You are on page 1of 27

REFLEKSI KASUS November 2018

MISSED ABORTION

Disusun Oleh:

Nurul Amelya Amsyar


N 111 17 008

Pembimbing :
dr. Abd Faris, Sp.OG(K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS


KEPANITERAAN KLINIK
DIBAGIAN DEPARTEMEN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa mahasiswa yang


bersangkutan sebagai berikut:

Nama : Nurul Amelya Amsyar, S.Ked


No. Stambuk : N 111 17 008
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Pendidikan Dokter
Universitas : Universitas Tadulako Palu
Judul Kasus : Missed Abortion
Bagian : Obstetri dan Ginekologi

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian


Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSUD Undata Palu, Fakultas Kedokteran Universitas
Tadulako

Palu, November 2018

Pembimbing Mahasiswa

dr. Abd Faris, Sp. OG(K) Nurul Amelya Amsyar, S.Ked

2
BAB I
PENDAHULUAN

Kehamilan merupakan peristiwa yang dinantikan oleh hampir setiap

pasangan usia subur. Sebagian kecil mengalami komplikasi selama kehamilan dan

persalinan. Komplikasi yang sering terjadi antara lain; perdarahan, hipertensi dalam

kehamilan, infeksi, partus macet, dan abortus. Wanita yang hamil pada usia kurang

dari 20 tahun rentan mengalami abortus. Hal itu disebabkan karena belum

matangnya alat reproduksi untuk hamil sehingga dapat merugikan kesehatan ibu

maupun pertumbuhan dan perkembangan janin. Sedangkan abortus yang terjadi

pada usia lebih dari 35 tahun disebabkan karena berkurangnya fungsi alat

reproduksi, kelainan kromosom dan penyakit kronis1.

Pada awal kehamilan sebelum 3 bulan, seorang ibu rentan mengalami abortus.

Keadaan ini disebabkan karena pada masa tersebut rentan terjadi kelainan

pertumbuhan janin atau malformasi. Risiko terjadinya abortus meningkat seiring

bertambahnya paritas ibu. Ibu hamil yang pernah mengalami riwayat abortus

sebelumnya juga perlu mewaspadai kemungkinan kembali terjadiya abortus1.

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat

hidup diluar kandungan. Sebagian batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu

atau berat janin kurang dari 500 gram2. Kasus missed abortion sering dijumpai

dirumah sakit . Pasien umumnya tidak merasakan keluhan apapun kecuali

merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan dan dari

3
pemeriksaan fisik ditemukan tidak adanya pembukaan serviks dan hasil konsepsi

masih utuh didalam Rahim.2

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari
20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Abortus dibagi atas dua
golongan yaitu abortus spontan dan abortus provokatus. Abortus spontan
adalah abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis dan disebabkan oleh faktor-
faktor alamiah. Abortus provokatus adalah abortus yang terjadi akibat tindakan
atau disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat4.
Missed abortion adalah abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus
telah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil
konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan.2

2.2 Etiologi
Penyebab abortus bervariasi, Penyebab terbanyak di antaranya adalah
sebagai berikut.
1. Faktor genetik. Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan
kariotip embrio. Paling sedikit 50% kejadian abortus pada trimester pertama
merupakan kelainan sitogenetik. Separuh dari abortus karena kelainan
sitogenetik pada trimester pertama berupa trisomi autosom. Insiden trisomi
meningkat dengan bertambahnya usia. Pada usia diatas 35 tahun karena
angka kejadian kelainan kromosom/trisomi akan meningkat setelah usia 35
tahun. Selain itu abortus berulang biasa disebabkan oleh penyatuan dari 2
kromosom yang abnormal, dimana bila kelainannya hanya pada salah satu
orang tua, faktor tersebut tidak diturunkan. Studi yang pernah dilakukan
menunjukkan bahwa bila didapatkan kelainan kariotip pada kejadian
abortus, maka kehamilan berikutnya juga berisiko abortus4.
2. Kelainan kongenital uterus. Defek anatomik uterus diketahui sebagai
penyebab komplikasi obstetrik. Insiden kelainan bentuk uterus berkisar

