You are on page 1of 64

Cerita Bersamaku

memulai sesuatu dari ungkapan dalam hati untuk lebih baik dalam menjalani hidup yang begitu
indah...

Rabu, 06 Maret 2013


kebutuhan aktivitas dan mobilisasi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penulisan

Pertumbuhan dan perkembangan manusia merupakan hal yang berjalan terus dan berliku-liku,

proses kompleks yang sering dibagi kedalam tahap yang diatur sesuai kelompok umur.

Kronologis tersebut berdasarkan waktu dan rangkaian tugas perkembangan yang harus di capai

individu untuk maju ke tahap berikutnya (Potter & Perry, 2005 p.638)

Mobilisasi mengacu pada kemampuan seorang untuk bergerak dengan bebas, dan imobilisasi

mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas (Potter & Perry, 2005

p.1192).

Pengkajian mobilisasi pasien berfokus pada rentang gerak (latihan ROM), gaya berjalan

(menggunakan kruk, walker, dan tongkat), latihan, toleransi aktivitas serta kesejajaran tubuh.

Menurut Kozier dan Erb (2009) kruk adalah bentuk perangkat medis yang umumnya

digunakan oleh individu yang tidak bisa berjalan dengan baik atau mengalami kesulitan ekstrim

dan rasa sakit saat berjalan, penggunaannya dapat sementara (kerusakan ligamen di lutut) atau

permanen (pasien paralisis ektremitas bawah).


Memindahkan pasien mengunakan Pegangkat hidrolik untuk pasien yang tidak dapat

membantu dirinya sendiri atau yang terlalu berat untuk diangkat oleh pengangkat lain dengan

aman (Kozier, Erb, Berman & Snyder 2004).

B. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini antara lain adalah sebagai berikut :

1. Memenuhi tugas mandiri mahasiswa.

2. Memperkaya bahan bacaan pada perpustakaan yang dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa lain

untuk menambah pengetahuan.

3. Mengerti dan memahami fisiologi otot kerangka.

4. Memahami mobilisasi sesuai dengan tahap tumbuh kembang.

5. Memahami prosedur tindakan keperawatan memindahkan pasien dengan menggunakan

hydraulic lift.

6. Memahami prosedur tindakan keperawatan berjalan dengan Kruk Loftsrand (kruk lengan

bawah).
BAB II

PEMBAHASAN

I. Fisiologi Otot Kerangka

Menurut Drs. H. Syaifuddin, AMK (dalam buku Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa

Keperawatan, 2006 p.106-119) Sel otot dapat dirangsang secara kimia, listrik dan mekanik untuk

menimbulkan suatu potensial aksi yang dihantarkan sepanjang membrane sel. Sel ini

mengandung protein kontraktil dan mempunyai mekanisme yang diaktifasi oleh potensial aksi.

Kira-kira 40% dari seluruh tubuh terdiri dari otot rangka, dan mungkin 10% lainnya berupa otot

polos dan otot jantung. Beberapa prinsip dasar yang sama mengenai kontraksi dapat diterapkan

pada semua jenis otot yang berbeda ini (Guyton & Hall, 2007 p.74).

Sifat-sifat khusus otot adalah mudah terangsang (irritability), mudah berkontraksi

(contractility), dapat melebar (extensibility), dapat diregang (elasticity) dan mempunyai irama

kontraksi (otot jantung).

A. Susunan otot kerangka

Otot kerangka terdiri dari serabut otot tersendiri yang merupakan kompleks bangunan susunan

saraf. Tiap serabut otot merupakan suatu sel tunggal, multinuklear, panjang dan silindris. Serabut

otot dibentuk dari fibril yang dibagi ke filamen tersendiri dan dibentuk dari protein kontraktil.

Gambar 2.1 Organisasi otot rangka, dari yang besar sampai ketingkat molekul. F,G,H dan I
adalah penampang melintang pada tingkat yang ditunjukkan (Digambar oleh Sylvia Colard
Keene. Dimodifikasi dari Fawcett DW : Bloom dan Fawcet : A Textbook of Histology.
Philadelphia: W. B Sauders,1998)
Sumber : Guyton & Hall (2007 p.75)

1. Serat otot rangka


Semua otot rangka dibentuk oleh sejumlah serat yang diameternya berkisar 10-80 mikrometer.

Masing-masing serat ini terbuat dari rangkain subunit yang lebih kecil. Sebagian besar dari otot

serat-seratnya membentang disepanjang otot.

Gambar 2.2 Filamen aktin, yang terdiri atas dua untai heliks F aktin dan dua untai molekul
tropomiosin yang cocok berada dalam lekukan antar untaian aktin. Terlekat pada salah satu
ujung setiap molekul tropomiosin adalah kompleks troponin yang mengawali kontraksi.
Sumber : Guyton & Hall (2007 p.78)

2. Sarkolema

Membran sel dari serat otot terdiri dari membrane sel yang disebut plasma, yaitu lapisan tipin

bahan polisakarida yang mengandung sejumlah serat kolagen tipis. Pada ujung serat otot lapisan

sarkolema ini bersatu dengan serat tendo dan berkumpul menjadi berkas untuk membenruk tendo

yang menyisip pada tulang.

3. Miofibril

Setiap serat otot mengandung beberapa ratus sampai beberapa ribu miofibril. Setiap miofibril

terletak berdampingan, memiliki 1500 filamen miosin dan 3000 filamen aktin yang merupakan

molekul protein polimer besar yang bertanggung jawab untuk kontraksi otot. Filamen miosin dan

aktin sebagian besar saling bertautan sehingga menyebabkan myofibril memiliki pita terang dan

gelap yang selang seling.

4. Sarkoplasma

Miofibril yang terpendam dalam serat otot terdiri dari unsur-unsur intraselular. Cairan

sarkoplasma mengandung kalium, fosfat dan enzim protein dalam jumlah besar. Miofibril

berkontraksi membutuhkan sejumlah besar adesonin trifosfat (ATP) yang dibentuk oleh

mitokondria.

5. Retikulum sarkoplasmik
Di dalam sarkolema terdapat reticulum endoplasma yang dalam serat otot disebut reticulum

sarkolema yang mempunyai susunan khusus dalam pengaturan kontraksi otot. Semakin cepat

kontraksi suatu otot semakin banyak reticulum sarkolema.

B. Sifat listrik otot kerangka

Kejadian listrik dan aliran ion dalam otot kerangka yang mendasarinya sama dengan yang ada

dalam saraf. Potensi membrane istirahat 90 mv. Potensial aksi berlangsung 2-4 m/det dan

dihantarkan sepanjang serabut otot sekitar 5m/det. Masa refrakter absolut selama 1-3 m/det dan

polarisasi (gelombang listrik) susulan relatif memanjang. Walaupun sifat listrik serabut sendiri

didalam otot tidak cukup berbeda untuk menghasilkan sesuatu yang menyerupai potensial aksi

gabungan, namun ada perbedaan ringan dalam ambang berbagai serabut.

1. Respons kontraktil

Walaupun suatu respons normal tidak terjadi tanpa yang lain namun sifat fisiologinya berbeda,

depolarisasi (proses netralisasi keadaan polar/kutub) membrane serabut otot normalnya dimulai

pada lempeng akhir motorik, struktur ujung saraf motorik potensial aksi hantaran sepanjang

serabut otot melalui respons kontraktil.

Tabel 2.1 Distribusi ion pada otot rangka mamalia.


Konsentrasi (mmol/L)
Potensial
Cairan
Ion a Cairan Intrasel ekuilibrium
eksternal
(mV)
Na+ 12 145 +65
+
K 155 4 -95
H+ 13 X 10 -5 3.8 X 10 -5 -32
Cl- 3.8 120 -90
HCO3- 8 27 -32
-
A 155 0 ...
Potensial membran = -90mV
Sumber : Ruch TC, Patton HD (editors) : Physiology and Biophysics, 19th ed. WB
Saunders,1965 (dalam buku Fisiologi kedokteran Ganong, F. 2008 p.71)

2. Potensial aksi otot


Potensial aksi dalam saraf dapat diterapkan pada serat otot rangka. Serat otot rangka demikian

besarnya sehingga potensial aksi sepanjang membrane permukaannya hamper tidak

menimbulkan aliran di dalam serat.

