You are on page 1of 41

PORTOFOLIO KASUS KEMATIAN

Penurunan Kesadaran
et causa
Stroke Hemoragik

Oleh :
dr. Aditio Devri Pratama
dr. Sri Fitri Muzkiyah
dr. Elsya Erlangga
dr. Widya Isra
dr. Wahyuni
dr. M. Zikri Muzaki
dr. Silvia Safitri

Pendamping:
dr. Andriany Putri
dr. Nike Anggreni

RSUD AROSUKA
KABUPATEN SOLOK
2018
BORANG PORTOFOLIO

Nama Peserta : Kelompok 3


Nama Wahana : RSUD Arosuka
Topik : Penurunan Kesadaran et causa Stroke Hemoragik
Tanggal (kasus) : 10 Oktober 2018
Nama Pasien : Ny. S
Tanggal Presentasi : Oktober 2018
Nama Pendamping : dr. Andriany Putri
dr. Nike Anggreni
Tempat Presentasi : Ruang Komite Medik RSUD Arosuka
Objektif Presentasi : Keilmuan
Diagnostik
Kasus Kematian
Bahan Bahasan : Kasus
Cara Membahas : Presentasi dan Diskusi
BAB I
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
 Nama : Ny. S
 Umur : 65 tahun
 Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
 Alamat : Jawi-jawi
 Agama : Islam
 Suku : Minang
 Status : Menikah

ANAMNESIS
Telah dirawat seorang pasien wanita umur 65 tahun di bagian ICU RSUD Arosuka pada tanggal
10 Oktober 2018
Keluhan Utama
Penurunan kesadaran sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang
- Penurunan kesadaran lebih kurang sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Awalnya
pasien sedang mengunjungi orangtua (ayah) pasien yang sedang sakit, tiba-tiba pasien
tidak sadarkan diri.
- Ketika diangkat lengan dan tungkai kiri dan kanan terkulai lemah, tidak dapat membuka
mata saat dipanggil dan dibangunkan.
- Sebelumnya pasien muntah tidak diketahui dengan jelas apakah muntah menyembur atau
tidak.
- Demam (+) 5 hari sebelum masuk rumah sakit
- Pasien mengeluh sakit kepala sebelumnya disangkal
- Kejang tidak ada
- BAB dan BAK dalam batas normal
Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien sebelumnya pernah dirawat dengan stroke di RSUD Arosuka sekitar 2 tahun yang
lalu
- Riwayat Hipertensi sejak 1 tahun yang lalu diketahui pasien, terkontrol secara teratur, TD
tertinggi 210 mmHg.
- Riwayat DM tidak diketahui pasien, tidak sering terbangun malam hari untuk BAK, tidak
ada gejala sering lapar.
- Riwayat trauma kepala (-)
Riwayat Kebiasaan
- Merokok (-)
- Riwayat minum minuman beralkohol (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat hipertensi (-)
- Riwayat stroke (-)
- Riwayat diabetes melitus (-)
- Riwayat penyakit jantung (-)

PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum
Tekanan darah : 205/113mmHg,
Denyut nadi : 75x/mnt,teratur
Suhu : 36˚C
Pernafasan : 36x/mnt , tipe : Torakoabdominal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), skelra ikterik (-/-),
Leher : Tidak ada pembesaran KGB
Thorak
Paru-paru :
 Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
 Palpasi : Fremitus dada kanan dan kiri
 Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
 Auskultasi : Vesikuler (+/+), Wheezing (-/-), Rhonki (-/-)
Jantung :
 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
 Perkusi : Batas jantung normal
 Auskultasi : Irama regular, bising (-)

Abdomen :
 Inspeksi : Perut tidak membuncit, distensi (-)
 Palpasi : Supel , NT (-)
 Perkusi : Timpani
 Auskultasi : Bising Usus (+) normal

Extremitas : Akral hangat, perfusi baik

B. Status Neorologik
1) Kesadaran : Stupor GCS : E1 M2 V1
2) Fungsi Luhur : Sulit dinilai
3) Kaku Kuduk : tidak ada
4) Saraf Kranial
1. N. I (Olfactorius )
Kanan Kiri Keterangan
Daya pembau Sulit Sulit
dinilai dinilai Sulit dinilai

2. N.II (Opticus)
Kanan Kiri Keterangan
Daya penglihatan Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai
Lapang pandang Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai
Pengenalan warna Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai

3. N.III (Oculomotorius)
Kanan Kiri Keterangan
Ptosis Sulit dinilai
Pupil
Bentuk Bulat Bulat Normal
Ukuran 3 mm 3 mm Normal
Gerak bola mata Sulit dinilai
Refleks pupil
Langsung (+) (+) Normal
Tidak langsung (+) (+) Normal

4. N. IV (Trokhlearis)
Kanan Kiri Keterangan
Gerak bola mata Sulit dinilai

5. N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri Keterangan
Motorik Sulit dinilai
Sensibilitas Sulit dinilai
Refleks kornea (+) (+) Normal

6. N. VI (Abduscens)
Kanan Kiri Keterangan
Gerak bola mata Sulit dinilai
Strabismus Sulit dinilai
Deviasi Sulit dinilai

7. N. VII (Facialis)
Kanan Kiri Keterangan
Tic (-) (-) Normal
Motorik:
- sudut mulut dbn turun
- mengerutkan dahi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- mengangkat alis Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- lipatan nasolabial Dbn mendatar
- meringis Tidak dilakukan Tidak dilakukan
-kembungkan pipi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Daya perasa Sulit dinilai
Normal
Tanda chvostek (-) (-)

8. N. VIII (Akustikus)
Kanan Kiri Keterangan
Pendengaran SDN SDN
9. N. IX (Glossofaringeus)
Kanan Kiri Keterangan
Arkus farings SDN SDN
Daya perasa SDN SDN
Refleks muntah SDN SDN

10. N. X (Vagus)
Kanan Kiri Keterangan
Arkus farings SDN SDN
Dysfonia SDN SDN

11. N. XI (Assesorius)
Kanan Kiri Keterangan
Motorik SDN SDN
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi

12. N. XII (Hipoglossus)


Kanan Kiri Keterangan
Motorik SDN SDN
Trofi SDN SDN
Tremor SDN SDN
Disartri SDN SDN

IV. SISTEM MOTORIK


Kanan Kiri Keterangan
Ekstremitas atas
Kekuatan
Distal Sulit Kesan: Kesan: Hemiparese dekstra
Proksimal Dinilai normal
Tonus Normal Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi
Ger.involunter (-) (-)

Ekstremitas bawah
Kekuatan
Distal Kesan: Kesan: Kesan: Hemiparese dekstra
Proksimal Hemiparese Normal Normal
Tonus Normal Normal Eutrofi
Trofi Eutrofi Eutrofi
Ger.involunter (-) (-)
Badan
Trofi (-) (-) Normal
Ger. involunter (-) (-) Normal

