You are on page 1of 11

DAFTAR ISI

Daftar isi.....................................................................................................................................1
BAB I Pendahuluan..................................................................................................................2
1.1 Tujuan Penulisan............................................................................................................2

BAB II Pembahasan
2.1 Definisi....................……..…………………………………………............................3
2.2 Epidemiologi……..…...................................................................................................3
2.3 Patofisiologi……..…....................................................................................................4
2.4 Manifestasi Klinis……..…...........................................................................................6
2.5 Penatalaksanaan……..…..............................................................................................8

BAB III Kesimpulan ……………………………………………………………………......10


Daftar Pustaka ………………………………………………………………………............11

Blok XVII Neuropsikiatri


Cerebral Abcess 1
I. PENDAHULUAN

Abses otak dan subdural empyema merupakan merupakan infeksi serius yang bisa
bermetastasis dan merupakan penyakit supuratif kronik (bronkiektasis, paru-paru atau abses
abdomen) atau kardiomiopati kongential, dari luka kepala terbuka atau dari prosedur operasi
saraf, tetapi tidak jarang ditemukan pada keadaan sehat pada orang dewasa yang menderita
karena penyakit kronik sinusitis maupun otitis. Abses otak otak merupakan salah satu
penyakit yang dapat disembuhkan dengan operasi dan tidak sedikit yang berhasil. Abses otak
memiliki morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi. Teknologi dan antibiotik saat ini
dapat mengidentifikasi dengan cepat, serta CT-scan telah mengubah prognosis dari penyakit
menjadi sangat baik (Gorgan et al, 2012).
Abses otak - salah satu komplikasi intrakranial dari otitis media supuratif kronis,
merupakan kegawat-daruratan di bidang THT, yang berpotensi menjadi serius dan
mengancam jiwa. Kejadiannya 25% dari seluruh komplikasi intrakranial, terutama di negara
berkembang. Keadaan ini dihubungkan dengan pengobatan otitis media tidak adekuat
terutama di kalangan sosial ekonomi rendah. Walaupun angka kesakitan dan kematian
komplikasi intrakranial turun dari 35% menjadi 5% sejak pemakaian antibiotika, teknik
diagnosis dan metoda operasi yang canggih dan maju, abses otak masih merupakan kasus
fatal (Sucipta W., 2011).

TUJUAN PENULISAN

Mahasiswa diharapkan mampu memahami definisi dan epidemiologi,


patogenesis/patofisiologi, gambaran/manifestasi klinis, dan penatalaksanaan dari Cerebral
Abcess yang diakibatkan oleh bakteri.

Blok XVII Neuropsikiatri


Cerebral Abcess 2
II. ISI

DEFINISI
Abses otak merupakan infeksi intraserebral fokal yang dimulai sebagai serebritis
yang lokalisatorik dan berkembang menjadi kumpulan pus yang dikelilingi oleh kapsul otak
disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus dan protozoa (Gorgan et al, 2012).
Abses otak adalah suatu proses infeksi yang melibatkan parenkim otak, dan terjadi
akibat dari fokus infeksi yang ada di sekitarnya, implantasi langsung karena trauma, atau
penyebaran hematogen, penyebaran langsung saat operasi, meningitis, sinusitis frontal, dan
karies gigi. Selain itu dapat juga disebabkan oleh otitis media yang merupakan sumber
langsung dari infeksi ataupun bronitis kronis juga merupakan sumber hematogeneous
(Oyama, H et al, 2012).