Untuk menimbulkan kontraksi, arus listrik ini harus menembus di sekitar myofibril yang

terpisah penyebarannya sepanjang tubulus transversa (tubulus T) yang menembus seluruh jalan

melalui srat otot dari satu sisi ke sisi lain. Hal ini menyebabkan reticulum sarkolemik segera

melepaskan ion-ion kalsiumkesekitar myofibril dan ion kalsium ini menimbulkan kontraksi.

3. Mekanisme umum kontraksi otot

Timbul dan berakhirnya kontraksi otot terjadi dalam urutan sebagai berikut :

a. Potensial aksi berjalan sepanjang sebuah saraf motorik sampai ke ujung serat saraf.

b. Setiap ujung saraf menyekresi substansi neurotransmitter yaitu asetilkolin dalam jumlah sedikit.

c. Asetilkolin bekerja untuk area setempat pada membrane serat otot guna membuka saluran

asetilkolin melalui molekul-molekul protein dalam membrane serat otot.

d. Terbukanya saluran asetilkolin memungkinkan sejumlah besar ion natrium mengalir ke bagian

dalam membrane serat otot pada titik terminal saraf. Peristiwa ini menimbulkan potensial aksi

serat saraf.

e. Potensial aksi berjalan sepanjang membrane saraf oto dengan cara yang sama seperti potensial

aksi berjalan sepanjang membran saraf.

f. Potensial aksi akan menimbulkan depolarisasi membrane serat otot, berjalan dalam serat otot

ketika potensial aksi menyebabkan reticulum sarkolema melepas sejumlah ion kalsium, yang

disimpan dalam retikulum kedalam moofibril


g. Ion kalsium menimbulkan kekuatan menarik antara filamen aktin dan myosin yang

menyebabkan bergerak bersama-sama menghasilkan kontraksi.

h. Setelah kurang dari satu detik kalsium dipompakan kembali kedalam reticulum sarkoplasma

tempat ion-ion disimpan sampai potensial aksi otot yang baru lagi.

4. Kedutan otot

Potensial aksi tunggal menyebabkan kontraksi singkat yang diikuti oleh relaksasi, respons ini

dinamakan kedutan otot. kedutan otot dimulai sekitar 2 mikrometer/detik setelah memulai

depolarisasi membran.

Serabut otot cepat terutama berhubungan dengan gerakan halus. serabut otot lambat terutama

terlihat dengan gerakan yang kuat, kasar dan terus menerus mempunyai kedutan berlangsung

sampai 100 mikrometer/detik. Lama kontraksi ini disesuaikan dengan fungsi masing-masing

otot, pergerakan mata harus sangat cepat supaya dapat mempertahankan fiksasi mata pada objek-

objek spesifik.

5. Mekanisme molekular kontraksi otot

Pada keadaan relaksasi ujung-ujung filament aktin berasal dari dua lempeng saling tumpang

tindih satu sama lainnya. Pada waktu yang bersamaan menjadi lebih dekat dengan filament

myosin, tumpang tindih satu sama lain secara meluas. Lempeng ini ditarik oleh filament sampai

ke ujung miosin.

Selama kontraksi kuat, filamet aktin dapat ditarik bersama-sama, begitu eratnya sehingga

ujung filament myosin melekuk. Kontraksi otot terjadi karena mekanisme pergeseran filament.

Kekuatan mekanisme dibentuk oleh interaksi jembatan penyeberangan dari filament myosin

dengan filament aktin. Bil;a sebuah potensial aksi berjalan keseluruh membrane serat otot akan
menyebabkan reticulum sakroplasmik melepaskan ion kalsium dan jumlah besar yang dengan

cepat menembus miofibril.

Gambar 2.3 Mekanisme “berjalan-bersama” (walk-along) untuk kontraksi otot.


Sumber : Guyton & Hall (2007 p.79)

Tabel 2.2 Urutan peristiwa yang terjadi pada kontraksi dan relaksasi otot rangka
Tahap-tahap kontraksi
1. Pelepasan muatan oleh neuron motorik.
2. Pelepasan transmitter (asetikolin) di end-plate motorik.
3. Pengikatan asetikolin ke reseptor asetikolin nikotinik.
4. Peningkatan konduktansi Na+ dan K+ di membran end-plate.
5. Pembentukan potensial end-plate.
6. Pembentukan potensial aksi di serabut-serabut otot.
7. Penyebaran depolarisasi kedalam disepanjang tubulus T.
8. Pelepasan Ca2+ dari sisterna terminalis reticulum sarkoplasma serta difusi Ca2+ ke
filamen tebal dan filament tipis.
9. Pengikatan Ca2+ ke tropoin C, sehingga membuka tempat pengikatan myosin di
molekul aktin.
10. Pembentukan ikatan-silang (cross linkage) antara aktin dan myosin dan pergeseran
filament tipis pada filament tebal, sehingga menghasilkan gerakan.
Tahap-tahap relaksasi
1. Ca2+ dipompa kembali kedalam reticulum sarkoplasma.
2. Pelepasan Ca2+ dari troponin.
3. Penghentian interaksi antara aktin dan myosin.
Sumber : Gonang, F (2008 P. 72)

6. Dasar molekular kontraksi

Proses yang menimbulkan pemendekan unsurt kontraktil didalam otot merupakan peluncuran

filamen (serabut/benang halus) tipis diatas filament tebal, karena otot memendek maka filament

tipis dari ujung sarkomer (kontraktil dari myofibril) saling mendekat, saat pendekatan filament

ini tumpang tindih.

Peluncuran selama kontraksi otot dihasilkan oleh pemutusan dan pembentukan kembali

hubungan antara aktin (protein myofibril) dan myosin (protein globulin) menghasilkan gerakan

selama kontraksi cepat. Sumber kontraksi cepat otot adalah ATP, hidrolisis ikatan antara
gugusan fosfat. Senyawa ini berhubungan dengan pelepasan tenaga dalam jumlah besar sehingga

ikatan ini dinamakan ikatan fosfat bertenaga tinggi.

Di dalam otot, hidrolisis ATP ke ADP dilakukan oleh protein kontraktil myosin. Proses

depolarisasi serabut otot yang memulai kontraksi dinamakan perangkaian eksitasi kontraksi.

Potensial aksi dihantarkan kesemua fibril didalam serabut melalui pelepasan Ca2+ dari sisterna

terminalis. Gerakan ini membuka ikatan myosin sehingga ATP dipecah dan timbul kontraksi.

7. ATP sebagai sumber energi untuk kontraksi

Bila sebuah otot berkontraksi, timbul satu kerja yang memerlukan energy. Sejumlah ATP

dipecah membentuk ADP selama proses konraksi. Selanjutnya semakin hebat kerja yang

dilakukan semakin besar jumlah ATP yang dipecahkan.

Proses ini akan berlangsung terus menerus sampai filament aktin meanrik membrane

menyentuh ujung akhir filament myosin atau sampai beban pada otot menjadi terlalu besar untuk

terjadinya tarikan lebih lanjut.

8. Hubungan antara kecepatan kontraksi dan beban

Sebuah otot akan berkontraksi sangat cepat bila berkontraksi tanpa melawan beban dan

mencapai keadaan kontraksi penuh kira-kira dalam 0,1 detik untuk otot rata-rata.

Bila diberi beban, kecepatan kontraksi akan menurun secara progresif seiring dengan

penambahan beban. Bila beban meningkat sampai sama dengan kekuatan maksimum yang

dilakukan otot tersebut, kecepatan kontraksi menjadi nol dan tidak terjadi kontraksi sama sekali

walaupun terjadi aktivitas serat otot.

Penurunan kecepatan otot dengan beban ini karena beban pada otot yang berkontraksi

kekuatannya berlawanan arah melawan kontraksi. Akibat kontraksi otot kekuatan otot netto yang

tersedia menimbulkan kecepatan pemendekan akan berkurang secara seimbang.