5
1/200 sampai 1/600 perempuan dengan riwayat abortus, dimana ditemukan
anomali uterus pada 27% pasien. Penyebab terbanyak abortus karena
kelainan anatomik uterus adalah septum uterus (40 - 80%), kemudian uterus
bikornis atau uterus didelfis atau unikornis (10 - 30%)4.
3. Infeksi. Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga
sejak 1917, ketika DeForest dan kawan-kawan melakukan pengamatan
kejadian abortus berulang pada perempuan yang ternyata terpapar
brucellosis. Berbagai teori diajukan untuk mencoba menerangkan peran
infeksi terhadap risiko abortus, diantaranya sebagai berikut4.
a. Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang
berdampak langsung pada janin atau unit fetoplasenta.
b. Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat
sehingga janin sulit bertahan hidup.
c. Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut
kematian janin.
d. Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah
yang bias mengganggu proses implantasi.
4. Faktor Hematologik. Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan efek
plasentasi dan adanya mikrotrombi pada pembuluh darah plasenta. Bukti
lain menunjukkan bahwa sebelum terjadi abortus, sering didapatkan defek
hemostatik. Penelitian Tulpalla dan kawan-kawan menunjukkan bahwa
perempuan dengan riwayat abortus berulang, sering terdapat peningkatan
produksi Tromboksan yang berlebihan pada usia kehamilan 4 – 6 minggu,
dan penurunan produksi Prostasiklin saat usia kehamilan 8 – 11 minggu.
Hiperhomosisteinemi, bisa kongenital ataupun akuisita juga berhubungan
dengan trombosis dan penyakit vaskular dini. Kondisi ini berhubungan
dengan 21% abortus berulang4.
5. Faktor Lingkungan. Diperkirakan 1 – 10% malformasi janin akibat dari
paparan obat, bahan kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan
abortus, misalnya paparan terhadap buangan gas anestesi dan tembakau.
Sigaret rokok diketahui mengandung ratusan unsur toksik, antara lain

6
nikotin yang telah diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga
menghambat sirkulasi uteroplasenta . Karbon monoksida juga menurunkan
pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin. Dengan adanya
gangguan pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan
pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus4.
6. Faktor Hormonal. Ovulasi, implantasi, serta kehamilan dini bergantung
pada koordinasi yang baik sistem pengaturan hormon maternal . Oleh
karena itu, perlu Perhatian langsung terhadap sistem hormon secara
keseluruhan, fase luteal , dan gambaran hormon setelah konsepsi terutama
kadar progesterone. Perempuan diabetes dengan kadar HbA1c tinggi pada
trimester pertama , risiko abortus meningkat signifikan. Diabetes jenis
insulin dependen dengan kontrol glukosa tidak adekuat punya peluang 2 –3
kali lipat mengalami abortus. Pada tahun 1929, Allen dan Corner
mempublikasikan tentang proses fisiologi korpus luteum, dan sejak itu
diduga bahwa kadar progesteron yang rendah berhubungan dengan risiko
abortus. Sedangkan pada penelitian terhadap perempuan yang mengalami
abortus lebih dari atau sama dengan 3 kali, didapatkan 17% kejadian defek
fase luteal. Dan, 50% perempuan dengan histologi defek fase luteal punya
gambaran progesterone yang normal4.

2. 3 Faktor Risiko

Faktor Yang Mempengaruhi Abortus2 :


1. Umur. Resiko abortus semakin tinggi dengan semakin bertambahnya usia
ibu. Insiden abortus dengan trisomy meningkat dengan bertambahnya usia
ibu. Risiko ibu terkena aneuploidi adalah 1 : 80, pada usia diatas 35 tahun
karena angka kejadian kelainan kromosom/trisomi akan meningkat setelah
usia 35 tahun.
2. Usia Kehamilan. Usia kehamilan saat terjadinya abortus bisa memberi
gambaran tentang penyebabnya. Paling sedikit 50% kejadian abortus pada
trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik. Separuh dari abortus

7
karena kelainan sitogenetik pada trimester pertama berupa trisomi
autosom.
3. Paritas. Risiko abortus semakin tinggi dengan bertambahnya paritas ibu.
4. Riwayat Penyakit. Riwayat penyakit ibu seperti pneumonia, typhus
abdominalis, pielonefritis, malaria dan lain-lain dapat menyebabkan
abortus. Begitu pula dengan penyakit-penyakit infeksi lain juga
memperbesar peluang terjadinya abortus.
5. Riwayat Abortus. Riwayat abortus pada penderita abortus merupakan
predisposisi terjadinya abortus berulang. Kejadiannya sekitar 3 – 5 %. Data
dari beberapa studi menunjukkan bahwa setelah 1 kali abortus pasangan
punya risiko 15% untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan bila pernah
2 kali, risikonya akan meningkat 25%. Beberapa studi meramalkan bahwa
risiko abortus setelah 3 kali abortus berurutan adalah 30 – 45%.

