambridge University Press; 2007.
5. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi kedua. Jakarta: FK UI; 2013.
6. Setiati S, ALwi I, Sudoyo AW, Simadibrata W, Setiyohadi B, Syam AF.
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2014.

16

You might also like