You are on page 1of 7

Asuhan Keperawatan Obstruksi Usus

OBSTRUKSI USUS

A. KONSEP DASAR

1. DEFINISI

Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi
usus sepanjang saluran usus.

Menurut letak sumbatannya maka obstruksi usus dibagi menjadi dua:


1. Obstruksi tinggi, bila mengenai usus halus.
2. Obstruksi rendah, bila mengenai usus besar.

Terdapat 2 jenis obstruksi usus: (1) Non-mekanis (mis: ileus paralitik atau ileus adinamik),
peristaltik usus dihambat akibat pengaruh toksin atau trauma yang mempengaruhi
pengendalian otonom motilitas usus; (2) Mekanis, terjadi obstruksi di dalam lumen usus atau
obstruksi mural yang disebabkan oleh tekanan ekstrinsik.

2. ETIOLOGI

Obstruksi non-mekanis atau ileus adinamik sering terjadi setelah pembedahan abdomen
karena adanya refleks penghambatan peristaltik akibat visera abdomen yang tersentuh tangan.
Refleks penghambatan peristaltik ini sering disebut sebagai ileus paralitik, walaupun paralisis
peristaltik ini tidak terjadi secara total. Keadaan lain yang sering menyebabkan terjadinya
ileus adinamik adalah peritonitis. Atoni usus dan peregangan gas sering timbul menyertai
berbagai kondisi traumatik, terutama setelah fraktur iga, trauma medula spinalis, dan fraktur
tulang belakang.

Penyebab obstruksi mekanis berkaitan dengan kelompok usia yang terserang dan letak
obstruksi. Sekitar 50% obstruksi terjadi pada kelompok usia pertengahan dan tua, dan terjadi
akibat perlekatan yang disebabkan oleh pembedahan sebelumnya. Tumor ganas dan volvulus
merupakan penyebab tersering obstruksi usus besar pada usia pertengahan dan orang tua.
Kanker kolon merupakan penyebab 90% obstruksi yang terjadi. Volvulus adalah usus yang
terpelintir, paling sering terjadi pada pria usia tua dan biasanya mengenai kolon sigmoid.
Inkarserasi lengkung usus pada hernia inguinalis atau femoralis sangat sering menyebabkan
terjadinya obstruksi usus halus. Intususepsi adalah invaginasi salah satu bagian usus ke dalam
bagian berikutnya dan merupakan penyebab obstruksi yang hampir selalu ditemukan pada
bayi dan balita. Intususepsi sering terjadi pada ileum terminalis yang masuk ke dalam sekum.
Benda asing dan kelainan kongenital merupakan penyebab lain obstruksi yang terjadi pada
anak dan bayi.

3. PATOFISIOLOGI

Obstruksi usus halus


Akumulasi isi usus, cairan, dan gas terjadi di daerah diatas usus yang mengalami obstruksi.
Distensi dan retensi cairan mengurangi absorpsi cairan dan merangsang lebih banyak sekresi
lambung. Dengan peningkatan distensi, tekanan dalam lumen usus meningkat, menyebabkan
penurunan tekanan kapiler vena dan arteriola. Pada gilirannya hal ini akan menyebabkan
edema, kongesti, nekrosis, dan akhirnya ruptur atau perforasi dari dinding usus, dengan
akibat peritonitis.

Muntah refluks dapat terjadi akibat distensi abdomen. Muntah mengakibatkan kehilangan ion
hidrogen dan kalium dari lambung, serta menimbulkan penurunan klorida dan kalium dalam
darah, yang akhirnya mencetuskan alkalosis metabolik. Dehidrasi dan asidosis yang terjadi
kemudian, disebabkan karena hilangnya cairan dan natrium. Dengan kehilangan cairan akut,
syok hipovolemik dapat terjadi.

Obstruksi usus besar


Seperti pada obstruksi usus halus, obstruksi usus besar mengakibatkan isi usus, cairan, dan
gas berada proksimal disebelah obstruksi.

Obstruksi dalam kolon dapat menimbulkan distensi hebat dan perforasi kecuali gas dan cairan
dapat mengalir balik melalui katup ileal.

Obstruksi usus besar, meskipun lengkap, biasanya tidak dramatis bila suplai darah ke kolon
tidak terganggu. Apabila suplai darah terhenti, terjadi strangulasi usus dan nekrosis (kematian
jaringan); kondisi ini mengancam hidup.

Pada usus besar, dehidrasi terjadi lebih lambat dibandingkan pada usus besar karena kolon
mampu mengabsorpsi isi cairannya dan dapat melebar sampai ukuran yang dipertimbangkan
diatas kapasitas normalnya.