V. SISTEM SENSORIK
Kanan Kiri Keterangan
Raba SDN SDN
Nyeri SDN SDN
Suhu SDN SDN
Propioseptif SDN SDN

VI. REFLEKS
Kanan Kiri Keterangan
Fisiologis
Biseps (+) (+) Normal
Triseps (+) (+) Normal
KPR (+) (+) Normal
APR (+) (+) Normal
Patologis
Babinski (+) (+)
Chaddock (-) (-)
Hoffman Tromer (-) (-)
Reflek primitif :
Palmomental (-) (-)
Snout (-) (-)

VII. FUNGSI KORDINASI


Kanan Kiri Keterangan
Test telunjuk hidung Tidak dapat dilakukan
Test tumit lutut Tidak dapat dilakukan
Gait Tidak Dapat Dilakukan
Tandem Tidak Dapat Dilakukan
Romberg Tidak Dapat Dilakukan
Tidak Dapat Dilakukan

VIII. SISTEM OTONOM


Miksi : Menggunakan kateter
Defekasi : (-), sejak dirawat di RS
IX. PEMERIKSAAN KHUSUS/LAIN
a. Laseque : tidak terbatas
b. Kernig : tidak terbatas
c. Patrick : -/-
d. Kontrapatrick : -/-
e. Valsava test : sulit dinilai
f. Brudzinski : -/-

DIAGNOSA
Diagnosa klinis : Penurunan Kesadaran et causa Stroke Hemoragik
Hipertensi Emergency
Diagnosa topis : Perdarahan intraserebral
Diagnosa Patologis : Hemoragik

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hb : 10,8 g/dl
Leukosit : 12.900
Trombosit : 351.000
Hematokrit : 31 %
GDR : 142 mg%
Ureum : 31 mg/dl
Creatinin : 0,7 mg/dl
Natrium : 104
Kalium : 3,1
Chlorida : 63

PENATALAKSAAN
Konsul dr.Reno Sari Chaniago,Sp.S
- Posisi kepala ditinggikan 30 derajat
- Kontrol Vital Sign dan neurologis
- Pemberian nutrisi melalui NGT
- Pemasangan Kateter untuk balance cairan

b. Khusus
- IVFD RL 12 jam/kolf
- O2 via NRM 10 liter/ menit
- Injeksi Ranitid 2 x 1 ampul
- Drip Nicardipin sesuai protap
Target TD < 160 mmHg. Stop jika sudah mencapai target
- Diet MC 6 x 200 kkal
- Acc rawat ICU

FOLLOW UP
11 Oktober 2018 pagi, konsul dr.Reno Sari Chaniago,Sp.S
S/ Penurunan kesadaran (+)

O/ KU : Berat
Kesadaran : E1 M2 V1 stupor
Tekanan darah : 211/104 mmHg
Nadi : 133x/menit
Nafas : 29x/menit
Suhu : 36,°C
SatO2 : 97%
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thoraks : Jantung : Irama teratur, bising (-)
Paru : Vesikuler, Wh (-/-), Rh (+/+)
Abdomen : soupel, NTE (+), BU (+) N
Ekstremitas : Akral Hangat, CRT < 2 detik

A/ Penurunan kesadaran e.c. Stroke Hemoragik


P/ Terapi :
- O2 NRM 10 L/I => AFF
- IVFD RL 12 jam/kolf => AFF
- Injeksi Ranitidin 2x1 ampul (iv)
- Drip nicardipin sesuai protap, stop jika target TD < 160 mmHg
- Paracetamole k/p => AFF
- Elevasi kepala 30’
- O2 Nasal 4 L/i
- IVFD RL 8 jam/kolf
- Injeksi citicolin 2x250mg (iv)
- Paracetamole 4x500mg (po)
- Hitung balance cairan

FOLLOW UP
11 Oktober 2018 Sore
S/ Penurunan kesadaran (+)

O/ KU : Berat
Kesadaran : E1 M2 V1 stupor
Tekanan darah : 145/94 mmHg
Nadi : 123x/menit
Nafas : 27x/menit
Suhu : 38 °C
SatO2 : 99%
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thoraks : Jantung : Irama teratur, bising (-)
Paru : Vesikuler, Wh (-/-), Rh (+/+)
Abdomen : soupel, NTE (+), BU (+) N
Ekstremitas : Akral Hangat, CRT < 2 detik

A/ Penurunan kesadaran e.c. Stroke Hemoragik


P/ Terapi :
- O2 Nasal 4 L/i
- Elevasi kepala 30’
- IVFD RL 8 jam/kolf
- Injeksi Ranitidin 2x1 ampul (iv)
- Injeksi citicolin 2x250mg (iv)
- Drip nicardipin sesuai protap, stop jika target TD < 160 mmHg
- Paracetamole 4x500mg (PO)
- Hitung balance cairan

FOLLOW UP
11 Oktober 2018 Malam
S/ Penurunan kesadaran (+)

O/ KU : Berat
Kesadaran : E1 M2 V1 stupor
Tekanan darah : 160/100 mmHg
Nadi : 125x/menit
Nafas : 24x/menit
Suhu : 36,8 °C
SatO2 : 98%
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thoraks : Jantung : Irama teratur, bising (-)
Paru : Vesikuler, Wh (-/-), Rh (+/+)
Abdomen : soupel, NTE (+), BU (+) N
Ekstremitas : Akral Hangat, CRT < 2 detik

A/ Penurunan kesadaran e.c. Stroke Hemoragik


P/ Terapi :
- O2 Nasal 4 L/i
- Elevasi kepala 30’
- IVFD RL 8 jam/kolf
- Injeksi Ranitidin 2x1 ampul (iv)
- Injeksi citicolin 2x250mg (iv)
- Drip nicardipin sesuai protap, stop jika target TD < 160 mmHg
- Paracetamole 4x500mg (PO)
- Hitung balance cairan

12 Oktober 2018 pagi, dr.Reno Sari Chaniago,Sp.S


S/ Penurunan kesadaran (+)

O/ KU : Berat
Kesadaran : E1 M2 V1 stupor
Tekanan darah : 187/103 mmHg
Nadi : 128x/menit
Nafas : 24x/menit
Suhu : 37,5,°C
SatO2 : 100%
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thoraks : Jantung : Irama teratur, bising (-)
Paru : Vesikuler, Wh (-/-), Rh (+/+)
Abdomen : soupel, NTE (+), BU (+) N
Ekstremitas : Akral Hangat, CRT < 2 detik

A/ Penurunan kesadaran e.c. Stroke Hemoragik


P/ Terapi :
- O2 Nasal 4 L/i
- Elevasi kepala 30’
- IVFD RL 8 jam/kolf
- Injeksi Ranitidin 2x1 ampul (iv)
- Injeksi citicolin 2x250mg (iv)
- Drip nicardipin sesuai protap, stop jika target TD < 160 mmHg
- Paracetamole 4x500mg (PO)
- Hitung balance cairan