EPIDEMIOLOGI
Abses otak dapat mengenai semua kelompok umur. Bayi dan anak-anak mempunyai
kekerapan lebih tinggi. Laki-laki lebih banyak daripada perempuan, bahkan menurut
Browning dan Nunez perbandingan antara . laki - laki dan perempuan adalah 3. Di
Palembang dari tahun 2005 - 2009 ditemukan sebanyak 9 kasus abses otak. Dan kasus
terbanyak dijumpai dalam tahun 2009 ini sebanyak 5 kasus (Ghanie, 2015).
Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika saat ini
telah mengalami kemajuan, namun rate kematian penyakit abses otak masih tetap tinggi,
yaitu sekitar 10-60% atau rata-rata 40%.Penyakit ini sudah jarang dijumpai terutama di
negara-negara maju, namun karena resiko kematiannya sangat tinggi, abses otak termasuk
golongan penyakit infeksi yang mengancam kehidupan masyarakat (Sucipta W., 2011).
Di Indonesia belum ada data pasti, namun Amerika Serikat dilaporkan sekitar 1500-
2500 kasus abses serebri per tahun. Prevalensi diperkirakan 0,3-1,3 per 100.000 orang/tahun.
Jumlah penderita pria lebih banyak daripada wanita, yaitu dengan perbandinagan 2-3:1.
Menurut Britt, Richard et al., penderita abses otak lebih banyak dijumpai pada laki-laki
daripada perempuan dengan perbandingan 3:1 yang umumnya masih usia produktif yaitu
sekitar 20-50 tahun (Sucipta W., 2011).
Abses otak - salah satu komplikasi intrakranial dari otitis media supuratif kronis,
merupakan kegawat-daruratan di bidang THT, yang berpotensi menjadi serius dan
mengancam jiwa. Kejadiannya 25% dari seluruh komplikasi intrakranial, terutama di negara
berkembang. Keadaan ini dihubungkan dengan pengobatan otitis media tidak adekuat

Blok XVII Neuropsikiatri


Cerebral Abcess 3
terutama di kalangan sosial ekonomi rendah.Walaupun angka kesakitan dan kematian
komplikasi intrakranial turun dari 35% menjadi 5% sejak pemakaian antibiotika, teknik
diagnosis dan metoda operasi yang canggih dan maju, abses otak masih merupakan kasus
fatal. Di Walton Hospital sekitar 0,5% otitis media akut dan 3% OMSK berkembang menjadi
abses otak, dengan angka kematian sebesar 47,2%, kebanyakan karena terlambat
mendapatkan pengobatan (Sucipta W., 2011).

PATOFISIOLOGI
Pada umumnya abses otak terjadi akibat masuknya organisme ke dalam susunan saraf
pusat akibat trauma kepala, prosedur operasi, melalui proses penyebaran langsung, atau
metastasis dari fokus-fokus infeksi. Proses tersebut melalui dua jalur, yaitu pertama melalui
cara ekstensi langsung dimana telinga tengah atau sinus nasal merupakan suatu basis sebagai
osteomielitis yang kemudian diikuti dengan inflamasi dan penetrasi bahan-bahan infeksi
menembus duramater dan leptomeningens serta membuat suatu traktus supuratif ke dalam
otak, dan atau dengan cara menyebar melalui sepanjang dinding vena yang diperberat oleh
tromboflebitis vena-vena pia serta sinus duramater (Wijanarko & Turchan, 2011).
Trauma yang meninggalkan benda asing, atau riwayat kraniotomi sebelumnya
merupakan faktor-faktor predisposisi yang bermakna dalam kejadian timbulnya abses otak
(10-20%). Di samping itu ada juga kejadian abses sebagai akibat komplikasi penggunaan alat
medis seperti Halo Orthosis yang biasanya dipasang untuk fraktur servikal dan juga paska
tindakan lain seperti dilatasi striktur esofagus, tindakan pemasangan shunt untuk hidrosefalus,
terutama yang dilakukan berulang-ulang. Kurang lebih sepertiga dari seluruh abses otak
merupakan infeksi metastatik melalui penyebaran bakteri melalui hematogen, terutama sistem
vertebrobasiler dari fokusfokus infeksi yang letaknya jauh dari kepala, dan biasanya abses ini
merupakan jenis yang multipel dengan lokasi yang khas, yaitu di antara perbatasan antara
substansia putih dan kelabu, lokasi dimana aliran darah kapiler adalah yang paling lambat
(Wijanarko & Turchan, 2011).
Fokus sistemik sering menjadi sumber infeksi antara lain fokus septik di paru-paru
atau pleura (bronkhiektasis, empiema, abses paru, fistula bronkhopleura), abnormalitas
jantung berupa infeksi atau defek kongenital (seperti Tertralogi Fallot) yang memungkinkan
emboli yang terinfeksi masuk ke dalam lintas pendek sirkulasi paru dan mencapai otak,
pustula-pustula kulit, abses gigi dan tonsil, bakterialis, divertikulitis, dan osteomielitis tulang-
tulang nonkranial (Wijanarko & Turchan, 2010).