4. MANIFESTASI KLINIK

Obstruksi usus halus

a) Obstruksi sederhana
Pada obstruksi usus halus proksimal akan timbul gejala muntah yang banyak, yang jarang
menjadi muntah fekal walaupun obstruksi berlangsung lama. Nyeri abdomen bervariasi dan
sering dirasakan sebagai perasaan tidak enak di perut bagian atas.
Obstruksi bagian tengah atau distal menyebabkan kejang di daerah periumbilikal atau nyeri
yang sulit dijelaskan lokasinya. Kejang hilang timbul dengan adanya fase bebas keluhan.
Muntah akan timbul kemudian, waktunya bervariasi tergantung letak sumbatan. Semakin
distal sumbatan, maka muntah yang dihasilkan semakin fekulen. Obstipasi selalu terjadi
terutama pada obstruksi komplit.

Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut dengan dehidrasi akibat
kehilangan cairan dan elektrolit. Suhu tubuh bisa normal sampai demam. Distensi abdomen
dapat minimal atau tidak ada pada obstruksi proksimal dan semakin jelas pada sumbatan di
daerah distal. Peristaltik usus yang mengalami dilatasi dapat dilihat pada pasien yang kurus.
Bising usus yang meningkat dan metallic sound dapat didengar sesuai dengan timbulnya
nyeri pada obstruksi di daerah distal.

Nilai laboratorium pada awalnya normal, kemudian akan terjadi hemokonsentrasi,


leukositosis, dan gangguan elektrolit.

Pada pemeriksaan radiologis, dengan posisi tegak dan telentang dan lateral dekubitus
menunjukkan gambaran anak tangga dari usus kecil yang mengalami dilatasi dengan air-fluid
level. Pemberian kontras akan menunjukkan adanya obstruksi mekanis dan letaknya.

Pada ileus obstruktif letak rendah jangan lupa untuk melakukan pemeriksaan
rektosigmoidoskopi dan kolon (dengan colok dubur dan barium in loop) untuk mencari
penyebabnya. Periksa pula kemungkinan terjadinya hernia.

b) Obstruksi disertai proses strangulasi


Kira-kira sepertiga obstruksi dengan strangulasi tidak diperkirakan sebelum dilakukan
operasi. Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai dengan nyeri
hebat. Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya skar bekas operasi atau hernia.
Bila dijumpai tanda-tanda strangulasi maka diperlukan tindakan operasi segera untuk
mencegah terjadinya nekrosis usus.

Obstruksi usus besar


Obstruksi mekanis di kolon timbul perlahan-lahan dengan nyeri akibat sumbatan biasanya
terasa di daerah epigastrium. Nyeri yang hebat dan terus menerus menunjukkan adanya
iskemia atau peritonitis. Borborygmus dapat keras dan timbul sesuai dengan nyeri. Konstipasi
atau obstipasi adalah gambaran umum obstruksi komplit. Muntah timbul kemudian dan tidak
terjadi bila katup ileosekal mampu mencegah refluks. Bila terjadi refluks isi kolon terdorong
ke dalam usus halus, akan tampak gangguan pada usus halus. Muntah fekal akan terjadi
kemudian.

Pada keadaan valvula Bauchini yang paten, terjadi distensi hebat dan sering mengakibatkan
perforasi sekum karena tekanannya paling tinggi dan dindingnya yang lebih tipis.

Pada pemeriksaan fisis akan menunjukkan distensi abdomen dan timpani, gerakan usus akan
tampak pada pasien yang kurus, dan akan terdengar metallic sound pada auskultasi. Nyeri
yang terlokasi, dan terabanya massa menunjukkan adanya strangulasi. Peritonitis mengarah
pada terjadinya gangren atau ruptur dinding-dinding usus. Darah segar dapat ditemukan pada
rektum bila terjadi intususepsi atau karsinoma kolon atau rektum.

Pada gambaran radiologi, kolon yang mengalami distensi menunjukkan gambaran seperti
‘pigura’ dari dinding abdomen. Kolon dapat dibedakan dari dinding usus dengan melihat
adanya haustre yang tidak melintasi seluruh lumen kolon yang terdistensi. Barium enema
akan menunjukkan lokasi sumbatan.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Obstruksi usus halus


Pemeriksaan sinar-X terhadap abdomen akan menunjukkan kuantitas abnormal dari gas
dan/atau cairan dalam usus.
 Pemeriksaan laboratorium (mis: pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah lengkap) akan
menunjukkan gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma, dan kemungkinan infeksi.

