Professional Documents
Culture Documents
Kelompok II
Analisis dugaan Malpraktik bidan, berdasarkan tugas dan tanggung jawab, wewenang dan etika profesi bidan.
Diduga Jadi Korban Malpraktek Seorang ibu muda di Asahan terpaksa buang angin dan air besar dari
kemaluannya. Itu terjadi setelah wanita tersebut melahirkan anak pertamanya. Diduga, ia jadi korban
Ibu muda yang diduga jadi korban malpraktek itu adalah, Erna Wahyuni boru Sinaga (25) warga Desa
Lubuk Palas, Kecamatan Silau Laut, Kabupaten Asahan. Di temui wartawan di kediamannya, Erna cerita,
kelainan aneh yang dialaminya berawal Januari 2013 lalu, saat melahirkan anak pertama buah perkawinan
dengan suaminya, Junanda Sinuraya (26). “Saat melahirkan, proses persalinanku normal tidak operasi dan
bidan PTT yang menanganinya Bidan Wadiastuti,” kata Erna Wahyuni boru Sinaga didampingi suaminya
Proses persalinan berjalan lancar, bayi perempuan terlahir normal. Keanehan itu muncul tiga hari setelah
Erna melahirkan, ia buang angin dan air besar tak lagi dari anusnya, melainkan dari kemaluannya. “Saya
taunya, saat saya melihat pembalut yang saya pakai bukan keluar darah, tapi kotoran,” kata Erna sembari
mengaku kaget saat peristiwa itu pertama kali terjadi. Keanehan itu kemudian dilaporkan Erna ke Bidan
PTT, Wadiastuti yang menanganinya saat proses persalinan. Seminggu kemudian, Bidan Wadiastuti
datang menemui Erna di rumahnya. “Sama bidan itu, kemaluan saya diheting tiga kali, tapi itu gak berhasil,
saya tetap buang angin dan air besar dari kemaluan,” katanya.
Takut terjadi hal yang tak diinginkan, Erna dan suaminya mengecek penyakitnya ke RS Jamaluddin.
Setelah diperiksa, jahitan di kemaluan Erna dibuka dan kembali dijahit ulang. “Pas ditangani sama petugas
medis RS Jamaluddin, satu sampai dua hari saya buang angin dan air besar normal, dari anus. Tapi, itu
gak lama, hari ketiga, saya kembali buang angin dan air besar dari kemaluan,” sambung Erna. Tak ingin
terjadi hal yang tak diinginkan, Junanda Sinuraya pun membawa istrinya, Erna ke dokter spesialis
kandungan. “Setelah diperiksa dokter spesialis kandungan, kata dokter itu saya harus dioperasi,” katanya.
Erna juga mengatakan, saat itu Bidan Wadiastuti berjanji akan bertanggung jawab biaya perobatannya
hingga normal. “Bidan itu sudah ngaku salah dan mau bertanggung jawab dengan membayar semua biaya
perobatanku,” jelasnya. Tepat, 13 Januari 2013 lalu, Bidan Widiastuti pun membuat surat perjanjian yang
isinya akaan bertanggung jawab dan mengaku lalai. “Meski sudah buat surat perjanjian, sampai sekarang
bidan itu gak memenuhi isi dalam perjanjiannya itu. Bidan itu terkesan menghindar,” kata Erna sembari
menjelaskan saat surat pernjanjian itu dibuat disaksikan 2 orang saksi dan bermaterai.
Sementara itu, Junanda Sinuraya mengaku keberatan dengan sikap yang dilakukan Bidan Widiastuti yang
terkesan tak bertanggung jawab. “Padahal istri saya dan bidan itu sudah buat surat pernjanjian yang
ditandatangani di atas materai. Dalam perjanjian itu, bidan tersebut siap bertanggungjawab. Tapi
kenyataannya berbeda, dia seakan lepas tangan, karena sampai saat ini semua isi dalam perjanjian belum
Junanda juga mengaku telah melaporkan Bidan Widiastuti ke Polres Asahan atas tuduhan dugaan
malpraktek. “Sudah kita laporkan bidan itu ke polisi, karena bidan itu tidak ada itikad baik untuk memenuhi
Sumber:
http://www.metro24jam.co.id/?p=19807
← Bahan Ajar : TEORI-TEORI YANG MENDASARI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENGHADAPI DILEMMA
ETIK/MORAL PELAYANAN KEBIDANAN
Bidan yang professional akan memahami perannya dan dapat melaksanakan tupoksinya
dengan penuh tanggung jawab serta sesuai dengan etika profesinya.2 Area yang paling rawan
menimbulkan konflik adalah aspek hukum. Hukum dan etika sering terlihat saling
melengkapi, namun terkadang juga saling bertentangan. Etika bersifat kompleks, tetapi
harus dapat digunakan untuk menunjang asuhan yang diberikan dalam pengambilan
keputusan untuk meningkatkan kualitas praktik kebidanan yang diberikan oleh bidan.1
Terdapat beberapa macam kerangka etika yang digunakan dalam praktik sehari-hari.