2.4 Patogenesis
Kadangkala missed abortion juga diawali dengan abortus iminens yang
kemudian merasa sembuh, tetapi pertumbuhan janin terhenti. Pada
pemeriksaan tes urin kehamilan biasanya negative etelah satu minggu dari
terhentinya pertumbuhan kehamilan. Bila missed abortion berlangsung lebih
dari 4 minggu harus diperhatikan kemungkinan terjadinya gangguan
penjendalan darah oleh karena hipofibrinogenemia sehingga perlu diperiksa
koagulasi sebelum tindakan evakuasi dan kuretase.4
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh
bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan
fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut
menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali proses abortus. Pada
kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih
terbungkus dengan sebagian desidua dan villi korialis cenderung dikeluarkan
secara in toto, meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam
cavum uteri atau di kanalis servikalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat
proses pengeluaran hasil konsepsi. Pada kehamilan 8–14 minggu, mekanisme

8
diatas juga terjadi atau diawali dengan pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan
diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal
dalam kavum uteri. Plasenta mungkin sudah berada dalam kanalis servikalis
atau masih melekat pada dinding cavum uteri. Jenis ini sering menyebabkan
perdarahan pervaginam yang banyak. Pada kehamilan minggu ke 14 – 22, Janin
biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa
saat kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus
sehingga menyebabkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan
pervaginam yang banyak. Perdarahan umumnya tidak terlalu banyak namun
rasa nyeri lebih menonjol. Dari penjelasan diatas jelas bahwa abortus ditandai
dengan adanya perdarahan uterus dan nyeri dengan intensitas beragam2,4.

Pengeluaran hasil konsepsi didasarkan 4 cara2:


1. Keluarnya kantong korion pada kehamilan yang sangat dini,
meninggalkan sisa desidua.
2. Kantong amnion dan isinya (fetus) didorong keluar, meninggalkan
korion dan desidua.
3. Pecahnya amnion terjadi dengan putusnya tali pusat dan pendorongan
janin ke luar, tetapi mempertahankan sisa amnion dan korion (hanya
janin yang dikeluarkan).
4. Seluruh janin dan desidua yang melekat didorong keluar secara utuh.
Kuretasi diperlukan untuk membersihkan uterus dan mencegah
perdarahan atau infeksi lebih lanjut.

Pembagian abortus secara klinis adalah sebagai berikut4:


1. Abortus Iminens merupakan tingkat permulaan dan ancaman terjadinya
abortus, ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan
hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.
2. Abortus Insipiens adalah abortus yang sedang mengancam ditandai dengan
serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil
konsepsi masih dalam kavum uteridan dalam proses pengeluaran.

9
3. Abortus Inkomplet adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum
uteri dan masih ada yang tertinggal.
4. Abortus Komplet adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum
uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari
500 gram.
5. Missed Abortion adalah abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus
telah meninggal dalam kehamilan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil
konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan.
6. Abortus Habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih
berturut-turut.
7. Abortus Infeksious ialah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia.
8. Abortus Terapeutik adalah abortus dengan induksi medis

2.5 Manifestasi Klinis


Adapun gejala-gejala dari missed abortion Pada awalnya penderita tidak
merasakan keluhan apapun kecuali merasakan pertumbuhan kehamilannya
tidak seperti yang diharapkan. Mungkin terdapat gejala seperti abortus
imminent (perdaharahan per vaginal dan rasa sakit yang minimal), tetapi
kemudian sembuh sendiri. Uterus tidak bertambah besar tapi kecenderungan
mengecil, demikian pula payudara. Pada pemeriksaan tes urin kehamilan
biasanya negative setelah satu minggu dari terhentinya pertumbuhan
kehamilan. Pada pemeriksaan USG akan didapatkan uterus mengecil, kantong
gestasi yang mengecil, dan bentuknya tidak beraturan disertai gambaran fetus
yang tidak ada tanda-tanda kehidupan. Wanita ini biasanya juga mengeluh
berat badannya yang menurun. Setelah tertahan beberapa minggu, biasanya
janin akan mengalami ekspulsif spontan dan peristiwa seperti abortus spontan
biasa.4
Aspek klinis abortus spontan dibagi menjadi abortus iminens, abortus
insipiens, abortus inkomplete atau abortus komplete, abortus tertunda, abortus
habitualis, dan abortus septik 4.

10
1. Abortus Iminens
Vagina bercak atau perdarahan yang lebih berat umumnya terjadi
selama kehamilan awal dan dapat berlangsung selama beberapa hari atau
minggu serta dapat mempengaruhi satu dari empat atau lima wanita hamil.
Secara keseluruhan, sekitar setengah dari kehamilan ini akan berakhir
dengan abortus. Abortus iminens didiagnosa bila seseorang wanita hamil
kurang daripada 20 minggu mengeluarkan darah sedikit pada vagina.
Perdarahan dapat berlanjut beberapa hari atau dapat berulang, dapat pula
disertai sedikit nyeri perut bawah atau nyeri punggung bawah seperti saat
menstruasi. Polip serviks, ulserasi vagina, karsinoma serviks, kehamilan
ektopik, dan kelainan trofoblast harus dibedakan dari abortus iminens
karena dapat memberikan perdarahan pada vagina. Pemeriksaan spekulum
dapat membedakan polip, ulserasi vagina atau karsinoma serviks,
sedangkan kelainan lain membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi4.

