You are on page 1of 6

Albumin Serum

Albumin adalah protein terbanyak dalam serum. Lebih dari separuh, tepatnya

55,2%, dari protein serum adalah albumin. Konsentrasi albumin serum antara 3,86

g/dL sampai 4,14 d/dL (Sadikin, 2001).

Albumin serum adalah suatu protein yang berat molekul sekitar 6,5 kD

(6,5.105). Protein ini adalah suatu monomer, artinya protein yang terdiri atas satu

rantai polipeptida saja. Keadaan seperti ini tidak sering dijumpai, molekul

hemoglobin yang juga mempunyai BM yang hampir sama, adalah suatu tetrameter

atau terdiri atas 4 polipetida yang menjadi subunit, yaitu 2 polipetida yang berupa

globulin α dan 2 polipeptida lain berupa globulin β. Molekul albumin dengan

ukuran yang demikian besar tersebut tersusun dari kira – kira 700 asam amino yang

urutannya sudah pasti dan terikat satu sama lain dengan ikatan peptida. Protein ini

disintesis oleh sel – sel jaringan hati (hepatosit). Gangguan pada hepatosit akan

berpengaruh kepada sintesis albumin serum. Akan tetapi, konsentrasi albumin

serum yang rendah belum tentu disebabkan oleh terganggunya fungsi hati (Sadikin,

2001).

Perubahan konsentrasi albumin serum biasanya terjadi dalam bentuk

penurunan (hypoalbuminemia). Berbagai keadaan dapat menyebabkan dapat

menyebabkan hypoalbuminemia ini. Secara sistematis, berbagai penyebab

hypoalbuminemia dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar. Kelompok

pertama ialah hypoalbuminemia yang disebabkan kurangnya ketersediaan bahan

mentah sintesis protein, yaitu asam-asam amino yang berasal dari makanan.

Kelompok kedua ialah yang disebabkan oleh gangguan tempat sintesis, yaitu organ
hati. Kelompok ketiga disebabkan oleh terjadinya kehilangan albumin melalui alat

pembuangan atau eksresi (Sadikin, 2001).

Sumber bahan baku untuk sintesis protein apupun dalam tubuh ialah asam –

asam amino yang berasal dari hasil hidrolisis protein makanan. Apabila jumlah

bahan baku yaitu protein makanan tidak mencukupi keperluan yang paling dasar,

tubuh tidak akan mampu mensintesis protein, termasuk albumin, dalam jumlah

yang cukup. Keadaan seperti ini terjadi pada bencana kelaparan dan pada penyakit

kekurangan kalori dan protein (KKP) yang lazim juga disebut sebagai malnutrisi

(malnutrition) (Sadikin, 2001).

Keadaan hypoalbuminemia juga dapat terjadi, meskipun jumlah protein yang

masuk dalam tubuh cukup dan sel – sel hati berfungsi sebagaimana mestinya dalam

enzim – enzim pencernaan, sehingga pemecahan protein menjadi asam – asam

amino tidak berjalan dengan lancar. Akibatnya, jumlah asam – asam amino yang

dihasilkan proses pencernaan untuk diserap menjadi tidak cukup lagi. Bila keadaan

ini berlangung dalam waktu yang cukup lama, tentu akan terjadi kekurangan asam

amino yang kronis sehingga proses sintesis protein akan terganggu. Selain itu,

mungkin saja fungsi pencernaan berjalan sempurna, tetapi sel – sel mukosa usus

yang berfungsi melakukan penyerapan, mengalami gangguan, sehingga jumlah

asam amino yang sampai ke berbagai organ, termasuk hati yang mensintesis

albumin, juga berkurang (Sadikin, 2001).

Berbagai gangguan pada sel – sel hati, tempat sintesis albumin, akan

menyebabkan berkurangnya konsentrasi protein dalam darah, meskipun tidak ada

masalah sama sekali dengan pasokan, asupan protein dan ketersediaan asam amino
bagi sel – sel hati. Pada kenyataanya, dalam kelainan hepatosit yang disebabkan

oleh factor apapun juga, hypoalbuminemia merupakan gejala umum yang selalu

ditemukan. Penyakit – penyakit sebagai radang hati (hepatitis) yang disebabkan

oleh berbagai virus atau mikroorganisme lain seperti cacing, kerusakan sel – sel hati

yang disebabkan oleh keracunan berbagai senyawa kimia, termasuk obat – obatan

dan alcohol, penyakit degenerasi hati yaitu sirosis hati, sampai kepada kanker sel –

sel hati, selalu ditandai oleh keadaan hypoalbuminemia (Sadikin, 2001).