Blok XVII Neuropsikiatri


Cerebral Abcess 4
Dinamika perkembangan suatu abses otak berdasar penelitian eksperimental klasik
dan studi klinisnya mengidentifikasi empat stadium proses patologi abses otak yaitu
(Wijanarko & Turnchan, 2011):

1. Stadium serebritis dini / Early cerebritis (1-3 hari)


• Respon inflamasi perivaskuler mengelilingi pusat nekrotik pada hari ke tiga
• Terdapat edema pada substansia alba
• Munculnya pusat nekrotik dan respon inflamasi lokal di sekeliling pembuluh darah
(mencapai puncak pada hari ke-3 dengan adanya edema)
• Pada saat ini lesi tidak dapat dibedakan dari jaringan otak sehat.
2. Stadium serebritis lanjut / Late cerebritis (4-9 hari)
• Pusat nekrotik mencapai bentuk maksimum
• Muncul fibroblas (membentuk kapsul dan menambah neovaskularisasi perifer dari
pusat nekrotik)
• Terdapat respon reaktif astrosit di sekitar edema substansia alba
• Pus membentuk pembesaran dari pusat nekrotik yang dikelilingi oleh zona sel
inflamasi dan makrofag.
• Fibroblas membentuk jaringan retikulin yang perupakan prekursor dari kapsul
kolagen
3. Stadium formasi kapsul dini / Early capsule formation (10-13 hari)
• Penurunan bentuk pusat nekrotik
• Terdapat fibroblas dengan deposisi retikulin pada bagian korteks
• Di luar kapsul terdapat serebritis dan neovaskularisasi dengan peningkatan astrosit
reaktif.
• Kapsul semakin menebal di sekitar pusat nekrotik.
• Formasi kapsul tersebut membatasi penyebaran infeksi dan perusakan parenkim
otak.
• Formasi kapsul berkembang lebih lambat pada daerah medial / ventrikel karena
vaskularisasi yang lebih sedikit pada substansia alba yang lebih dalam.
4. Stadium formasi kapsul lanjut / Late capsule formation (> 14 hari)
• Kapsul menebal dengan reaktif kolagen pada minggu ketiga
• Ditandai dengan 5 zona histologi :
a. Adanya pusat nekrotik
b. Zona perifer dari sel inflamasi dan fibroblas
Blok XVII Neuropsikiatri
Cerebral Abcess 5
c. Kapsul kolagen
d. Lapisan neovaskularisasi di luar kapsul dengan cerebritis sisa (residual
cerebritis)
e. Zona edema dan gliosis reaktif di luar kapsul.

Respon Imunologik pada Abses Otak.


Setelah kuman telah menerobos permukaan tubuh, kemudian sampai ke susunan saraf
pusat melalui lintasan-lintasan berikut.Kuman yang bersarang di mastoid dapat menjalar ke
otak perkuntinuitatum.Invasi hematogenik melalui arteri intraserebral merupakan penyebaran
ke otak secara langsung (Wijanarko & Turchan, 2011).
Ada penjagaan otak khusus terhadap bahaya yang dating melalui lintasan hematogen,
yang dikenal sebagai sawar darah otak atau blood brain barrier.Pada toksemia dan septicemia,
sawar darah otak terusak dan tidak lagi bertindak sebagai sawar khusus.Infeksi jaringan otak
jarang dikarenakan hanya bakterimia saja, oleh karena jaringan otak yang sehat cukup
resisten terhadap infeksi.Kuman yang dimasukkan ke dalam otak secara langsung pada
binatang percobaan ternyata tidak membangkitkan abses sereebri/ abses otak, kecuali apabila
jumlah kumannya sangat besar atau sebelum inokulasi intraserebral telah diadakan nekrosis
terlebih dahulu. Walaupun dalam banyak hal sawar darah otak sangat protektif, namun ia
menghambat penetrasi fagosit, antibody dan antibiotik. Jaringan otak tidak memiliki fagosit
yang efektif dan juga tidak memiliki lintasan pembuangan limfatik untuk pemberantasan
infeksi bila hal itu terjadi. Maka berbeda dengan proses infeksi di luar otak, infeksi di otak
cenderung menjadi sangat virulen dan destruktif (Wijanarko & Turchan, 2011).