2. Abortus Insipiens
Abortus insipiens didiagnosis apabila pada wanita hamil ditemukan
perdarahan banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah yang disertai
nyeri karena kontraksi rahim kuat dan ditemukan adanya dilatasi serviks
sehingga jari pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat teraba. Kadang-
kadang perdarahan dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan jaringan
yang tertinggal dapat menyebabkan infeksi sehingga evakuasi harus segera
dilakukan. Janin biasanya sudah mati dan mempertahankan kehamilan pada
keadaan ini merupakan kontraindikasi4.

3. Abortus Inkomplet atau Abortus Komplet


Abortus inkompletdidiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsi
telah lahir atau teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya
jaringan plasenta). Perdarahan biasanya terus berlangsung, banyak, dan
membahayakan ibu. Sering serviks tetap terbuka karena masih ada benda
di dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing (corpus alienum). Oleh

11
karena itu, uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan
kontraksi sehingga ibu merasakan nyeri, namun tidak sehebat pada abortus
insipiens. Jika hasil konsepsi lahir dengan lengkap, maka disebut abortus
komplete. Pada keadaan ini kuretasi tidak perlu dilakukan. Pada abortus
komplete, perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan
selambat-lambatnya dalam 10 hari perdarahan berhenti sama sekali karena
dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai.
Serviks juga dengan segera menutup kembali. Kalau 10 hari setelah abortus
masih ada perdarahan juga, abortus inkomplet atau endometritis pasca
abortus harus dipikirkan4.

4. Abortus Habitualis
Anomali kromosom parental, gangguan trombofilik pada ibu hamil, dan
kelainan struktural uterus merupakan penyebab langsung pada abortus
habitualis, abortus habitualis merupakan abortus yang terjadi tiga kali
berturut-turut atau lebih. Etiologi abortus ini adalah kelainan dari ovum
atau spermatozoa, dimana sekiranya terjadi pembuahan, hasilnya adalah
patologis. Selain itu, disfungsi tiroid, kesalahan korpus luteum dan
kesalahan plasenta yaitu tidak sanggupnya plasenta menghasilkan
progesterone sesudah korpus luteum atrofis juga merupakan etiologi dari
abortus habitualis4.

5. Abortus Septik
Abortus septik adalah keguguran disertai infeksi berat dengan
penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau
peritoneum. Hal ini sering ditemukan pada abortus inkomplet atau abortus
buatan, terutama yang kriminalis tanpa memperhatikan syarat-syarat
asepsis dan antisepsis. Antara bakteri yang dapat menyebabkan abortus
septik adalah seperti Escherichia coli, Enterobacter aerogenes, Proteus
vulgaris, Hemolytic streptococci dan Staphylococci4.

12
Tabel 1. Macam-macam abortus5

2.6 Penegakan Diagnosis


Diagnosis missed abortus ditegakkan berdasarkan 2:
1. Anamnesis
a. Adanya amenore pada masa reproduksi
b. Rahim terasa mengecil
c. Tidak ada ekspulsi jaringan konsepsi
2. Pemeriksaan Fisik
a. Ukuran uterus lebih kecil dari usia gestasi
b. Serviks tertutup tidak ada pembukaan
c. Tanda kehamilan sekunder pada payudara menghilang.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium berupa tes kehamilan negative setelah satu
minggu terhentinya kehamilan.
b. Pemeriksaan USG. Didapatkan uterus mengecil, kantong gestasi yang
mengecil, dan bentuknya tidak beraturan disertai gambaran fetus yang
tidak ada tanda-tanda kehidupan.