Menurut Edwards (1996), ada empat tingkatan pemikiran moral yang dapat digunakan
untuk membantu merumuskan argument dan diskusi dalam memecahkan dilemma moral.
Keempat langkah tersebut antara lain (1) Penilaian, (2) Peraturan, (3) Prinsip, dan (4) Teori
Etika.3
Berdasarkan sistem empat tahapan dari Edwards, bidan yang memberikan asuhan pada
Meita harus melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Meita merupakan sosok yang asertif
dan tahu apa yang diinginkannya harus terjadi padanya. Akan mudah bagi bidan untuk
membuat penilaian segera tentang Meita dan alasannya menginkan penanganan
persalinannya dengan teknologi rendah/intervensi yang minim.
Pada saat berdiskusi, bidan harus menjelaskan aturan yang legal dan moral yang mengatur
praktiknya. Peraturan moral yang paling utama adalah jujur, sehingga bidan harus
menjelaskan kondisi kliennya saat ini dan komplikasi yang dapat terjadi padanya. Kejujuran
ini penting agar dapat membangun rasa saling percaya dan hubungan yang baik antara
mereka. Hal lain yang harus diperhatikan bidan adalah prinsip otonomi. Otonomi bersifat
umum, tetapi berlaku juga dalam asuhan kebidanan, dimana bidan harus dapat menghargai
pilihan kliennya.1
Pilihan Meita harus dapat dipastikan sebagai pilihan yang rasional yang tidak akan
menimbulkan implikasi yang merugikan baik bagi dirinya maupun janin yang
dikandungnya. Jika memang pilihan tersebut adalah yang terbaik, secara substansi, etika
dan pertimbangan lainnya terhadap keselamatan pasien/klien, maka bidan harus
mendukung otonomi tersebut untuk mendapat rasa percaya dari Meita. Jika hubungan ini
dapat dipertahankan selama asuhan diberikan, baik pada tahap penilaian, peraturan, prinsip
dan etika, maka bidan sudah dapat mengaplikasikan teori etika dengan baik.
1. Penilaian
Penilaian seringkali dibuat oleh praktisi kesehatan dalam hal ini bidan adalah penilaian
cepat yang didasari oleh berbagai informasi yang berhasil dikumpulkan saat itu, dasar
tersebut dapat saja bukan merupakan dasar yang nyata, tetapi berupa keyakinan individu
yang membuatnya. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering membuat penilaian tanpa
dasar (informasi) yang tepat, kecuali berdasarkan apa yang kita lihat misalnya dalam
kendaraan umum, melayani di Puskesmas, dan lain sebagainya. Penilian semacam ini dapat
menimbulkan bias personal dan prasangka.
Dalam kasusu Meita tersebut bidan dapat menilai secara cepat berdasarkan riwayat obstetri
yang dialami Meita, sebelum informasi lain diperoleh melalui serangkaian pemeriksaan.
2. Peraturan
Peraturan adalah tataan (petunjuk, kaidah, ketentuan) yang dibuat untuk mengatur
kehidupan sehari-hari.4 Ketika melihat pada etika, peraturan adalah apa yang membimbing
praktik kita dan mengendalikan tindakan kita. Peraturan dapat dibuat dalam berbagai
bentuk dan berasal dari berbagai sumber. Beauchamps dan Childress (2001) menyebutkan
jenis peraturan yang berbeda antara lain peraturn substantive, peraturan otoritas dan
peraturan prosedural. Peraturan substantive meliputi: privasi, berkata jujur atau
kerahasiaan. Peraturan Otoritas adalah peraturan yang ditentukan oleh pihak yang berkuasa
saat peraturan dibuat untuk memberdayakan Negara atau masyarakat. Peraturan
proseduran adalah peraturan yang mendefinisikan dan mengatur serangkaian kegiatan atau
jalur yang harus ditempuh.5 Pada kasus diatas, bidan mempertimbangkan peraturan
substantive yaitu bersikap jujur, menjelaskan dampak dari intervensi yang dikehendaki serta
hal lain yang diperlukan berdasarkan teori dan aturan lain yang mengatur pemberian
asuhan kebidanan kepada kliennyanya yaitu Meita.
3. Prinsip
Prinsip dibuat berdasarkan empat aspek utama yang melandasi moralitas umum yaitu: (1)
menghormati otonomi / respect of authonomy, (2) tidak membahayakan /non-maleficence,
(3) kebaikan / beneficence (4) keadilan / justice.
