You are on page 1of 5

Adinda Solida – 1720532012 Auditing Lanjutan

MATERIALITAS DAN PENILAIAN AUDIT

A. KONSEP MATERIALITAS
Materialitas merupakan dasar penerapan standar auditing, terutama standar
pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Oleh karena itu, materialitas mempunyai
pengaruh yang mencakup semua aspek audit dalam audit atas laporan keuangan. Dalam
SA Seksi 319 Risiko Audit dan Materialitas Audit dalam Pelaksanaan Audit
mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan materialitas dalam perencanaan audit,
dan penilaian terhadap kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan sesuai dengan
prinsip akuntansi berterima umum.
Pengertian Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji
informasi akuntansi yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan
perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan
kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu.

B. PERTIMBANGAN AWAL TENTANG MATERIALITAS


Dalam perencanaan suatu audit, auditor harus menetapkan materialitas pada dua
tingkat berikut ini :
a. Tingkat laporan keuangan, karena pendapat auditor atas kewajaran mencakup
laporan keuangan sebagai keseluruhan.
b. Tingkat saldo akun, karena auditor memverifikasi saldo akun dalam mencapai
kesimpulan menyeluruh atas kewajaran laporan keuangan.
Faktor yang harus dipertimbangkan dalam melakukan pertimbangan awal tentang
materialitas pada setiap tingkat dijelaskan berikut ini :
1. Materialitas pada Tingkat Laporan Keuangan
Auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan materialitas. Pertama,
auditor menggunakan materialitas dalam perencanaan audit dan kedua, pada saat
mengevaluasi bukti audit dalam pelaksanan audit. Pada saat merencanakan audit,
auditor perlu membuat estimasi materialitas karena terdapat hubungan terbalik antara
jumlah dalam laporan keuangan yang dipandang material oleh auditor dengan jumlah
pekerjaan audit yang diperlukan untuk menyatakan kewajaran laporan keuangan.
Laporan keuangan mengandung salah saji material jika laporan tersebut berisi
kekeliruan atau kecurangan yang dampaknya, secara individual atau secara gabungan,

1
Adinda Solida – 1720532012 Auditing Lanjutan

sedemikian signifikan sehingga mencegah penyajian secara wajar laporan keuangan


tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. Dalam keadaan ini, salah
saji dapat terjadi sebagai akibat penerapan secara keliru prinsip akuntansi berterima
umum di Indonesia, penyimpangan dari fakta, atau penghilangan informasi yang
diperlukan.
Dalam perencanaan audit, auditor harus menyadari bahwa terdapat lebih dari
satu tingkat materialitas yang berkaitan dengan laporan keuangan. Kenyataannya,
setiap laporan keuangan dapat memiliki dari satu tingkat materialitas. Untuk laporan
laba-rugi, materialitasnya dapat dihubungkan dengan total pendapatan, laba bersih
usaha, laba bersih sebelum pajak, atau laba bersih setelah pajak. Untuk neraca,
materialitas dapat didasarkan pada total aktiva, aktiva lancar, modal kerja, atau modal
saham.
Pertimbangan awal auditor tentang materialitas seringkali dibuat enam sampai
dengan sembilan bulan sebelum tanggal neraca. Oleh karena itu, pertimbangan
tersebut dapat didasarkan atas data laporan keuangan yang dibuat tahunan. Sebagai
alternatif, pertimbangan tersebut dapat didasarkan atas hasil keuangan satu tahun atau
lebih yang telah lalu, yang disesuaikan dengan perubahan terkini, seperti keadaan
ekonomi umum dan trend industri.
Sampai dengan saat ini, tidak terdapat panduan resmi yang diterbitkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia tentang ukuran kuantitatif materialitas. Berikut
ini diberikan contoh beberapa panduan kuantitatif yang digunakan dalam praktik :
a. Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji
5 % sampai 10 % dari laba sebelum pajak.
b. Laporan keuangan di pandang mengandung salah saji material jika terdapat salah
saji ½ % sampai 1 % dari total aktiva.
c. Laporan keuangan di pandang mengandung salah saji material jika terdapat salah
saji 1 % dari total pasiva.
d. Laporan keuangan di pandang mengandung salah saji material jika terdapat salah
saji ½ % sampai 1 % dari pendapatan bruto.
2. Materialitas pada Tingkat Saldo Akun
Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang mungkin
terdapat dalam saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material. Konsep
materialitas pada timgkat saldo akun tidak boleh dicampuradukkan dengan istilah

