You are on page 1of 39

5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Puskesmas
2.1.1. Definisi Puskesmas
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota
yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu
wilayah kerja (Kemenkes RI No. 128 Tahun 2004).
1. Unit Pelaksana Teknis
Sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (UPTD),
puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis
operasional Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan merupakan unit pelaksana
tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia.
2. Pembangunan Kesehatan
Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa
Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
optimal.
3. Penanggungjawab Penyelenggaraan
Penanggungjawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan
kesehatan di wilayah kabupaten/kota adalah Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, sedangkan puskesmas bertanggungjawab hanya sebagian
upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota sesuai dengan kemampuannya.
4. Wilayah Kerja
Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan, tetapi
apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari dari satu puskesmas, maka
tanggungjawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas, dengan
memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW).
Masing-masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggungjawab
langsung kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Kemenkes RI No. 128
tahun 2004).
6

Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan


upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat
pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah
kerjanya (Permenkes RI no. 75 Tahun 2014).
Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan
untuk mewujudkan masyarakat yang:
1. Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat;
2. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu
3. Hidup dalam lingkungan sehat; dan
4. Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat.
(Permenkes RI No. 75 Tahun 2014).

2.1.2. Visi
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas
adalah tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat.
Kecamatan Sehat adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang
ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup
dalam lingkungan dan berperilaku sehat, memiliki kemampuan untuk
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta
memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
7

Indikator Kecamatan Sehat yang ingin dicapai mencakup 4 indikator


utama yakni:
1. Lingkungan sehat
2. Perilaku sehat
3. Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu
4. Derajat kesehatan penduduk kecamatan.

Rumusan visi untuk masing-masing puskesmas harus mengacu pada visi


pembangunan kesehatan puskesmas di atas yakni terwujudnya Kecamatan
Sehat, yang harus sesuaidengan situasi dan kondisi masyarakat serta wilayah
kecamatan setempat (Kemenkes RI No. 128 Tahun 2004).

2.1.3. Misi
Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas
adalah mendukungtercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Misi
tersebut adalah:
1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya.
Puskesmas akan selalu menggerakkan pembangunan sektor lain yang
diselenggarakan di wilayah kerjanya, agar memperhatikan aspek kesehatan,
yakni pembangunan yang tidak menimbulkan dampak negatif terhadap
kesehatan, setidak-tidaknya terhadap lingkungan dan perilaku masyarakat.
2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di
wilayah kerjanya. Puskesmas akan selalu berupaya agar setiap keluarga dan
masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya makin berdaya di
bidang kesehatan, melalui peningkatan pengetahuan dan kemampuan menuju
kemandirian untuk hidup sehat.
3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. Puskesmas akan selalu berupaya
menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar dan
memuaskan masyarakat, mengupayakan pemerataan pelayanan kesehatan
serta meningkatkan efisiensi pengelolaan dana sehingga dapat dijangkau
oleh seluruh anggota masyarakat.
4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan
masyarakat berserta lingkungannya. Puskesmas akan selalu berupaya
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan
penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat
yang berkunjung dan yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya, tanpa
8

diskriminasi dan dengan menerapkan kemajuan ilmu dan teknologi


kesehatan yang sesuai. Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang
dilakukan puskesmas mencakup pula aspek lingkungan dari yang
bersangkutan. (Kemenkes RI No. 128 Tahun 2004).

2.1.4. Upaya Kesehatan Puskesmas


Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas,
yakni terwujudnya Kecamatan Sehat Menuju Indonesia Sehat, puskesmas
bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya
kesehatan masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari sistem kesehatan
nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan
tersebut dikelompokkan menjadi dua yakni:
1. Upaya Kesehatan Wajib
Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan
komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit
tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan
wajib ini harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas yang ada di wilayah
Indonesia.
Upaya kesehatan wajib tersebut adalah:
a. Upaya Promosi Kesehatan
b. Upaya Kesehatan Lingkungan
c. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana
d. Upaya Perbaikan Gizi
e. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular.
f. Upaya Pengobatan.

2. Upaya Kesehatan Pengembangan


Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang ditetapkan
berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta
yang disesuaikan dengan kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan
pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok puskesmas yang
telah ada, yakni:
a. Upaya Kesehatan Sekolah
b. Upaya Kesehatan Olah Raga
c. Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat
d. Upaya Kesehatan Kerja
e. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
9

f. Upaya Kesehatan Jiwa


g. Upaya Kesehatan Mata
h. Upaya Kesehatan Usia Lanjut
i. Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional.

Upaya laboratorium medis dan laboratorium kesehatan masyarakat serta


upaya pencatatan dan pelaporan tidak termasuk pilihan karena ketiga upaya ini
merupakan pelayanan penunjang dari setiap upaya wajib dan upaya
pengembangan puskesmas.
Perawatan kesehatan masyarakat merupakan pelayanan penunjang, baik upaya
kesehatan wajib maupun upaya kesehatan pengembangan. Apabila perawatan
kesehatan masyarakat menjadi permasalahan spesifik di daerah tersebut, maka
dapat dijadikan sebagai salah satu upaya kesehatan pengembangan.
Upaya kesehatan pengembangan puskesmas dapat pula bersifat upaya
inovasi, yakni upaya lain di luar upaya puskesmas tersebut di atas yang sesuai
dengan kebutuhan. Pengembangan dan pelaksanaan upaya inovasi ini adalah
dalam rangka mempercepat tercapainya visi puskesmas.
Pemilihan upaya kesehatan pengembangan ini dilakukan oleh
puskesmas bersama Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan
mempertimbangkan masukan dari BPP. Upaya kesehatan pengembangan
dilakukan apabila upaya kesehatan wajib puskesmas telah terlaksana secara
optimal, dalam arti target cakupan serta peningkatan mutu pelayanan telah
tercapai. Penetapan upaya kesehatan pengembangan pilihan puskesmas ini
dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dalam keadaan tertentu,
upaya kesehatan pengembangan puskesmas dapat pula ditetapkan sebagai
penugasan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Apabila puskesmas belum mampu menyelenggarakan upaya kesehatan
pengembangan, padahal menjadi kebutuhan masyarakat, maka Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota bertanggunjawab dan wajib menyelenggarakannya. Untuk itu
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota perlu dilengkapi dengan berbagai unit
fungsional lainnya.
Dalam keadaan tertentu, masyarakat membutuhkan pula pelayanan
rawat inap. Untuk ini di puskesmas dapat dikembangkan pelayanan rawat inap
tersebut, yang dalam pelaksanaannya harus memperhatikan berbagai
persyaratan tenaga, sarana dan prasarana sesuai standar yang telah ditetapkan.
Lebih lanjut, di beberapa daerah tertentu telah muncul pula kebutuhan
10

masyarakat terhadap pelayanan medik spesialistik. Dalam keadaan ini, apabila


ada kemampuan, di puskesmas dapat dikembangkan pelayanan medik
spesialistik tersebut, baik dalam bentuk rawat jalan maupun rawat inap.
Keberadaan pelayanan medik spesialistik di puskesmas hanya dalam rangka
mendekatkan pelayanan rujukan kepada masyarakat yang membutuhkan. Status
dokter dan atau tenaga spesialis yang bekerja di puskesmas dapat sebagai
tenaga konsulen atau tenaga tetap fungsional puskesmas yang diatur oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
Perlu diingat meskipun puskesmas menyelenggarakan pelayanan medik
spesialistik dan memiliki tenaga medis spesialis, kedudukan dan fungsi
puskesmas tetap sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama yang
bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan dan
pelayaan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya. (Kemenkes RI No. 128
Tahun 2004).
Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama meliputi upaya kesehatan
masyarakat esensial dan upaya kesehatan masyarakat pengembangan.
a. Upaya kesehatan masyarakat esensial meliputi:
pelayanan promosi kesehatan;
b. pelayanan kesehatan lingkungan;
c. Pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana;
d. Pelayanan gizi

Upaya kesehatan masyarakat esensial harus diselenggarakan oleh setiap


Puskesmas untuk mendukung pencapaian standar pelayanan minimal
kabupaten/kota bidang kesehatan.
Upaya kesehatan masyarakat pengembangan merupakan upaya
kesehatan masyarakat yang kegiatannya memerlukan upaya yang sifatnya
inovatif dan/atau bersifat ekstensifikasi dan intensifikasi pelayanan, disesuaikan
dengan prioritas masalah kesehatan, kekhususan wilayah kerja dan potensi
sumber daya yang tersedia di masing-masing Puskesmas. Upaya kesehatan
masyarakat tingkat pertama yang dapat dilakukan oleh Puskesmas merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini (Permenkes RI no. 75
Tahun 2014). Upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama dilaksanakan
dalam bentuk sebagai berikut.
a. Rawat jalan;
b. Pelayanan gawat darurat;
c. Pelayanan satu hari (one day care);
11

d. Home care; dan/atau


e. Rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan.
(Permenkes RI No. 75 Tahun 2014).

Upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama dilaksanakan sesuai


dengan standar prosedur operasional dan standar pelayanan (Permenkes RI no.
75 Tahun 2014).

2.1.5. Azas Penyelenggaraan Puskesmas


Penyelenggaraan upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan
pengembangan harus menerapkan azas penyelenggaraan puskesmas secara
terpadu. Azas penyelenggaraan puskesmas tersebut dikembangkan dari ketiga
fungsi puskesmas. Dasar pemikirannya adalah pentingnya menerapkan prinsip
dasar dari setiap fungsi puskesmas dalam menyelenggarakan setiap upaya
puskesmas, baik upaya kesehatan wajib maupun upaya kesehatan
pengembangan. Azas penyelenggaraan puskesmas yang dimaksud adalah:
1. Azas Pertanggung Jawaban
Azas penyelenggaraan puskesmas yang pertama adalah
pertanggungjawaban wilayah. Dalam arti puskesmas bertanggungjawab
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang bertempat tinggal di
wilayah kerjanya. Untuk ini puskesmas harus melaksanakan berbagai
kegiatan, antara lain sebagai berikut:
a. Menggerakkan pembangunan berbagai sektor tingkat kecamatan,
sehingga berwawasan kesehatan
b. Memantau dampak berbagai upaya pembangunan terhadap kesehatan
masyarakat di wilayah kerjanya
c. Membina setiap upaya kesehatan strata pertama yang diselenggarakan
oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya
d. Menyelenggarakan upaya kesehatan strata pertama (primer) secara
merata dan terjangkau di wilayah kerjanya.
Diselenggarakannya upaya kesehatan strata pertama oleh puskesmas
pembantu, puskesmas keliling, bidan di desa serta berbagai upaya
kesehatan di luar gedung puskesmas lainnya (outreach activities) pada
dasarnya merupakan realisasi dari pelaksanaan azas pertanggungjawaban
12

wilayah (Kemenkes RI No. 128 Tahun 2004).

2. Azas Pemberdayaan Masyarakat


Azas penyelenggaraan puskesmas yang kedua adalah pemberdayaan
masyarakat. Dalam arti puskesmas wajib memberdayakan perorangan,
keluarga dan masyarakat, agar berperan aktif dalam penyelenggaraan setiap
upaya puskesmas. Untuk ini, berbagai potensi masyarakat perlu dihimpun
melalui pembentukkan Badan Penyantun Puskesmas (BPP). Beberapa
kegiatan yang harus dilaksanakan oleh puskesmas dalam rangka
pemberdayaan masyarakat antara lain sebagai berikut.
a. Upaya kesehatan ibu dan anak: posyandu, polindes, Bina Keluarga
Balita (BKB)
b. Upaya pengobatan: posyandu, Pos Obat Desa (POD)
c. Upaya perbaikan gizi: posyandu, panti pemulihan gizi, Keluarga Sadar
Gizi (Kadarzi)
d. Upaya kesehatan sekolah: dokter kecil, penyertaan guru dan orang
tua/wali murid, Saka Bakti Husada (SBH), Pos Kesehatan Pesantren
(Poskestren)
e. Upaya kesehatan lingkungan: Kelompok Pemakai Air (Pokmair), Desa
Percontohan Kesehatan Lingkungan (DPKL)
f. Upaya kesehatan usia lanjut: posyandu usila, panti wreda
g. Upaya kesehatan kerja: Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK)
h. Upaya kesehatan jiwa: posyandu, Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa
Masyarakat (TPKJM)
i. Upaya pembinaan pengobatan tradisional: Taman Obat Keluarga
(TOGA), Pembinaan Pengobat Tradisional (Battra) Upaya pembiayaan
dan jaminan kesehatan (inovatif): dana sehat, Tabungan Ibu Bersalin
(Tabulin), mobilisasi dana keagamaan (Kemenkes RI No. 128 Tahun
2004).

3. Azas Keterpaduan
Azas penyelenggaraan puksesmas yang ketiga adalah keterpaduan.
Untuk mengatasi keterbatasan sumberdaya serta diperolehnya hasil yang
optimal, penyelenggaraan setiap upaya puskesmas harus diselenggarakan
secara terpadu, jika mungkin sejak dari tahap perencanaan. Ada dua macam
keterpaduan yang perlu diperhatikan, yakni:
a. Keterpaduan lintas program
13

Keterpaduan lintas program adalah upaya memadukan penyelenggaraan


berbagai upaya kesehatan yang menjadi tanggungjawab puskesmas.
Contoh keterpaduan lintas program antara lain:
i. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS): keterpaduan KIA
dengan P2M, gizi, promosi kesehatan, pengobatan
ii. Upaya Kesehatan Sekolah (UKS): keterpaduan kesehatan
lingkungan dengan promosi kesehatan, pengobatan, kesehatan gigi,
kesehatan reproduksi remaja dan kesehatan jiwa
iii. Puskesmas keliling: keterpaduan pengobatan dengan KIA/KB, gizi,
promosi kesehatan, kesehatan gigi
iv. Posyandu: keterpaduan KIA dengan KB, gizi P2M, kesehatan jiwa,
promosi kesehatan.

b. Keterpaduan lintas sektor


Keterpaduan lintas sektor adalah upaya memadukan penyelenggaraan upaya
puskesmas (wajib, pengembangan dan inovasi) dengan berbagai
program dari sector terkait tingkat kecamatan, termasuk organisasi
kemasyarakatan dan dunia usaha. Contoh keterpaduan lintas sektor
antara lain sebagai berikut.
i. Upaya Kesehatan Sekolah: keterpaduan sektor kesehatan dengan
camat, lurah/kepala desa, pendidikan, agama
ii. Upaya promosi kesehatan: keterpaduan sektor kesehatan dengan
camat, lurah/kepala desa, pendidikan, agama, pertanian
iii. Upaya kesehatan ibu dan anak: keterpaduan sektor kesehatan
dengan camat, lurah/kepala desa, organisasi profesi, organisasi
kemasyarakatan, PKK, PLKB
iv. Upaya perbaikan gizi: keterpaduan sektor kesehatan dengan amat,
lurah/kepala desa, pertanian, pendidikan, agama, koperasi, dunia
usaha, PKK, PLKB
v. Upaya pembiayaan dan jaminan kesehatan: keterpaduan sektor
kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, tenaga kerja, koperasi,
dunia usaha, organisasi kemasyarakatan
vi. Upaya kesehatan kerja: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat,
lurah/kepala desa, tenaga kerja, dunia usaha (Kemenkes RI No. 128
Tahun 2004).

4. Azas Rujukan
14

Azas penyelenggaraan puskesmas yang keempat adalah rujukan.


Sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama, kemampuan yang
dimiliki oleh puskesmas terbatas. Padahal puskesmas berhadapan langsung
dengan masyarakat dengan berbagai permasalahan kesehatannya. Untuk
membantu puskesmas menyelesaikan berbagai masalah kesehatan tersebut
dan juga untuk meningkatkan efisiensi, maka penyelenggaraan setiap
upaya puskesmas (wajib, pengembangan dan inovasi) harus ditopang oleh
azas rujukan.
Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggungjawab atas kasus
penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal
balik, baik secara vertikal dalam arti satu strata sarana pelayanan kesehatan
ke strata sarana pelayanan kesehatan lainnya, maupun secara horisontal
dalam arti antar sarana pelayanan kesehatan yang sama. Sesuai dengan
jenis upaya kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas ada dua
macam rujukan yang dikenal, yakni:
a. Rujukan upaya kesehatan perorangan
Cakupan rujukan pelayanan kesehatan perorangan adalah kasus penyakit.
Apabila suatu puskesmas tidak mampu menanggulangi satu kasus
penyakit tertentu, maka puskesmas tersebut wajib merujuknya ke sarana
pelayanan kesehatan yang lebih mampu (baik horisontal maupun
vertikal). Sebaliknya pasien paska rawat inap yang hanya memerlukan
rawat jalan sederhana, dirujuk ke puskesmas. Rujukan upaya kesehatan
perorangan dibedakan atas tiga macam seperti sebagai berikut.
i. Rujukan kasus keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan medik
(biasanya operasi) dan lain-lain.
ii. Rujukan bahan pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan
laboratorium yang lebih lengkap.
iii. Rujukan ilmu pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga yang
lebih kompeten untuk melakukan bimbingan kepada tenaga
puskesmas dan ataupun menyelenggarakan pelayanan medik di
puskesmas (Kemenkes RI No. 128 Tahun 2004).