FOLLOW UP
11 Oktober 2018 Sore
S/ Penurunan kesadaran (+)

O/ KU : Berat
Kesadaran : E1 M2 V1 stupor
Tekanan darah : 172/84 mmHg
Nadi : 118x/menit
Nafas : 26x/menit
Suhu : 37,4°C
SatO2 : 100%
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thoraks : Jantung : Irama teratur, bising (-)
Paru : Vesikuler, Wh (-/-), Rh (+/+)
Abdomen : soupel, NTE (+), BU (+) N
Ekstremitas : Akral Hangat, CRT < 2 detik

A/ Penurunan kesadaran e.c. Stroke Hemoragik


P/ Terapi :
- O2 Nasal 4 L/i
- Elevasi kepala 30’
- IVFD RL 8 jam/kolf
- Injeksi Ranitidin 2x1 ampul (iv)
- Injeksi citicolin 2x250mg (iv)
- Drip nicardipin sesuai protap, stop jika target TD < 160 mmHg
- Paracetamole 4x500mg (PO)
- Hitung balance cairan

FOLLOW UP
11 Oktober 2018 Malam
S/ Penurunan kesadaran (+)

O/ KU : Berat
Kesadaran : E1 M2 V1 stupor
Tekanan darah : 170/107 mmHg
Nadi : 128x/menit
Nafas : 24x/menit
Suhu : 36,8 °C
SatO2 : 100%
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thoraks : Jantung : Irama teratur, bising (-)
Paru : Vesikuler, Wh (-/-), Rh (+/+)
Abdomen : soupel, NTE (+), BU (+) N
Ekstremitas : Akral Hangat, CRT < 2 detik

A/ Penurunan kesadaran e.c. Stroke Hemoragik


P/ Terapi :
- O2 Nasal 4 L/i
- Elevasi kepala 30’
- IVFD RL 8 jam/kolf
- Injeksi Ranitidin 2x1 ampul (iv)
- Injeksi citicolin 2x250mg (iv)
- Drip nicardipin sesuai protap, stop jika target TD < 160 mmHg
- Paracetamole 4x500mg (PO)
- Hitung balance cairan

13 Oktober 2018
Pukul 06.45 WIB
S/ Pasien Apnoe
Muntah (+)
O/ KU : Sangat Berat
Kesadaran :-
Tekanan darah :-
Nadi :-
Nafas :-
Suhu :-
SatO2 :-
Thoraks : cor : Irama jantung menghilang
Paru : Suara Nafas menghilang
Ekstremitas : Akral dingin
EKG : Asistole
Penatalaksanaan :
- Anjuran untuk dilakukan Resusitasi Jantung Paru tetapi keluarga menolak.
Pkl. 06.55 WIB : Nadi (-), Pupil dilatasi maximal, Reflek kornea (-)
Pasien dinyatakan meninggal pukul 06.55 WIB
Observasi selama 2 jam sebelum dibawa pulang oleh keluarga.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PENURUNAN KESADARAN PADA STROKE HEMORAGIK
.
A. Definisi
Penurunan kesadaran yaitu suatu keadaan dimana seseorang itu tidak sadar akan dirinya
dan lingkungannya atau terganggunya fungsi mental yang menyebabkan seseorang itu sadar akan
dirinya dan lingkungannya yang disertai dengan penurunan respon terhadap stimulus eksternal.
Selain itu, penurunan kesadaran atau koma dapat juga didefinisikan sebagai suatu kegawatan
neurologi yang menjadi petunjuk akan kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai final
common pathway dari gagal organ seperti gagal jantung, gagal nafas dan akhirnya akan
berakibat kepada kematian. Oleh karena itu, apabila terjadinya penurunan kesadaran, maka dapat
dijadikan petanda bahwa telah terjadinya suatu proses disregulasi dan disfungsi otak dengan
kecenderungan kegagalan seluruh fungsi tubuh.

B. Tahapan Penurunan Kesadaran


Penurunan kesadaran dapat dibagikan kepada beberapa tahapan secara sederhana yaitu
kesadaran normal (kompos mentis), somnolen, spoor, koma-ringan dan koma.
- Somnolen
Pasien berada dalam keadaan mengantuk. Biasanya kesadaran masih dapat pulih penuh
bila pasien diberikan rangsangan. Tingkat kesadaran somnolen ditandai dengan
mudahnya pasien dibangunkan kembali, pasien masih mampu memberikan respon verbal
yang sesuai dan pada rangsangan nyeri, pasien akan menangkis. Somnolen juga disebut
letargi atau obtundasi.
- Sopor (Stupor)
Pasien berada dalam keadaan mengantuk yang dalam. Pada keadaan ini, pasien masih
dapat dibangunkan namun memerlukan rangsangan yang lebih kuat dan kesadarannya
akan segera menurun kembali setelah rangsangan dihentikan. Pasien masih dapat
mengikuti arahan – arahan yang singkat dan masih terlihat pergerakan spontan pada
pasien. Dengan rangsang nyeri pasien tidak dapat dibangunkan dengan sempurna. Reaksi
terhadap perintah tidak konsisten dan samar. Tidak dapat diperoleh jawapan verbal dari
penderita. Gerak motorik untuk menangkis rangsang nyeri masih baik.
- Koma ringan (semi-koma)
Pada keadaan ini, pasien tidak memberikan respon terhadap rangsang verbal. Reflek
pasien masih baik. Gerakan terutama timbul jika pasien diberikan rangsang nyeri
walaupun respon terhadap rangsang nyeri tampak tidak terorganisasi dan ‘primitif’. Pada
keadaan ini, pasien sama sekali tidak dapat dibangunkan.
- Koma (dalam atau komplit)
Pasien sudah tidak menunjukkan gerakan spontan. Tidak terdapat jawapan dari rangsang
nyeri yang bagaimanapun kuatnya.

Pada penurunan kesadaran didapati suatu keadaan yang dikenali sebagai delirium.
Penderita dengan delirium menunjukkan penurunan kesadaran yang disertai dengan peningkatan
dari aktivitas psikomotor dan siklus tidur-bangun yang terganggu. Pada keadaan ini pasien
tampak gaduh-gelisah, kacau, disorientasi, berteriak, aktivitas motorik pasien meningkat dan
meronta-ronta.