9. Pembentukan energi pada kontraksi otot

Bila suatu otot berkontraksi melawan suatu beban dikatakan otot itu melakukan kerja. Hal ini

berarti ada energi yang dipindahkan dari otot ke beban internal. Misalnya untuk mengangkat

suatu objek ketempat yang lebih tinggi atau untuk mengimbangi tahanan pada waktu melakukan

gerak, dalam perhitungan

W=LxD

W = Hasil kerja

L = Beban

D = Jarak gerakan terhadap beban

Energi yang dibutuhkan untuk melakukan kerja berasal dari reaksi kimia dalam sel otot selama

kontraksi.

10. Jenis kontraksi

Kontraksi otot melibatkan pemendekan unsur otot kontraktil. Tetapi karena otot mempunyai

unsure elastic dan kental dalam rangkaian dengan mekanisme kontraktil, maka kontraksi timbul

tanpa suatu penurunan yang layak dalam panjang keseluruhan otot. Kontraksi yang demikian

disebut isometric (panjang ukuran sama). Kontraksi melawan beban tetap dengan pendekatan

ujung otot dinamakan isotonik (tegangan sama).

Kontraksi otot yang kuat dan alam mengakibatkan kelelahan otot. Sebagian besar kelelahan

akibat dari ketidak mampuan proses kontraksi dan metabolic serat otot untuk terus memberi hasil

kerja yang sama dan akan menurun setelah aktivitas otot mengurangi kontraksi mengakibatkan

kelelahan dan hamper sempurna karena kehilangan suplai makanan terutama kehilangan oksigen.

11. Sistem pengungkit tubuh


Otot-otot bekerja dengan menggunakan tegangan pada tempat-tempat insersi didalam tulang

dan tulang kemudian membentuk berbagai jenis sistem pengungkit yang diaktifkan oleh otot

biseps untuk mengangkat lengan bawah. Suatu analisis mengenai sistem pengungkit tubuh

bergantung pada :

a. Pengetahuan tentang tempat insersi otot

b. Jaraknya dari pengungkit

c. Panjang lengan pengungkit

d. Posisi pengungkit

Tubuh banyak membutuhkan jenis pergerakan diantaranya membutuhkan kekuatan yang

besar dan jarak pergerakan yang jauh. Beberapa otot ukurannya panjang dan berkontraksi lama

dan yang lain berukuran pendek, mempunyai luas penampang lintang yang besar serta

menghasilkan kekuatan kontraksi yang ektrem pada jarak yang pendek.

12. Sumber dan metabolisme tenaga

Kontraksi otot memerlukan tenaga. Otot merupakan suatu mesin untuk mengubah tenaga

kimia ke mekanik. Sumber cepat tenaga ini merupakn turunan fosfat organic kaya tenaga

didalam otot. Sumber akhir merupakan metabolism antara karbohidrat dan lipis hidrolisis ATP

untuk memberikan tenaga bagi kontraksi.

ATP disintesis ulang dari ADP oleh tambahan suatu gugusan fosfat pada keadaan normal

tenaga untuk reaksi endotermi diberikan oleh pemecahan glukosa ke CO2 dan H2O. Didalam otot

ada senyawa fosfat yang kaya tenaga lainnya dinamakan fosforilkreatin yang membentuk ATP

dari ADP sehingga memungkinkan kontraksi berlanjut.

a. Pemecahan karbohidrat
Banyak tenaga bagi sintesis ulang ATP dan fosforilkreatin berasal dari pemecahan menjadi

CO2 dan H2O suatu bagian lintasan metabolic utama. Glukosa dalam aliran darah memasuki sel

melalui serangkaian reaksi kimia ke piruvat sumber lain bagi glukosa intrasel berasal dari

glikogen, polimer karbohidrat yang sangat banyak dalam hati dan otot kerangka. Bila ada O 2

yang adekuat maka piruvat memasuki siklus asam sitrat dan metabolism melalui siklus lintasan

enzim pernapasan, dinamakan glikosis anaerobik.

b. Produksi panas dalam otot

Secara termodinamik tenaga yang diberikan ke otot harus sama denga pengeluaran tenaga

dalam kerja yang dilakukan otot. Efisiensi mekanik keseluruhan kerja otot rangka mengeluarkan

tenaga sampai 50%, sementara mengangkat beban selama berkontraksi isotonik pada hakikatnya

0%. Selama berkontraksi isometric, simpanan tenaga dalam ikatan fosfat merupakan factor kecil

dan panas yang dihasilkan dalam otot dapat diukur secara tepat dengan termokopel yang cocok.

Panas istirahat merupakan manifestasi luar proses metabolic basal. Panas yang dihasilkan

dalam kelebihan panas istirahat selama kontraksi dinamakan panas awal yang membentuk panas

aktivasi. Setelah berkontraksi produksi panas melebihi panas istirahat kontinu selama 30 menit.

Selanjutnya akan terjadi pemulihan panas karena panas dilepas oleh proses metabolism.

Pelepasan panas ketika pemulihan otot pada keadaan sebelum otot berkontraksi kira-kira sama

dengan panas awal yang dihasilkan selama pemulihana.

c. Pembentukan energi pada kontraksi otot

Bila suatu otot berkontraksi melawan beban, dikatakan otot ini kerja. Artinya energi yang

dipindahkan dari otot ke beban eksternal untuk mengangkat suatu objek ke tempat yang lebih

tinggi atau mengimbangi tahanan pada waktu melakukan gerak, dibutuhkan energi untuk

melakukan kerja dalam sel otot selama berkontraksi. Sebagian besar energi ini dibutuhkan untuk
menjalaqnkan mekanisme untuk memompakan kalsium dari sarkoplasma kedalam reticulum

sarkoplasmik. Dan setelah kontraksi berakhir, memompakan ion-ion natrium dan kalium melalui

membran serat otot mempertahankan lingkungan yang cocok untuk pembentukan potensial aksi.

13. Sifat otot dalam organisme utuh

a. Efek denervasi

Dalam tubuh manusia yang utuh, otot rangka yang sehat tidak berkontraksi kecuali dalam

respons terhadap perangsangan persarafan motoriknya. Kerusakan persarafan ini menyebabkan

atrofi otot dan peningkatan sensitivitas terhadap asetilkolin. Akibatnya muncul kontraksi halus

tak teratur pada serabut tersendiri (fibrilasi=kontraksi serat otot yang sangat cepat)

b. Elektromiografi

Aktivitas unit motorik dapat diteliti dengan elektromiografi dengan proses perekaman aktivitas

listrik otot pada osiloskop sinar katoda. Bisa dilakukan pada manusia yang tidak dianestesi

dengan menggunakan cakram logam kecil pada kulit diatas otot sebagi elektroda penangkap atau

dengan menggunakan elektroda jarum hipodermik. Rekaman yang didapat dengan elektroda

demikian merupakan elektromiogram (EMG). Dengan elektroda jarum, biasanya mungkin

menangka aktivitas serabut otot tunggal.

C. Kekuatan otot rangka

Otot rangka manusia dapat menimbulkan 3-4 kg tegangan per sentimeter persegi penampang

melintang. Gambaran ini kira-kira sama seperti yang didapat di dalam berbagai hewan percobaan

dan tampaknya konstan bagi semua spesies mamalia.

D. Perubahan bentuk otot

Semua otot tubuh secara terus menerus dibentuk kembali untuk menyesuaikan fungsi-fungsi

yang dibutuhkan olehnya. Diameter diubah, panjang diubah, kekuatan diuabah, suplai pembuluh
darah diubah, bahkan tipe serat otot diubah. Peosaes perubahan bentuk ini seringkali berlangsung

cepat dalam waktu beberapa minggu.

