You are on page 1of 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Program Millenium Development Goals (MDG ́ s) terdiri dari delapan pokok
bahasan, salah satunya adalah menurunkan angka kematian bayi (AKB). Pada
tahun 2015 Millenium Development Goals (MDG ́ s) Indonesia menargetkan
penurunan sebesar 23 untuk angka kematian bayi dan balita dalam kurun waktu
2009-2015. Oleh sebab itu, Indonesia mempunyai komitmen untuk menurunkan
angka kematian bayi dari 68 per 1.000 kelahiran hidup menjadi 23 per 1.000
kelahiran hidup dan angka kematian balita dari 97 per 1.000 kelahiran hidup
menjadi 32 per 1.000 kelahiran hidup. Untuk mencapai target Millenium
Development Goals (MDG ́s) tahun 2015 dalam rangka menurunkan AKB, dapat
dilakukan salah satunya dengan pemberian ASI eksklusif (Depkes, 2002).
World Health Organization (WHO), United Nations Children’s Fund
(UNICEF) dan Departemen Kesehatan Republik Indonesia melalui SK Menkes
No.450/Menkes./SK/IV/2004 telah menetapkan rekomendasi pemberian ASI
eksklusif selama 0 sampai 6 bulan. Dalam rekomendasi tersebut, dijelaskan
bahwa untuk mencapai pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan yang optimal,
bayi usia 0 sampai 6 bulan pertama harus diberi ASI eksklusif. Selanjutnya demi
tercukupinya nutrisi bayi, maka ibu akan mulai memberikan makanan
pendamping ASI dan ASI dapat dilanjutkan hingga bayi berusia sampai 2 tahun
(Menkes, 2004).
Menurut laporan UNICEF tahun 2011 dalam World Breastfeeding Week
(2012), sebanyak 136.700.000 bayi dilahirkan di seluruh dunia dan hanya 32,6%
dari mereka yang mendapat ASI secara eksklusif pada usia 0 sampai 6 bulan
pertama. Hal tersebut menggambarkan cakupan pemberian ASI eksklusif di
bawah 80% dan masih sedikitnya ibu yang memberikan ASI eksklusif pada bayi.
Berdasarkan profil data kesehatan Indonesia tahun 2016 menunjukkan
pemberian ASI eksklusif di Indonesia masih rendah, persentase bayi yang
menyusu eksklusif 0 sampai 6 bulan hanya 54%. Hal ini disebabkan kesadaran
masyarakat dalam mendorong peningkatan pemberian ASI eksklusif masih relatif
rendah (Kemenkes, 2017).
Air Susu Ibu (ASI) eksklusif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33
Tahun 2012 adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama enam
bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman
lain (kecuali obat, vitamin, dan mineral).
ASI mengandung kolostrum yang kaya akan antibodi karena mengandung
protein untuk daya tahan tubuh dan pembunuh kuman dalam jumlah tinggi
sehingga pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi risiko kematian pada bayi.
Kolostrum berwarna kekuningan dihasilkan pada hari pertama sampai hari ketiga.
Hari keempat sampai hari kesepuluh ASI mengandung immunoglobulin, protein,
dan laktosa lebih sedikit dibandingkan kolostrum tetapi lemak dan kalori lebih
tinggi dengan warna susu lebih putih. Selain mengandung zat-zat makanan, ASI
juga mengandung zat penyerap berupa enzim tersendiri yang tidak akan
menganggu enzim di usus. Susu formula tidak mengandung enzim sehingga
penyerapan makanan tergantung pada enzim yang terdapat di usus bayi
(Kemenkes, 2017).
Manfaat ASI begitu besar, namun masih banyak ibu yang tidak mau
memberikan ASI eksklusif selama enam bulan dengan beragam alasan. Masih
rendahnya cakupan keberhasilan pemberian ASI eksklusif pada bayi, baik di
perkotaan maupun pedesaan, dipengaruhi oleh banyak hal. Diantaranya
rendahnya pengetahuan dan kurangnya informasi pada ibu dan keluarga mengenai
pentingnya pemberian ASI eksklusif, tatalaksana rumah sakit ataupun tempat
bersalin lain yang seringkali tidak memberlakukan bed in (ibu dan bayi berada
dalam satu kasur) ataupun rooming-in (ibu dan bayi berada dalam satu kamar atau
rawat gabung), selain itu 82% ibu bekerja yang menganggap repot menyusui
dalam bekerja (Fikawati, S., Syafiq, 2010).
Gencarnya promosi dan iklan susu botol memberi pengaruh pada ibu untuk
tertarik membelinya, terutama pada ibu dengan tingkat pengetahuan dan
pendidikan yang rendah. Pengetahuan ibu tentang manfaat pemberian ASI
eksklusif bagi bayi sangat penting dalam menentukan keberhasilan pemberian
ASI eksklusif (Depkes RI, 2002). Dalam suatu penelitian hambatan utama
keberhasilan pemberian ASI eksklusif adalah kurang sampainya pengetahuan
tentang ASI dan cara menyusui yang benar. Pengetahuan ibu tentang keunggulan
ASI dan cara pemberian ASI yang benar akan menunjang keberhasilan menyusui
(Ratna, 2000).
Indonesia menargetkan 80 % ibu menyusui memberikan ASI ekslusif selama
6 bulan kehidupan bayi dan diteruskan pemberian ASI bersama makanan
pendamping ASI (MP-ASI) sampai anak berumur 2 tahun. Berdasarkan data
Riskesdas cakupan pemberian ASI ekslusif pada tahun 2013 adalah 30,2 %.
Keberhasilan program pemberian ASI ekkslusif tidak hanya tergantung pada ibu
menyusui saja tetapi perlu dilaksanakan secara lintas sektor secara terpadu,
disamping itu diperlukan peran serta masyarakat. Dukungan dari berbagai pihak
sangat diperlukan diantaranya pihak manajemen, lingkungan kerja, organisasi
profesi termasuk Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dukungan politis, serta
pemberdayaan wanita.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin menganalisis masalah
rendahnya cakupan pemberian ASI Eksklusif pada bayi di Puskesmas
Nagaswidak Tahun 2017 yang belum mencapai target.