C. Neuro-Anatomi dan Neuro-fisiologi Kesadaran


Jaras kesadaran pertama sekali dikenalpasti pada tahun 1930-an dan 1940-an pada
eksperimen yang dijalankan oleh Bremer dan eksperimen yang dijalankan oleh Magoun dan
Moruzzi. Bremer menemukan bahwa stimulasi sensorik yang berterusan dari daerah trigeminal
dan sumber otak lainnya diperlukan untuk mengekalkan keadaan sadar.
Morrison dan Dempsey kemudian mendemonstrasikan bahwa terdapatnya projeksi
‘nonspesifik’ dari talamus kepada semua regio kortikal, yang tidak terkait dengan nucleus
sensorik yang spesifik. Magoun dan Moruzzi memperbaiki lagi konsep ini dengan membuktikan
bahwa stimulasi listrik pada daerah tegmentum medial pada otak tengah dan daerah berdekatan
dengannya dapat menyebabkan hewan yang tadinya dibawah pengaruh bius ringan dapat sadar
kembali secara tiba-tiba berserta rekaman EEGnya menunjukkan perubahan yang sesuai dengan
perubahan tingkat kesadaran tersebut. Daerah dimana stimulasi listrik menyebabkan timbulnya
kesadaran terdiri dari beberapa inti neuron yang kemudiannya dikenali sebagai sistem retikular.
Sistem retikular mendapat innervasi yang luas dari akson-akson sistem sensorik yang
asendens sehingga boleh dikatakan bahwa daerah ini berada tetap pada keadaan aktif tonik
karena terdapatnya stimulasi dari sistem sensorik yang naik. Oleh karena daerah ini, terutama
pada bagian medial thalamus, didapatkan proyeksi yang meluas ke korteks hemisfer maka timbul
konsep sistem aktivasi retikular (RAS) yang berkerja mengekalkan keadaan sadar. Jika terjadi
inaktivasi RAS akan menyebabkan penurunan kesadaran. Maka, dikenali ARAS atau Ascending
Reticular Activation System.
Batas anatomi dari RAS batang otak bagian atas tidak jelas. Sistem ini tersebar meluas
melalui daerah paramedian pons atas dan tegmentum otak tengah. Pada daerah setinggi thalamus,
jaras juga termasuk paramedian posterior, parafasikular, dan bagian medial dari centormedian
serta nucleus intralaminar bersebelahan dengannya.
Pada batang otak, nukleus dari sistem retikular mendapat kolateral dari traktus
spinothalamikus dan jaras trigeminal-talamus yang kemudian menyebar ke seluruh korteks
serebri, tidak hanya kepada korteks sensorik di lobus parietal. Maka, dapat dilihat bahwa,
rangsangan sensorik tidak hanya membawa informasi dari struktur somatik dan lingkungan tetapi
malah, juga mengaktivasi bagian otak yang berperan pada kesadaran. Korteks serebri tidak hanya
menerima impuls dari ARAS tetapi turut memodulasi informasi yang masuk dari projeksi sistem
retikular.
Neurotransmitter yang berperan pada ARAS antara lain adalah neurotransmitter kolinergik,
monoaminergik dan gamma aminobutyric acid (GABA).
D. Pemeriksaan Penurunan Kesadaran
Secara kuantitatif, kesadaran dapat dinilai dengan menggunakan Glasgow Coma Scale
(GCS). Secara kualitatif, kesadaran dinilai dengan melihat gambaran klinis dari pasien.
GCS memperhatikan tanggapan (respons) penderita terhadap rangsangan dan member nilai
terhadap respon tersebut. Pada pemeriksaan GCS, yang dinilai pada pasien dengan penurunan
kesadaran adalah tiga aspek yaitu aspek Penglihatan/Mata (E), pemeriksaan Motorik (M), dan
respons Verbal (V). Pemeriksaan GCS mempunyai nilai terendah 3 dan nilai tertinggi 15.
a. Membuka mata Nilai
- Spontan 4
- Terhadap bicara (mengarahkan pasien 3
membuka mata)
- Dengan rangsang nyeri 2
- Tidak ada reaksi 1
b. Respons verbal
- Baik dan tidak disorientasi 5
- Kacau 4
- Tidak tepat (kata-kata tidak berupa 3
kalimat)
- Mengerang (tidak ada kata-kata) 2
- Tidak ada jawapan 1
c. Respons motorik
- Menurut perintah 6
- Mengetahui lokasi nyeri 5
- Reaksi menghindar 4
- Reaksi fleksi (dekortikasi) 3
- Reaksi ekstensi (deserebrasi) 2
- Tidak ada reaksi 1
Tabel 1.0 Skala Koma Glasgow
E. Pemeriksan fisik
Pada setiap pasien yang datang dengan penurunan kesadaran, haruslah dilakukan
pemeriksaan yang sistematis untuk mencari penyebab dari penurunan kesadaran yang dialami.
Dengan melakukan pemeriksaan secara sistematis dan tepat. Pemeriksaan pada pasien dengan
penurunan kesadaran harus mencakup: anamnesis, pemeriksaan umum, neurologis dan
laboratorium.
Anamnesis
Pada pasien dengan penurunan kesadaran, biasanya anamnesis didapatkan dengan allo-
anamnesis. Perkara yang paling penting dicari pada anamnesis adalah jangka waktu terjadinya
penurunan kesadaran, kapan terjadinya dan apakah terjadi secara mendadak atau bertahap –
tahap. Ditanyakan juga perkembangan penyakit pasien dari sejak sebelum timbulnya penurunan
kesadaran sampai terjadinya penurunan kesadaran dan apakah terdapat perubahan atau
perkembangan pada penyakit pasien setelah terjadinya penurunan kesadaran. Yang dapat
ditanyakan adalah sebagai berikut :
- Riwayat trauma kepala
- Gangguan konvulsif (kejang), riwayat epilepsy
- Diabetes mellitus, pengobatan hipoglikemia, insulin
- Penyakit ginjal, hati, jantung atau paru
- Perubahan suasana hati pasien (mood), tingkah laku, pikiran, depresi
- Penggunaan obat-obat atau penyalahgunaan zat
- Riwayat alergi, gigitan serangga, syok anafilaktik
- Gejala kelumpuhan, demensia atau gangguan fungsi luhur
- Penyakit terdahulu yang berat serta perawatan di rumah sakit sebelumnya

Pemeriksaan umum
Pemeriksaan umum harus mencakup :
- Gejala vital. Periksalah jalan napas pasien, keadaan respiarasi dan sirkulasi. Pastikan
bahwa jalan nafas terbuka dan pasien dapat bernafas.
- Kulit. Diperhatikan apakah adanya tanda-tanda trauma, stigmata penyakit hati, bekas
suntikan, kulit basah karena keringatan (misalnya pada hipoglikema, syok), kulit kering
(seperti pada koma diabetik), perdarahan (misalnya, demam berdarah, DIC).
- Kepala. Diperhatikan apakah terdapatnya tanda – tanda trauma, hematoma di kulit
kepala, hematoma di sekitar mata, perdarahan di liang telinga dan hidung.
- Pemeriksaan toraks, jantung, paru, abdomen dan ekstremitas

