You are on page 1of 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Luka bakar adalah suatu kerusakan integritas pada kulit atau kerusakan
jaringan tubuh yang disebabkan oleh energy panas,bahan kimia,radiasi,dan arus
listrik. Berat ringannya luka bakar tergantung pada jumlah area permukaan tubuh,
derajad kedalaman dan lokasi luka bakar yang terjadi (Suradi,2004).
Luka bakar adalah penyebab utama trauma dan penyebab paling umum
kecacatan dan kematian diseluruh dunia (Ardabili,dkk,2016). Dan merupakan
penyebab kematian ke tiga akibat kecelakan pada semua kelompok umur. Laki-laki
cendrung lebih sering mengalami luka bakar dari pada wanita,terutama pada orang
tua atau lanjut usia (Rahayuningsih,2012). Ardabili,dkk (2016) melaporkan bahwa
insiden total luka bakar telah terjadi diperkirakan sekitar 2,4 juta kasus diberbggai
Negara yang berbeda,650,000 dan 75.000 diantaranya memerlukan perawatan segera
dan rawat inap.
Hasdianah & Suprapto (2014) menjelaskan bahwa hingga tahun 2004, 11
juta kasus luka bakar memerlukan perawatan medis diseluruh dunia dan
menyebabkan 300.000 kematian. Di Amerrika Serikat diperkirrakan 500.000 cedera
luka bakar yang mendapatkan perawatan medis setiap tahunnya. Sedangkan luka
bakar karena listrik menyebbkan sekitar 1000 kematian pertahun. Sekitar 90% luka
bakar terjadi dinegara berkembang, secara keseluruhan hamper 60% dari luka bakar
bersifat fatal terjadi di Asia Tenggara dengan tingkat kejadia 11,6 per 100.000
penduduk.
Di Indonesia,belum ada angka pasti mengenai kejadian luka bakar,
disebabkan karena tidak semua Rumah sakkit di Indonesia memiliki unit pelayanan
luka bakar. Dr I Nyoma Putu Riasa (Ketua perhimpunan luka bakar dan
penyembuhan luka bakar Indonesia, 2015). Menyatakan bahwa sepanjang 2012-2014
terdapat 3,518 kasus luka bakar di 14 rumah sakit besar di Indonesia
(www.republika.co.id).

1
B. Rumusan masalah
1. Apa saja focus dalam pengkajian luka bakar?
2. Apa saja prioritas masalah keperawatan pada luka bakar?
3. Bagaimana perencanaan perawatan pada luka bakar?
4. Apa saja focus perawatan pada luka bakar?
5. Apa saja indicator atau evaluasi keberhasilan keperawatan pada luka bakar?
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Mampu menjelaskan dan memahami tentang penerapan asuhan keperawatan
pada klien dengan masalah gangguan system integument(Combustio atau luka
bakar).
2. Tujuan khusus
a. Mampu memahami tentang focus pengkajian pada luka bakar.
b. Mampu memahami dan memilih prioritas masalah keperawatan pada luka
bakar.
c. Mampu memahami dan membuat perencanaan pada luka bakar.
d. Mampu memahami tentang focus keperawatan pada luka bakar.
e. Mampu memahami dan melakukan evaluasi keberhasilan keperawatan pada
luka bakar.

2
BAB II

DASAR TEORI

A. Pengertian

Luka bakar (combustio/burn) adalah cedera (injuri) sebagai akibat kontak


langsung atau terpapar dengan sumber-sumber panas (thermal), listrik (electrict), zat
kimia (chemycal), atau radiasi (radiation).