1. Hipertrofi

Bila massa suatu otot menjadi besar akibat peningkatan jumlah filamen aktin dan myosin

dalam setiap serat otot, peristiwa ini terjadi sebagai respons terhadap kontraksi otot yang

berlangsung pada kekuatan maksimal. Hipertrofi yang sangat luas dapat terjadi bila selam

aproses kontraksi otot-otot diregang secara simultan, selama maksimum dalam waktu 6-10

minggu. Kalau kontraksi sangat kuat, jumlah filamen aktin dan miosin bertambah banyak secara

progresif didalam myofibril. Miofibril akan pecah disetiap otot untuk membentuk myofibril yang

baru.

2. Atrofi otot

Bila massa otot menurun karena otot tidak digunakan dalam jangka waktu yang lama,

kecepatan penghancuran protein kontraktil dan jumlah miofibril yang timbul akan berlangsung

lebih cepat daripada kecepatan penggantinya. Akibatnya otot mengecil melebihi normal, dapat

menyebabkan atrofi. Peristiwa ini menyebabkan bertambahnya sarkomer-sarkomer baru pada

ujung serat oto tempat otot melekat pada tendo. Bila suatu otot tetap memendek secara terus

menerus kurang dari panjang normal, sarkomer-sarkomer pada ujung otot akan menghilang

hampir sama cepatnya. Melalui proses ini secara terus menerus dibentuk kembali untuk memiliki

panjang yang sesuai bagi otot tertentu.

3. Rigor mortis

Beberapa jam setelah kematian, semua otot tubuh masuk dalam keadaan kontraktur yang

disebut rigor mortis yaitu otot berkontraksi dan menjadi kaku walaupun tidak terdapat potensial
aksi. Kekakuan ini disebabkan hilangnya semua ATP yang dibutuhkan untuk menyebabkan

pemisahan jembatan penyeberangan dari filament aktin selama proses relaksasi.

Otot dalam keadaan kaku karena protein-protein otot dihancurkan. Biasanya disebabkan oleh

proses autolysis akibat enzim yang dikeluarkan dari hormon 15-25 jam kemudian. Ini

berlangsung lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi.

E. Skema otot

Tabel 2.3 Perbedaan otot


Item
Otot rangka Otot polos Otot jantung
pembeda
Struktur Bergaris lintang, Polos, Ada syncitium Bergaris lintang Ada
Tidak ada syncitium
syncitium
Persarafan Saraf tepi Saraf otonom Saraf otonom
Fungsi volunter involunter involunter
Letak Pada rangka Pada alat dalam, p.d. Pada jantung
Kontraksi Tidak ada irama Tidak ada irama Ada irama
Sumber : Text Book of Medical Physiology (11th) by Guyton and Hall

Jenis otot :

1. Otot motoris (serat lintang = lurik)

2. Otot otonom (otot polos)

Menurut Guyton dan Hall (2007 p.95) otot polos terdiri atas serabut-serabut kecil umumnya

berdiameter 1-5 mikrometer dan panjangnya hanya 20-500 mikrometer.

Gambar 2.4 Struktur fisik otot polos.Serabut di sisi kiri atas memperlihatkan filament aktin yang
memancarkan dari dence bodies. Serabut yang kiri bawah dan serabut yang disebelah kanan
memperlihatkan hubungan antara filament myosin dengan filament aktin (Guyton & Hall, 2007
p.96)
a. Tipe-tipe otot polos

1) Otot polos multi-unit.

Tipe otot polos ini terdiri atas serabut otot polos tersendiri dan terpisah. Sifat dari serabut otot

polos multi-unit ini adalah masing-masing serabut dapat berkontraksi dengan tidak bergantung
pada yang lain, dan pengaturannya terutama dilakukan oleh sinyal saraf. Contoh otot polos

multi-unit adalah otot silindris mata, otot iris mata, dan otot piloerektor yang menyebabkan

tegaknya rambut bila dirangsang oleh system saraf simpatik.

Gambar 2.5 (a) otot polos unit-tunggal dan (b) multi-unit

2) Otot polos unit tunggal

Istilah ini mengartikan bahwa serabut otot berkontraksi bersama-sama sebagai suatu unit

tunggal.

b. Pengaturan saraf kontraksi otot polos

Otot polos dapat dirangsang untuk berkontraksi oleh berbagai jenis sinyal : oleh sinyal saraf,

oleh rangsangan hormonal, oleh regangan otot, dan beberapa cara lainnya (Guyton & Hall, 2007

p.99)

Gambar 2.6 Persarafan otot polos (Guyton & Hall, 2007 p.99)

Gambar 2.7 (A) Potensial aksi otot polos yang khas (potensial lajak) yang ditimbulkan oleh
rangsangan eksternal. (B) Serangkaian lajak yang ditimbulkan oleh gelombang listrik berirama
lambat yang terjadi secara spontan di oto polos dinding usus. (C) Potensial aksi dengan
pendataran yang direkam dari suatu serabut otot polos uterus.
Sumber : Guyton & Hall (2007 p.100)

3. Otot jantung

Menurut Guyton dan Hall (2007, p.107) ada tiga tipe otot jantung yaitu otot atrium, otot trikel

dan serabut otot eksitatorik. Dalam gambar 2.8 tampak daerah-daerah gelap yang menyilang

serabut-serabut otot jantung yang disebut sebagai diskus interkalatus. Otot jantung merupakan

suatu sinistium dari banyak sel-sel otot jantung tempat sel-sel otot jantung ini terikat dengan

sangat kuat sehingga bila salah satu sel otot terangsang, potensial aksi akan menyebar dari satu

sel ke sel yang lain.

Gambar 2.8 “Sinsitium” yang merupakan sifat saling berhubungan dari serabut otot jantung
(Guyton & Hall . 2007 p.108)
Jantung terdiri atas 2 sinistrium yaitu sinistrium atrium yang menyusun dinding kedua atrium

dan sinistrium ventrikel yang membentuk dinding kedua ventrikel.

F. Macam otot

1. Menurut bentuk :

a. Bentuk kumparan

b. Bentuk Lipas

c. Bentuk Melingkar

d. Bentuk Sirip

e. Serabut sejajar

2. Menurut jumlah kepala :

a. Biseps (berkepala dua)

b. Triseps (berkepala tiga)

c. Quadriseps (berkepala empat)

3. Menurut pekerjaan :

a. Abduktor (menjauhi tubuh)

b. Adduktor (mendekati tubuh)

c. Antagonis (berlawanan)

d. Dilatasi (memanjang)

e. Eksorotasi (memutar keluar)

f. Ekstensor (meluruskan kembali)

g. Endorotasi (memutar kedalam)

h. Fleksor (membengkokkan sendi)

i. Kontraksi (memendek)
j. Pronator (ulna dan radial sejajar)

k. Sinergis (bersamaan)

l. Suppinator (ulna dan radial menyilang)

4. Menurut Letak :

a. Bagian dada

b. Bagian kaki (anggota gerak bawah)

c. Bagian kepala

d. Bagian leher

e. Bagian lengan (anggota gerak atas)

f. Bagian perut

g. Bagian punggung

Tabel 2.4 Bagian otot


Bagian otot
Muskulus kaput (kepala otot)
Muskulus venter (empal otot)
Muskulus kaudal (ekor otot)
Fasia (selaput pembungkus otot)
Origo (muskulus kaput melekat pada tulang)
Insersi (muskulus kaudal lekat pada tulang)
Tendo (jaringan ikat yang keras dan liat)
Sumber : Syaifuddin (2006, p. 113)

Tabel 2.5 Otot kerangka tubuh


Otot kerangka tubuh
Otot kepala
Pundak kepala  M. Frontalis
 M. Oksipitalis
Otot wajah  M. Rektus okuli
 M. Obligues okuli
 M. Orbikularis okuli
 M. Levator kitebra
Mulut dan bibir  M. Triangularis
 M. Quadratus labii sup
 M. Quadratus labii inf
 M. Buksinator
 M. Zigomatikus
Otot pengunyah  M. Maseter
 M. Temporalis
 M. Pterigoid
Otot leher
 M. Platisma
 M. Sternokleidomastoid
 M. Longisimus kapitis
 M. Splenius
 M. Semispinalis kapitis
Otot bahu dan dada
Otot bahu  M. Deltoid (otot segitiga)
 M. Subskapularis
 M. Supraspinatus
 M. Infraspinatus
 M. Teres mayor
 M. Teres minor
Otot dada  M. Pektoralis mayor
 M. Pektarolis minor
 M. Sublavikula
 M. Seratus anterior superior
 M. Seratus anterior inferior
 M. Interkostalis eks/int
 M. Diafragmatikus
Otot perut
Dinding perut  M. Abdominis internal
 M. Abdominis eksternal
 M. Obliques internus abdominis
 Aponeurosis
 M. Rektus abdominis
 M. Transfersus abdominus
Dinding depan perut  M. Psoas (M. Quadratus lumborum)
 M. Iliakus