2
Adinda Solida – 1720532012 Auditing Lanjutan

saldo akun material. Saldo akun material adalah besarnya saldo akun yang tercatat,
sedangkan konsep materialitas berkaitan dengan jumlah salah saji yang dapat
mempengaruhi keputusan pemakai informasi keuangan.
Saldo suatu akun yang tercatat umumnya mencerminkan batas atas lebih saji
( overstatement ) dalam akun tersebut. Oleh krena itu, akun dengan saldo yang jauh
lebih kecil dibandingkan materialitas seringkali disebut sebagai tidak material
mengenai risiko lebih saji. Namun, tidak ada batas jumlah kurang saji dalam suatu
akun dengan saldo tercatat yang sangat kecil. Oleh karena itu, harus disadari oleh
auditor, bahwa akun yang kelihatannya bersaldo tidak material, dapat berisi kurang
saji ( understatement ) yang melampaui materialitasnya.
3. Alokasi Materialitas Laporan Keuangan ke Akun
Bila pertimbangan awal auditor tentang materialitas laporan keuangan
dikuantifikasikan, penaksiran awal tentang materialitas untuk setiap akun dapat
diperoleh dengan mengalokasikan materialitas laporan keuangan kea kun secara
individual. Dalam melakukan alokasi, auditor harus mempertimbangkan
kemungkinan terjadinya salah saji dalam akun tertentu dengan biaya yang harus
dikeluarkan untuk memverifikasi akun tersebut.
C. HUBUNGAN ANTARA MATERIALITAS DENGAN BUKTI AUDIT
Materialitas merupakan satu di antara berbagai faktor yang mempengaruhi
pertimbangan auditor tentang kuantitas (kecukupan) bukti audit. Dalam membuat
generalisasi hubungan antara materialitas dengan bukti audit, perbedaan istilah
materialitas dan saldo akun material harus tetap diperhatikan. Semakin rendah tingkat
materialitas, semakin besar jumlah bukti yang diperlukan. (hubungan terbalik). Semakin
besar atau semakin signifikan suatu saldo akun, semakin banyak jumlah bukti yang
diperlukan

3
Adinda Solida – 1720532012 Auditing Lanjutan

PENILAIAN RISIKO

ISA 315.5 menjelaskan bahwa auditor wajib melakukan prosedur penilaian risiko untuk
mengidentifikasi dan menilai risiko salah saji material pada tingkat laporan keuangan dan
pada tingkat asersi. Prosedur penilaian risiko itu sendiri tidak memberikan bukti audit yang
cukup dan tepat sebagai dasar pemberian opini audit. ISA 315.6 menjelaskan bahwa prosedur
penilain risiko meliputi:
a) Bertanya kepada manajemen dan pihak lain dalam entitas yang menurut auditor
mungkin mempunyai informasi yang dapat membantu mengidentifikasi risiko salah
saji material yang disebabkan oleh kecurangan atau kekeliruan
ISA 240.17 menjelaskan bahwa auditor wajib menanyakan kepada manajemen
tentang:
1. Penilaian oleh manajemen mengenai risiko salah saji material dalam laporan
keuangan karena kecurangan, termasuk tentang sifat, luas, dan berapa
seringnya penilaian tersebut dilakukan
2. Proses yang dilakukan manajemen untuk mengidentifikasi dan menanggapi
risiko kecurangan dalam entitas itu, termasuk risiko kecurangan yang
diidentifikasi oleh manajemen atau yang dilaporkan kepada manajemen, atau
risiko kecurangan mungkin terjadi dalam jenis transaksi, saldo akun, atau
pengungkapan
3. Komunikasi manajemen dengan TCWG mengenai proses yang dilakukan
manajemen untuk mengidentifikasi dan menanggapi risiko kecurangan dalam
entitas itu
4. Komunikasi manajemen dengan karyawan, jika ada, tentang pandangan
manajemen mengenai praktik-praktik bisnis dan perilaku etis.

b) Prosedur analitikal
Prosedur analitis adalah evaluasi informasi keuangan yang dilakukan dengan
mempelajari hubungan logi antara data keuangan dan data non keuangan yang
meliputi perbandingan-perbandingan jumlah yang tercatat dengan ekspektasi auditor.
Tujuan prosedur analitik dalam perencanaan antara lain:
1) Meningkatkan pemahaman auditor atas usaha klien dan transaksi yang terjadi
sejak tanggal audit terakhir.
4
Adinda Solida – 1720532012 Auditing Lanjutan

2) Mengidentifikasi bidang yang kemungkinan mencerminkan risiko tertentu


yang bersangkutan dengan audit.
3) Prosedur analitik dapat mengungkapkan :
a. Peristiwa atau transaksi yang tidak biasa
b. Perubahan akuntansi
c. Perubahan usaha
d. Fluktuasi acak
e. Salah saji
Prosedur analitis memiliki tahap-tahap sebagai berikut:
a) Mengidentifikasi perhitungan atau perbandingan yang harus dibuat
b) Mengembangkan harapan
c) Melaksanakan data dan mengidentifikasi perbedaan signifikan
d) Menyelidiki perbedaan signifikan yang tidak terduga dan mengevaluasi
perbedaan tersebut
e) Menentukan dampak hasil prosedur analitik terhadap perencanaan audit

c) Pengamatan dan inspeksi


Observasi atau pengamatan dan inspeksi (bertanya) mempunyai dua fungsi yaitu:
1. Mendukung prosedur bertanya (inquiries) kepada manajemen dan pihak-pihak
lain
2. Menyediakan informasi tambahan mengenai entitas dan lingkungannya.
Ketiga prosedur tersebut dilakukan selama berlangsungnya audit. Dalam banyak situasi, hasil
dari satu prosedur akan membawa pada prosedur lain. Ketiga prosedur tersebut merupakan
hal yang penting yang harus dilaksanakan oleh auditor agar risiko salah saji material dapat
teridentifikasi dan menjadikan informasi yang relevan bagi entitas maupun pengguna
eksternal.

You might also like