Luka bakar adalah injury pada jaringan yang disebabkan oleh suhu panas,
kimia, elektrik, radiasi dan thermal. (Djohansjah, M, dkk, 1991: 365)
Luka bakar adalah luka yang terjadi bila sumber panas bersentuhan dengan tubuh
atau jaringan dan besarnya luka ditentukan oleh tingkat panas atau suhu dan lamanya
terkena. (Doengoes, Marilynn E.2000 )
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh karena kontak lansung atau
bersentuhan langsung atau tidak langsung dengan panas, kimia dan sumber lain yang
menyebabkan terbakar. (Hudak & Gallo, 1996 : 927)
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik,
bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam
(Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001).
Luka bakar adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang
disebabkan oleh trauma benda tajam ataau tumpul, perubahan suhu, zat kimia,
ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan (buku Ilmu Ajar bedah Syamsu hidayat)
B. Etiologi
1. Luka Bakar Suhu Tinggi (Thermal Burn).
a. Gas
b. Cairan
c. Bahan padat (solid)
2. Luka bakar karena bahan kimia (hemical Burn)
3. Luka bakar karena sengatan listrik (Electrical Burn).
4. Luka bakar karena radiasi (Radiasi Injury).

3
C. Fase-fase luka bakar
1. Fase Akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme
bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi
segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi
saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera
inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut.Pada fase
akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera
termal yang berdampak sistemik.
2. Fase Sub Akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka
yang terjadi menyebabkan:
a. Proses inflamasi dan infeksi.
b. Proses penutupan luka dengan berfokus pada luka telanjang atau tidak
berbaju epitel dan atau pada struktur atau organ-organ fungsional.
c. Keadaan hipermetabolisme.
3. Fase Lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka
dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase
ini adalah timbulnya penyakit dari luka bakar yaitu hipertropik, keloid, gangguan
pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
D. Komplikasi

Komplikasi menurut Lalani (2011), sebagai berikut :


1. Infeksi luka
a. Sulit dibedakan dengan penyembuhan luka karena sama-sama terdapat
eritema, edema, nyeri tekan.

4
b. Jika demam, malaise, atau gejala memburuk, pikirkan kemungkinan infeksi.
c. Dapat menyebabkan sepsis dan kerusakan luka bakar yang lebih dalam.
d. Perlu dirawat inap dan mendapat antibiotik IV.
2. Sepsis
3. Syok akibat luka bakar
4. Edema akibat luka bakar
5. Eskarotomi
6. Rabdomiolisis
7. Cidera inhalasi
8. Hipermetabolisme
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan serum : hal ini dilakukan karena ada pada pasien dengan luka bakar
mengalami kehilangan volume
2. Pemeriksaan elektrolit pada pasien dengan luka bakar mengalami kehilangan
volume cairan dan gangguan Na-K pump
3. Analisa gas darah biasanya pasien luka bakar terjadi asidosis metabolisme dan
kehilanga protein
4. Faal hati dan ginjal
5. CBC mengidentifikasikan jumlah darah yang ke dalam cairan, penuruan HCT
dan RBC, trombositopenia lokal, leukositosis, RBC yang rusak
6. Elektrolit terjadi penurunan calsium dan serum, peningkatan alkali phosphate
7. Serum albumin : total protein menurun, hiponatremia
8. Radiologi : untuk mengetahui penumpukan cairan paru, inhalas asap dan
menunjukkan faktor yang mendasari
9. ECG : untuk mengetahui adanya aritmia

5
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADAPASIEN LUKA BAKAR

A. Fokus pengkajian
1. Klasifikasi luka bakar
Klasifikasilukabakarmenurut kedalaman
a. Lukabakar derajatI
Kerusakanterbataspada lapisan epidermis superfisial,kulit
kering hiperemik, berupa eritema,tidak dijumpai pula nyeri karena
ujung–ujung syaraf sensorik teriritasi, penyembuhannya terjadi secara
spontan dalam waktu 5 -10 hari(Brunicardi et al., 2005).
b. Lukabakar derajatII
Kerusakan terjadi padaseluruh lapisanepidermisdan sebagail
apisan dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi.
Dijumpai pula, pembentukan scara,dan nyeri karena ujung–ujung
syaraf sensorik teriritasi.Dasar luka berwarna merah atau
pucat.Sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal
(Moenadjat,2001).
1) DerajatIIDangkal (Superficial)
- Kerusakan mengenaibagian superficial dari dermis.
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar
keringat, kelenjar sebaseamasih utuh.
- Bila mungkin tidak terbentuk beberapa jam setelah
cedera,dan luka bakar pada mula nya tampak seperti luka
bakar derajat I dan mungkin terdiagnosa sebagai derajat II
superficial setelah12-24 jam
- Ketika bila dihilangkan,luka tampak berwarna merah muda
dan basah.
- Jarang menyebabkan hypertrophic scar.