Pemeriksaan neurologis
Pada tiap pasien yang datang dengan penurunan kesadaran atau koma, harus dilakukan
pemeriksaan neurologis. Dengan pemeriksaan neurologis yang baik, diharapkan dapat
mengungkap penyebab dari penuruan kesadaran.
Pemeriksaan paling pertama dan paling mudah dapat dilakukan adalah inspeksi. Dilihat keadaan
sikap penderita sewaktu berbaring, apakah tenang dan santai, yang menandakan bahwa
penurunan kesadaran tidak dalam. Adanya gerak menguap atau menelan merupakan tanda bahwa
penurunan kesadaran tidak dalam. Kelopak mata yang terbuka dan rahang yang kelihatan
“menggantung” merupakan tanda kepada penurunan kesadaran yang dalam. Pemeriksa haruslah
sentiasa ingat bahwa tidak ada batasan yang tegas antara tingkat-tingkat kesadaran. Secara umum
dapat dikatakan bahwa jika kuat rangsangan yang diperlukan untuk membangkitkan respons dari
pasien itu adalah lebih tinggi, maka pasien berada dalam keadaan penurunan kesadaran yang
lebih dalam.
Pada pemeriksaan neurologis pasien dengan penurunan kesadaran dapat dilakukan pemeriksaan :
- Respirasi. Diperhatikan pola pernafasan pasien. Hal ini dapat membantu dalam
menentukan letak tingginya lesi dan kadang-kadang dapat membantu dalam menentukan
jenis gangguan.
Cheyne-Stokes. Pada pola pernafasan Cheyne-Stokes penderita bernafas semakin lama
semakin dalam dan kemudian mendangkal, diikuti dengan fase apneu. Pola pernfasan ini
dapat ditemui pada disfungsi hemisfer bilateral, sedangkan batang otak masih baik. Pola
pernafasan ini juga merupakan tanda dari gangguan metabolic dan gagal jantung. Hal ini
dapat merupakan gejala pertama pada herniasi transtentorial.
Hiperventilasi-Neurogen-Sentral. Pola pernafasan yang cepat dan dalam dengan
frekuensi kira-kira 25 kali per menit. Pada keadaan ini, lesi biasanya berada pada tinggi
tegmentum otak, antara mesensefalon dan pons. Pada pemeriksaan, didapatkan ambang
respirasi rendah, pemeriksaan darah menunjukkan alkalosis respiratorik, PCO2 arterial
rendah, pH meningkat dan tedapat hipoksia ringan. Pemberian oksigen tidak mengubah
pola nafas. Pola pernafasan ini sering didapatkan pada infark mesensefalon-pontin,
anoksia, atau hipoglikemia yang melibatkan daerah ini dan pada kompresi mesensefalon
karena herniasi tentorial.
Apneustik. Pola pernafasan apnestik ditandai dengan inspirasi yang memanjang diikuti
oleh apne pada saat ekspirasi dengan frekuensi 1 – 1 ½ per menit.
Pernafasan kluster. Atau cluster breathing ditandai dengan respirasi yang berkelompok
diikuti oleh apne. Keadaan ini didapatkan apabila terjadinya kerusakan setinggi pons.
Ataksik (ireguler). Pola pernafasan yang tidak teratur baik dalam maupun iramanya.
Kerusakan biasanya setinggi medulla oblongata dan merupakan keadaan preterminal.
Kerusakan yang luas pada batang otak jarang memberikan pola pernafasan yang normal.

Gambar 2.0 Pola pernafasan abnormal pada penurunan kesadaran dan letak tinggi lesi.

- Pupil mata.
Diperhatikan keadaan pupil, bagaimana ukurannya: normal, midriasis atau miosis, apakah
sama besar. Stimulasi saraf simpatik mengakibatkan midriasis,sedangkan stimulasi
parasimpatik menyebabkan miosis. Obat yang menyebabkan miosis ialah stimulator
parasimpatik (contoh: bromide, reserpin, karpin, nikotin) atau inhibitor simpatik (contoh:
kokain, efedrin, adrenalin). Pupul yang masih beraskis menandakan bahwa mesensefalon
belum rusak. Pada penderita koma dengan reaksi kornea dan gerak mata ekstraokuler
yang negative, sedangkan reaksi pupil masih ada, perlu dipikirkan adanya gangguan
metabolic atau intoksikasi obat. Lesi mesensefalon menyebabkan dilatasi pupil yang
tidak bereaksi terhadap cahaya. Pupil melebar satu sisi dan tidak bereaksi menandakan
bahwa adanya tekanan pada N.III yang dapat disebabkan oleh herniasi tentorial (unkus).
Kerusakan pons dapat mengakibatkan pupil yang kecil, yang masih bereaksi terhadap
cahaya terang. Heroin menyebabkan pupil yang kecil.

- Gerakan bola mata.


Untuk pemeriksaan gerak bola mata dilakukan doll’s eye maneuver. Kelopak mata
penderita dibuka dan kepala diputar dari samping kiri ke samping kanan dan sebaliknya,
kemudian ditekuk dan ditengadahkan. Reaksi positif apabila pada pemutaran kepala ke
kanan, mata berdeviasi ke kiri. Mata berdeviasi ke atas apabila leher difleksi. Mata
kemudian dengan cepat kembali ke sikap semula, walaupun kepala masih dalam sikap
terputar atau terfleksi. Reaksi negative apabila bola mata tidak bergerak atau gerakannya
asimetrik; yang dapat dijumpai pada kerusakan pons-mesensefalon. Bila dicurigai adanya
fraktur tulang servikal, tes di atas tidak boleh dilakukan karena boleh memperberat
cedera tulang belakang dan menyebabkan kerusakan medulla spinalis.

- Funduskopi.
Pada pemeriksaan funduskopik diperhatikan keadaan papil, apakah edema, perdarahan
dan eksudasi serta bagaimana keadaan pembuluh darah. Tekanan intracranial yang
meninggi, menyebabkan terjadinya edema papil. Pada perdarahan subarachnoid dapat
dijumpai perdarahan subhialoid.

- Motorik
Perhatikan adanya gerakan pasien, apakah asimetrik (paresis). Gerakan mioklonik dapat
dijumpai pada ensefalopati metabolic (misalnya gagal hepar, uremia, hipoksia), demikian
juga gerak asteriksis. Kejang multifocal dapat dijumpai pada gangguan metabolik. Sikap
dekortikasi (lengan fleksi, tungkai ekstensi) menandakan lesi yang dalam pada hemsifer
atau tepat pada mesensefalon. Sikap deserebrasi (lengan ekstensi, aduksi dan endorotasi,
tungkai dalam sikap ekstensi) dijumpai pada lesi batang otak bagian atas, antara nucleus
ruber dan nucleus vestibular.