Otot punggung dan belakang


tubuh  M. Trapezius
Menggerakkan lengan  M. Latisimus dorsi
 M. Romboid
 M. Seratus posterior inferior
Antar-ruas iga  M. Seratus posterior superior
 M. Interspinalis transfersi
Punggung sejati  M. Sakrospinalis erector spina
 M. Quadratus lumborum

Otot lengan  Otot ketul


Pangkal lengan  M. Biseps brakii
 M. Korakobrakialis
 M. Trisep brakii
Kedang  M. Kepala luar
 M. Kepala dalam
 M. Kepala panjang
 Ketul
Lengan bawah  Telapak tangan-pronator teres
 M. Palmaris longus
 M. Fleksor karpi radialis
 M. Fleksor digitorum sublimis
 M. Fleksor digitorus profundus
 Memutar radialis
 M. Pronator teres quadrates
 M. Supinator bravis
 Punggung tangan
 Telapak tangan
 Tenar
 Hipotenar
 Kedang
 M. Ekstensor karpi radialis longus
 M. Ekstensor karpi radialis brevis
 M. Ekstensor karpi ulnaris
 M. Digitorum karpi radialis
 M. Ekstensor policis longus

 M. Posas mayor
 M. Illiakus
Otot sekitar panggul  M. Psoas minor
Sebelah depan  M. Gluteus maksimus
 M. Gluteus medius minimus

Sebelah belakang
 Abduktor
Anggota gerak bawah  M. Abduktor maldanus
(otot
tungkai)  M. Abduktor brevis
Otot paha  M. Abduktor longus
 Ekstensor (quadriceps)
 M. Rektus femoralis
 M. Vastus lateralis eksternal
 M. Vastus medialis internal
 M. Intermedialis
 Fleksor
 M. Biseps femoris
 M. Semimembranosus
 M. Semitendinosis
 M. Sartorius
 M. Tibia anterior
 M. EKstensor falangus longus
 Kedang jempol
Tungkai bawah  M. Popliteus (tendo Achilles)
 M. Fleksor falangus longus
 M. Tibialis posterior

Otot ketul empu jari bersama


Otot kedang jari bersama
Sumber : Syaifuddin (2006, p.116-119)

II. Mobilisasi Sesuai Dengan Tahap Tumbuh Kembang

Menurut Potter & Perry (2006 p.1197) sepanjang kehidupan, penampilan tubuh dan fungsi

tubuh mengalami perubahan, terutama pada usia kanak-kanak dan lansia.

A. Bayi

Garis tulang belakang pertama kali muncul ketika bayi memanjangkan leher dari posisi

pronasi. Sejalan dengan pertumbuhan dan peningkatan stabilitas, tulang belakang torakal

menjadi tegak, dan garis tulang belakang lumbal muncul, sehingga memungkinkan duduk dan

berdiri. Pada bayi yang matang, sistem muskuloskeletal menjadi lebih kuat, bayi mampu

melawan pergerakan, meraih dan menggengam objek. Pada saat bayi tumbuh, perkembangan

sistem muskuloskeletal membutuhkan dukungan berat badan untuk berdiri dan berjalan.

Posturnya aneh karena kepala dan tubuh berat badan tidak tersebar rata sepanjang garis gravitasi

sehingga posturnya tidak seimbang dan sering jatuh.

B. Todler
Postur toddler agak berpunggung lengkung dengan perut menonjol adalah aneh. Ketika anak

berjalan, tungkai dan kakinya biasanya berjauhan dan kaki agak terbuka. Pada masa akhir

toddler, penampakan postur berkurang keanehannya yaitu garis pada tulang belakang serviks dan

lumbal menonjol serta eversi pada kaki menghilang.

C. Anak Usia Prasekolah dan Sekolah

Pada usia 3 tahun, tubuh lebih ramping, lebih tinggi, dan lebih baik keseimbangan. Perut yang

menonjol berkurang, kaki tidak terbuka berjauhan, lengan dan tungkai makin panjang. Dari usia

3 tahun sampai permulaan remaja system musculoskeletal terus berkembang. Tulang panjang di

lengan dan tungkai tumbuh. Otot, ligament, dan tendon yang lebih kuat mengakibatkan

perbaikan postur dan peningkatan kekuatan otot. Koordinasi lebih baik memungkinkan anak

melakukan tugasnya yang membutuhkan keterampilan motorik yang baik.

D. Remaja

Tahap remaja di tandai dengan pertumbuhan yang pesat. Pertumbuhan kadang tidak seimbang.

Sehingga remaja tampak aneh dan tidak terkoordinasi. Pertumbuhan dan perkembangan putrid

biasa lebih cepat dibandingkan dengan remaja putra. Pinggul, membesar, lemak di simpan di

lengan atas, paha, dan bokong. Perubahan bentuk pada remaja putra menghasilkan pertumbuhan

tulang panjang dan peningkatan massa otot. Tungkai menjadi lebih panjang dan pinggul lebih

sempit. Perkembangan otot meningkat di dada, lengan, bahu dan tungkai atas.

E. Dewasa

Perubahan postur normal dan kesejajaran tubuh orang dewasa terjadi terutama pada wanita

hamil. Perubahan tersebut akibat respons adaptif tubuh terhadap penambahan berat dan
pertumbuhan fetus. Pusat gravitasi berpindah ke bagian anterior. Wanita hamil bersandar ke

belakang dan punggungnya agak lengkung. Wanita hamil biasa mengeluh sakit punggung.

F. Lansia

Kehilangan total massa tulang progresif terjadi pada lansia. Beberapa kemungkinan untuk

penyebab kehilangan ini meliputi aktivitas fisik, perubahan hormonal dan resorpsi tulang actual.

Pengaruh kehilangan tulang adalah tulang menjadi lebih lemah, tulang belakang lebih lunak dan

tertekan, tulang panjang kurang resisten untuk membungkuk (Lueckenote,1994). Selain itu lansia

mengalami perubahan status fungsional sekunder akibat perubahan status mobilisasi.

Proses menua biasanya dihubungkan dengan perubahan fungsi seperti penurunan kekuatan

otot dan kapasitas aerobic, tidak stabilnya vasomotor, pengurangan ketebalan tulang,

keterbatasan ventilasi paru, perubahan sensori kontinen, selera makan dan haus serta cenderung

inkontinensia urin. Hospitalisasi dan tirah baring melapiskan beberapa faktor seperti imobilisasi,

pengurangan volume plasma, percepatan kehilangan tulang, peningkatan volume tertutup, dan

kehilangan sensori. Beberapa faktor tersebut emndorong lansia lebih mudah masuk ke dalam

status penurunan fungsi yang ireversibel.

Lansia berjalan lebih lambat dan tampak kurang koordinasi. Lansia juga membuat langkah

yang lebih pendek, menjaga kaki mereka lebih dekat bersamaan yang mengurangi dasar

dukungan. Sehingga keseimbangan tubuh tidak stabil dan mereka berisiko jatuh dan cedera.

III. Prosedur Tindakan Keperawatan Memindahkan Pasien Dengan Menggunakan Hydraulic

lift

Pegangkat hidrolik sama seperti perangkat hoyer terutama digunakan untuk pasien yang tidak

dapat membantu dirinya sendiri atau yang terlalu berat untuk diangkat oleh pengangkat lain
dengan aman. Pengangkat ini dapat digunakan untuk memindahkan pasien antara tempat tidur ke

kursi roda, tempat tidur ke kamar mandi, dan tempat tidur ke brankar.