6
- Jika infeksi dicegah maka penyembuhan akan terjadi secara
spontan kurangdari 3 minggu (Brunicardi et al., 2005).
2) DerajatIIdalam (Deep)
- Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis
- Organ-organ kulit seperti folikel-folikel rambut,
kelenjar keringat,kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.
- Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung biji
epitelyangtersisa.
c. Lukabakar derajatIII(Full Thickness burn)
Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dermis dan
lapisan lebih dalam, tidak dijumpai bula, apendises kulit rusak,kulit
yang terbakar berwarna putih dan pucat. Karena kering, letaknya
lebih rendah dibandingkan kulitsekitar. Terjadi koagulasi protein
pada epidermis yang dikenal sebagai scar,tidak dijumpai rasa nyeri
dan hilang sensasi, oleh karena ujung–ujung syaraf sensorik
mengalami kerusakan atau kematian. Penyembuhan terjadi lama
karena tidak ada prosesepitelisasi spontandari dasar
luka(Moenadjat,2001).
d. Luka full tchikness
Luka fullthickness yang telah mencapai lapisan otot,tendon
dan tulang dengan adanya kerusakan yang luas. Kerusakan meliputi
seluruh dermis, organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar
sebasea dan kelenjar keringat mengalami kerusakan, tidakdi jumpai
bula,kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat, terletak lebih
rendah dibandingkan kulit sekitar, terjadi koagulasi protein pada
epidemis dan dermis yang dikenal scar,tidak dijumpai rasa nyeri dan
hilang sensori karena ujung-ujung syaraf sensorik mengalami
kerusakan dan kematian.penyembuhannya terjadi lebih lama karena
ada proses epitelisasi spontan dan rasa luka (Moenadjat, 2001).

7
2. Menentukan luas luka bakar
Terdapat beberapa metode untuk menentukan luas luka bakar meliputi
a. rule of nine,
b. Lundand Browder
c. hand palm
Ukuran luka bakar dapat ditentukan dengan menggunakansalah satu dari
metode tersebut.Ukuran luka bakar ditentukan dengan prosentase
daripermukaan tubuh yang terkena luka bakar. Akurasi dari perhitungan
bervariasi menurut metode yang digunakan dan pengalaman seseorang
dalam menentukan luas luka bakar.Metode rule of nine mulai
diperkenalkan sejak tahun 1940-an sebagai suatu alat pengkajian
yangcepat untuk menentukan perkiraan ukuran / luas luka bakar

Perhitungan luas luka bakar berdasarkan “Rule of Nine” oleh Polaski dan Tennison
dari Wallace :
a. Kepala dan leher : 9%b.
b. Ekstremitas atas : 2 x 9% (kiri dan kanan)c.

8
c. Paha dan betis-kaki : 4 x 9% (kiri dan kanan)d.
d. Dada, perut, punggung, bokong : 4 x 9%e.
e. Perineum dan genitalia : 1%
Walaupun hanya perkiraan saja,the rule of nines,tetap merupakan petunjuk yang
baik dalammerupakan petunjuk yang baik dalam menilai luasnya luka bakarPada anak
anak terdapat perbedaan dalam luas permukaan tubuh relatif, yang
umumnyamempunyai perimbangan lebih besar antara luas permukaan kepala dengan
luas ekstremitas
Bawah dibandingkan dengan orang dewasa. Area kepala luasnya adalah 19 persen
pada waktulahir ( 10 persen lebih besar daripada orang dewasa); hal ini terjadi akibat
pengurangan padaluas ekstremitas bawah, yang masing-masing sebesar 13 persen.
Dengan bertambahnya usiasetiap tahun sampai usia 10 tahun, area kepala dikurangi 1
persen dan dalam jumlah yang samadi tambah pada ekstremitas bawah. Setelah
usia 10 tahun, di gunakan persentase dewasa. Luasluka bakar yang mungkin bersifat
letal pada 50 persen dari mereka yang cedera adalah 60 persenpada populasi dewasa
muda, 50 persen pada anak-anak, dan 35 persen pada orang tua (lebihdari 40
tahun).Pada metode Lund and Browder merupakan modifikasi dari persentasi bagian-
bagian tubuhmenurut usia, yang dapat memberikan perhitungan yang lebih akurat
tentang luas luka bakar.