MANIFESTASI KLINIS

Pada stadium awal gambaran klinik abses otak tidak khas, terdapat gejala-gejala
infeksi seperti demam, malaise, anoreksi dan gejalagejala peninggian tekanan intrakranial
berupa muntah, sakit kepala dan kejang. Dengan semakin besarnya abses otak gejala menjadi
khas berupa trias abses otak yang terdiri dari gejala infeksi(demam, leukositosis), peninggian
tekanan intracranial(sakit kepala, muntah proyektil, papil edema) dan gejala neurologik fokal
(kejang, paresis, ataksia, afaksia) (Wijanarko & Turchan, 2011).
Gejala umum abses otak adalah gejala proses desak ruang ditambah gejala infeksi.
Stadium awal abses otak berupa ensefalitis, yang menimbulkan edema otak dan peningkatan
tekanan intrakranial, menyebabkan gejala mual, nyeri kepala dan muntah, somnolen dan rasa

Blok XVII Neuropsikiatri


Cerebral Abcess 6
bingung kadang-kadang disertai delusi dan halusinasi. Bila penyakit bertambah berat dapat
terjadi stupor dan koma. Edema papil mulai timbul 10-14 hari setelah onset (Prasetyo, 2012).
Pada kasus progresif dapat terjadi herniasi tentoria atau herniasi tonsil serebelum
ditandai dengan fiksasi dan dilatasi pupil dan akhirnya paralisis pernafasan. Kapsul mulai
terbentuk dalam 10-14 hari. Kapsul fibrosis terbentuk dalam 5-6 minggu. Pembentukan
kapsul tersebut diikuti menurunnya gejala karena berkurangnya ensefalitis dan edema di
sekitar abses. Kekambuhan terjadi jika abses berkapsul pecah dan menyebabkan abses satelit;
hal tersebut masih dapat terjadi walaupun telah terbentuk dinding abses fibrosis yang kuat.6
Sekitar 5-10% abses otak dapat kambuh (Sucipta W., 2011).
Berdasarkan patogenesisnya, gejala dan tanda klinis dapat dibagi menjadi empat
stadia yaitu :
1. Stadium inisial, demam tidak terlalu tinggi, rasa mengantuk, kehilangan konsentrasi,
kehilangan nafsu makan, nyeri kepala serta malaise, kadang-kadang mual dan muntah
non proyektil.
2. Stadium laten, secara klinis tidak jelas karena gejala berkurang, terdapat malaise,
kurang nafsu makan dan nyeri kepala yang hilang timbul.
3. Stadium manifes : kejang fokal atau afasia pada abses lobus temporal, pada abses
serebelum terjadi ataksia atau tremor. Nyeri kepala hebat disertai mual dan muntah
proyektil dianggap khas untuk penyakit intrakranial.
4. Stadium akhir berupa kesadaran menurun dari sopor sampai koma dan akhirnya
meninggal, karena ruptur abses ke dalam sistem ventrikel dan rongga sub arakhnoid.
Selain itu, terdapat pula gejala khas yang dapat terjadi dengan tanda neurologis fokal
sesuai lokasi abses yang terjadi:
Lobus Gejala
Frontalis Mengantuk, kurang konsentrasi, hambatan dalam mengambil keputusan,
gangguan intelegensi, kadang-kadang kejang
Temporalis Tidak mampu menyebut objek, tidak mampu membaca, menulis ataupun
mengerti kata-kata, hemianopia
Parietalis Gangguai sensasi posisi dan persepsi stereognostik, kejang fokal, hemianopia,
homonim, disfasia, agrafia
Serebelum Sakit kepala suboksipital, leher kaku, gangguan koordinasi, nistagmus,
ganguan berjalan, tremor intensional