Pengangkat hoyer terdiri dari satu dasar diatas lereng, pompa mekanik hidrolik, tiang untuk

berpegangan dan tali/kain pegangan. Tali/kain ini biasanya terdiri dari satu atau dua kain terpa

yang digunakan untuk duduk pasien. kain pertama digunakan untuk mengangkat kepala hingga

lutut pasien, dan kain kedua digunakan untuk mengangkat bokong dan paha. Ini adalah sesuatu

yang penting yang harus diketahui model yang sering digunakan dan disertai latihan untuk

menggunakannya. sebelum menggunakan pegangkat, perawat menjamin bahwa sangkutan

pengait,rantai,tali pengikatnya dan kain terpa itu dipersiapkan dengan baik. Banyak pihak

menyarankan, pengangkat ini di operasikan oleh 2 orang perawat.

Gambar 2.9 Hydaulic lift

Menurut Potter & Perry (2006 p. 1473), prosedur memindahkan pasien dari tempat tidur ke

kursi roda menggunakan Hoyer/hidrolik :

Tabel 2.6
Tindakan Rasional
1. Bawa pengangkat ke sisi tempat tidur 1. Memastikan elevasi aman dari pasien
dari tempat tidur (sebelum menggunakan
lift, secara menyeluruh akrab dengan
operasi perusahaan)
2. Posisi kursi dekat tempat tidur, dan 2. Mempersiapkan lingkungan untuk
memungkinkan ruang yang cukup untuk penggunaan yang aman dari lift dan
angkat manuver. transfer berikutnya.
3. Angkat tempat tidur ke posisi tinggi 3. Menjaga keselarasan perawat selama
dengan rel datar kasur, sisi bawah. transfer
4. Jauhkan rel tempat tidur menghadap ke4. Menjaga keselamatan pasien.
atas pada sisi yang berlawanan anda.
5. Gulingkan pasien pada sisi jauh dari
anda. 5. Lengkapi posisi klien pada mekanik /
6. Tempat tidur gantung atau kanvas strip hidrolik sling.
bawah pasien untuk dari gendongan. 6. Dua jenis kursi diberikan diberikan
Tempat potongan kanvas dua sehingga dengan mekanik / hidrolik angkat. gaya
tepi bawah sesuai di bawah lutut pasien tidur gantung adalah lebih baik bagi
(potongan lebar) dan tepi atas sesuai di pasien yang lembek, lemah, dan perlu
bawah bahu pasien (bagian sempit) dukungan, strip kanvas dapat digunakan
untuk klien dengan otot normal. Kait
harus menghadap jauh dari kulit pasien.
7. Angkat rel tempat tidur Tempat sling di bawah pasien pusat
8. Pergi ke sisi berlawanan dan kereta api gravitasi dan bagian terbesar dari berat
naik lebih rendah. tubuh.
9. Gulingkan pasien ke sisi berlawanan dan 7. Menjaga keselamatan pasien
rel sisi bawah 8.
10. Gulingkan pasien ke kursi kanvas
9. Selesaikan posisi pasien pada mekanik /
hidrolik sling.
10. Sling harus diperluas dari bahu ke lutut
11. Bersihkan kacamata pasien (jika perlu) (tempat tidur gantung) untuk mendukung
12. Tempat mengangkat bar tapal kuda di berat badan pasien sama-sama
bawah sisi tempat tidur (di sisi tempat 11. Putar bar dekat dengan kepala pasien dan
tidur dengan kursi) bisa memecahkan gelas mata
13. Turunkan bar horizontal untuk tingkat 12. Posisi mengangkat efisien dan
selempang dengan melepaskan katup dipromosikan kelancaran transfer
hidrolik. kunci katup
14. Pasang kaitan pada tali (rantai) untuk 13. Posisi lift hidrolik dekat dengan pasien.
lubang di selempang. rantai pendek atau mengunci katup mencegah cedera pada
kail tali ke lubang atas sling, rantai lagi pasien.
menghubungkan ke bawah dari
gendongan. 14. mengamankan hidrolik lift untuk
15. Mengangkat kepala tempat tidur selempang
16. Lipat lengan pasien di depan dada

17. Pompa hidrolik menggunakan gagang


panjang, lambat, bahkan stroke sampai 15. Posisi pasien dalam posisi duduk
pasien dinaikkan dari tempat tidur. 16. Mencegah cedera pada lengan lumpuh
18. Menggunakan gagang kemudi untuk 17. Posisi pasien dalam posisi duduk
menarik angkat dari tempat tidur dan
manuver ke kursi.
19. Peran dasar sekitar kursi.
18. Memindahkan pasien dari tempat tidur ke
20. Lepaskan katup perlahan (putar ke kiri) kursi
dan pasien yang lebih rendah ke kursi
21. Tutup katup segera setelah pasien 19. Posisi mengangkat di depan kursi di
sedang down dan tali bisa dilepas mana pasien akan ditransfer.
20. Keselamatan panduan pasien ke belakang
22. Angkat tali dan mekanik / hidrolik. kursi sebagai kursi turun.

21. Jika katup dibiarkan terbuka, ledakan


23. Periksa keselarasan pasien duduk dan dapat terus menurunkan dan melukai
perbaiki (jika perlu). pasien.
22. Mencegah kerusakan pada kulit dan
jaringan di bawahnya dari kanvas atau
kait.
23. Mencegah cedera akibat sikap tubuh
yang buruk.
Sumber : Potter & Perry (2006 p. 1473).

Gambar : 2.10 Posisi memindahkan pasien ke hydraulic lift

Gambar 2.11 Cara memindahkan pasien ke hydraulic lift

IV. Prosedur Tindakan Keperawatan Berjalan Dengan Kruk Lofstrand (Kruk Lengan

Bawah)

Kruk digunakan untuk meningkatkan mobilisasi. Kruk Lofstrand dengan pengatur ganda atau

kruk lengan bawah memiliki sebuah pegangan tangan dan pembalut logam yang pas mengelingi

lengan bawah. Diatur agar sesuai dengan tinggi pasien (Potter & Perry, 2005 p.1235).

Kelebihan dalam menggunakan kruk lengan bawah adalah ringan dan menyediakan pilihan

untuk mengatur tingkat bagian manset kruk sehingga pemakainya dapat mengatur sudut tekukan

lengan bawah untuk mencapai kenyamanan. Sedangkan, kekurangannya adalah menyebabkan

kerusakan pada sendi dan saraf di lengan dan tangan (Ehow, 2011; Grace, 2012).

Menurut Ehow (2011) cara menggunakannya adalah :

A. Tegakkan kruk lengan melawan tubuh Anda untuk memastikan bahwa tinggi keseluruhan kruk

sesuai.

B. Ketika berdiri tegak, pegangan dari setiap penopang lengan bawah harus mencapai sekitar

pergelangan tangan.

C. Atur penempatan manset pada lengan kruk sebelum mulai berjalan.

D. Gunakan tombol di bagian atas setiap kruk untuk memindahkan manset atas atau bawah. Manset

harus kira-kira 1 sampai 2 inci di bawah siku.


E. Ambil pegangan kruk, satu di masing-masing tangan, sementara tempatkan manset di masing-

masing lengan. Manset berbentuk seperti U, ujung terbuka U harus menghadap ke luar.

F. Tempatkan kruk tepat di depan dan mentransfer beberapa dari berat badan Anda ke kruk lengan.

G. Gerakkan kaki kanan hingga tepat di belakang kruk. Ambil langkah secara perlahan.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dalam makalah ini yang dapat penulis ambil adalah sebagai berikut :

1. Pertumbuhan dan perkembangan manusia mengalami perubahan terutama pada usia kanak-

kanak dan lansia. Beberapa pasien mengalami kemunduran dan selanjutnya berada diantara

rentang mobilisasi-imobilisasi.

2. Otot adalah jaringan peka rangsang, yang mencetuskan mekanisme kontraksi spesialis menjadi

kontraksi pada tubuh, mampu mengubah energi listrik menjadi energi kimiawi dan mengandung

protein-protein kontraktil.