9
Selain dari kedua metode tersebut di atas, dapat juga digunakan cara lainnya yaitu
mengunakan metode hand palm. Metode ini adalah cara menentukan luas atau
persentasi luka bakar dengan menggunakan telapak tangan. Satu telapak tangan
mewakili 1 % dari permukaan tubuh yang mengalami luka bakar

10
B. Prioritas masalah keperawatan pasien
1. Hipovolemia
2. Nyeri akut
3. Gangguan integritas kulit
4. Risiko infeksi
5. Risiko difisit nutrisi
C. Perencanaan keperawatan
1. Hipovolemia
Diagnosa Kriteria hasil Intervensi Rasional
keperawatan & tujuan
Hipovolemia Setelah dilakukan 1.1 observasi tanda- 1.1 untuk mengetahui
tindakan keperawatan tanda vital kondisi umum
selama 3 x 24 jam klien
diharapkan 1.2 observasi keadaan 1.2 untuk mengetahui
hipovolemia dapat kulit, warna, klien terdapat
teratasi dengan kelembapan, turgor tanda-tanda
kriteria hasil: kulit. hipovolemia.
- Mempertahankan 1.3 Timbang berat 1.3 untuk memantau
urine output badan tiap hari, kenaikan atau
sesuai dengan kolaborasi penurunan BB,
usia dan BB,BJ pemberian cairan agar tidak terjadi
urine, normal,HT intravena. gangguan
normal sirkulasi darah
- Tekanan darah, 1.4 Monitor tingkat Hb 1.4 agar Hb dapat
nadi,suhu, dan dan hematocrit. membawa
pernapasan normal oksigen dengan
TD: 100-120/80- baik seluruh tubuh
1.5 Kolaborasi tentang
90 mmHg 1.5 agar klien dapat
pemberian obat
N : 80-100/Menit cepat
dengan dookter
RR: 16-20/Menit mendapatkan
atau tenaga
T : 36,5-37,5 C penganan dengan
kesehatan sesuai
- Tidak ada tanda- baik dan benar

11
tanda dehidrasi dengan indikasi.
- Elastisitas turgor
kulit
baik,membrane
mukosa lembab,
tidak ada rasa haus
yang berlebihan.
CRT < 2 detik
2. Nyeri akut
Diagnosa Kriteria hasil Intervensi Rasional
keperawatan & tujuan
Nyeri akut Setelah dilakukan 2.1 Lakukan 2.1 untuk mengetahui
tindakan keperawatan pengkajian nyeri skala nyeri klien
selama 3 x 24 jam secara
diharapkan nyeri komperenshif
dapat teratasi dengan termasuk
kriteria hasil: lokasi,karateristik,
- Mampu durasi, frekuensi,
mengontrol nyeri kualitas dan factor
(tahu penyebab prepitasi.
nyeri, mampu 2.2 observasi tanda- 2.2 untuk mengetahui
menggunakan tanda vital kondisi umum
teknik non klien.
farmakologi untuk 2.3 observasi reaksi 2.3 Untuk mengetahui
mengurangi nonverbal dari respon klien
nyeri,mencari ketidaknyamanan. terhadap
bantuan). 2.4 Ajarkan tentang kenyamanan/
- Melaporkan teknik non 2.4 Untuk membantu
bahwa nyeri farmokologi. klien rileks
berkurang dengan 2.5 Tingkatkan 2.5 Agar lien dapat
menggunakan istirahat. meningkatkankual
manajemen nyeri. 2.6 Kolaborasi dengan itas dan kuantitas]
- Mampu mengenali dokter jika ada 2.6 agar klien tidak
nyeri. keluhan dan pusing