Table 2.0 Pemeriksaan pada tahap koma

Pemeriksaan penunjang
Dilakukan untuk mendeteksi apakah adanya gangguan metabolic misalnya hipoglikemia,
hiperkalsemia, koma diabetic, uremia, gagal hepar dan gangguan elektrolit lainnya. Bila ada
fasilitas, dapat dilakukan pemeriksaan CT-scan untuk mendeteksi ganguan serebral. Antara
pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah;
- Pemeriksaan gas darah, berguna untuk melihat oksigenisasi dalam darah dan juga menilai
keseimbangan asam basa.
- Pemeriksaan darah, meliputi pemeriksaan darah perifer lengkap, keton, faal hati, faal
ginjal dan elektrolit.
- Pemeriksaan toksikologi dari bahan urine dan bilasan lambung.
- Pemeriksaan khusus meliputi pungsi lumbal apabila tidak ada kontraindikasi, CT-scan,
EEG, EKG, foto toraks dan foto kepala.

F. Penatalaksanaan
Tindakan pertama yang paling penting pada pasien yang dating dengan penurunan
kesadaran bukanlah mencari penyebab dari penurunan kesadarannya melainkan menjaga
stabilitas pasien agar tidak terjadi suatu keadaan yang membahayakan nyawa

Penatalaksanaan emergensi.
i. Airway. Pastikan patensi dari saluran napas dan ventilasi dan sirkulasi yang cukup.
Jika terdapat sumbatan, bebaskan jalan napas. Lakukan intubasi jika perlu. Pada keadaan
dimana diduga adanya trauma spinal, maka leher tidak boleh digerakkan. Ventilasi dapat
dilakukan dengan trakeostomi. Sirkulasi di nilai dengan pemeriksaan nadi dan tekanan
darah. Gangguan pada sirkulasi dapat diperbaiki dengan pemberian cairan i.v, obat
vasopressor atau anti-aritmia sesuai indikasi.
ii. Ambil darah untuk pemeriksaan laboratorium
Diperiksa kadar glukosa darah dan elektrolit, fungsi hepar, fungsi renal dan hitung jenis.
iii. Infus dan berikan dektrosa, thiamine dan nalokson
Pasien yang dating dengan coma harus mendapatkan dekstrosa 25% iv, dalam bentuk 50
ml larutan dekstrosa 50% untuk mengobat kemungkinan koma hipoglikemi. Oleh karena
pemberian dekstrosa dapat memperburuk atau menimbulkan ensefalopati Wernicke,
maka tiap pasien koma turut diberikan 100 mg tiamin secara i.v. Untuk mengobati
kemungkinan intoksikasi opioid diberikan nalokson 0,4 – 1,2 mg secara i.v.
iv. Ambil sampel darah arteri untuk analisa gas darah dan pH
v. Lakukan penatalaksanaan kejang, jika ada.
Pada keadaan dimana timbulnya kejang yang persisten atau berulang pada pasien koma,
dianggap sebagai status epileptikus dan harus diberikan tatalaksana yang sesuai.

Bagi tatalaksana penurunan kesadaran, adalah penting untuk menentukan penyebab dari
penurunan kesadaran sehingga penatalaksanaan dapat dilakukan dengan lebih terarah terhadap
penyebab utama.
STROKE

A. DEFINISI
Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara fokal
maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan yang menetap lebih dari 24
jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular (WHO 1983). Stroke pada prinsipnya terjadi
secara tiba-tiba karena gangguan pembuluh darah otak (perdarahan atau iskemik), bila karena
trauma maka tak dimasukkan dalam kategori stroke, tapi bila gangguan pembuluh darah otak
disebabkan karena hipertensi, maka dapat disebut stroke.

B. ETIOLOGI
Penyebab stroke antara lain adalah aterosklerosis (trombosis), embolisme, hipertensi
yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur aneurisme sakular. Stroke biasanya
disertai satu atau beberapa penyakit lain seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak
dalam darah, diabetes mellitus atau penyakit vascular perifer.

C. KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik maupun
stroke hemorragik.
a. stroke iskemik
yaitu penderita dengan gangguan neurologik fokal yang mendadak karena obstruksi atau
penyempitan pembuluh darah arteri otak dan menunjukkan gambaran infark pada CT-
Scan kepala. Aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol
pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh
darah ke otak. Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang
menuju ke otak.
Macam – macam stroke iskemik :
i. TIA
didefinisikan sebagai episode singkat disfungsi neurologis yang disebabkan
gangguan setempat pada otak atau iskemi retina yang terjadi dalam waktu kurang
dari 24 jam, tanpa adanya infark, serta meningkatkan resiko terjadinya stroke di
masa depan.
ii. RIND
Defisit neurologis lebih dari 24 jam namun kurang dari 72 jam
iii. Progressive stroke
iv. Complete stroke
v. Silent stroke

b. stroke hemorragik
Pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah
merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya contoh perdarahan
intraserebral, perdarahan subarachnoid, perdarahan intrakranial et causa AVM. Hampir
70 persen kasus stroke hemorrhagik terjadi pada penderita hipertensi.

D. FAKTOR RESIKO
1. Hipertensi
Kenaikan tekanan darah 10 mmHg saja dapat meningkatkan resiko terkena stroke
sebanyak 30%. Hipertensi berperanan penting untuk terjadinya infark dan perdarah-an otak
yang terjadi pada pembuluh darah kecil.
2. Penyakit Jantung
Pada penyelidikan di luar negeri terbukti bahwa gangguan fungsi jantung secara
bermakna meningkatkan kemungkinan terjadinya stroke tanpa tergantung derajat tekanan
darah.
Penyakit jantung tersebut antara lain adalah Penyakit katup jantung, Atrial fibrilasi,
Aritmia, Hipertrofi jantung kiri (LVH).
3. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus merupakan faktor resiko untuk terjadinya infark otak, sedangkan
peranannya pada perdarahan belum jelas. Diduga DM mempercepat terjadinya proses
arteriosklerosis, biasa dijumpai arteriosklerosis lebih berat, lebih tersebar dan mulai lebih
dini.
4. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terkena stroke empat kali lipat, hal ini berlaku untuk
semua jenis rokok (sigaret, cerutu atau pipa) dan untuk semua tipe stroke terutama
perdarahan subarachnoid dan stroke infark, merokok mendorong terjadinya atherosclerosis
yang selanjutnya memprofokasi terjadinya thrombosis arteri.
5. Riwayat keluarga.
Kelainan keturunan sangat jarang meninggalkan stroke secara langsung, tetapi gen sangat
berperan besar pada beberapa factor risiko stroke, misalnya hipertensi, penyakit jantung,
diabetes dan kelainan pembuluh darah. Riwayat stroke dalam keluarga terutama jika dua
atau lebih anggota keluarga pernah menderita stroke pada usia 65 tahun.
6. Obat-obatan yang dapat menimbulkan addiksi (heroin, kokain, amfetamin) dan obat-obatan
kontrasepsi, dan obat-obatan hormonal yang lain, terutama pada wanita perokok atau dengan
hipertensi.
7. Kelainan-kelainan hemoreologi darah, seperti anemia berat, polisitemia, kelainan
koagulopati, dan kelainan darah lainnya.
8. Beberapa penyakit infeksi, misalnya lues, SLE, herpes zooster, juga dapat merupakan faktor
resiko walaupun tidak terlalu tinggi frekuensinya.