b. Rujukan Upaya Kesehatan Masyarakat


Cakupan rujukan pelayanan kesehatan masyarakat adalah masalah
kesehatan masyarakat, misalnya kejadian luar biasa, pencemaran
lingkungan, dan bencana Rujukan pelayanan kesehatan masyarakat juga
dilakukan apabila satu puskesmas tidak mampu menyelenggarakan
15

upaya kesehatan masyarakat wajib dan pengembangan, padahal upaya


kesehatan masyarakat tersebut telah menjadi kebutuhan masyarakat.
Apabila suatu puskesmas tidak mampu menanggulangi masalah
kesehatan masyarakat, maka puskesmas tersebut wajib merujuknya ke
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Rujukan upaya kesehatan masyarakat
dibedakan atas tiga macam:
i. Rujukan sarana dan logistik, antara lain peminjaman peralatan
fogging, peminjaman alat laboratorium kesehatan, peminjaman alat
audio visual, bantuan obat, vaksin, bahan-bahan habis pakai dan
bahan makanan.
ii. Rujukan tenaga antara lain dukungan tenaga ahli untuk
penyelidikan kejadian luar biasa, bantuan penyelesaian masalah
hukum kesehatan, penanggulangan gangguan kesehatan karena
bencana alam.
iii. Rujukan operasional, yakni menyerahkan sepenuhnya masalah
kesehatan masyarakat dan tanggungjawab penyelesaian masalah
kesehatan masyarakat dan atau penyelenggaraan upaya kesehatan
masyarakat (antara lain Upaya Kesehatan Sekolah, Upaya
Kesehatan Kerja, Upaya Kesehatan Jiwa, pemeriksaan contoh air
bersih) kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Rujukan
operasional diselenggarakan apabila puskesmas tidak mampu
(Kemenkes RI No. 128 Tahun 2004).
16

Secara skematis pelaksanaan azas rujukan dapat digambarkan sebagai


berikut.

Gambar 2.1. Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan

2.1.6. Manajemen Puskesmas


Untuk terselenggaranya berbagai upaya kesehatan perorangan dan upaya
kesehatan masyarakat yang sesuai dengan azas penyelenggaraan puskesmas,
perlu ditunjang oleh manajemen puskesmas yag baik. Manajemen puskesmas
adalah rangkaian kegiatan yang bekerja secara sistematik untuk menghasilkan
luaran puskesmas yang efektif dan efisien. Rangkaian kegiatan sistematis yang
dilaksanakan oleh puskesmas membentuk fungsi-fungsi manajemen. Ada tiga
fungsi manajemen pusksesmas yang dikenal yakni Perencanaan, Pelaksanaan
dan Pengendalian, serta Pengawasan dan Pertanggungjawaban. Semua fungsi
manajemen tersebut harus dilaksanakan secara terkait dan berkesinambungan
(Kemenkes RI No. 128 Tahun 2004) & (Azwar, 2010).
A. Perencanaan
Perencanaan adalah proses penyusunan rencana tahunan puskesmas
untuk mengatasi masalah kesehatan di wilayah kerja pusksesmas. Rencana
tahunan puskesmas dibedakan atas dua macam. Pertama, rencana tahunan
upaya kesehatan wajib. Kedua, rencana tahunan upaya kesehatan
pengembangan (Kemenkes RI No. 128 Tahun 2004).
1. Perencanaan Upaya Kesehatan Wajib
Jenis upaya kesehatan wajib adalah sama untuk setiap puskesmas, yakni
Promosi Kesehatan, Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Ibu dan Anak
17

termasuk Keluarga Berencana, Perbaikan Gizi Masyarakat, Pencegahan


dan Pemberantasan Penyakit Menular serta Pengobatan.

2. Perencanaan Upaya Kesehatan Pengembangan


Jenis upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan
pokok puskesmas yang telah ada, atau upaya inovasi yang
dikembangkan sendiri. Upaya laboratorium medik, upaya laboratorium
kesehatan masyarakat dan pencatatan dan pelaporan tidak termasuk
pilihan karena ketiga upaya ini merupakan upaya penunjang yang harus
dilakukan untuk kelengkapan upaya-upaya puskesmas. Langkah-
langkah perencanaan upaya kesehatan pengembangan yang dilakukan
oleh puskesmas mencakup hal-hal sebagai berikut (Departemen
Kesehatan RI. 2007):

Penyusunan Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP) dilakukan


melalui 4 (empat) tahap sebagai berikut : (DEPKES RI, 2016).
1. Tahap Persiapan
Tahap ini mempersiapkan staf Puskesmas yang terlibat dalam
proses penyusunan PTP agar memperoleh persamaan pandangan dan
pengetahuan tentang tahap perencanaan. Tahap ini dilakukan dengan
cara sebagai berikut.
a. Kepala Puskesmas membentuk Tim penyusun PTP yang anggotanya
staf puskesmas
b. Kepala puskesmas menjelaskan pedoman PTP kepada tim
c. Puskesmas mempelajari kebijakan dan pengarahan yang telah
ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, Dinas Kesehatan
Provinsi dan Departemen Kesehatan (Azwar, 2010).

2. Tahap Analisis Situasi


Tahap ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai
keadaan dan permasalahan yang dihadapi Puskesmas melalui proses
analisis terhadap data yang dikumpulkan. Tim yang telah disusun oleh
Kepala Puskesmas melakukan pengumpulan data. Ada 2 (dua)
kelompok data yang perlu dikumpulkan yaitu data umum yang terdiri
dari peta wilayah kerja serta fasilitas kesehatan, data sumber daya, data
peran serta masyarakat, data penduduk dan sasaran program, data
sekolah dan data kesehatan lingkungan serta ada pula data khusus yang
18

terdiri dari status kesehatan, kejadian luar biasa, cakupan program


pelayanan kesehatan 1 (satu) tahun terakhir di tiap desa/kelurahan dan
hasil survey bila ada (Azwar, 2010).

3. Tahap Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan (RUK)


Penyusunan RUK ini terdiri dari 2(dua) langkah, yaitu analisa
masalah dan rencana usulan kegiatan.
a. Analisa Masalah
Analisa masalah dapat dilakukan melalui kesepakatan kelompok tim
penyusun PTP dan konsil kesehatan kecamatan/Badan Penyantun
Puskesmas melalui tahap:
i. Identifikasi Masalah
Masalah adalah kesenjangan antara harapan dan kenyataan.
Identifikasi masalah dilaksanakan dengan membuat daftar
masalah yang dikelompokkan menurut jenis program, cakupan,
mutu, ketersediaan sumber daya.
19

ii. Menetapkan Urutan Prioritas Masalah


Mengingat adanya keterbatasan kemampuan mengatasi
masalah secara sekaligus, maka perlu dipilih prioritas masalah
dengan jalan kesepakatan tim. Dalam penetapan urutan prioritas
masalah dapat menggunakan berbagai macam metode seperti
kriteria matriks, MCUA, Hanlon, CARL dsb.
Contoh kriteria matriks: masing-masing kriteria ditetapkan
dengan nilai 1-5. Nilai semakin besar jika tingkat urgensinya
sangat mendesak, atau tingkat perkembangannya dan tingkat
keseriusan semakin memprihatinkan bila tidak diatasi. Kemudian
kalikan tingkat urgensi (U) dengan tingkat perkembangan (G),
dan tingkat keseriusan (S). Prioritas masalah diurutkan
berdasarkan hasil perkalian yang besar dan disusun dalam
matriks.

Tabel 2.1. Metode USG


Masalah Masalah 1 Masalah 2 Masalah 3
Kriteria
Tingkat Urgensi (U)
Tingkat Keseriusan (S)
Tingkat Perkembangan
(G)
UxSxG

iii. Merumuskan Masalah


Hal ini mencakup apa masalahnya, siapa yang terkena
masalahnya, berapa besar masalahnya, dimana masalah itu terjadi
dan bilamana masalah itu terjadi (what, who, when, where, how).

iv. Mencari Akar Penyebab Masalah


Mencari akar penyebab masalah dapat dilakukan dengan
menggunakan metode diagram sebab akibat dari Ishikawa (disebut
juga diagram tulang ikan karena digambarkan membentuk tulang
ikan). Kemungkinan penyebab masalah dapat berasal dari:
 Input (sumber daya) : Jenis dan jumlah alat, obat, tenaga serta
prosedur kerja manajemen alat, obat dan dana.
20

 Proses (Pelaksanaan kegiatan): frekuensi, kepatuhan pelayanan


medis dan non medis.
 Lingkungan
Kategori yang dapat digunakan antara lain adalah man, money,
material dan method.

Gambar 2.2. Diagram Fishbone

v. Menetapkan Pemecahan Masalah


Untuk menetapkan cara pemecahan masalah dapat dilakukan
dengan kesepakatan diantara anggota tim. Bila tidak terjadi
kesepakatan dapat digunakan kriteria matriks. Untuk itu harus
dicari alternatif pemecahan masalahnya.
Tabel 2.2. Contoh Tabel Cara Pemecahan Masalah
No. Prioritas Penyebab Alternatif Pemecahan Ket
Masalah Masalah Pemecahan Masalah
Masalah Terpilih
1.
2.
3.

b. Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan


Meliputi upaya kesehatan wajib, upaya kesehatan
pengembangan dan upaya kesehatan penunjang, yang meliputi
kegiatan tahunan yang akan datang, kebutuhan sumber daya
berdasarkan ketersediaan sumber daya yang ada, rekapitulasi rencana
usulan kegiatan dan sumber daya yang dibutuhkan ke dalam format
21

RUK puskesmas.