2.7 Penatalaksanaan

Pengelolaan missed abortion perlu diutarakan kepada pasien dan keluarganya


secara baik karena risiko tindakan operasi dan kuretase ini dapat menimbulkan

13
komplikasi perdarahan atau tidak bersihnya evakuasi/kuretase dalam sekali
tindakan. Faktor mental penderita perlu diperhatikan, karena penderita umumnya
merasa gelisah setelah tahu kehamilannya tidak tumbuh atau mati. Pada umur
kehamilan kurang dari 1,2 minggu tindakan evakuasi dapat dilakukan secara
langsung dengan melakukan dilatasi dan kuretase bila serviks urerus
memungkinkan. Bila umur kehamilan di atas 12 minggu atau kurang dari 20
minggu dengan keadaan serviks uterus yang masih kaku dianjurkan untuk
melakukan induksi terlebih dahulu untuk mengeluarkan janin atau mematangkan
kanalis servikalis. Beberapa cara dapat dilakukan antara lain dengan pemberian
infus intravena cairan oksitosin dimulai dari dosis 10 unit dalam 500 cc dekstrose
5 % tetesan 20 tetes per menit dan dapat diulangi sampai total oksitosin 50 unit
dengan tetesan dipertahankan untuk mencegah terjadinya retensi cairan tubuh. Jika
tidak berhasil, penderita diistirahatkan satu hari dan kemudian induksi diulangi
biasanya maksimal 3 kali. Setelah janin atau jaringan konsepsi berhasil keluar
dengan induksi ini dilanjutkan dengan tindakan kuretase sebersih mungkin.4
Pada dekade belakangan ini banyak tulisan yang telah menggunakan
prostaglandin atau sintetisnya untuk melakukan induksi pada missed abonion. Salah
satu cara yang banyak disebutkan adalah dengan pemberian mesoprostol secara
sublingual sebanyak 400 mg yang dapat diulangi 2 kali dengan jarak enam jam.
Dengan obat ini akan terjadi pengeluaran hasil konsepsi atau terjadi pembukaan
ostium serviks sehingga tindakan evakuasi dan kuretase dapat dikerjakan untuk
mengosongkan kawm uteri. Kemungkinan penyulit pada tindakan missed abonion
ini lebih besar mengingat jaringan plasenta yang menempel pada dinding uterus
biasanya sudah lebih kuat. Apabila terdapat hipofibrinogenemia perlu disiapkan
transfusi darah segar atau fibrinogen. Pascatindakan kalau perlu dilakukan
pemberian infus intravena cairan oksitosin dan pemberian antibiotika.4
Pada abortus insipiens dan abortus inkomplet, bila ada tanda-tanda syok maka
diatasi dulu dengan pemberian cairan dan transfuse darah. Apabila terjadi
perdarahan yang hebat pada abortus inkomplet, dianjurkan segera melakukan
penegluaran jaringan secepat mungkin dengan metode digital/manual sehingga
uterus dapat berkontraksi dengan baik dan perdarahan segera berhenti. Selanjurnya

14
dilakukan tindakan kuretase. Tindakan yang dianjurkan ialah dengan karet vakum
menggunakan kanula dari plastik. Setelah itu, beri obat-obat uterotonika parenteral
ataupun peroral dan antibiotika2.
Pada keadaan abortus komplet dimana seluruh hasil konsepsi dikeluarkan
(desidua dan fetus), sehingga rongga rahim kosong, terapi yang diberikan hanya
uterotonika. Untuk abortus tertunda, obat diberi dengan maksud agar terjadi his
sehingga fetus dan desidua dapat dikeluarkan, kalau tidak berhasil, dilatasi dan
kuretase dilakukan. Histerotomia anterior juga dapat dilakukan dan pada penderita,
diberikan tonika dan antibiotika. Pengobatan pada kelainan endometrium pada
abortus habitualis lebih besar hasilnya jika dilakukan sebelum ada konsepsi
daripada sesudahnya. Merokok dan minum alkohol sebaiknya dikurangi atau
dihentikan2.
Abortus terapeutik adalah pengakhiran kehamilan sebelum saatnya janin
mampu hidup dengan maksud melindungi kesehatan ibu. Antara indikasi untuk
melakukan abortus terapeutik adalah apabila kelangsungan kehamilan dapat
membahayakan nyawa wanita tersebut seperti pada penyakit vaskular hipertensif
tahap lanjut dan karsinoma invasif pada serviks. Selain itu, abortus terapeutik juga
boleh dilakukan pada kehamilan akibat perkosaan atau akibat hubungan saudara
(incest) dan sebagai pencegahan untuk kelahiran fetus dengan deformitas fisik yang
berat atau retardasi mental. Kontraindikasi untuk melakukan abortus terapeutik
adalah seperti kehamilan ektopik, insufiensi adrenal, anemia, gangguan pembekuan
darah dan penyakit kardiovaskular2.
Abortus terapeutik dapat dilakukan dengan cara1:
1. Kimiawi – pemberian secara ekstrauterin atau intrauterin obat abortus,
seperti: prostaglandin, antiprogesteron, atau oksitosin.
2. Mekanis:
a. Pemasangan batang laminaria atau dilapan akan membuka serviks
secara perlahan dan tidak traumatis sebelum kemudian dilakukan
evakuasi dengan kuret tajam atau vakum.
b. Dilatasi serviks dilanjutkan dengan evakuasi, dipakai dilator Hegar
dilanjutkan dengan kuretasi.