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan cakupan bayi
mendapat ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Nagaswidak Tahun 2017.
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan umum
Mengetahui kendala-kendala mengenai rendahnya cakupan dan pemberian
ASI Eksklusif pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Nagaswidak tahun 2017.
1.3.2. Tujuan khusus
1. Teridentifikasinya akar penyebab masalah yang merupakan faktor
penyebab rendahnya cakupan bayi mendapat ASI Eksklusif di wilayah
kerja Puskesmas Nagaswidak tahun 2017
2. Teridentifikasinya pemecahan penyebab masalah rendahnya cakupan bayi
mendapat ASI Eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Nagaswidak tahun
2017.
3. Didapatnya pemecahan masalah terpilih untuk meningkatkan cakupan
pemberian ASI Eksklusif pada bayi di Puskesmas Nagaswidak Tahun 2017

1.4. Manfaat
1.4.1. Bagi Mahasiswa
1. Adanya pengalaman dalam mencari penyebab dan cara pencapaian target
cakupan pemberian ASI Eksklusif.
2. Melatih kemampuan analisis dan pemecahan terhadap masalah yang ada.
3. Melatih kemampuan dalam menyusun Rencana Usulan kegiatan (RUK)
dan Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) khusunya mengenai pemberian
ASI ekslusif.
3.4.1. Bagi Puskesmas
Sebagai bahan kajian bagi Puskesmas dalam penentu kebijakan dalam
meningkatkan cakupan pemberian ASI Eksklusif pada bayi di tahun yang
akan datang.

You might also like