4. Tahapan Penyusunan Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK)


Tahap penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan baik upaya
kesehatan wajib, upaya pengembangan upaya kesehatan penunjang
maupun upaya inovasi dilaksanakan secara bersama, terpadu dan
terintegritasi. Hal ini sesuai dengan azas penyelenggaraan Puskesmas
yaitu keterpaduan.

B. Pelaksanaan dan Pengendalian


Pelaksanaan dan pengendalian adalah proses penyelenggaraan,
pemantauan serta penilaian terhadap penyelenggaraan rencana tahunan
puskesmas, baik rencana tahunan upaya kesehatan wajib maupun rencana
tahunan upaya kesehatan pengembangan, dalam mengatasi masalah
kesehatan di wilayah kerja puskesmas.
Langkah-langkah pelaksanaan dan pengendalian adalah sebagai
berikut:
1. Pengorganisasian
Untuk dapat terlaksananya rencana kegiatan puskesmas, perlu
dilakukan pengorganisasian. Ada dua macam pengorganisasian yang
harus dilakukan. Pertama, pengorganisasian berupa penentuan para
penanggungjawab dan para pelaksana untuk setiap kegiatan serta untuk
setiap satuan wilayah kerja. Dengan perkataan lain, dilakukan
pembagian habis seluruh program kerja dan seluruh wilayah kerja
kepada seluruh petugas puskesmas dengan mempertimbangkan
kemampuan yang dimilikinya. Penentuan para penanggungjawab ini
dilakukan melalui pertemuan penggalangan tim pada awal tahun
kegiatan.

Tabel 2.3. Contoh Chart Pembagian Beban Tugas dan Wilayah Kerja.
22

Kedua, pengorganisasian berupa penggalangan kerjasama tim


secara lintas sektoral. Ada dua bentuk penggalangan kerjasama yang
dapat dilakukan:
a. Penggalangan kerjasama dalam bentuk dua pihak, yakni antara dua
sektor terkait, misalnya antara puskesmas dengan sektor tenaga kerja
pada waktu menyelenggarakan upaya kesehatan kerja.
b. Penggalangan kerjasama dalam bentuk banyak pihak, yakni antar
berbagai sector terkait, misalnya antara puskesmas dengan sektor
pendidikan, sektor agama, sektor kecamatan pada waktu
menyelenggarakan upaya kesehatan sekolah (Departemen Kesehatan
RI. 2007) & (Kemenkes RI No. 128 Tahun 2004).

Penggalangan kerjasama lintas sektor ini dapat dilakukan:


a. Secara langsung yakni antar sektor-sektor terkait
b. Secara tidak langsung yakni dengan memanfaatkan pertemuan
koordinasi kecamatan (Departemen Kesehatan RI, 2007 & Kemenkes
RI No. 128 Tahun 2004).

2. Penyelenggaraan
Setelah pengorganisasian selesai dilakukan, kegiatan selanjutnya
adalah menyelenggarakan rencana kegiatan puskesmas, dalam arti para
penanggungjawab dan para pelaksana yang telah ditetapkan pada
pengorganisasian, ditugaskan menyelenggarakan kegiatan puskesmas
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Untuk dapat
terselenggaranya rencana tersebut perlu dilakukan kegiatan sebagai
berikut:
a. Mengkaji ulang rencana pelaksanaan yang telah disusun, terutama
yang menyangkut jadwal pelaksanaan, target pencapaian, lokasi
wilayah kerja dan rincian tugas para penanggungjawab dan
pelaksana.
b. Menyusun jadwal kegiatan bulanan untuk setiap petugas sesuai
dengan rencana pelaksanaan yang telah disusun. Beban kegiatan
puskesmas harus terbagi habis dan merata kepada seluruh petugas.
c. Menyelenggarakan kegiatan sesuai dengan jadwal yang telah
ditetapkan. Pada waktu menyelenggarakan kegiatan puskesmas harus
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
i. Azas penyelenggaraan puskesmas
23

Penyelenggaraan kegiatan puskesmas harus menerapkan keempat


azas penyelenggaraan puskesmas yakni azas
pertanggungjawaban wilayah, azas pemberdayaan masyarakat,
azas keterpaduan dan azas rujukan
ii. Berbagai standar dan pedoman pelayanan puskesmas
Pada saat ini telah berhasil dikembangkan berbagai standar dan
pedoman pelayanan puskesmas sebagai acuan penyelenggaraan
kegiatan puskesmas yang harus diperhatikan pada waktu
menyelenggarakan kegiatan puskesmas.

Standar dan pedoman tersebut adalah:


 Standar dan pedoman bangunan puskesmas
 Standar dan pedoman peralatan puskesmas
 Standar manajemen peralatan puskesmas
 Standar dan pedoman ketenagaan puskesmas
 Pedoman pengobatan rasional puskesmas
 Standar manajemen obat puskesmas
 Standar dan pedoman teknis pelayanan berbagai upaya kesehatan
perorangan dan upaya kesehatan masyarakat yang diselenggarakan
oleh puskesmas
 Pedoman Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS)
 Pedoman perhitungan satuan biaya pelayanan puskesmas
3. Kendala Mutu
Penyelenggaraan kegiatan puskesmas harus menerapkan program
kendali mutu. Prinsip program kendali mutu adalah kepatuhan terhadap
berbagai standar dan pedoman pelayanan serta etika profesi, yang
memuaskan pemakai jasa pelayanan. Kendali mutu adalah Upaya yang
dilaksanakan secara berkesinambungan, sistematis, obyektif dan terpadu
dalam menetapkan masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan
berdasarkan standar yang telah ditetapkan, menetapkan dan
melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan
yang tersedia serta menilai hasil yang dicapai dan menyusun saran
tindaklanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan. Prinsipnya
adalah sebagai berikut.
 Mengikuti siklus pemecahan masalah (problem solving cycle).
 Dilaksanakan melalui kerjasama tim (team based)
24

 Sesuai sumber daya yang tersedia (resource based).

4. Kendali Biaya
Penyelenggaraan kegiatan puskesmas harus menerapkan program
kendali biaya. Prinsip program kendali biaya adalah kepatuhan terhadap
berbagai standar dan pedoman pelayanan serta etika profesi, yang
terjangkau oleh pemakai jasa pelayanan. Kendali biaya adalah Upaya
yang dilaksanakan secara berkesinambungan, sistematis, obyektif dan
terpadu dalam menetapkan kebijakan dan tatacara penyelenggaraan
upaya kesehatan termasuk pembiayaannya, serta memantau
pelaksanaannya sehingga terjangkau oleh masyarakat. Tahapan
pelaksanaannya adalah sebagai berikut.
 Menetapkan upaya kesehatan yang diselenggarakan lengkap dengan
rincian pembiayaannya.
 Menjabarkan kebijakan dan tatacara penyelenggaraan (standar,
pedoman, dan nilai etika) yang mendukung
 Melaksanakan upaya kesehatan yang sesuai dengan kebijakan dan
tatacara penyelenggaraan
 Menampung dan menyelesaikan keluhan masyarakat yang terkait
dengan masalah biaya
 Menyempurnakan penyelenggaraan upaya kesehatan dengan
memperhatikan keluhan biaya dari masyarakat
(Kemenkes RI No. 128 Tahun 2004).

5. Pemantauan
Penyelenggaraan kegiatan harus diikuti dengan kegiatan
pemantauan yang dilakukan secara berkala. Kegiatan pemantauan
mencakup hal-hal sebagai berikut:
i. Melakukan telaahan penyelenggaraan kegiatan dan hasil yang
dicapai, yang dibedakan atas dua hal:
a. Telaahan internal
Yakni telaahan bulanan terhadap penyelenggaraan
kegiatan dan hasil yang dicapai puskesmas, dibandingkan
dengan rencana dan standar pelayanan. Data yang dipergunakan
diambil dari Sistem Informasi Manajemen Puskesmas
(SIMPUS) yang berlaku. Simpus adalah Suatu tatanan yang
25

menyediakan informasi untuk membantu proses pengambilan


keputusan dalam melaksanakan manajemen puskesmas dalam
mencapai sasaran kegiatannya.
Kesimpulan dirumuskan dalam dua bentuk. Pertama,
kinerja puskesmas yang terdiri dari cakupan (coverage), mutu
(quality) dan biaya (cost). Kedua, masalah dan hambatan yang
ditemukan pada waktu penyelenggaraan kegiatan puskesmas.
Telaahan bulanan ini dilakukan dalam Lokakarya Mini Bulanan
puskesmas.
Lokakarya mini bulanan adalah Pertemuan yang
diselenggarakan setiap bulan di puskesmas yang dihadiri oleh
seluruh staff di puskesmas, puskesmas pembantu dan bidan di
desa serta dipimpin oleh kepala puskesmas.
Tahapan pelaksanaan:
 Lokakarya mini pertama
 Masukan
 Penggalangan tim dalam bentuk dinamika kelompok
tentang peran tanggungjawab staf dan kewenangan
puskesmas
 Informasi tentang kebijakan, program dan konsep baru
 Informasi tentang tatacara penyusunan POA
puskesmas.

