You are on page 1of 6

MELIHAT KEBIJAKAN NASIONAL PADA PERAWATAN

PALIATIF DI INDONESIA

Saat ini di Indonesia jumlah pasien dengan penyakit terminal seperti


penyakit kanker, penyakit degeneratif, penyakit paru obstruktif kronis, cystic
fibrosis, stroke, parkinson, gagal jantung, penyakit genetika dan penyakit infeksi
seperti HIV/AIDS mengalami peningkatan dan belum dapat disembuhkan dengan
baik pada orang dewasa maupun anak-anak. Pasien dengan penyakit terminal
memerlukan pendekatan yang terintegrasi guna mengurangi penderitaan yang
dialami agar dapat meningkatkan kualitas hidup yang baik di akhir hidupnya dan
meninggal secara dignity (bermartabat). (Depkes, 2015)
Dalam penanganan penyakit terminal tersebut masih sangat dikhawatirkan
oleh perawat. Banyak perawat yang masih bingung dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan penyakit terminal dan cara berkomunikasi
kepada keluarga pasien. Dalam menangani hal tersebut perawat perlu dilatih,
hanya saja terkadang kebijakan dari rumah sakit yang menghalangi perawat untuk
lebih membantu pasien.
Pemerintah Indonesia haruslah menetapkan kebijakan terkait peningkatan
kualitas pelayanan kesehatan pada pasien di Indonesia. Maka dari itu pada tahun
2007 Menteri Kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan suatu Keputusan
Nomor 812/MENKES/SK/VII/2007 tentang Kebijakan Perawatan Paliatif. Isinya
yaitu perawat ditugaskan untuk melakukan suatu perawatan paliatif terhadap
pasien dengan penyakit terminal yang kemungkinan tidak bisa sembuh dan sudah
dinyatakan akan meninggal. Tujuan dari perawatan paliatif ini yaitu pasien
dengan penyakit terminal tersebut dapat meninggal secara damai atau Peaceful
Death / Khusnul Khotimah. Perawat juga dituntut untuk membantu keluarga yang
ditinggalkan pasien agar menerima dan tidak mengalami depresi berkelanjutan.
Ada beberapa isu terkait Perawatan Paliatif (Palliative Care) baik hal itu
tentang pasien maupun perawat, yaitu tentang pasien-pasien dengan penyakit apa
saja yang seharusnya mendapatkan Perawatan Paliatif, terkait dengan dimensi
kualitas hidup pasien yaitu spiritual dan yang terakhir yaitu tentang jumlah
Rumah Sakit yang dapat memberikan Perwataan Paliatif dan Jumlah Hospice di
Indonesia.