Blok XVII Neuropsikiatri


Cerebral Abcess 7
PENATALAKSANAAN

Pengobatan abses otak memerlukan pendekatan multidisiplin. Pencitraan


memungkinkan diagnosis dini dan memungkinkan untuk menetapkan lokalisasi lesi otak
yang memerlukan intervensi bedah. Stereotactic aspirasi jarum merupakan terapi yang
dilakukan untuk drainase dan mendapatkan spesimen diagnostik untuk identifikasi organisme
penyebab. Pencitraan ulang dilakukan untuk memantau respon terapi dan mengidentifikasi
lesi berulang atau sekunder yang mungkin memerlukan drainase berulang (Lumbiganon &
Chaikitpinyo, 2013).

Perawatan dapat diberikan antibiotik intravena saja, atau bersamaan dengan intervensi
bedah gabungan: seperti aspirasi abses dan / atau eksisi abses .Obat antibiotik harus diberikan
secara intravena untuk menghasilkan kadar serum yang tinggi. Edema otak parah mungkin
juga memerlukan pemberian manitol intravena. Pengobatan antibiotik penisilin G intravena
dan kloramfenikol telah digunakan untuk mengobati abses otak dalam beberapa kasus dan
memberikan hasil yang memuaskan karena kerja obat tersebut dapat masuk ke dalam abses.
Metronidazol sangat aktif terhadap bakteri anaerob, termasuk Bacteroides fragilis
(Lumbiganon & Chaikitpinyo, 2013).
Pengobatan abses otak adalah mengurangi efek masa dan menghilangkan kuman
penyebab. Penatalaksanaan abses otak dapat dibagi menjadi terapi bedah dan terapi
konservatif. Untuk menghilangkan penyebab, dilakukan operasi baik aspirasi maupun eksisi
dan pemberian antibiotik. Pemantauan ketat harus dilakukan terhadap keadaan umum dan
tanda vital penderita. Semua penderita dengan abses otak diberikan antibiotik berspektrum
luas, seperti juga pada meningitis bakterialis. Kita sering menemui kesulitan pada pemberian
antibiotik karena antibiotik tersebut harus dapat menembus sawar otak, mampu menembus
kapsul bila abses telah berkapsul, dan mempunyai spektrum yang luas karena adanya
berbagai macam mikroorganisme penyebab abses. Penyuntikan antibiotik langsung ke dalam

Blok XVII Neuropsikiatri


Cerebral Abcess 8
abses otak tidak dianjurkan, karena hal ini dapat menyebabkan fokus epileptogenesis
(Wijanarko & Turchan, 2010).
Ukuran abses penting dalam pengobatan dengan antibiotik. Abses dengan diameter
antara 0,8-2,5 cm dilaporkan bisa sembuh dengan pemberian antibiotik. Abses yang lebih
besar memerlukan tindakan pembedahan. Tindakan tanpa operasi biasanya dilakukan pada
penderita dengan abses multipel atau bila lesinya kecil dan sulit dicapai dengan operasi. Bila
terdapat abses multipel, aspirasi abses yang besar tetap dilakukan untuk menentukan jenis
mikroorganisme dan uji resistensi. Kuman anaerob memerlukan metronidasol sebagai
pengobatannya (Wijanarko & Turchan, 2011).
Kriteria penderita yang merupakan kandidat untuk pengobatan dengan antibiotika
saja, yaitu bila diperkirakan operasi akan memperburuk keadaan, terdapat abses multipel
terutama yang jaraknya berjauhan satu sama lain, abses disertai dengan meningitis, abses
yang lokasinya sulit dicapai dengan operasi atau operasi diperkirakan akan merusak fungsi
vital, serta abses yang disertai dengan hidrosefalus yang mungkin akan terinfeksi bila
dioperasi. Pada penderita yang diduga atau terbukti mengalami peningkatan tekanan
intrakranial, dapat diberikan kortikosteroid atau cairan hiperosmoler, misalnya manitol.
Pengobatan penunjang serta perawatan yang baik perlu dilakukan dengan seksama termasuk
pengobatan simtomatik terhadap edema dan kejang (Wijanarko & Turchan, 2011).