 Proses
 Inventarisasi kegiatan puskesmas termasuk kegiatan
lapangan/daerah binaan
 Analisis beban kerja tiap petugas
 Pembagian tugas baru termasuk pembagian tanggung
jawab daerah binaan
 Penyusunan POA puskesmas tahunan.

 Keluaran
 POA puskesmas tahunan
 Kesepakatan bersama (untuk hal-hal yang dipandang
perlu).
26

 Lokakarya mini bulanan


 Masukan
 Laporan hasil kegiatan bulan lalu
 Informasi tentang hasil rapat dinas kesehatan
kabupaten/kota
 Informasi tentang hasil rapat tingkat kecamatan
 Informasi tentang kebijakan, program dan konsep
baru.
 Proses
 Analisis hambatan dan masalah, antara lain dengan
mempergunakan PWS
 Analisis sebab masalah, khusus untuk mutu dikaitkan
dengan kepatuhan terhadap standar pelayanan
 Merumuskan alternatif pemecahan masalah.

 Keluaran
 Rencana kerja bulan yang baru.

b. Telaahan eksternal
Merupakan telaahan triwulan terhadap hasil yang dicapai
oleh sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama lainnya serta
sektor lain terkait yang ada di wilayah kerja puskesmas.
Telaahan triwulan ini dilakukan dalam Lokakarya Mini
Triwulan puskesmas secara lintas sektor. Lokakarya Mini
Triwulan adalah pertemuan yang diselenggarakan setiap 3
bulan sekali di puskesmas yang dihadiri oleh instansi lintas
sektor tingkat kecamatan, Badan Penyantun Puskesmas (BPP),
staff puskesmas dan jaringannya, serta dipimpin oleh camat.

Tahapan pelaksanaan:
 Lokakarya mini tribulanan pertama
 Masukan
 Penggalangan tim yang dilakukan melalui dinamika
kelompok
 Informasi tentang program lintas sektor
 Informasi tentang program kesehatan
27

 Informasi tentang kebijakan, program dan konsep


baru.
 Proses
 Inventarisasi peran bantu masing-masing sektor
 Analisis masalah peran bantu dari masing-masing
sektor
 Pembaxian peran masing-masing sektor.

 Keluaran
 Kesepakatan tertulis sektor terkait dalam mendukung
program
 Kesehatan termasuk program pemberdayaan
masyarakat.

 Lokakarya mini tribulanan rutin


 Masukan
 Laporan kegiatan pelaksanaan program kesehatan dan
dukungan sektor terkait
 Inventarisasi masalah/hambatan dari masing-masing
sektor dalam pelaksanaan program kesehatan
 Pemberian informasi baru.
 Proses
 Analisis hambatan dan masalah pelaksanaan program
kesehatan
 Analisis hambatan dan masalah dukungan dari masing-
masing sektor
 Merumuskan cara pemecahan masalah.

 Keluaran
 Rencana kerja tribulan yang baru
 Kesepakatan bersama (untuk hal-hal yang dipandang
perlu).

ii. Menyusun saran peningkatan penyelenggaraan kegiatan sesuai


dengan pencapain kinerja puskesmas serta masalah dan hambatan
yang ditemukan dari hasil telaahan bulanan dan triwulanan
(Kemenkes RI No. 128 Tahun 2004).
28

6. Penilaian
Kegiatan penilaian dilakukan pada akhir tahun anggaran. Kegiatan
yang dilakukan mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Melakukan penilaian terhadap penyelenggaraan kegiatan dan hasil
yang dicapai, dibandingkan dengan rencana tahunan dan standar
pelayanan. Sumber data yang dipergunakan pada penilaian dibedakan
atas dua. Pertama, sumber data primer yakni yang berasal dari
SIMPUS dan berbagai sumber data lain yang terkait, yang
dikumpulkan secara khusus pada akhir tahun. Kedua, sumber data
sekunder yakni data dari hasil pemantauan bulanan dan triwulanan.
2. Menyusun saran peningkatan penyelenggaraan kegiatan sesuai
dengan pencapaian serta masalah dan hambatan yang ditemukan
untuk rencana tahun berikutnya.

C. Pengawasan dan Pertanggungjawaban


Pengawasan danpertanggungjawaban adalah proses memperoleh
kepastian atas kesesuaian penyelenggaraan dan pencapaian tujuan
puskesmas terhadap rencana dan peraturan perundangan-undangan serta
kewajiban yang berlaku. Untuk terselenggaranya pengawasan dan
pertanggungjawaban dilakukan kegiatan sebagai berikut:
1. Pengawasan
Pengawasan dibedakan atas dua macam yakni pengawasan internal dan
eksternal. Pengawasan internal dilakukan secara melekat oleh atasan
langsung. Pengawasan eksternal dilakukan oleh masyarakat, dinas
kesehatan kabupaten/kota serta berbagai institusi pemerintah terkait.
Pengawasan mencakup aspek administratif, keuangan dan teknis
pelayanan. Apabila pada pengawasan ditemukan adanya penyimpangan,
baik terhadap rencana, standar, peraturan perundangan-undangan
maupun berbagai kewajiban yang berlaku, perlu dilakukan pembinaan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Kemenkes RI No. 128 Tahun
2004).

2. Pertanggungjawaban
Pada setiap akhir tahun anggaran, kepala puskesmas harus membuat laporan
pertanggungjawaban tahunan yang mencakup pelaksanaan kegiatan,
serta perolehan dan penggunaan berbagai sumberdaya termasuk
29

keuangan. Laporan tersebut disampaikan kepada Dinas Kesehatan


Kabupaten/Kota serta pihak-pihak terkait lainnya, termasuk masyarakat
melalui Badan Penyantun Puskesmas. Apabila terjadi penggantian
kepala puskesmas, maka kepala puskesmas yang lama diwajibkan
membuat laporan pertanggungjawaban masa jabatannya (Kemenkes RI
No. 128 Tahun 2004).

Air merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup


manusia, tanpa air tidak akan ada kehidupan di bumi. Sedangkan yang dimaksud
air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan akan menjadi
air minum setelah dimasak terlebih dahulu. Sebagai batasannya air bersih adalah
air yang memenuhi persyaratan bagi sistem penyediaan air minum. Adapun
persyaratan yang dimaksud adalah persyaratan dari segi kualitas air yang meliputi
kualitas fisik, kimia, biologi dan radiologis, sehingga apabila dikonsumsi tidak
menimbulkan efek samping (Permenkes RI, 1990).

2.1 Sumber-Sumber Air

Dalam sistem penyediaan air bersih, sumber air merupakan satu komponen
yang mutlak harus ada, karena tanpa sumber air sistem penyedian air tidak akan
berfungsi. Dengan mengetahui karakteristik masing-masing sumber air serta
faktor-faktor yang mempengaruhinya, diharapkan dapat membantu di dalam
pemilihan air baku untuk suatu sistem penyediaan air bersih, serta mempermudah
tahapan selanjutnya di dalam pemilihan tipe dari pengolahan untuk menghasilkan
air yang memenuhi standar kualitas secara fisik, kimiawi dan bakteriologis.
Secara umum sumber air sebagai berikut (Notoatmodjo, 2011).
1. Air Permukaan

Air permukaan adalah air yang terdapat pada permukaan tanah. Pada
perinsipnya air permukaan terbagi menjadi:
a. Air sungai

Air sungai adalah air hujan yang jatuh kepermukaan bumi dan tidak
meresap kedalam tanah akan mengalir secara grafitasi searah dengan kemiringan
permukaan tanah dan mengalir melewati aliran sungai. Sebagai salah satu sumber
30

air minum, air sungai harus mengalami pengolahan secara sempurna karena pada
umumnya memiliki derajat pengotoran yang tinggi.
b. Air Danau

Air danau adalah air permukaan ( berasal dari hujan atu air tanah yang
keluar ke permukaan tanah ), terkumpul pada suatu tempat yang relative rendah/
cekung. Termasuk kategori supaya adalah air rawa, air tendon, air waduk/dam.
Air permukaan yang biasanya dimanfaatkan sebagai sumber atau bahan
baku air bersih adalah :
- Air waduk (berasal dari air hujan)

- Air sungai (berasal dari air hujan dan mata air)

- Air danau (berasal dari air hujan, air sungai, atau mata air)