Perawatan Paliatif adalah suatu pendekatan yang bertujuan untuk memperbaiki


kualitas hidup pasien dan menenangkan keluarga yang menghadapi masalah
berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa (WHO, 2002)
(KEPMENKES RI NOMOR: 812, 2007). Kualitas hidup pasien di sini meliputi
dimensi – dimensi antara lain : gejala fisik, kemampuan fungsional (aktivitas),
kesejahteraan keluarga, spiritual, fungsi sosial, kepuasan terhadap pengobatan
(termasuk masalah keuangan), orientasi masa depan, kehidupan seksual, termasuk
gambaran terhadap diri sendiri, fungsi dalam bekerja. Istilah perawatan paliatif
pertama kali diperkenalkan oleh dokter Kanada Balfour Mount pada tahun 1973.
Namun, di Indonesia sendiri Perawatan Paliatif baru ditetapkan dan di jalankan
beberapa tahun terakhir ini saja.
Peran perawat dalam perawatan paliatif adalah sebagai seseorang yang
memiliki waktu terlama bersama pasien sehingga perawat mempunyai
kesempatan untuk mengenal pasien lebih jauh. Perawat juga perlu mengobservasi
terkait apa-apa saja yang terjadi dan apa yang penting dan dibutuhkan bagi pasien,
serta membantu pasien dalam mengatasi dampak perkembangan dari
penyakitnya. Selain itu, Perawat juga membantu mengurangi rasa nyeri yang
dialami pasien, membantu membangun keluarga yang akan kehilangan salah satu
anggota keluarganya untuk bisa menerima dan tidak terlalu larut dalam kesedihan
yang nantinya bisa mengakibatkan depresi.
Dalam Keputusan Nomor 812/MENKES/SK/VII/2007 pada latar
belakangnya berbunyi, “Perawatan paliatif adalah pelayanan kesehatan yang
bersifat holistik dan terintegrasi dengan melibatkan berbagai profesi dengan dasar
falsafah bahwa setiap pasien berhak mendapatkan perawatan terbaik sampai akhir
hayatnya (Doyle & Macdonald, 2003: 5). Keputusan tersebut menjelaskan, bahwa
perawatan paliatif itu dilakukan agar pasien mendapatkan perawatan terbaik
sampai akhir hayatnya, berarti setiap orang berhak mendapatkan perawatan
paliatif tersebut. Namun, faktanya perawatan paliatif di Indonesia sendiri itu lebih
ditekankan pada seseorang yang menderita penyakit kanker. Padahal perawatan
paliatif pada hakikatnya ditujukan pada pasien penyakit terminal yang merupakan
penyakit progresif yaitu penyakit yang menuju ke arah kematian yang berarti
bukan hanya kanker saja. Akan tetapi, kebanyakan dari keputusan yang dibuat
oleh Menteri Kesehatan sendiri tentang perawatan paliatif itu, bahwa paliatif care
tersebut lebih mengarah ke pasien dengan penyakit kanker. Seperti pada
Kementerian Kesehatan RI 2013 tentang Pedoman Teknis Pelayanan Paliatif
Kanker dan Keputusan Menteri Kesehatan Indonesia Nomor
430/MENKES/SK/IV/2007 tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Kanker.
Banyak penyakit kronis di Indonesia selain kanker yang dapat
menyebabkan pasien yang mengidapnya meninggal dan perlu mendapatkan
Perawatan Paliatif. Penyakit kanker sendiri termasuk penyebab kematian
terbanyak di Indonesia dan setiap tahunnya mengalami peningkatan dan
merupakan penyebab kematian terbesar nomor 2 di dunia setelah penyakit
kardiovaskuler. Akan tetapi jika ditinjau lagi ada penyakit yang lebih dominan
sebagai penyebab kematian pasien antara lain ada Stroke, Jantung dan HIV/AIDS.
Kementerian Kesehatan Indonesia hanya membuat keputusan terkait
penyakit kanker saja dan tidak membuat keputusan tentang penyakit kronis yang
sebenarnyajuga tidak alah parah dari kanker. Tentunya pada usia lansia kita tahu
bahwa hidupnya juga tidak lama lagi, itu berarti para lansia juga berhak untuk
mendapatkan perawatan paliatif, khususnya untuk lansia yang tidak memiliki
keluarga. Padahal jika ditinjau diawal bahwa tujuan dari perawatan paliatif itu
sendiri untuk meningkatkan kualitas hidup dan memberikan perawatan terbaik
sampai akhir pasien. Kita perlu meningkatkan pemberian pelayanan perawatan
paliatif di Indonesia. Alangkah lebih baik lagi kalau Perawatan Paliatif tersebut
ditujukan bagi pasien dengan penyakit terminal tidak hanya difokuskan pada
kanker saja bahkan usai lansia pun berhak untuk mendapatkan perawatan paliatif
dengan disertai keputusan tertulis dari Menteri Kesehatan Indonesia.
Untuk isu paliatif care terkait dengan dimensi kualitas hidup pasien,
dimana salah satu dimensi kualitas hidup pasien ada yang berkaitan dengan
spiritual. Salah satu tugas perawat dalam aspek spiritual tersebut yaitu dengan
membimbing pasien yang akan meninggal di hari itu, di waktu akhirnya untuk
mengucapkan kalimat berbau spiritual yang sesuai dengan kepercayaannya atau
perawat boleh meminta bantuan pada pemuka agama untuk melakukannya.