15
c. Histerotomi / histerektomi

2.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan abortusinkomplet adalah sebagai berikut2:
1. Gangguan pembekuan darah
Komplikasi yang sering terjadi sebagai akibat produk kehamilan
yang mati tertahan di dalam kavum uteri adalah gangguan pembekuan
darah. Gangguan ini jarang terjadi bila janin mati tertahan kurang dari satu
bulan. Bila lebih dari satu bulan, kira-kira 25% mengalami gangguan yang
disebut consumtive coagulopathy, di mana terjadi penurunan kadar
fibrinogen sampai kurang dari 100mg/dl.5
Sebaliknya Fibrin degradation product (FDP) meningkat. Sel
trombosit juga mengalami penurunan. Defek koagulasi dimediasi oleh
tromboplastin yang dilepaskan oleh jaringan fetus yang mati, yang akan
memacu terjadinya koagulasi intravaskuler (DIC). Pengobatan perdarahan
yang terjadi, pada kasus DIC adalah dengan pemberian heparin atau
pemberian fibrinogen, fresh frozen plasma atau tranfusi platelet, di samping
juga prosedur baku penanganan perdarahan seperti infus elektrolit dan blood
replacement.
2. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam
posisi hiperretrofleksi. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya
perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya
perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukan alat-alat lain.
3. Infeksi
Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang
merupakan flora normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu
staphylococci, streptococci, Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma,
Treponema (selain T. paliidum), Leptospira, jamur, Trichomonas vaginalis,
sedangkan pada vagina ada lactobacili, streptococci, staphylococci, Gram
negatif enteric bacilli, Clostridium sp., Bacteroides sp, Listeria dan jamur.2

16
2.9 Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Bonam
Quo ad cosmeticam : Bonam

17
BAB III

STATUS PASIEN

Tanggal Pemeriksaan : 27 Agustus 2018


Ruangan : Nifas Atas RSU Anutapura
Jam : 12.30 WITA

IDENTITAS
Nama : Ny. N
Umur : 28 tahun
Alamat : Petobo
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Pendidikan : S1

ANAMNESIS: pengeluaran darah dari jalan lahir


Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD Kebidanan RS Anutapura dengan keluhan pengeluaran
darah dari jalan lahir serta nyeri perut bagian bawah yang telah dirasakan sejak
2 hari yang lalu. Pasien juga merasakan adanya nyeri ulu hati. Pasien tidak haid
dalam 1 bulan terakhir dan memeriksakan ke bidan dan dinyatakan positif hamil
dengan HPHT pada 12 Juli 2018. Selama kehamilan pasien baru 1x
memeriksakan kehamilannya ke bidan. Namun gerakan janin belum dirasakan
oleh pasien. Pasien belum mengkonsumsi obat. Pasien merasakan mual (+),
muntah(-), pusing (-), sakit kepala (-). BAB (-), BAK (+).

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat abortus (-), Riwayat operasi (-), Hipertensi (-), diabetes(-), penyakit
jantung (-), alergi (-), keputihan (-).

18
Riwayat Obstetri :
Anak Tahun Umur Jenis penolong Keadaan
persalinan kehamilan persalinan anak
I 2008 8 bulan PPN Bidan Hidup
II 2013 9 bulan PPN bidan Hidup
Kehamilan 2018 6 minggu
sekarang

Riwayat kontrasepsi
Tidak pernah

Riwayat Haid:
1. Haid pertama kali pada usia 13 tahun
2. Menstruasi teratur
3. Lama menstruasi 5-7 hari
4. Haid terakhir tanggal 12 Juli 2018
5. Jumlah darah haid 3 kali mengganti pembalut setiap hari

Riwayat Pernikahan

Menikah 2x, usia pernikahan 3 bulan.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Menurut pasien di keluarga pasien tidak ada memiliki keluhan seperti pasien.
Riwayat penyakit jantung, hipertensi, DM, asma disangkal.

PEMERIKSAAN FISIK
KU : Sakit Sedang Tek. Darah :130/70 mmHg
Kesadaran : composmentis Nadi : 88 x/menit
BB : 56 Kg Respirasi : 22 x/menit
TB : 158 cm Suhu : 36,8 ºC

19
 Kepala – Leher :
Bentuk normal, Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-), edema palpebra (-
/-), pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-) Mulut sianosis (-)
 Thorax :
I : Pergerakan thoraks simetris bilateral kanan dan kiri
P : Nyeri tekan (-), massa tumor (-),
P : Sonor pada kedua lapang paru, pekak pada area jantung, batas jantung kiri
pada ICS 5 linea axillaris anterior.
A : Bunyi pernapasan vesikular +/+, rhonki -/- basal paru, wheezing -/-. Bunyi
jantung I/II regular, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen :
I : Kesan cembung
A : Peristaltik (+) kesan normal
P : Timpani (+), shifting dullness (-)
P : Nyeri tekan epigastium (+)
PEMERIKSAAN OBSTETRI
Pemeriksaan luar