E. PATOFISIOLOGI
Trombosis (penyakit trombo – oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling sering.
Arteriosclerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis
selebral. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi, sakit kepala adalah awitan yang tidak umum.
Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum
lainnya. Secara umum trombosis serebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara
sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis
berat pada beberapa jam atau hari.
Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima arteria besar.
Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis dan berserabut , sedangkan sel – sel ototnya
menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian
terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat –
tempat yang melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat – tempat khusus tersebut.
Pembuluh – pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang adalah
sebagai berikut : arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya
intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka
sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan melepasakan
enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat
terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria
itu akan tersumbat dengan sempurna
1. Embolisme. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita
trombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung,
sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit
jantung. Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya
embolus akan menyumbat bagian – bagian yang sempit.. tempat yang paling sering
terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi media, terutama bagian atas.
2. Perdarahan serebri : perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab
utama kasus GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak) dan merupakan sepersepuluh dari
semua kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteri
serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan /atau subaraknoid, sehingga
jaringan yang terletak di dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini mengiritasi
jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteria di sekitar perdarahan.
Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisper otak dan sirkulus wilisi. Bekuan darah
yang semula lunak menyerupai selai merah akhirnya akan larut dan mengecil. Dipandang
dari sudut histologis otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan
mengalami nekrosis.

F. GEJALA KLINIS
Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan
kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Kemudian stroke menjadi bertambah
buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati
(stroke in evolution). Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan
periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau terjadi beberapa
perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak yang terkena.
Beberapa gejala stroke berikut:
 Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
 Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
 Kesulitan menelan.
 Kesulitan menulis atau membaca.
 Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk, batuk,
atau kadang terjadi secara tiba-tiba.
 Kehilangan koordinasi.
 Kehilangan keseimbangan.
 Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan
salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik.
 Mual atau muntah.
 Kejang.
 Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi, baal atau
kesemutan.
 Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.

G. DIAGNOSIS
Stroke adalah suatu keadaan emergensi medis. Setiap orang yang diduga mengalami
stroke seharusnya segera dibawa ke fasilitas medis untuk evaluasi dan terapi.
Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non hemoragis. antara
keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan
penilaian dengan skor stroke, dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah berikutnya adalah
menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke hemoragis atau stroke non
hemoragis. Untuk keperluan tersebut, pengambilan anamnesis harus dilakukan seteliti
mungkin.Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti
tertulis pada tabel di bawah ini.
Tabel. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan anamnesis

2. Pemeriksaan klinis neurologis


Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila dibandingkan antara
keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 2. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark berdasarkan tanda-tandanya.


3. Algoritma dan penilaian dengan skor stroke.
Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain dengan :
3.a.Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada

Gambar. Algoritma Stroke Gadjah Mada


3.b. Penetapan jenis stroke berdasarkan Djoenaedi stroke score
Tabel. Djoenaedi Stroke Score

Bila skor > 20 termasuk stroke hemoragik, skor < 20 termasuk stroke non-
hemoragik. Ketepatan diagnostik dengan sistim skor ini 91.3% untuk stroke hemoragik,
sedangkan pada stroke non-hemoragik 82.4%. Ketepatan diagnostik seluruhnya 87.5%
Terdapat batasan waktu yang sempit untuk menghalangi suatu stroke akut dengan
obat untuk memperbaiki suplai darah yang hilang pada bagian otak. Pasien memerlukan
evaluasi yang sesuai dan stabilisasi sebelum obat penghancur bekuan darah apapun dapat
digunakan.
3.c. Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score
Tabel. Siriraj Stroke Score (SSS)

Catatan : 1. SSS> 1 = Stroke hemoragik


2. SSS < -1 = Stroke non hemoragik

4. Pemeriksaan Penunjang
Tabel. Perbedaan jenis stroke dengan menggunakan alat bantu.
Tabel. Gambaran CT-Scan Stroke Infark dan Stroke Hemoragik

Tabel. Karakteristik MRI pada stroke hemoragik dan stroke infark


H. PENATALAKSANAAN
Terapi dibedakan pada fase akut dan pasca fase akut.
1. Fase Akut (hari ke 0-14 sesudah onset penyakit)
Sasaran pengobatan ialah menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai mati,
dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tak mengganggu/mengancam fungsi otak.
Tindakan dan obat yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak
justru berkurang. Sehingga perlu dipelihara fungsi optimal dari respirasi, jantung, tekanan darah
darah dipertahankan pada tingkat optimal, kontrol kadar gula darah (kadar gula darah yang tinggi
tidak diturunkan dengan derastis), bila gawat balans cairan, elektrolit, dan asam basa harus terus
dipantau.
Pengobatan yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan mortalitas dan mengurangi
kecacatan. Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki aliran darah ke otak secepat
mungkin dan melindungi neuron dengan memotong kaskade iskemik. Pengelolaan pasien stroke
akut pada dasarnya dapat di bagi dalam :
1. Pengelolaan umum, pedoman 5 B
- Breathing
- Blood
- Brain
- Bladder
- Bowel
2. Pengelolaan berdasarkan penyebabnya
• Stroke iskemik
• Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
• Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)
• Proteksi neuronal/sitoproteksi
• Stroke Hemoragik
• Pengelolaan konservatif
• Perdarahan intra serebral
• Perdarahan Sub Arachnoid
• Pengelolaan operatif
3. Pengelolaan berdasarkan penyebabnya
2.a. Stroke iskemik
- Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
- Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)
- Proteksi neuronal/sitoproteksi
2.b. Stroke Hemoragik
- Pengelolaan konservatif Perdarahan Intra Serebral
- Pengelolaan konservatif Perdarahan Sub Arahnoid
- Pengelolaan operatif

2. Fase Pasca Akut


Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan tindakan rehabilitasi
penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.