Blok XVII Neuropsikiatri


Cerebral Abcess 9
III. KESIMPULAN

Abses otak adalah suatu proses infeksi yang melibatkan parenkim otak, dan terjadi
akibat dari fokus infeksi merupakan infeksi intraserebral fokal yang dimulai sebagai
serebritis yang lokalisatorik dan berkembang menjadi kumpulan pus, abses otak merupakan
merupakan infeksi serius yang bisa bermetastasis dan merupakan penyakit supuratif kronik.
Manifestasiklinis dibagi menjadi empat stadium inisial, stadium laten, stadium
manifes : kejang fokal atau afasia ataksia atau tremor. Nyeri kepala hebat disertai mual dan
muntah proyektil dianggap khas untuk penyakit intrakranial. stadium akhir berupa kesadaran
menurun dari sopor sampai koma dan akhirnya meninggal.
Pengobatan abses otak memerlukan pendekatan multidisiplin. Pencitraan
memungkinkan diagnosis dini dan memungkinkan untuk menetapkan lokalisasi lesi otak
yang memerlukan intervensi bedah. Perawatan dapat diberikan antibiotik intravena saja, atau
bersamaan dengan intervensi bedah gabungan: seperti aspirasi abses dan / atau eksisi abses ,
kriteria penderita yang merupakan kandidat untuk pengobatan dengan antibiotika saja, yaitu
bila diperkirakan operasi akan memperburuk keadaan.

Blok XVII Neuropsikiatri


Cerebral Abcess 10
DAFTAR PUSTAKA
Ghanie,Alba. (2015). Abses Otak Otogenik di Rsup Iit.Mohammad Hoesii Palembang.
Simposium Otologi 2 Pito 4 Pbrhati.Kl Di Palembang. Available from:
http://eprints.unsri.ac.id/855/1/Abses_Otak_Otogenik_di_RSMH_.pdf. [Accessed on
21 April 2016].

Gorgan, A et al. (2012). Brain Abscesses: Management and Outcome Analysis in a Series of
84 Patients During 12 Year Period. Romanian Neurosurgery (2012) XIX 3: 175 – 182.
Available from: http://www.roneurosurgery.eu/atdoc/1Gorgan_BrainAbcesses.pdf
[Accessed on 20 April 2016]

Lumbiganon & Chaikitpinyo. (2013). Antibiotics for brain abscesses in people with cyanotic
congenital heart disease (Review). The Cochrane Collaboration and published in The
Cochrane Library 2013, Issue 3. Available from
http://www.bibliotecacochrane.com/pdf/CD004469.pdf [Accessed on 22 April 2016].

Oyama, H et al. (2012). Inflammatory Index and Treatment of Brain Abscess. Nagoya J.
Med. Sci. 74. 313 ~ 324, 2012. Ogaki, Gifu 503-8502, Japan. Available from:
http://www.med.nagoya-u.ac.jp/medlib/nagoya_j_med_sci/7434/10_Oyama.pdf
[Accessed on 20 April 2016].

Prasetyo, Edi. (2012). Advanced Neurology Life Support. PERDOSSI. Jakarta.ISBN 978-
979-24-4211-3

Sucipta W. (2011). Abses Otak Otogenik Berulang. CDK 185/Vol.38 no.4/Mei-Juni 2011.
Available from: http://www.kalbemed.com/Portals/6/12_185Absesotak.pdf [Accessed
on 20 April 2016].

Wijanarko & Turchan. (2011). Brain Abscess With Congenital Heart Desease. Neurosurgery
Subdivision Dr Moewardi Hospital Surakarta. Available from:
http://bedahsarafsolo.com/sites/default/files/ABSES%20SEREBRI.pdf [Accessed on 2
nd Mei 2015].

Blok XVII Neuropsikiatri


Cerebral Abcess 11

You might also like