Inspeksi : pembesaran abdomen (+)


Palpasi : nyeri tekan (+) pada bagian perut bawah
Leopold I : belum teraba
Leopold II : belum teraba
Leopold III : belum teraba
Leopold IV : belum teraba
DJJ : -
HIS :-
Pergerakan Janin : -

Pemeriksaan Dalam (VT)

- Vulva : tidak ada kelainan


- Vagina : tidak ada kelainan

20
- Portio : konsistensi kenyal, teraba permukaan licin,OUE tidak ada
pembukaan, nyeri goyang (-), massa tumor (-)
- Uterus : posisi antefleksi, uterus membesar, teraba tidak adanya
massa
- Adneksa : Tidak ada massa, nyeri (-)
- Pelepasan : darah segar (+)

 Ekstremitas :
Akral hangat +/+, edema -/-, deformitas -/-

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :
Leukosit : 15,3 x103/μL
Eritrosit : 3,69 x106/μL
Hemoglobin : 11,2 g/dL
Platelet : 293 x103/μL
Hematokrit : 31,8 %
CT : 8 menit
BT : 3 menit
HbsAg : Non reaktif
Anti-HIV : Non reaktif
GDS : 126 mg/dL

USG : Uterus tampak mengecil, kantong gestasi mengecil dan irregular


dan tidak ada tanda kehidupan.

RESUME
Pasien perempuan G3P2A0 umur 28 tahun masuk dengan keluhan
pengeluaran darah dari jalan lahir dan nyeri pada abdomen sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit. Pasien mengalami amenorea dalam 1 bulan terakhir dan
memeriksakan ke bidan dan dinyatakan positif gravid dengan HPHT pada 12 Juli

21
2017. Selama gravid pasien baru 1x melakukan antenatal care ke bidan. Namun
gerakan janin belum dirasakan oleh pasien. Pasien belum mengkonsumsi obat.
Pasien merasakan nausea (+).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 130/70 mHg, Nadi 88x/m,
Respirasi 22x/m, Suhu 36,8 C. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan tampak
cembung. Pada pemeriksaan genitalia tidak didapatkan adanya pembukaan. Hasil
USG ditemukan uterus tampak mengecil, kantong gestasi mengecil dan irregular
dan gambaran fetus masih lengkap dan tidak ada tanda kehidupan.

DIAGNOSIS
GIIIPIIA0 gravid 5-6minggu + missed abortion

PENATALAKSANAAN
- Rencana dilakukan tindakan kuretase
- IVFD RL 24 tpm
- Cefadroxil 2x500mg
- Inj. Ketorolac 1amp/8j/IV
- Inj. Asam Tranexamat 1amp/12j/IV
- Drips oxytocin 1 ampul dalam RL 500cc

Dokumentasi

Gambar 1. Hasil USG Missed abortion

22
Gambar 2. Proses kuretase

Gambar 3. Pengeluaran hasil konsepsi

23
FOLLOW UP

NO TANG GAL HASIL FOLLOW UP

1. 29 Agustus 2018 S : Nyeri perut bagian bawah (+), perdarahan


per vaginam (+), pusing (-), mual (-),
muntah (-), BAB (+) lancar, BAK (+)
lancar.
O : KU: Sakit Sedang
Kesadaran: Compos mentis
TD: 110/70 mmHg
N : 72 x/m
P : 22 x/m
S : 36,3ºc
Konjungtiva : Anemis -/-
A: P2A1 post kuretase hari 1 a/i missed
abortion
P:
- Infus RL 20 tpm
- Cefadroxil tab 2x500mg
- Asam mefenamat 3x500mg
- Metilergometrin 3x1
- Sulfas ferrous tab 1x300mg
- Cek Hb post kuret
2. 30 Agustus 2018 S : Nyeri perut (+) berkurang, perdarahan per
vaginam (-), pusing (-), mual (-), muntah (-
), BAB (+) lancar, BAK (+) lancar.
O : KU: Sakit Sedang
Kesadaran: Compos mentis
TD: 120/70 mmHg
N : 82 x/m
P : 20 x/m
S : 36,5ºc
Konjungtiva : Anemis -/-
A: P2A1 post kuretase hari 2 a/i missed abortion
P:
- Cefadroxil tab 2x500mg
- Asam mefenamat 3x500mg
- Sulfas ferrous tab 1x300mg
- Metilergotamin 3x1
- Rawat jalan