4. Teori Etika
Teori yang telah dibahas sebelumnya yaitu teori utilitarian, deontologi, hedonisme dan
eudemonisme. Yang paling banyak di bahas adalah teori utilitarian dan deontology, karena
lebih sering digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan etika.6, 7
Secara singkat teori utilitarian adalah mempertimbangkan antara besarnya manfaat dan
bahaya yang ditimbukan dari suatu intervensi yang diberikan kepada klien/pasien.1 Pada
kasus Meita diatas, yang harus dipertimbangkan adalah jika tetap memberikan asuhan
persalinan normal pada Meita dengan riwayat seksio sesarea sebelumnya (Vaginal Birth
After Caesarean/VBAC), perlu mengetahui komplikasi yang akan ditimbulkan seperti ruptur
uteri. Hasil penelitian melaporkan bahwa ibu dengan VBAC dapat mencoba Trial of Labor
After Caesarean / TOLAC dengan keberhasilan kurang lebih 75%. Sisanya VBAC yang bisa
mengalami ruptur uteri dilaporkan bervariasi mulai dari 0,5-1,5% dan 5%. Syarat yang perlu
dipenuhi perlu diketahui dan disampaikan misalnya tebal serviks uteri (Segmen Bawah
Rahim/SBR) > 4 mm resiko ruptur uteri 0%, tebal SBR 2,6-3,5 berisiko ruptur uteri 0,6%,
jika <2,6 mm berisiko ruptur uteri 9,8% diukur dengan USG pada akhir kehamilan, tidak
boleh ketuban pecah dini /KPD, fetal distres, persalinan berlangsung pada area kurve
normal partograf, kontraindikasi induksi persalinan, jarak ke kamar operasi harus dapat
ditempuh dalam waktu 10-15 menit, Bukan bayi besar, IMT normal, usia 20-35 tahun,
Bishop Score harus > 6, dan lain sebagainya. Hal ini perlu disampaikan juga kepada pasien.8-
10
Teori deontology dibuat berdasarkan tulisan Immanuel Kant. Kant menekankan bahwa
untuk melakukan tugas seseorang, hal yang paling penting adalah tidak mempedulikan
segala konsekuensi yang terjadi. Disinilah letak perbedaan antara dentology dan utilitarian.
Dalam utilitarian, kita mempertimbangkan dampak dan manfaat dari suatu tindakan,
sementara pada teori deontologi, seseorang harus melakukan tugasnya apapun yang terjadi.
Dalam praktik kebidanan, tentunya teori ini tidak dapat dilakukan secara utuh, karena harus
mempertimbangkan berbagai hal. Lebih banyak yang digunakan adalah teori utilitarian.1
Langkah-Langkah Penyelesaian Masalah Etika
Masalah adalah suatu kendala atau persoalan yang harus dipecahkan dengan kata lain
masalah merupakan kesenjangan antara kenyataan dengan suatu yang diharapkan dengan
baik agar tercapai tujuan dengan hasil yang maksimal. Masalah etik merupakan kesenjangan
yang terjadi antara seorang tenaga kesehatan dengan orang lain baik dari segi etika maupun
moral sehingga membutuhkan penyelesaian dan harus dipecahkan agar tercapai tujuan yang
diharapkan.11 Langkah-langkah penyelesaian masalah :
1. Melakukan penyelidikan yang memadai
2. Menggunakan sarana ilmiah dan keterangan para ahli
3. Memperluas pandangan tentang situasi
4. Kepekaan terhadap pekerjaan
5. Kepekaan terhadap kebutuhan orang lain
Masalah etik moral yang mungkin terjadi dalam praktek kebidanan :
2. Kecakapan
Artinya seseorang memiliki kecakapan memberikan persetujuan, jika orang itu mampu
melakukan tindakan hukum, dewasa dan tidak gila. Bila pasien seorang anak yang berhak
memberikan persetujuan adalah orangtuanya, pasien dalam keadaan sakit tidak dapat
berpikir sempurna sehingga ia tidak dapat memberikan persetujuan untuk dirinya sendiri,
seandainya dalam keadaan terpaksa tidak ada keluarganya dan persetujuan diberikan oleh
pasien sendiri dan bidan gagal dalam melakukan tindaknnya maka persetujuan tersebut
dianggap tidak sah.
Contoh kasus : Bila ibu dalam keadaan inpartu mengalami kesakitan hebat maka ia tidak
dapat berpikir dengan baik, maka persetujuan tindakan bidan dapat diberikan oleh
suaminya. Bila tidak ada keluarga atau suaminya dan bidan memaksa ibu untuk
memberikan persetujuan melakukan tindakan dan pada saat pelaksanaan tindakan tersebut
gagal maka persetujuan dianggap tidak sah.