12
- Menyatakan rasa tindakan nyeri
nyaman setelah tidak berhasil.
nyeri berkurang.
3. Gangguan integritas kulit
Diagnosa Kriteria hasil Intervensi Rasional
keperawatan & tujuan
Gangguan Setelah dilakukan 3.1 Anjurkan klien 3.1 Agar memberi
integritas tindakan keperawatan untuk ruang sirkulasi
kulit selama 3 x 24 jam menggunakan udara bagi kulit
diharapkan gangguan pakaian yang
integritas kulit dapat longgar.
teratasi dengan 3.2 Jaga kebersihan 3.2 Mencegah
kriteria hasil: kulit agar tetap kerusakan kulit
- Perfusi jaringan bersih dan bertambah parah
normal kering.
- Tidak ada tanda- 3.3 Mobilisasi klien 3.3 kebersihan dapat
tanda infeksi (ubah posisi menjangkau kual
- Ketebalan dan klien) setiap 2 tas hidup
tekstur jaringan jam. seseorang.
normal
- Menunjukan 3.4 Monitor kulit 3.4 Mengetahui tanda
pemahaman adanya kerusakan
dalam proses kemerahan integritas kulit
perbaikan kulit
dan mencegah 3.5 Oleskan lotion 3.5 untuk melihat
terjadinya cedera atau apakah terbat
berulang minyak/baby oil kemerhaan pada d
- Menunjukan pada darah yang ubur
terjadinya proses tertekan.
penyembuhan 3.6 Monitor tandea 3.6 Untuk
dan gejala infeksi mengetahui
pada area insisi. tanda dan gejala
infeksi pada area
insisi

13
3.7 Kolaborasi 3.7 Untuk
dengan dokter memberikan
bila tindakan pelayanan
tidak berhasil. tindakan
keperawatan
yang
cepat,tepat,dan
benar dalam
memberikan
tindakan
keperawatan

4. Risiko infeksi
Diagnosa Kriteria hasil Intervensi Rasional
keperawatan & tujuan
Risiko Setelah dilakukan 4.1 Bersihkan 4.1 Lingkungan yang
infeksi tindakan lingkungan terjaga
keperawatan selama setelah dipakai kebersihannya
3 x 24 jam klien lain. akan mengurangi
diharapkan risiko resiko pasien
infeksi tidak terjadi terkena infeksi
dengan kriteria 4.2 Batasi 4.2 Mencegah pasien
hasil: pengunjung kontak dengan
- Klien bebas dari lebih banyak
tanda dan gejala bakteri luar yang
- Mendiskripsikan dibawa
proses penularan pengunjung
penyakit, factor 4.3 Instruksikan 4.3 Mencegah
yang pengunjung terjadinya
mempengaruhi untuk mencuci pertukaran kuman
penularan serta tangan saat melalui tangan
penatalaksaanny berkunjung pengunjung

14
a. dan setelah
- Menunjukan berkunjung
kemampuan meninggalkan
untuk mencegah klien.
infeksi 4.4 Cuci tangan 4.4 Mencegah
- Jumlah leukosit sebelum dan terjadinya infeksi
dalam batas sesudah nosokomial
normal tindakan
- Menunjukan keperawatan
prilaku hidup 4.5 Pertahankan 4.5 Mengurangi
sehat. lingkungan resiko infeksi
aseptic selama akibat
pemasangan pemasangan alat
alat
4.6 Berikan terapi 4.6 Antibiotik dapat
antibniotik mencegah
bila perlu terjadinya infeksi
infection
protection
(proteksi
terhadap
infeksi)
4.7 Mendeteksi
4.7 Monitor tanda
munculnya
dan gejala
infeksi pada klien
infeksi
sistemik dan
local.
4.8 Meningkatkan
4.8 Dorong
istirahat klien
istirahat
4.9 Agar keluarga
4.9 Ajarkan
dan pasien dapat
keluarga dan
mengenali dan
klien tanda
dapat segera
gejala infeksi.
melapor bila

15
menemuka
adanya tanda
infeksi pada
pasien
4.10 Ajarkan cara 4.10 Menambah
menghindari pengetahuan
infeksi. pasien dan
keluarga terkait
infeksi