Obstruksi usus besar


Pemeriksaan simtomatologi dan sinar-X. Sinar-X abdomen (datar dan tinggi) akan
menunjukkan distensi kolon.
Pemeriksaan barium dikontraindikasikan.

6. PENATALAKSANAAN

Obstruksi usus halus


Dekompresi usus melalui selang usus halus atau nasogatrik bermanfaat dalam mayoritas
kasus. Apabila usus tersumbat secara lengkap, maka strangulasi yang terjadi memerlukan
intervensi bedah. Sebelum pembedahan, terapi IV diperlukan untuk mengganti penipisan air,
natrium, klorida, dan kalium.
Tindakan pembedahan terhadap obstruksi usus sangat tergantung pada penyebab obstruksi.
Penyebab paling umum dari obstruksi, seperti hernia dan perlekatan, prosedur bedah
mencakup perbaikan hernia atau pemisahan perlekatan pada usus tersebut. Pada beberapa
situasi, bagian dari usus yang terkena dapat diangkat dan dibentuk anastomosis.
Kompleksitas prosedur bedah untuk obstruksi usus tergantung pada durasi obstruksi dan
kondisi usus yang ditemukan selama pembedahan.

Obstruksi usus besar


Apabila obstruksi relatif tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapat dilakukan untuk membuka
lilitan dan dekompresi usus. Sekostomi, pembukaan secara bedah yang dibuat pada sekum,
dapat dilakukan pada pasien yang berisiko buruk terhadap pembedahan dan sangat
memerlukan pengangkatan obstruksi. Prosedur ini memberikan jalan keluar untuk
mengeluarkan gas dan sejumlah kecil rabas. Selang rektal dapat digunakan untuk dekompresi
area yang ada dibawah usus.

Tindakan yang biasanya dilakukan, adalah reseksi bedah untuk mengangkat lesi penyebab
obstruksi. Kolostomi sementara atau permanen mungkin diperlukan. Kadang-kadang
anastomosis ileoanal dilakukan bila pengangkatan keseluruhan usus besar diperlukan.

B. ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN

Pada pengkajian abdominal (apendiks), pemeriksaan fisik menunjukkan:


Muntah banyak dengan materi fekal berbau.
Perubahan pola usus, feses bentuk pentil atau pita.
Distensi abdomen.
Nyeri kolik, abdomen intermitten.
Pada awal, bising usus cepat meningkat di atas sisi obstruksi, kemudian bising usus
berhenti.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri b/d distensi abdomen sekunder terhadap obstruksi usus.


2. Risiko tinggi kekurangan volume cairan b/d mual muntah.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d absorpsi nutrisi.
4. Risiko tinggi infeksi b/d kemungkinan nekrosis dan ruptur usus.
5. Ansietas b/d perubahan status kesehatan.

III. INTERVENSI

1. Nyeri b/d distensi abdomen sekunder terhadap obstruksi usus.


Tujuan : Nyeri hilang atau terkontrol.
Intervensi :
1) Kaji tingkat nyeri dengan skala 0-10.
R/ Memudahkan perawat dalam menentukan tingkat nyeri dan alat untuk evaluasi keefektifan
analgesik, meningkatkan kontrol nyeri.
2) Pertahankan tirah baring sesuai program.
R/ Tirah baring mengurangi penggunaan energi dan membantu mengontrol nyeri dan
mengurangi kontraksi otot.
3) Pasang selang gastrointestinal yang disambungkan pada penghisap intermitten.
R/ Penghisapan membantu dalam dekompensasi saluran gastrointestinal, irigasi saluran
gastrointestinal membantu mempertahankan ketepatan.
4) Pertahankan posisi semi fowler.
R/ Membantu gerakan gralisasi terhadap selang gastrointestinal dan meningkatkan ekspansi
paru.
5) Pertahankan puasa sampai bising usus kembali, distensi abdomen berkurang dan flatus
keluar.
R/ Memungkinkan makanan peroral dengan tidak ada bising usus akan meningkatkan distensi
dan ketidaknyamanan.
6) Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi.
R/ Menghilangkan nyeri, meningkatkan kenyamanan/istirahat umum.