Contohnya, untuk pasien beragama Islam, maka perawat yang bertugas boleh
membimbingnya mengucapkan kalimat syahadat sehingga pada saat kematiannya,
pasien dapat meninggal secara khusnul khotimah dan damai. Biasanya yang
menjadi masalah yaitu apabila perawat muslim menangani pasien beragama
kristen ataupun sebaliknya, tindakan apa yang mesti perawat lakukan dalam
menangani masalah tersebut? Tentunya perawat bisa meminta bantuan kepada
pemuka agama sesuai dengan kepercayaan yang dianut oleh pasien atau perawat
yang bersangkutan bisa memanggil perawat yang lain untuk menggantikannya.
Tidak hanya itu, perawat juga bisa meminta keluarga pasien untuk membimbing
pasien saat detik-detik terakhir hidupnya.
Perawatan hospis atau Hospice care adalah perawatan pasien terminal
(stadium akhir) dimana pengobatan terhadap penyakitnya tidak diperlukan lagi.
Perawatan ini bertujuan meringankan penderitaan dan rasa tidak nyaman dari
pasien, berlandaskan pada aspek bio-psiko-spiritual. Perawatan Hospis adalah
model perawatan paliatif bagi pasien yang diperkirakan akan meninggal dalam
waktu kurang dari 6 bulan. Bila hospis dilakukan di rumah sakit dengan model
layanannya sesuai prinsip paliatif disebut Hospital-based Hospice. Hospis dapat
dilakukan di suatu bangunan tersendiri, dengan memberikan suasana rumah dan
prinsip paliatif (Yennurajalingam, 2016)
Prinsip tentang hospice care yaitu memberikan perawatan suportif kepada
orang-orang ditahap akhir penyakit terminal dan fokus pada kenyamanan dan
kualitas hidup, bukan pada penyembuhan. Di Indonesia penatalaksanaan hospice
care masih belum terfokus, karena masih banyak dikaitkan bahwa antara palliative
care, hospice care dan homecare adalah sama dan masih belum adanya rumah
sakit di Indonesia yang menyediakan program perawatan hospice care yang
dilakukan di Rumah Sakit. (Mulyanto, 2016)
Hospice merupakan tempat dimana pasien dengan penyakit stadium
terminal yang tidak dapat dirawat di rumah dengan kata lain keadaannya sudah
parah dapat dirawat di sana. Hospice ini merupakan tempat dimana pasien dirawat
inap, namun tempat tersebut bukanlah sebuah rumah sakit melainkan suatu tempat
yang memang di khususkan untuk pasien dengan penyakin kronis dan terminal
misalnya stroke, jantung, kanker, parkinson dan penyakit kronis lainnya untuk
mendapatkan perawatan seperti di rumah sendiri.
Rumah sakit yang dapat memberikan perawatan paliatif juga masih
terbilang sedikit. Seperti yang tertulis di dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 812/Menkes/SK/VII/2007 bahwa di Indonesia, Rumah
Sakit yang mampu memberikan Pelayanan Paliatif masih terbatas di 5 provinsi
yaitu Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar dan Makassar. Padahal Rumah
sakit juga sangat dibutuhkan bagi pasien dengan penyakit teminal yang
kemungkinan tidak dapat disembuhkan.
Kementrian Kesehatan harus sigap membuat keputusan tentang orang-
orang yang berhak mendapat perawatan paliatif. Jumlah Hospice di Indonesia pun
harus diperbanyak lagi. Terkhusus untuk perawat harus terus belajar terkait
dengan perawatan paliatif. Perwat juga perlu melatih empatinya dan jangan bawa
perasaan dan terbawa suasana ketika ada salah satu pasien yang meninggal
sehingga perasaan mengarah pada perilaku simpati.
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. InfoDATIN Pusat Data dan


Informasi Kementerian Kesehatan RI : Situasi dan Analisis Keluarga Berencana.
Edisi, 29 Juni 2014. Jakarta Selatan : Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI. Diakses tanggal 22 November 2017. Dari
: http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/infoda
tin-harganas.pdf

KEPMENKES RI NOMOR : 812/MENKES/SK/VII/2007 Tentang Kebijakan


Perawatan Palliative Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Kementerian Kesehatan RI 2013. Pedoman Teknis Pelayanan Paliatif Kanker.


Diakses pada tanggal 22 November 2017. Dari
: http://www.pptm.depkes.go.id/cms/frontend/ebook/PEDOMAN_PALIATIF_aca
cia_15_Mei_2013.pdf

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia NOMOR :


430/MENKES/SK/IV/2007 Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Kanker
Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Ngakili, O. R. and Mulyanto, P. M. (2016) ‘Persepsi Tenaga Kesehatan Terhadap


Pentingnya Keberadaan Hospice Care Untuk Pasien Kanker Stadium Terminal di
RSUP Fatmawati Jakarta.

Yennurajalingam, S. and Bruera, E. (2016) Oxford American Handbook of


Hospice and Palliative Medicine And Supportive Care. Second Edi. Oxford
University Press.

You might also like