5. Risiko defisit nutrisi


Diagnosa Kriteria hasil Intervensi Rasional
keperawatan & tujuan
Risiko defisit Setelah dilakukan 5.1 kaji adanya alergi 5.1 untuk mengetahui
nutrisi tindakan keperawatan makanan klien terdapat
selama 3 x 24 jam alergi makanan
diharapkan resiko atau tidak
defisit nutrisi tidak 5.2 anjurkan pasien 5.2 protein dan
terjadi dengan kriteria untuk vitamin c dapat
hasil: meningkatkan membantu dalam
- Adanya protein dan pemenuhan nurisi
peningkatan BB vitamin C tubuh
sesuai tujuan 5.3 montior jumlah 5.3 untuk mengetahui
- Mampu nutrisi dan jumlah nutrisi dan
mengidentikasi kandungan kalori kalori yang masuk
kebutuhan nutrisi daalam tubuh
- Tidak ada tanda- 5.4 kaji kemampuan 5.4 untuk mengetahui
tanda malnutrisi pasien untuk men kemampuan klien

16
- Menunjukan dapatkan nutrisi dalam memenuhi
peningkatan yang dibutuhkan. kebtuhan
fungsi pengecapan nutrisinya.
dan menelan. 5.5 Berikan informasi 5.5 Agar klien dapat
- Tidak terjadi tentang kebutuhan mengetahui
penurunan BB nutrisi. kebutuhan nutrisi
yang berarti. apa saja yang
dibutuhkan oleh
tubuh.
5.6 Kolaborasi
5.6 Untukmemberikan
dengan ahli gizi
nutrisi yang tepat
untuk menentukan
dalam memenunuh
jumlah kalori dan
kebutuhan tubuh.
nutrisi yang
dibutuhkan.

D. Focus keperawatan
1. Penanganan nyeri
Nyeri yang hebat dapat menyebabkan neurogenik syok yang terjadi pada
jam-jam pertama setelah trauma. Morphin diberikan dalam dosis 0,05
mg/Kg (iv).

2. Rehidrasi cairan
Pasien luka bakar sudah dapat dipastikan mengalami dehridrasi.
Resusitasi cairan pada pasien luka bakar harus segera dilakukan. Jika
didapatkan tanda-tanda syok pada pasien, harus segera dilakukan
resusitasi cairan. Pada kasus luka bakar, resusitasi cairan diberikan
dengan cairan RL (Ringer Lactate) melalui jalur intravena (IV). Rumus
Baxter biasa digunakan untuk menghitung jumlah kebutuhan cairan
pasien luka bakar. Berikut ini rumus Baxter untuk menghitung total
kebutuhan cairan pasien luka bakar:

Kebutuhan cairan = 4 cc x BB (dalam Kg) x Luas luka bakar (%) cc


Tahapan pemberian cairan untuk pasien luka bakar:

17
 8 jam pertama diberikan setengah dari kebutuhan cairan
 16 jam berikutnya diberikan setengah sisa kebutuhan cairan
Ada pun jika luas luka bakar lebih dari 50%, maka perhitungan kebutuhan
cairan dihitung dengan luas luka bakar 50%. Waktu pemberian cairan
terhitung sejak kejadian, bukan pada tahap hospital. Jadi perkiraan sudah
dihitung sejak pasien mengalami luka bakar dan waktu yang terbuang
selama pasien menuju rumah sakit.

3. Perawatan luka
a. Perawatan pertama
1) Segera setelah terbakar, dinginkan luka dengan air dingin, yang
terbaik dengan temperatur 20oC selama 15 menit.
2) Luka bakar tingkat I tidak memerlukan pengobatan khusus,
dibersihkan dan diberi analgetika saja.
3) Luka bakar tingkat II dan III, penderita dibersihkan seluruh
tubuhnya, rambutnya dikeramasi, kuku-kuku dipotong, lalu
lukanya dibilas dengan cairan yang mengandungdesinfektan
seperti sabun cetrimid 0,5% (savlon) atau Kalium permanganat.
Kulit-kulit yang mati dibuang, bullae dibuka karena kebanyakan
cairan di dalamnya akan terinfeksi.
b. Perawatan Definitif
1) Perawatan tertutup
Setelah luka bersih, ditutup dengan selapis kain steril berlubang-
lubang (tulle) yang mengandung vaselin dengan atau tanpa
antibiotika lalu dibebat tebal untuk mencegah evaporasi dan
melindungi kulit dari trauma dan bakteri. Sendi-sendi ditempatkan
pada posisi full extension.
2) Perawatan Terbuka
Eksudat yang keluar dari luka beserta debris akan mengering akan
menjadi lapisan eschar. Penyembuhan akan berlangsung dibawah
eschar. Penderita dirawat di dalam ruangan isolasi. Setiap eschar
yang pecah harus diberikan obat-obatan lokal dan dikontrol bila
ada penumpukan pus dibawah eschar maka haru dilakukan
pempukaan eschar (escharotomi).
3) Perawatan Semi terbuka
18
Sama seperti perawatan terbuka tetapi diberikan juga obat-obatan
lokal. Obat lokal berberntuk krim yang akan melunakkan eschar
dan memudahkan perawatan untuk dibersihkan.