Contoh : Dalam persetujuan ditulis dengan jelas identitas pasien meliputi nama, jenis
kelamin, alamat, nama suami atau wali. Kemudian yang terpenting harus dilampirkan
identitas yang membuat persetujuan
Contoh :
Abortus provokatus pada seorang pasien oleh bidan meskipun mendapatkan persetujuan si
pasien dan persetujuan telah disepakati kedua belah pihak tetapi dianggap tidak sah
sehingga dapat dibatalkan demi hukum.
Menurut Culver dan Gert dalam Wahyuningsih dan Zein (2005), terdapat empat komponen
yang harus dapat dipahami dalam consent / persetujuan antara lain:2
1. Sukarela / volunteriness
Pilihan dibuat secara sukarela oleh klien, bukan dipaksa oleh bidan, berdasarkan pada
informasi yang lengkap dan jelas dan pertimbangan yang matang dengan memprioritaskan
kebaikan klien.
2. Informasi / information
Bidan berkewajiban memberikan informasi yang adekuat sebelum klien memutuskan suatu
pilihan. Waktu yang cukup diperlukan untuk dapat menjelaskan secara detail semua hal
yang diperlukan dalam pengambilan keputusan.
3. Kompetensi / competence
Klien harus dapat kompeten dalam memahami semua informasi yang diberikan sehingga
keputusan yang diambil adalah keputusanyang tepat, yang telah dipertimbangkan sisi positif
dan negatifnya. Pada pihak provider kesehatan, bidan harus kompeten berperan sebagai
konselor yang kompeten karena telah menguasai substansi yang harus disampaikan kepada
klien.
4. Keputusan / decision
Pengambilan keputusan merupakan tahap akhir dari proses. Pasien yang menolak suatu
intervensi demi menyelamatkan nyawanya atau yang terbaik bagi kesehatannya, perlu
dilakukan tindakan validasi, apakah yang bersangkutan kompeten dalam menentukan
keputusan bagi dirinya. Pasien yang setuju pada prosedur yang akan dilakukan, perlu
disampaikan teknis prosedur yang akan diberikan, dan buatkan senyaman mungkin.
Contoh beberapa tindakan yang memerlukan inform choice dan inform consent antara lain:2
1. Bentuk pemeriksaan ANC : palpasi Leopold, USG dll
2. Skrining laboratorium
3. Tempat melahirkan
4. Penolong persalinan
5. Pendamping persalinan
6. Pemasangan CTG
7. Augmentasi / induksi persalinan
8. Mobilisasi intra / pasca pesalinan
9. Posisi persalinan
10. Pemakaian analgesia
11. Episiotomi
12. Amniotomi
13. Keterlibatan suami di ruang persalinan
14. Teknik pemberian minum pada bayi
15. Kontrasepsi
16. Dan lain sebagainya….
Referensi
1. Riddick-Thomas NM. Midwifery Ethics. In: Fraser DM, Cooper MA, editors. Myles
Textbook for Midwifes. 14. Oxford, United Kingdom: Elsevier Science Limited; 2003.
2. Wahyuningsih HP, Zein AY. Etika Profesi Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya; 2005.
3. Edward SD. Nursing Ethics, A principle Based Approach. Basingstoke, Hants:
Macmillan; 1996.
4. Kamus Bahasa Indonesia Online 2017. [Online], Available
from: http://kamusbahasaindonesia.org/peraturan/mirip.
5. Beauchamp TL, Childress JF. Principles of Biomedical Ethics. Oxford: Oxford University
Press; 2001.
6. Jones SR. Ethics in Midwifery. London: Mosby; 2000.
7. Jones SR. Ethics and the Midwife In: Henderson C, Macdonald S, editors. Mayes’
Midwofery, A Textbook for Midwife. London: Bailliere Tindal; 2004.
8. Vaginal Birth after Cesarean Delivery: Deciding on a Trial of Labor After Cesarean
delivery. The American College of Obstreicians and Gynecologists; 2011.
9. Tingking about VBAC: Deciding waht’s right for me. [Online], Available
from: http://www.ontariomidwives.ca/images/uploads/client-resources/VBAC-
final.pdf.
10. Planning for Birth after a cesarean section, VBAC or repeat Cesarean. Health Provider
Resource [Internet]. 2013. Available
from: http://rcp.nshealth.ca/sites/default/files/clinical-practice-guidelines/VBAC
Guideline Card 201701.pdf.
11. Mafluha Y, Nurzannah S. Modul Etika dan Hukum Kesehatan Bagi Mahasiswa Diploma
III Kebidanan. Tangerang: Akademi Kebidanan Bina Husada Tangerang; 2016.