24
BAB IV

PEMBAHASAN

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu
atau berat janin kurang dari 500 gram. Abortus dibagi atas dua golongan yaitu
abortus spontan dan abortus provokatus. Abortus spontan adalah abortus yang
terjadi tanpa tindakan mekanis dan disebabkan oleh faktor-faktor alamiah. Abortus
provokatus adalah abortus yang terjadi akibat tindakan atau disengaja, baik dengan
memakai obat-obatan maupun alat-alat4.
Missed abortion adalah abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah
meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi
seluruhnya masih tertahan dalam kandungan.2
Pada saat pertama masuk rumah sakit pasien ini didiagnosis dengan GIIIPIIA0
Gravid 6-7 minggu+Abortus Iminens berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Diagnosis Abortus Iminens ditegakkan atas dasar anamnesis, pasien
mengalami perdarahan dari jalan lahir tanpa disertai pengeluaran jaringan, dan hal
ini sesuai teori bahwa menurut kepustakaan, pada abortus iminens terdapat
perdarahan jalan lahir dengan volume sedang hingga banyak tanpa adanya
pengeluaran jaringan atau hasil konsepsi.
Berdasarkan pemeriksaan penunjang ditemukan adanya hasil plano Test (+)
yang memperkuat bahwa pasien benar dalam keadaan hamil. Berdasarkan
pemeriksaan fisik didapatkan TD 130/70 mHg, Nadi 88x/m, Respirasi 22x/m, Suhu
36,8 C. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan tampak cembung. Pada
pemeriksaan genitalia tidak didapatkan adanya pembukaan, pelepasan darah (+).
Hal ini sesuai dengan teori mengenai abortus iminens. Kemudian pasien
direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu USG. Hasil USG
ditemukan uterus tampak mengecil, kantong gestasi mengecil dan tidak ada tanda
kehidupan. Sehingga, ditetapkan pasien didiagnosis sebagai missed abortion.
Berdasarkan teori missed abortion ditandai dengan adanya amenore pada masa
reproduksi, rahim terasa mengecil, tidak ada ekspulsi jaringan konsepsi.

25
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan ukuran uterus lebih kecil dari usia
gestasi, serviks tertutup tidak ada pembukaan, tanda kehamilan sekunder pada
payudara menghilang. Pemeriksaan Penunjang didapatkan uterus mengecil,
kantong gestasi yang mengecil, dan bentuknya tidak beraturan disertai gambaran
fetus yang tidak ada tanda-tanda kehidupan. Mungkin terdapat gejala seperti
abortus imminent (perdaharahan per vaginal dan rasa sakit yang minimal), tetapi
kemudian sembuh sendiri. Berdasarkan hal ini kasus telah sesuai dengan teori.4
Tatalaksana pada pasien ini sudah sesuai dengan teori bahwa pada missed
abortion harus dilakukan kuretase dengan terlebih dahulu dilakukan induksi dengan
pemberian drips oxytosin 1 ampul dalam RL 500c, bila ada tanda-tanda syok maka
diatasi dulu dengan pemberian cairan dan transfuse darah. Namun pasien hanya
mendapat terapi cairan dan pemberian Asam Traneksamat 1 ampul / 12 jam untuk
mengatasi adanya perdarahan. Pasien juga mendapatkan injeksi ketorolac 1
ampul/8jam dan antibiotic cefadroxil 2x500mg. hari ketiga perawatan pasien
menjalani tindakan kuretase.
Secara umum, prognosis pada pasien dengan missed abortion lebih baik jika
dibandingkan dengan masa lalu. Hal ini berkitan dengan diagnosis dini, dan
pencitraan USG disamping ketersediaan transfuse darah dan infus cairan telah
tersedia.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Gunnanegara, R., Pangemanan, D., Valasta G.(2014). Hubungan Abortus


Inkomplit dengan Faktor Risiko Ibu Hamil Di Rumah Sakit Pindad
Bandung Periode 2013-2014, Bagian Obstetri Ginekologi, Rumah Sakit
Pendidikan Immanuel Bandung, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Maranatha from : http://repository.maranatha.edu/12683/9/1110120_
Journal.pdfAccessed april 10, 2017
2. Setia, D. D.(2016). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Abortus Inkomplit Di Rumah Sakit Umum dr.Zainoel Abidin Banda Aceh,
Universitas Ubudiyah Indonesia, from : https://www.karil.uui.ac.id/
berkas/11010007170ef473a84b901759dea136c889156b3.pdf Accessed
Apr 10, 2017
3. Cunningham FG, Hauth JC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Wenstrom
KD. Obstetri Williams. Vol.2. 21th ed. Jakarta. EGC; 2006. P.226-246
4. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H.Perdarahan Pada Kehamilan Muda. In :
Hadijanto B, editor.Ilmu Kebidanan3rd ed. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2009. p.460-474
5. Supriyatiningsih, dr. Buku Bunga Rampai Pengetahuan Obstetri dan
Ginekologi untuk Pendidikan Profesi Dokter. Yogyakarta: Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
2014

27

You might also like