Di daerah hulu pemenuhan kebutuhan air secara kuantitas dan kualitas


dapat disuplai oleh air sungai, tetapi di daerah hilir pemenuhan kebutuhan air
sudah tidak dapat disuplai secara kualitas lagi karena pengaruh lingkungan seperti
sedimentasi serta kontaminasi oleh zat-zat pencemar seperti Total Suspended Oil
(TSS) yang berpengaruh pada kekeruhan,serta limbah industri.
2. Air Tanah (Ground Water)

Air tanah banyak mengandung garam dan mineral yang terlarut pada
waktu air melalui lapisan tanah dan juga air yang berasal dari air hujan yang jatuh
di permukaan tanah/bumi dan meresap kedalam tanah dan mengisi rongga-rongga
atau pori didalam tanah. Air tanah biasanya mempunyai kualitas yang baik karena
zat-zat pencemar air tertahan oleh lapisan tanah. Bila ditinjau dari kedalaman air
tanah maka air tanah dibedakan menjadi air tanah dangkal dan air tanah dalam.
Air tanah dangkal mempunyai kualitas lebih rendah dibanding kualitas air tanah
dalam. Hal ini disebabkan air tanah dangkal lebih mudah terkontaminasi dari luar
dan fungsi tanah sebagai penyaring lebih sedikit. Air tanah terbagi atas:
a. Air Tanah Dangkal

Terjadi karena daya proses peresapan air dari permukaan tanah. Air
tanah lebih banyak mengandung zat kimia berupa garam-garam terlarut meskipun
kelihatan jernih karna sudah melewati lapisan tanah yang masing-masing
31

mempunyai unsur-unsur kimia tertentu. Meskipun lapisan tanah disini berfungsi


sebagai saringan namun pengotoran juga masih terus berlangsung, terutama pada
muka air yang dekat dengan muka tanah. Air tanah dangkal umumnya mempunyai
kedalaman kurang dari 50 meter.
b. Mata Air

Dari segi kualitas, mata air adalah sangat baik bila dipakai sebagai air
baku, karena berasal dari dalam tanah yang muncul ke permukaan 16 tanah akibat
tekanan, sehingga belum terkontaminasi oleh zat-zat pencemar.
Dari segi kuantitasnya, jumlah dan kapasitas mata air sangat terbatas
sehingga hanya mampu memenuhi kebutuhan sejumlah penduduk tertentu. Begitu
pula bila mata air tersebut terus- menerus di ambil maka semakin lama akan habis.
3. Air Laut

Air laut adalah salah satu sumber air walaupun tidak termasuk kategori
yang biasa dipilih sebagai sumber air baku untuk untuk air bersih atau air minum,
karena memiliki kandungan garam (NaCl) yang cukup besar.
4. Air Hujan

Untuk menjadikan air hujan sebagai air minum hendaknya pada waktu
menampung air hujan mulai turun, karena masih mengandung banyak kotoran.
Selain itu air hujan mempunyai sifat agresif terutama terhadap pipa-pipa penyalur
maupun bak-bak reservoir, sehingga hal ini akan mempercepat terjadinya korosi
atau karatan. Juga air ini mempunyai sifat lunak, sehingga akan boros terhadap
pemakaian sabun. Sifat-sifat air hujan:
- Bersifat lunak karena tidak mengandung larutan garam dan zat-zat
mineral.
- Air hujan umumnya bersifat bersih

- Dapat bersifat korosif karena mengandung zat-zat yang terdapat di


udara seperti NH3, CO2 agresif, ataupun SO2. adanya konsentrasi SO2
yang tinggi di udara yang bercampur dengan air hujan akan
menyebabkan terjadinya hujan asam (acid rain).
32

Dari segi kuantitas, air hujan tergantung pada besar kecilnya curah hujan.
Sehingga hujan tidak mencukupi untuk persediaan umum karena jumlahnya
berfluktuasi. Begitu pula bila dilihat dari segi kontinuitasnya, air hujan tidak dapat
diambil secara terus menerus, karena tergantung pada musim.

2.2 Persyaratan dalam Penyediaan Air Bersih

2.3.1 Persyaratan Kualitas

Persyaratan kualitas menggambarkan mutu atau kualitas dari air baku air
bersih. Persyaratan ini meliputi persyaratan fisik, persyaratan kimia, persyaratan
biologis dan persyaratan radiologis. Syarat-syarat tersebut berdasarkan Permenkes
No.416/Menkes/PER/IX/1990 dinyatakan bahwa persyaratan kualitas air bersih
adalah sebagai berikut:
1. Syarat-Syarat Fisik.

Secara fisik air bersih harus jernih, tidak berbau dan tidak berasa. Selain
itu juga suhu air bersih sebaiknya sama dengan suhu udara atau kurang lebih
25°C, dan apabila terjadi perbedaan maka batas yang diperbolehkan adalah 25°C
± 3°C.

a. Bau

Air yang berbau selain tidak estetis juga tidak akan disukai oleh
masyarakat. Bau air dapat memberi petunjuk akan kualitas air.
b. Rasa

Air yang bersih biasanya tidak memberi rasa/tawar. Air yang tidak
tawar dapat menunjukkan kehadiran berbagai zat yang dapat membahayakan
kesehatan.
c. Warna

Air sebaiknya tidak berwarna untuk alasan estetis dan untuk mencegah
keracunan dari berbagai zat kimia maupun mikroorganisme yang berwarna.
Warna dapat disebabkan adanya tannin dan asam humat yang terdapat secara
alamiah di air rawa, berwarna kuning muda, menyerupai urin, oleh karenanya
orang tidak mau menggunakannya. Selain itu, zat organik ini bila terkena khlor
33

dapat membentuk senyawa-senyawa khloroform yang beracun. Warna pun dapat


berasal dari buangan industri.
d. Kekeruhan

Kekeruhan air disebabkan oleh zat padat yang tersuspensi, baik yang
bersifat anorganik maupun yang organik. Zat anorganik, biasanya berasal dari
lapukan batuan dan logam, sedangkan yang organik dapat berasal dari lapukan
tanaman atau hewan. Buangan industri dapat juga merupakan sumber kekeruhan.
e. Suhu

Suhu air sebaiknya sejuk atau tidak panas terutama agar tidak terjadi
pelarutan zat kimia yang ada pada saluran/pipa yang dapat membahayakan
kesehatan, menghambat reaksi-reaksi biokimia didalam saluran/pipa,
mikroorganisme patogen tidak mudah berkembang biak, dan bila diminum air
dapat menghilangkan dahaga.
f. Jumlah Zat Padat Terlarut

Jumlah zat padat terlarut (TDS) biasanya terdiri atas zat organik, garam
anorganik, dan gas terlarut. Bila TDS bertambah maka kesadahan akan naik pula.
Selanjutnya, efek TDS ataupun kesadahan terhadap kesehatan tergantung pada
spesies kimia penyebab masalah tersebut.

2. Syarat-Syarat Kimia.

Dari segi parameter kimia, air yang baik adalah air yang tidak tercemar
secara berlebihan oleh zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan antara lain air
raksa (Hg), alumunium (Al), arsen (As), barium (Ba), besi (Fe), flourida (F),
tembaga (Cu), derajat keasaman (pH), dan zat kimia lainnya. Kandungan zat
kimia dalam air bersih yang digunakan sehari-hari hendaknya tidak melebihi
kadar maksimum yang diperbolehkan seperti tercantum dalam Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990. Penggunaan air yang
mengandung bahan kimia beracun dan zat-zat kimia yang melebihi ambang batas
berakibat tidak baik bagi kesehatan dan material yang digunakan manusia,
contohnya antara lain sebagai berikut:
34

a. pH

Air sebaiknya tidak asam dan tidak basa (netral) untuk mencegah
terjadinya pelarutan logam berat dan korosi jaringan distribusi air. pH yang
dianjurkan untuk air bersih adalah 6,5 – 9.
b. Besi (Fe)

Kadar besi (Fe) yang melebihi ambang batas (1,0 mg/l) menyebabkan
berkurangnya fungsi paru-paru dan menimbulkan rasa, warna (kuning),
pengendapan pada dinding pipa, pertumbuhan bakteri besi, dan kekeruhan.
c. Klorida

Klorida adalah senyawa halogen klor (Cl). Dalam jumlah banyak, klor
(Cl) akan menimbulkan rasa asin, korosi pada pipa sistem penyediaan air panas.
Sebagai desinfektan, residu klor (Cl) di dalam penyediaan air sengaja dipelihara,
tetapi klor (Cl) ini dapat terikat pada senyawa organik dan membentuk halogen-
hidrokarbon (Cl-HC) banyak diantaranya dikenal sebagai senyawa-senyawa
karsinogenik. Kadar maksimum klorida yang diperbolehkan dalam air bersih
adalah 600 mg/l.
d. Tembaga (Cu)

Tembaga (Cu) sebetulnya diperlukan bagi perkembangan tubuh


manusia. Tetapi, dalam dosis tinggi dapat menyebabkan gejala GI, SSP, ginjal,
hati, muntaber, pusing kepala, lemah, anemia, kramp, konvulsi, shock, koma dan
dapat meninggal. Dalam dosis rendah menimbulkan rasa kesat, warna, dan korosi
pada pipa, sambungan, dan peralatan dapur.
e. Mangan (Mn)

Mangan (Mn) adalah metal kelabu-kemerahan. Keracunan seringkali


bersifat khronis sebagai akibat inhalasi debu dan uap logam. Gejala yang timbul
berupa gejala susunan syaraf: insomnia, kemudian lemah pada kaki dan otot muka
sehingga ekspresi muka menjadi beku dan muka tampak seperti topeng (mask).
Bila pemaparan berlanjut maka bicaranya melambat dan monoton, terjadi
hyperrefleksi, clonus pada patella dan tumit, dan berjalan seperti penderita
parkinsonism.
35

f. Seng (Zn)

Di dalam air minum akan menimbulkan rasa kesat dan dapat


menyebakan gejala muntaber. Seng (Zn) menyebabkan warna air menjadi
opalescent dan bila dimasak akan timbul endapan seperti pasir. Kadar maksimum
seng (Zn) yang diperbolehkan dalam air bersih adalah 15 mg/l.