3. Fisiologi otot kerangka terdiri dari :

a. Susunan otot kerangka

b. Sifat listrik otot kerangka

c. Kekuatan otot rangka

d. Perubahan bentuk otot

e. Skema otot

f. Macam otot

4. Pegangkat hidrolik sama seperti perangkat hoyer digunakan untuk memindahkan pasien antara

tempat tidur ke kursi roda, tempat tidur ke kamar mandi, dan tempat tidur ke brankar.

5. Kruk digunakan untuk orang yang memiliki satu kaki cedera atau sakit kaki, memiliki otot

lemah atau gaya berjalan yang tidak stabil, dan membantu mereka dalam berjalan tanpa kesulitan

(Ehow, 2011).

6. Kruk lengan bawah adalah bentuk paling umum dari kruk yang digunakan oleh individu yang

menderita cacat permanen (Carpenito,2009).


B. Saran

Dalam makalah tugas mandiri ini memuat informasi mengenai aspek-aspek yang mencakup

dalam kebutuhan seseorang untuk beraktifitas dan mobilisasi. Mungkin dalam laporan tugas

mandiri ini banyak sekali terdapat kekeliruan, Penulis berharap agar pembaca dapat

memakluminya karena penulis juga masih sangat membutuhkan arahan dan kritik dari

pembimbing dan pembaca. Serta masih banyak buku-buku referensi yang menjelaskan secara

detail mengenai hal tersebut.

Adapun saran penulis kepada pembaca adalah sebagai berikut :

1. Diharapkan mahasiswa dapat memahami serta mengaplikasikan pengetahuannya dengan

professionalisme.

2. Adanya perluasan materi yang disampaikan lebih luas dan mencakup materi yang diperlukan

oleh mahasiswa lainnya.

3. Dapat di pertimbangkan untuk dijadikan referensi lebih lanjut.

4. Memahami kekurangan penulis dalam penyampaikan isi laporan serta memperbaikinya.

DAFTAR PUSTAKA
Ehow. (2011) dikutip pada tanggal 21 Maret 2012 dari http://www.ehow.com/how_4780879_use-
hoyer-lift-transfer-patient.html
Ganong, F William. (2008) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Eds.22 Jakarta : EGC

Guyton, Arthur C. & John E. Hall. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Eds 11. Jakarta : EGC

Kozier, B., Erb, G., Berman A., Snyder S. (2004). Fundamentals of nursing; Concept, process, and
practice. 7 th ed. New Jersey : Perason Education, Inc.

Potter, Patricia A & Perry, Anne Griffin. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Volume 2
Eds 4. Jakarta : EGC
Potter, Patricia A & Perry, Anne Griffin. (2006). Fundamentals of nursing;Concept, process, and
practice, 4 th ed. USA : Elsevier Mosby

Syaifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : EGC

Diposkan oleh Husna A Wahed di Rabu, Maret 06, 2013


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

2 komentar:

1.

Dela RiNafa28 Maret 2014 21.36

mksh kak :) usk y kak??

Balas

Balasan

1.

Husna A Wahed23 Oktober 2014 03.56

Iyaaa.. di Unsyiah ug :)

Balas

Muat yang lain...


Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Daily Calendar
Apakah anda puas membaca di blog ini ???
Mengenai Saya
Husna A Wahed
simple woman..
Lihat profil lengkapku

Entri Populer

Proses osifikasi, faktor pertumbuhan tulang & suplai darah pd tulang

A. Proses osifikasi Osifikasi adalah perubahan tulang rawan menjadi tulang keras
atau perbaik...

 Mekanika tubuh

I. Mekanika Tubuh (Body Mechanic) A. Definisi Mekanika tubuh adalah istilah yang
digunakan dalam menjelaskan penggunaan tubuh yang aman...

 pidato "harapanku"

Bismillahirrahmanirrahim… Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu Artinya :


Segala puji bagi Allah Sang Penguasa alam semesta. Semo...

 Ambulasi

Teknik Memindahkan Ambulasi adalah kegiatan berjalan (Kozier dkk.1995).


Mekanika tubuh yang benar dapat mengurangi kepenatan ...

keterampilan dasar keperawatan

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penulisan Pengukuran yang paling


sering dilakukan oleh profesinal kesehatan adalah ...

 kebutuhan aktivitas dan mobilisasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan Pertumbuhan dan


perkembangan manusia merupakan hal yang berjalan terus dan b...

 Praktik Ibadah sebagai Terapi Penyembuhan Penyakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan Dalam zaman modern seperti


sekarang ini simbol-simbol zaman modern seperti yang ...
 konsep selfcare, discharge planning, perawatan alat bantu indera

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Discharge Planning


(Perencanaan Pulang) merupakan komponen sistem pera...

Konsep Adaptasi Stres dan Gangguan Makan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemahaman tentang stres dan


akibatnya penting bagi upaya pengobatan maupun pence...

 AKU SAHABATKU DAN GURUKU

AKU SAHABATKU DAN GURUKU Dikisahkan pada sebuah sekolah kedatangan


seorang guru baru yang datang dari luar daerah untuk menggantikan salah...

total pengunjung
23343

selamat datang...
selamat datang di blog aku ini...
Follow me @Bf2na and add me Husna A. Wahed yaaa...

Arsip Blog
 ► 2014 (1)

 ▼ 2013 (3)
o ► Juli (2)
o ▼ Maret (1)
 kebutuhan aktivitas dan mobilisasi

 ► 2012 (5)

 ► 2011 (3)

Bf2na_una. Template Watermark. Diberdayakan oleh Blogger.

Cerita Bersamaku
memulai sesuatu dari ungkapan dalam hati untuk lebih baik dalam menjalani hidup yang begitu
indah...

Rabu, 06 Maret 2013


kebutuhan aktivitas dan mobilisasi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penulisan

Pertumbuhan dan perkembangan manusia merupakan hal yang berjalan terus dan berliku-liku,

proses kompleks yang sering dibagi kedalam tahap yang diatur sesuai kelompok umur.

Kronologis tersebut berdasarkan waktu dan rangkaian tugas perkembangan yang harus di capai

individu untuk maju ke tahap berikutnya (Potter & Perry, 2005 p.638)

Mobilisasi mengacu pada kemampuan seorang untuk bergerak dengan bebas, dan imobilisasi

mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas (Potter & Perry, 2005

p.1192).

Pengkajian mobilisasi pasien berfokus pada rentang gerak (latihan ROM), gaya berjalan

(menggunakan kruk, walker, dan tongkat), latihan, toleransi aktivitas serta kesejajaran tubuh.

Menurut Kozier dan Erb (2009) kruk adalah bentuk perangkat medis yang umumnya

digunakan oleh individu yang tidak bisa berjalan dengan baik atau mengalami kesulitan ekstrim

dan rasa sakit saat berjalan, penggunaannya dapat sementara (kerusakan ligamen di lutut) atau

permanen (pasien paralisis ektremitas bawah).

Memindahkan pasien mengunakan Pegangkat hidrolik untuk pasien yang tidak dapat

membantu dirinya sendiri atau yang terlalu berat untuk diangkat oleh pengangkat lain dengan

aman (Kozier, Erb, Berman & Snyder 2004).


B. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini antara lain adalah sebagai berikut :

1. Memenuhi tugas mandiri mahasiswa.

2. Memperkaya bahan bacaan pada perpustakaan yang dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa lain

untuk menambah pengetahuan.

3. Mengerti dan memahami fisiologi otot kerangka.

4. Memahami mobilisasi sesuai dengan tahap tumbuh kembang.

5. Memahami prosedur tindakan keperawatan memindahkan pasien dengan menggunakan

hydraulic lift.

6. Memahami prosedur tindakan keperawatan berjalan dengan Kruk Loftsrand (kruk lengan

bawah).