4. Pencegahan infeksi
a. Obat-obatan lokal
Silver sulfadiazin krim 1% diberikan sehari sekali. Silver sulfadiazin
bekerja sebagai bakterisida yang efektif terhadap kuman gram positif.
b. Mandi
Badan penderita setiap 1-2 hari setelah resusitasi selesai harus
dibersihkan dari kotoran yang melekat dengan memandikannya. Luka
dibilas dengan cairan yang mengandung desinfektan (savlon 1:30 atau
Kalium Permanganat 1:10.000). Escharotomi pada perawatan terbuka
umumnya dikerjakan pada minggu kedua dengan cara eksisi memakai
pisau, dermatom, elektro eksisi atau enzimatik (kolagenase).
c. Skin Grafting
Skin grafting sangat penting untuk penderita untuk mempercepat
penyembuhan, mengurangi kehilangan cairan.
d. Antibiotika Sistemik
Bakteri yang berada pada luka umumnya gram positif dan hanya
berkembang setempat, tetapi bakteri gram negatif seperti
pseudomonas sangat invasif dan banyak menimbulkan sepsis. Karena
banyaknya jaringan nekrotik pada luka bakar maka penetrasi
antibiotika sistemik ke luka tidaklah meyakinkan. Oleh karena itu
antibiotika sistemik digunakan bila timbul gejala sepsis. Macam
antibiotika ditentukan dari kultur dari bagian yang terinfeksi, baik
luka, darah maupun urine.
e. Antibiotika pilihan adalah cephalosporin generasi pertama (cefazolin,
cephapirin dan cephalotin). Generasi ketiga khususnya ceftazidim
mempunyai efektifitas besar terhadap pseudomonas.

5. Pengaturan diit
Syarat-syarat diet luka bakar adalah:

19
a. Memberikan makanan dalam bentuk cair sedini mungkin atau Nutrisi
Enteral Dini (NED).
b. Kebutuhan energi dihitung dengan pertimbangan kedalaman dan luas
luka bakar yaitu:
1) Menurut Curreri : 25 kkal/kg BB aktual + 40 kkal x % luka bakar
2) Menurut Asosiasi Dietetik Australia berdasarkan % luka bakar.

Luka Bakar (%) Kebutuhan Energi (kkal)


<10 1,2 x AMB
11-20 1,3 x AMB
21-30 1,5 x AMB
31-50 1,8 x AMB
> 50 2,0 x AMB

c. Protein tinggi, yaitu 20-25 % dari kebutuhan energi total.


d. Lemak sedang, yaitu 15-20 % dari kebutuhan energi total. Pemberian
lemak yang tinggi menyebabkan penundaan respon kekebalan
sehingga pasien lebih mudah terkena infeksi.
e. Karbohidrat sedang yaitu 50-60 % dari kebutuhan energi total. Bila
pasien mengalami trauma jalan napas (trauma inhalasi), karbohidrat
diberikan 45-55 % dari kebutuhan energi total.
f. Vitamin diberikan diatas Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang
dianjurkan, untuk membantu mempercepat penyembuhan. Vitamin
umumnya ditambahkan dalam bentuk suplemen. Kebutuhan beberapa
jenis vitamin adalah sebagai berikut:
1) Vitamin A minimal 2 kali AKG
2) Vitamin B minimal 2 kali AKG
3) Vitamin C minimal 2 kali AKG
4) Vitamin E 200 SI
5) Mineral tinggi, terutama zat besi, seng ,natrium, kalium, kalsium,
fosfor, dan magnesium. Sebagian mineral diberikan dalam bentuk
suplemen.
g. Cairan tinggi. Akibat luka bakar terjadi kehilangan cairan dan
elektrolit secara intensif. Pada 48 jam pertama, pemberian cairan

20
ditujukan untuk mengganti cairan yang hilang agar tidak terjadi
shock.