3. Syarat-Syarat Mikrobiologis.

Sumber- sumber air di alam pada umumnya mengandung bakteri. Jumlah


dan jenis bakteri berbeda sesuai dengan tempat dan kondisi yang
mempengaruhinya. Oleh karena itu air yang digunakan untuk keperluan sehari-
hari harus bebas dari bakteri patogen. Bakteri golongan coli tidak merupakan
bakteri golongan patogen, namum bakteri ini merupakan indikator dari
pencemaran air oleh bakteri patogen.

4. Syarat-Syarat Radioaktivitas

Dari segi parameter radioaktivitas, apapun bentuk radioaktivitas efeknya


adalah sama, yakni menimbulkan kerusakan pada sel yang terpapar. Kerusakan
dapat berupa kematian, dan perubahan komposisi genetik. Kematian sel dapat
diganti kembali apabila sel dapat beregenerasi dan apabila tidak seluruh sel mati.
Perubahan genetis dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker dan
mutasi.

2.3.2 Persyaratan Kuantitas

Persyaratan kuantitas dalam penyediaan air bersih adalah ditinjau dari


banyaknya air baku yang tersedia. Artinya air baku tersebut dapat digunakan
untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan kebutuhan daerah dan jumlah
penduduk yang akan dilayani. Persyaratan kuantitas juga dapat ditinjau dari
standar debit air bersih yang dialirkan ke konsumen sesuai dengan jumlah
kebutuhan air bersih (Permenkes RI,1990).
36

2.3.3 Persyaratan Kontinuitas

Air baku untuk air bersih harus dapat diambil terus menerus dengan
fluktuasi debit yang relatif tetap, baik pada saat musim kemarau maupun musim
hujan. Kontinuitas juga dapat diartikan bahwa air bersih harus tersedia 24 jam per
hari, atau setiap saat diperlukan, kebutuhan air tersedia. Akan tetapi kondisi ideal
tersebut hampir tidak dapat dipenuhi pada setiap wilayah di Indonesia, sehingga
untuk menentukan tingkat kontinuitas pemakaian air dapat dilakukan dengan cara
pendekatan aktifitas konsumen terhadap prioritas pemakaian air. Prioritas
pemakaian air yaitu minimal selama 12 jam per hari, yaitu pada jam-jam aktifitas
kehidupan, yaitu pada pukul 06.00 – 18.00 WIB. (Permenkes RI,1990).

Kontinuitas aliran sangat penting ditinjau dari dua aspek. Pertama adalah
kebutuhan konsumen. Sebagian besar konsumen memerlukan air untuk kehidupan
dan pekerjaannya, dalam jumlah yang tidak ditentukan. Karena itu, diperlukan
pada waktu yang tidak ditentukan.Karena itu, diperlukan reservoir pelayanan dan
fasilitas energi yang siap setiap saat. (Permenkes RI,1990).

Sistem jaringan perpipaan di desain untuk membawa suatu kecepatan


aliran tertentu. Kecepatan dalam pipa tidak boleh melebihi 0,6–1,2 m/dt. Ukuran
pipa harus tidak melebihi dimensi yang diperlukan dan juga tekanan dalam sistem
harus tercukupi. Dengan analisis jaringan pipa distribusi, dapat ditentukan
dimensi atau ukuran pipa yang diperlukan sesuai dengan tekanan minimum yang
diperbolehkan agar kuantitas aliran terpenuhi. (Permenkes RI,1990).

2.4 Penyalahgunaan dan Pencemaran Air Bersih

Sumber-sumber air bersih ini biasanya terganggu akibat penggunaan dan


penyalahgunaan sumber air seperti:
1. Pertanian

Penghamburan air akibat ketiadaannya penyaluran air yang baik pada


lahan yang dialiri dengan irigasi (untuk penghematan dalam jangka pendek) dapat
berakibat terjadinya kubangan dan penggaraman yang akhirnya dapat
menyebabkan hilangnya produktivitas air dan tanah.
37

2. Industri

Walaupun industri menggunakan air jauh lebih sedikit dibandingkan


dengan irigasi pertanian, namun penggunaan air oleh bidang industri mungkin
membawa dampaknya yang lebih parah dipandang dari dua segi. Pertama,
penggunaan air bagi industri sering tidak diatur dalam kebijakan sumber daya air
nasional, maka cenderung berlebihan. Kedua, pembuangan limbah industri yang
tidak diolah dapat menyebabkan pencemaran bagi air permukaan atau air bawah
tanah, sehingga menjadi terlalu berbahaya untuk dikonsumsi. Air buangan industri
sering dibuang langsung ke sungai dan saluran-saluran, mencemarinya, dan pada
akhirnya juga mencemari lingkungan laut, atau kadang-kadang buangan tersebut
dibiarkan saja meresap ke dalam sumber air tanah tanpa melalui proses
pengolahan apapun. Kerusakan yang diakibatkan oleh buangan ini sudah melewati
proporsi volumenya. Banyak bahan kimia modern begitu kuat sehingga sedikit
kontaminasi saja sudah cukup membuat air dalam volume yang sangat besar tidak
dapat digunakan untuk minum tanpa proses pengolahan khusus.

3. Eksploitasi sumber-sumber air secara masal oleh rumah tangga

Di negara berkembang, di beberapa tempat di negara bagian Tamil


Nadu di India bagian selatan yang tidak memiliki hukum yang mengatur
pemasangan penyedotan sumur pipa atau yang membatasi penyedotan air tanah,
permukaan air tanah anjlok 24 hingga 30 meter selama tahun 1970-an sebagai
akibat dari tak terkendalikannya pemompaan atau pengairan. Pada sebuah
konferensi air di tahun 2006 wakil dari suatu negara yang kering melaporkan
bahwa 240.000 sumur pribadi yang dibor tanpa mengindahkan kapasitas jaringan
sumber air mengakibatkan kekeringan dan peningkatan kadar garam.
Di negara maju seperti Amerika Serikat seperlima dari seluruh tanah
irigasi di AS tergantung hanya pada jaringan sumber air (Aquifer) Agallala yang
hampir tak pernah menerima pasok secara alami. Selama 4 dasawarsa terakhir
terhitung dari tahun 2006, sistem jaringan yang tergantung pada sumber ini
meluas dari 2 juta hektar menjadi 8 juta, dan kira-kira 500 kilometer kubik air
telah tersedot.
38

2.5 Kebutuhan Air Bersih


Kebutuhan air dipengaruhi oleh besarnya populasi penduduk, tingkat
ekonomi dan faktor-faktor lainnya. Kebutuhan air bersih berbeda antara satu kota
dengan kota yang lainnya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan
air bersih menurut Linsey and Franzini adalah:
1. Iklim
Kebutuhan air untuk mandi, menyiram taman, pengaturan udara dan
sebagainya akan lebih besar pada iklim yang hangat dan kering daripada di iklim
yang lembab. Pada iklim yang dingin, air mungkin diboroskan di keran-keran
untuk mencegah bekunya pipa-pipa.
2. Tingkat Ekonomi
Pemakaian air dipengaruhi oleh status ekonomi. Permakaian per orang/per
kapita di daerah miskin jauh lebih rendah dari pada daerah- daerah kaya.
3. Masalah Lingkungan Hidup
Meningkatnya perhatian masyarakat terhadap berlebihnya pemakaian sumber-
sumber daya alam telah menyebabkan berkembangnya alat-alat yang dapat
dipergunakan untuk mengurangi jumlah pemakaian air di daerah pemukiman.
4. Keberadaan Industri dan Perdagangan
Keberadaan industri dan perdagangan dapat mempengaruhi banyaknya
kebutuhan air per orang (perkapita) dari suatu kota.
5. Harga Air Baku
Bila harga air mahal, orang akan lebih menahan diri dalam pemakaian air dan
industri mungkin mengembangkan sistem penyedian airnya sendiri dengan biaya
yang lebih murah. Para langganan yang jatah air diukur dengan meteran akan
cenderung untuk memperbaik kebocoran-kebocoran dan mempergunakan air
dengan efisien.
6. Ukuran Kota
Penggunaan air per orang (perkapita) pada kelompok masyarakat yang
mempunyai jaringan limbah cenderung untuk lebih tinggi di kota-kota besar
daripada di kota kecil. Secara umum, perbedaan itu diakibatkan oleh lebih besarnya
pemakaian air oleh industri, lebih banyaknya taman-taman, lebih banyaknya air
untuk perdagangan, lebih banyaknya kehilangan air, dan pemborosan di kota-kota
besar.
39