2. Risiko tinggi kekurangan volume cairan b/d mual muntah.


Tujuan : Menunjukkan keseimbangan cairan dengan parameter individual yang tepat, mis:
membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, tanda vital stabil.
Intervensi :
1) Kaji perubahan tanda vital, contoh: peningkatan suhu/demam memanjang, takikardia,
hipotensi ortostatik.
R/ Peningkatan suhu/memanjangnya demam meningkatkan laju metabolik, TD ortostatik
berubah dan peningkatan takikardia menunjukkan kekurangan cairan sistemik
2) Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah).
R/ Indikator langsung keadekuatan volume cairan.
3) Pantau masukan dan haluaran. Hitung keseimbangan cairan. Waspadai kehilangan yang
tak tampak.
R/ Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan penggantian.
4) Observasi perdarahan dan tes feses tiap hari untuk adakan darah samar.
R/ Diet tidak adekuat dan penurunan absorpsi dapat menimbulkan defisiensi vitamin K dan
merusak koagulasi potensial risiko perdarahan.
5) Kolaborasi pemberian cairan parenteral, transfusi sesuai indikasi.
R/ Pemenuhan kebutuhan dasar cairan, menurunkan risiko dehidrasi.

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d absorpsi nutrisi.


Tujuan : Menunjukkan peningkatan masukan makanan, mempertahankan/ meningkatkan
berat badan.
Intervensi :
1) Anjurkan pembatasan aktivitas selama fase akut.
R/ Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan simpanan
energi.
2) Anjurkan istirahat sebelum makan.
R/ Menenangkan peristaltik dan meningkatkan energi untuk makan.
3) Berikan perawatan oral.
R/ Rasa tak enak, bau dan penampilan dapat menurunkan nafsu makan dan merangsang mual
dan muntah.
4) Batasi makanan yang dapat menyebabkan kram abdomen.
R/ Mencegah serangan akut.
5) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi, mis: antikolinergik 15-30 menit sebelum
makan.
R/ Menghilangkan kram dan diare, menurunkan motilitas gaster dan meningkatkan waktu
untuk absorpsi nutrisi.

4. Risiko tinggi infeksi b/d kemungkinan nekrosis dan ruptur usus.


Tujuan : Fungsi usus kembali normal dan tidak terjadi infeksi.
Intervensi :
1) Pantau kualitas dan intensitas nyeri, TTV dan status abdomen.
R/ Deteksi dini terhadap potensial masalah.
2) Beritahu dokter segera bila nyeri abdomen, suhu, lingkaran abdomen terus meningkat
disertai dengan penghentian bising usus tiba-tiba.
R/ Temuan ini menunjukkan potensial ruptur dan peritonitis sehingga intervensi bedah
daperuntukkan untuk mencegah akibat yang serius.
3) Siapkan pasien untuk pembedahan usus bila direncanakan.
R/ Obstruksi vaskuler atau mekanis umumnya memerlukan intervensi bedah.
4) Ikuti kewaspadaan umum, mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan perawatan dan
menggunakan sarung tangan untuk kontak dengan darah atau cairan tubuh yang mungkin
terjadi.
R/ Penyakit meningkatkan kerentanan seseorang terhadap infeksi. Petugas pelayanan
kesehatan paling umum sebagai sumber infeksi nosokomial.

5. Ansietas b/d perubahan status kesehatan.


Tujuan : Melaporkan penurunan ansietas sampai tingkat yang dapat ditangani.
Intervensi :
1) Motivasi klien menyatakan perasaannya.
R/ Membantu pasien/orang terdekat dalam mengidentifikasi masalah yang menyebabkan
stress.
2) Berikan informasi yang akurat dan nyata tentang tindakan yang akan dilakukan.
R/ Keterlibatan pasien dalam perencanaan perawatan dapat memberikan rasa kontrol dan
membantu menurunkan ansietas.
3) Berikan lingkungan yang tenang untuk istirahat, ajarkan teknik relaksasi.
R/ Relaksasi mengurangi stress dan ansietas serta membantu klien untuk mengatasi
ketidakmampuannya.
4) Bantu pasien untuk mengidentifikasi perilaku koping yang digunakan pada masa lalu.
R/ Perilaku yang berhasil dapat dikuatkan pada penerimaan masalah/ stress saat ini,
meningkatkan rasa kontrol dari pasien.

IV. EVALUASI

1. Nyeri hilang atau terkontrol.


2. Menunjukkan keseimbangan cairan dengan parameter individual yang tepat, mis: membran
mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, tanda vital stabil.
3. Menunjukkan peningkatan masukan makanan, mempertahankan/ meningkatkan berat
badan.
4. Fungsi usus kembali normal dan tidak terjadi infeksi.
5. Melaporkan penurunan ansietas sampai tingkat yang dapat ditangani.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 2. Media Aesculapius.
Jakarta.

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit Ed. 6 Vol
1. EGC. Jakarta.

You might also like