Sedangkan prinsip diet untuk luka bakar antara lain :


a. Kebutuhan kalori dapat dihitung dengan menggunakan rumus Ireton-
Jones, sementara kebutuhan proteinnya dapat diperkirakan
berdasarkan rasio kalori terhadap nitrogen atau jumlah protein yang
dibutuhkan pada masing-masing keadaan.
b. Terapi imunonutrisi dapat dilakukan dengan memberikan suplemen
preparat enteral yang mengandung glutamin, arginin, dan asam lemak
omega 3. Glutamin dan arginin merupakan asam-asam amino yang
dalam keadaan sehat tergolong non-esensial tetapi pada keadaan stres
berat akan menjadi asam-asam amino esensial. Kadar glutamin dan
arginin yang memadai akan mengendalikan respon inflamasi dan
mempercepat proses penyembuhan.
c. Pemberian cairan dilakukan berdasarkan jumlah darah yang hilang
dengan ditambah jumlah keluar urine serta feses dan insensible
waterloss.
d. Pemberian suplemen vitamin dan mineral diperlukan pada trauma,
luka bakar dan pembedahan. Vitamin C dengan takaran 500-1000
mg/hari diperlukan untuk pembentukan kolagen bagi proses
kesembuhan luka yang optimal.
E. Indikator/evaluasi keberhasilan
a. Tercapainya kondisi keseimbangan volume cairan dan elektrolit
Tercapainya kondisi keseimbangan volume cairan dan elektrolit.
b. Rasa nyeri teradaptasi dan berkurang Kecemasan teratasi Tidak terjadi
komplikasi
c. Agar tercapainya integritas kulit yang baik bisa diperthankan
(sensasi,elastiitas,temperature,hidrasi,pigmetasi dan regenarasi jaringan)
d. Terwujudnya suatu kondisi dimana masalah risiko infeksi tidak menjadi
masalah aktual pada pasien ditandai dengan tidak ditemukannya tanda
dan gejala infeksi.
e. Tercapainya pemasukan nutrisi adekuat untuk memenuhi kebutuhan
metabolic yang dibuktikan oleh berat badan yang stabil.

21
BAB IV

PENTUP

A. Kesimpulan
Luka bakar tak boleh dianggap sepele, meskipun terdapat luka kecil
penanganan harus cepat diusahakan. Penderita luka bakar memerlukan
penanganan secara holistik dari berbagai aspek dan disiplin ilmu.
Perawatan luka bakar didasarkan pada luas luka bakar, kedalaman luka
bakar, faktor penyebab timbulnya luka dan lain-lain. Pada luka bakar
yang luas dan dalam akan memerlukan perawatan yang lama dan
mahal. Dampak luka bakar yang dialami penderita dapat menimbulkan
berbagai masalah fisik, psikis dan sosial bagi pasien dan juga keluarga.
Dengan makin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka
makin berkembang pula teknik/cara penanganan luka bakar sehingga
makin meningkatkan kesempatan untuk sembuh bagi penderita luka
bakar.

22
DAFTAR PUSTAKA

Herdman,T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.


Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Instalasi Gizi PERJAN RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesia.
2006. Penuntun Diet. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Nurarif, Amin Huda dan Hardri Kusuma.2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC_NOC.Yogyakarta : Penerbit Media Action
Publising

Smeltzer & Bare.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8 volume 3. Jakarta :


Penerbit Buku Kedoktean EGC

PPNI,2018. Standar Diagnosa keperawatan Indonesia. Edisi 1 cetakan revisi III. Jakarta:
Tim Pokja SDKI DPP PPNI

23

You might also like