Kemungkinan ketiga, albumin dapat hilang dari darah melalui alat eksresi,

terutama ginjal. dalam beberapa penyakit ginjal, seperti radang glomerulus

(glomerulusnefritis), penyakit nefrosis atau sindrom nefrotik terjadi kebocoran

albumin melalui pori – pori membran basal dari glomerulus. Seharusnya membrane

ini tidak dapat ditembus oleh albumin, oleh karena pori – porinya lebih kecil

daripada ukuran molekul protein ini. Akan tetapi, dalam penyakit – penyakit ginjal

ini albumin dapat lolos melalui lubang pori tersebut dan keluar bersama air kemih.

Akibatnya disamping mengalami hypoalbuminemia, orang tersebut juga

mengalami albuminuria (adanya albumin di dalam air kencing). Selain dalam

kelainan ginjal, albuminuria ini juga terjadi pada penyakit kehamilan eklamsia dan

preeklamsia (Sadikin, 2001).

Apapum penyebab hypoalbuminemia keadaan ini selalu menyebabkan

terjadinya oergeseran ekstrasel dari dalam ruang pembuluh darah ke ruang antar sel

di luar pembuluh darah. Keadaan ini akan menyebabkan sembabnya jaringan, yang

dapat dilihat dan diraba (edema) (Sadikin, 2001).


Fungsi Albumin

a. Bersifat osmotik

Albumin berperan penting dalam mempertahankan cairan darah

supaya tetap berada di dalam ruang intarvaskuler (fungsi osmotic) karena

bekerja dengan cara mempertahankan tekanan osmotic cairan

intravaskuler yang lebih tinggi daripada cairan di luar ruang tersebut.

Fungsi osmotic ini terutama ditentukan oleh jumlah partikel atau molekul

senyawa dan bukan oleh berat keseluruhan senyawa tersebut. Molekul

albumin adalah suatu protein sangat mudah berinteraksi dengan air. Selain

itu, jumlah molekulnya cukup banyak di dalam cairan darah bila

dibandingkan dengan molekul protein yang lain. Molekul albumin terlalu

besar untuk dapat menembus ruang di sela – sela sel dinding pembuluh

darah, sehingga ia tetap berada di dalam pembuluh darah tersebut (Sadikin,

2001).

b. Cadangan asam amino

Albumin serum dapat dipandang sebagai cadangan asam amino bagi

tubuh. Bila terjadi kekurangan protein dalam makanan untuk jangka waktu

lama, maka albumin akan dipecah menjadi asam – asam amino untuk

dipakai sel – sel tubuh untuk mensintesis berbagai protein yang diperlukan

untuk hidup (Sadikin, 2001).

c. Sebagai alat transport tidak khas

Albumin darah berfungsi sebagai alat transport tidak khas ini dapat

mengikat berbagai senyawa seperti asam lemak, hormone steroid, obat –


obatan, zat warna , logam berat seperti Pb dan Hg, bilirubin, dan senyawa

lainnya.

d. Mempertahankan pH darah

Berfungsi mempertahan pH darah dalam batas – batas yang normal.

Sebagai senyawa zwitter ion atau amfoter, senyawa yang mempunyai

gugus yang bersifat asam dan basa. Pada protein, sifat ini disebabkan oleh

adanya gugus-gugus NH2 yang bersifat basa.

Prosedur Penentuan Serum Albumin

Albumin merupakan komponen utama dari protein serum total dalam setiap

individu. Serum albumin diuji dalam sebagian besar laborat klinik melalui metode

penguat warna (Dye-Binding methode) yang menggunakan bromocesol green

(McPherson dan Everald, 1972 dalam Supariasa dkk, 2001). Serum albumin

berikatan secara spesifik dengan bromocesol green untuk membentuk senyawa

BCG albumin biru yang menyerap secara maksimal pada 600 nm.

Langkah – langkah penentuan sebagai berikut

1) Memberi label setiap tabung uji, yaitu kosong, standar, referensi, pool, dan setiap

subjek uji

2) Menambahkan 5,0 ml reagen celup penyangga pada masing – masing tabung

3) Pada tabung kosong mengisi 20 µL air destilasi terionisasi. Pada tabung standar

mengisi 20 µL larutan standar. Pada tabung referensi mengisi 20 µL serum

referensi. Pada tabung pool tambahkan 20 µL serum pool. Untuk masing –

masing subjek uji tambahkan 20 µL serum uji


4) Mencampurkan masing – masing tabung secara merata, dan membiarkan pada

posisi berdiri selama 2 menit

5) Memindahkan masing – masing isi tabung pada cuvet

6) Tempatkan spektrofotometer pada panjang gelombang 600 nm

7) Mengatur pada titik nol dengan menggunakan reagen blank

8) Membaca dn Mencatat penyerapan sampel standar, referensi, dan pool

Warna akhir yang berkembang menjadi stabil selama 1 jam. Sampel yang

mempunyai lebih dari 6 g/dL albumin harus didilusikan dengan salin isotonic

(isotonic saline) dan diuji lagi. Hasilnya kemudian harus dikoreksi pada dilusi ini

(Supariasa dkk, 2001).

You might also like