I. PROGNOSIS
Ada sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih dapat sembuh secara sempurna
asalkan ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu. Hal ini penting agar penderita
tidak mengalami kecacatan. Kalaupun ada gejala sisa seperti jalannya pincang atau berbicaranya
pelo, namun gejala sisa ini masih bisa disembuhkan.
Sayangnya, sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72 jam setelah
terjadinya serangan. Bila demikian, tindakan yang perlu dilakukan adalah pemulihan. Tindakan
pemulihan ini penting untuk mengurangi komplikasi akibat stroke dan berupaya mengembalikan
keadaan penderita kembali normal seperti sebelum serangan stroke.
Upaya untuk memulihkan kondisi kesehatan penderita stroke sebaiknya dilakukan
secepat mungkin, idealnya dimulai 4-5 hari setelah kondisi pasien stabil. Tiap pasien
membutuhkan penanganan yang berbeda-beda, tergantung dari kebutuhan pasien. Proses ini
membutuhkan waktu sekitar 6-12 bulan.
BAB III
DISKUSI

Pasien seorang perempuan, berusia 65 tahun datang ke IGD RSUD Arosuka tanggal 10
Oktober 2018 diantar oleh keluarga dengan keluhan utama penurunan kesadaran sejak 30 menit
SMRS. Menurut keterangan keluarga, sebelum kejadian, pasien sedang mengunjungi keluarga
lainnya dan sedang berbincang-bincang seketika pasien tidak sadarkan diri, 2 tahun yang lalu
pasien pernah dirawat dengan penyakit stroke. Pasien dikenali memiliki riwayat penyakit
hipertensi namun tidak terkontrol. Keluhan disertai dengan demam, mual dan muntah, BAK dan
BAB biasa.
Pada pemeriksaan fisik pertama saat pasien masuk didapatkan keadaan umum berat, GCS
5, E1 M2 V2, tekanan darah 205/113 mmHg, frekuensi nadi reguler 73 x/ menit, nafas 36 x/
menit, SpO2 87% dan diberikan O2 dengan NRM 15 L/i, SpO2 menjadi 100% , suhu 36,6°C.
pulmo : rhonki-/-, wheezing -/-. Cor : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-), peningkatan JVP (+),
akral hangat, crt<2 detik dan odem pretibial (+/+). Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan
hemoglobin, leukosit, hematokrit dan trombosit dalam batas normal.
Berdasarkan anamnesa dimana pasien mengalami penurunan kesadaran sejak 30 menit
SMRS, penurunan kesadaran terjadi saat sedang beraktifits, faktor resiko pasien yaitu riwayat
hipertensi yang tidak terkontrol, serta dari pemeriksaan fisik dan penunjang dapat ditegakkan
diagnosa Stroke Hemoragic pada pasien.

Pembahasan
Berdasarkan literatur, dikatakan Stroke adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi
serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung cepat, berlangsung lebih dari
24 jam, atau berkhir dengan maut, tanpa ditemukan penyebab selain daripada gangguan vaskular.
Sementara Stroke hemoragic adalah terjadi akibat pecahnya salah satu pembuluh darah didalam
otak atau pecahnya aneursima otak yang menybabkan edema otak dan meningkatkan tekanan
intrakranial yang berujung pada herniasi otak dan kematian.
Hal ini sesuai dengan apa yang dialami oleh keluarga pasien, bahwasanya pasien datang
dengan keadaan penurunan kesadaran secara mendadak saat sedang beraktifitas yaitu sekitar 30
menit SMRS. Menurut keterangan keluarga pasien 2 tahun yang lalu pasien mengalami penyakit
stroke dan pernah dirawat, serta memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol. Penyebab
pasien serangan stroke saat ini bisa disebebkan oleh pecahnya aneurisma yang ada didalam otak
yang disebabkan karena serangan stroke 2 tahun yang lalu dan riawayat hipertensi yang dialami
oleh pasien.
Pasien dirawat diberikan tindakan resusitasi di IGD diberikan tindakan berupa IVFD RL
12 jam /kolf, O2 via NRM 10 L/I, Inj Ranitidine 2 x 1 Amp, Drip Nicardipin sesuai protap, jika
TD < 160 stop Nicardipin, pasang NGT dan folley catheter untuk balance cairan, Paracetamol 3
x 500 mg k/p, diet MC 6 x 200 cc, dan acc rawat ICU. Pada tanggal 13 Oktober 2018 pukul
06.45 wib pasien dilaporkan apnea (henti nafas), refelek cahaya (-/-), pupil dilatsi, dilakukan
EKG didapatkan asistole, keluarga pasien menolak untuk tindakan RJP, pukul 06.55 wib pasien
dinyatakan meninggal.
Penyebeb kematian pasien adalah akibat GPDO (gangguan perdaraha otak). Dari segi
klinis GPDO dibagi menjadi TIA, Stroke Iskemik, Stroke Hemoragic, dan GDPO lainya. Pada
pasien ini lebih disebabkan oleh penyakit medis yang dialami pasien yaitu Stroke Hemoragic.
Berdasarka Siriraj Score pasien 8 yaitu lebih dari 1 berarti curiga Stroke Hemoragic, pasien juga
memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkonrtol.
Hal ini bisa disbebkan oleh pecahnya aneurisma yang ada di dalam otak, dimana
aneurisma tersebut kemungkinan terbentuk 2 tahun yang lalu saat pasien serangan stroke
pertama, ditambah pasien memliki riwayat hipertensi, dimana hipertensi yang dialami pasien
menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah termasuk pembuluh darah di otak, pembuluh
darah otak menjadi lemah dan menipis sehingga mudah pecah.
Pecahnya pembuluh darah atau pecahnya aneurisma di otak pasien menyebabkan
perdarahan didalam otak juga menyebabkan edema otak dan meningkatkan tekanan intracranial
sehingga menyebabkan herniasi otak. Akibat herniasi tersebut terjadi penekanan pada batang
otak pasien salah satunya pons. Pons terletak di atas medulla oblongata dan di bawah otak
tengah. Pons sendiri berfungsi sebagai pengendali pusat pernafasan, akibat tertekannya pons
tersebut menyebabkan pasien mengalami henti nafas dan gagal nafas sehingga menyababkan
kematian pada pasien. Dapat disimpulkan bahwa penyebab kematian pasien adalah Gagal Nafas
ec Herniasi Otak ec Stroke Hemoragic.
DAFTAR PUSTAKA

Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010.[diunduh dari:


http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]

Rohkamm, Reinhard. Color Atlas of Neurology. Edisi 2. BAB 3. Neurological Syndrome.


George Thieme Verlag: German, 2003.

Tsementzis, Sotirios. A Clinician’s Pocket Guide: Differential Diagnosis in Neurology and


Neurosurgery. George Thieme Verlag: New York, 2000.

Sjahrir, Hasan. Stroke Iskemik. Yandira Agung: Medan, 2003

Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor’s Principles of Neurology. Edisi 8. BAB 4. Major
Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease. McGraw Hill: New York,
2005.

Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York. Thieme


Stuttgart. 2000.

Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta, 2007.

Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6. EGC, Jakarta. 2006.
Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline Stroke
2007.Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.
Harsono, 1996, Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi 1, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Islam, Mohammad Saiful, 1998, Stroke: Diagnosis Dan Penatalaksanaannya, Lab/SMF
Ilmu Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
Mardjono M., Sidharta P., 1981, Neurologi Klinis Dasar, PT Dian Rakyat, Jakarta.
Price S.A., Wilson L.M., 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4,
Buku II, EGC, Jakarta.
Widjaja, Linardi, 1993, Patofisiologi dan Penatalaksanaan Stroke, Lab/UPF Ilmu Penyakit
Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

You might also like