2.6. Kebutuhan Rumah Tangga (Domestik)

Menurut Kindler and Russel, kebutuhan air untuk tempat tinggal


(kebutuhan domestik) meliputi semua kebutuhan air untuk keperluan
penghuni. Seperti kebutuhan air untuk mempersiapkan makanan, toilet,
mencuci pakaian, mandi (rumah ataupun apartemen), mencuci kendaraan,
dan untuk menyiram pekarangan. Tingkat kebutuhan air bervariasi
berdasarkan keadaan alam di area pemukiman, banyaknya penghuni
rumah, karakteristik penghuni serta ada atau tidaknya penghitung
pemakaian. Penggunaan air rata-rata untuk rumah tangga dapat di lihat
dalam tabel berikut ini:
Tabel 2.1 Penggunaan Air Rata – rata Untuk Rumah Tangga
Kebutuhan Air
No Jenis Kegiatan
(liter/orang/hari)
1 Dapur 45
2 Kamar mandi 60
3 Toilet 70
4 Mencuci pakaian 45
5 Lainnya (termasuk keperluan di luar rumah) 75
Total kebutuhan 295
Sumber : Kindler and Russel, 1984.

Berdasarkan standar yang dikeluarkan oleh Departemen Kimpraswil


tahun 2003, kebutuhan air domestik (rumah tangga) untuk kota
dibagi dalam beberapa kategori, yaitu:
1. Kategori Kota I (Metropolitan)
2. Kategori Kota II (Kota Besar)
3. Kategori Kota III (Kota Sedang)
4. Kategori Kota IV (Kota Kecil)
5. Kategori Kota V (Desa)
40

Untuk mengetahui standar kebutuhan air domestik pada tiap-tiap


kategori dapat di lihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 2.2 Standar Kebutuhan Air Domestik (Rumah Tangga)
Jumlah Penduduk Kebutuhan
Kategori Kota
(jiwa) (liter/orang/hari)
Metropolitan >1.000.000 150 – 210
Besar 500.000 – 1.000.000 120 – 150
Sedang 100.000 – 500.000 100 – 120
Kecil 20.000 – 100.000 90 – 100
Desa < 20.000 60 – 90
Sumber : Ditjen Cipta Karya Dep. Kimpraswil 2003

2.7. Sistem Distribusi dan Sistem Pengaliran Air Bersih

2.7.1. Sistem Distribusi Air Bersih

Sistem distribusi adalah sistem yang langsung berhubungan


dengan konsumen, yang mempunyai fungsi pokok mendistribusikan air
yang telah memenuhi syarat ke seluruh daerah pelayanan.Sistem ini
meliputi unsur sistem perpipaan dan perlengkapannya, hidran kebakaran,
tekanan tersedia, sistem pemompaan, dan reservoir distribusi
(Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003).
Sistem distribusi air minum terdiri atas perpipaan, katup-katup,
dan pompa yang membawa air yang telah diolah dari instalasi pengolahan
menuju pemukiman, perkantoran dan industri yang mengkonsumsi air
juga termasuk dalam sistem ini adalah fasilitas penampung air yang telah
diolah (reservoir distribusi), yang digunakan saat kebutuhan air lebih
besar dari suplai instalasi, meter air untuk menentukan banyak air yang
digunakan, dan keran kebakaran(Departemen Permukiman dan Prasarana
Wilayah, 2003).
Dua hal penting yang harus diperhatikan pada sistem distribusi
41

adalah tersedianya jumlah air yang cukup dan tekanan yang memenuhi
(kontinuitas pelayanan), serta menjaga keamanan kualitas air yang berasal
dari instalasi pengolahan(Departemen Permukiman dan Prasarana
Wilayah, 2003).
Tugas pokok sistem distribusi air bersih adalah menghantarkan air
bersih kepada para pelanggan yang akan dilayani, dengan tetap
memperhatikan faktor kualitas, kuantitas dan tekanan air sesuai dengan
perencanaan awal. Faktor yang didambakan oleh para pelanggan adalah
ketersedian air setiap waktu (Departemen Permukiman dan Prasarana
Wilayah, 2003).
Suplai air melalui pipa induk mempunyai dua macam sistem,
adalah sebagai berikut (Damanhuri,1989).
a. Continuous system

Dalam sistem ini air minum yang disuplai ke konsumen mengalir


terus menerus selama 24 jam. Keuntungan sistem ini adalah konsumen
setiap dapat memperoleh air bersih dari jaringan pipa distribusi di posisi
pipa manapun. Sedang kerugiannya pemakaian air akan cenderung akan
lebih boros dan bila terjadi sedikit kebocoran saja, maka jumlah air yang
hilang akan sangat besar jumlahnya.

b. Intermitten system.

Dalam sistem ini air bersih disuplai 2-4 jam pada pagi hari dan 2-4
jam pada sore hari. Kerugiannya adalah pelanggan air tidak bisa setiap
saat mendapatkan air dan perlu menyediakan tempat penyimpanan air dan
bila terjadi kebocoran maka air untuk fire fighter (pemadam kebakaran)
akan sulit didapat. Dimensi pipa yang digunakan akan lebih besar karena
kebutuhan air untuk 24 jam hanya disuplai dalam beberapa jam saja.
Sedang keuntungannya adalah pemborosan air dapat dihindari dan juga
sistem ini cocok untuk daerah dengan sumber air yang terbatas.
42

2.7.2. Sistem Pengaliran Air Bersih

Pendistribusian air minum kepada konsumen dengan kuantitas,


kualitas dan tekanan yang cukup memerlukan sistem perpipaan yang baik,
reservoir, pompa dan dan peralatan yang lain. Metode dari pendistribusian
air tergantung pada kondisi topografi dari sumber air dan posisi para
konsumen berada. Menurut Howard, S.P.,et.al (1985) sistem pengaliran
yang dipakai adalah sebagai berikut:
a. Cara Gravitasi.

Cara pengaliran gravitasi digunakan apabila elevasi sumber air


mempunyai perbedaan cukup besar dengan elevasi daerah pelayanan,
sehingga tekanan yang diperlukan dapat dipertahankan. Cara ini dianggap
cukup ekonomis, karena hanya memanfaatkan beda ketinggian lokasi.
b. Cara Pemompaan.

Pada cara ini pompa digunakan untuk meningkatkan tekanan yang


diperlukan untuk mendistribusikan air dari reservoir distribusi ke
konsumen. Sistem ini digunakan jika elevasi antara sumber air atau
instalasi pengolahan dan daerah pelayanan tidak dapat memberikan
tekanan yang cukup.

2.8. Inspeksi Sanitasi


Inspeksi sanitasi merupakan salah satu elemen pokok dalam program
pengawasan dan surveilans kualitas air yang efektif. Berdasarkan inpeksi
sanitasi kita dapat menentukan apakah suatu sarana air bersih perlu diambil
sampel airnya atau tidak (Kanth ,1999).
Untuk menyelenggarakan pengawasan kualitas air tersebut
dibutuhkan kegiatan surveilans. Yang dimaksud dengan surveilans adalah
perlindungan kesehatan masyarakat yang terus-menerus dan mengamati
keamanan dan penerimaan air bersih oleh mayarakat(Kanth ,1999).
43

Program surveilans kualitas air bersih dengan kegiatan adalah


inspeksi sanitasi. Pengertian inspeksi sanitasi adalah penelitian pada semua
faktor yang berkaitan dengan pengadaan air, yaitu; kondisi sumur, kondisi
sarana fisik konstruksi berdasarkan syarat kesehatan dan keadaan sanitasi
lingkungan(Kanth ,1999).
Maksud dan tujuan inspeksi sanitasi adalah mendapatkan informasi
dan gambaran keadaan yang berpotensi dapat menimbulkan pencemaran
atau berkaitan dengan kualitas air bersih disuatu wilayah dengan
memperkirakan bagian-bagian mana dari sistem penyediaan air bersih yang
merupakan penyebab timbulnya masalah air(Kanth ,1999).

You might also like