BAB II

PEMBAHASAN
I. Fisiologi Otot Kerangka

Menurut Drs. H. Syaifuddin, AMK (dalam buku Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa

Keperawatan, 2006 p.106-119) Sel otot dapat dirangsang secara kimia, listrik dan mekanik untuk

menimbulkan suatu potensial aksi yang dihantarkan sepanjang membrane sel. Sel ini

mengandung protein kontraktil dan mempunyai mekanisme yang diaktifasi oleh potensial aksi.

Kira-kira 40% dari seluruh tubuh terdiri dari otot rangka, dan mungkin 10% lainnya berupa otot

polos dan otot jantung. Beberapa prinsip dasar yang sama mengenai kontraksi dapat diterapkan

pada semua jenis otot yang berbeda ini (Guyton & Hall, 2007 p.74).

Sifat-sifat khusus otot adalah mudah terangsang (irritability), mudah berkontraksi

(contractility), dapat melebar (extensibility), dapat diregang (elasticity) dan mempunyai irama

kontraksi (otot jantung).

A. Susunan otot kerangka

Otot kerangka terdiri dari serabut otot tersendiri yang merupakan kompleks bangunan susunan

saraf. Tiap serabut otot merupakan suatu sel tunggal, multinuklear, panjang dan silindris. Serabut

otot dibentuk dari fibril yang dibagi ke filamen tersendiri dan dibentuk dari protein kontraktil.

Gambar 2.1 Organisasi otot rangka, dari yang besar sampai ketingkat molekul. F,G,H dan I
adalah penampang melintang pada tingkat yang ditunjukkan (Digambar oleh Sylvia Colard
Keene. Dimodifikasi dari Fawcett DW : Bloom dan Fawcet : A Textbook of Histology.
Philadelphia: W. B Sauders,1998)
Sumber : Guyton & Hall (2007 p.75)

1. Serat otot rangka

Semua otot rangka dibentuk oleh sejumlah serat yang diameternya berkisar 10-80 mikrometer.

Masing-masing serat ini terbuat dari rangkain subunit yang lebih kecil. Sebagian besar dari otot

serat-seratnya membentang disepanjang otot.


Gambar 2.2 Filamen aktin, yang terdiri atas dua untai heliks F aktin dan dua untai molekul
tropomiosin yang cocok berada dalam lekukan antar untaian aktin. Terlekat pada salah satu
ujung setiap molekul tropomiosin adalah kompleks troponin yang mengawali kontraksi.
Sumber : Guyton & Hall (2007 p.78)

2. Sarkolema

Membran sel dari serat otot terdiri dari membrane sel yang disebut plasma, yaitu lapisan tipin

bahan polisakarida yang mengandung sejumlah serat kolagen tipis. Pada ujung serat otot lapisan

sarkolema ini bersatu dengan serat tendo dan berkumpul menjadi berkas untuk membenruk tendo

yang menyisip pada tulang.

3. Miofibril

Setiap serat otot mengandung beberapa ratus sampai beberapa ribu miofibril. Setiap miofibril

terletak berdampingan, memiliki 1500 filamen miosin dan 3000 filamen aktin yang merupakan

molekul protein polimer besar yang bertanggung jawab untuk kontraksi otot. Filamen miosin dan

aktin sebagian besar saling bertautan sehingga menyebabkan myofibril memiliki pita terang dan

gelap yang selang seling.

4. Sarkoplasma

Miofibril yang terpendam dalam serat otot terdiri dari unsur-unsur intraselular. Cairan

sarkoplasma mengandung kalium, fosfat dan enzim protein dalam jumlah besar. Miofibril

berkontraksi membutuhkan sejumlah besar adesonin trifosfat (ATP) yang dibentuk oleh

mitokondria.

5. Retikulum sarkoplasmik

Di dalam sarkolema terdapat reticulum endoplasma yang dalam serat otot disebut reticulum

sarkolema yang mempunyai susunan khusus dalam pengaturan kontraksi otot. Semakin cepat

kontraksi suatu otot semakin banyak reticulum sarkolema.


B. Sifat listrik otot kerangka

Kejadian listrik dan aliran ion dalam otot kerangka yang mendasarinya sama dengan yang ada

dalam saraf. Potensi membrane istirahat 90 mv. Potensial aksi berlangsung 2-4 m/det dan

dihantarkan sepanjang serabut otot sekitar 5m/det. Masa refrakter absolut selama 1-3 m/det dan

polarisasi (gelombang listrik) susulan relatif memanjang. Walaupun sifat listrik serabut sendiri

didalam otot tidak cukup berbeda untuk menghasilkan sesuatu yang menyerupai potensial aksi

gabungan, namun ada perbedaan ringan dalam ambang berbagai serabut.

1. Respons kontraktil

Walaupun suatu respons normal tidak terjadi tanpa yang lain namun sifat fisiologinya berbeda,

depolarisasi (proses netralisasi keadaan polar/kutub) membrane serabut otot normalnya dimulai

pada lempeng akhir motorik, struktur ujung saraf motorik potensial aksi hantaran sepanjang

serabut otot melalui respons kontraktil.

Tabel 2.1 Distribusi ion pada otot rangka mamalia.


Konsentrasi (mmol/L)
Potensial
a Cairan
Ion Cairan Intrasel ekuilibrium
eksternal
(mV)
Na+ 12 145 +65
K+ 155 4 -95
+ -5
H 13 X 10 3.8 X 10 -5 -32
Cl- 3.8 120 -90
HCO3- 8 27 -32
-
A 155 0 ...
Potensial membran = -90mV
Sumber : Ruch TC, Patton HD (editors) : Physiology and Biophysics, 19th ed. WB
Saunders,1965 (dalam buku Fisiologi kedokteran Ganong, F. 2008 p.71)

2. Potensial aksi otot

Potensial aksi dalam saraf dapat diterapkan pada serat otot rangka. Serat otot rangka demikian

besarnya sehingga potensial aksi sepanjang membrane permukaannya hamper tidak

menimbulkan aliran di dalam serat.


Untuk menimbulkan kontraksi, arus listrik ini harus menembus di sekitar myofibril yang

terpisah penyebarannya sepanjang tubulus transversa (tubulus T) yang menembus seluruh jalan

melalui srat otot dari satu sisi ke sisi lain. Hal ini menyebabkan reticulum sarkolemik segera

melepaskan ion-ion kalsiumkesekitar myofibril dan ion kalsium ini menimbulkan kontraksi.

3. Mekanisme umum kontraksi otot

Timbul dan berakhirnya kontraksi otot terjadi dalam urutan sebagai berikut :

a. Potensial aksi berjalan sepanjang sebuah saraf motorik sampai ke ujung serat saraf.

b. Setiap ujung saraf menyekresi substansi neurotransmitter yaitu asetilkolin dalam jumlah sedikit.

c. Asetilkolin bekerja untuk area setempat pada membrane serat otot guna membuka saluran

asetilkolin melalui molekul-molekul protein dalam membrane serat otot.

d. Terbukanya saluran asetilkolin memungkinkan sejumlah besar ion natrium mengalir ke bagian

dalam membrane serat otot pada titik terminal saraf. Peristiwa ini menimbulkan potensial aksi

serat saraf.

e. Potensial aksi berjalan sepanjang membrane saraf oto dengan cara yang sama seperti potensial

aksi berjalan sepanjang membran saraf.

f. Potensial aksi akan menimbulkan depolarisasi membrane serat otot, berjalan dalam serat otot

ketika potensial aksi menyebabkan reticulum sarkolema melepas sejumlah ion kalsium, yang

disimpan dalam retikulum kedalam moofibril

g. Ion kalsium menimbulkan kekuatan menarik antara filamen aktin dan myosin yang

menyebabkan bergerak bersama-sama menghasilkan kontraksi.

h. Setelah kurang dari satu detik kalsium dipompakan kembali kedalam reticulum sarkoplasma

tempat ion-ion disimpan sampai potensial aksi otot yang baru lagi.
4. Kedutan otot

Potensial aksi tunggal menyebabkan kontraksi singkat yang diikuti oleh relaksasi, respons ini

dinamakan kedutan otot. kedutan otot dimulai sekitar 2 mikrometer/detik setelah memulai

depolarisasi membran.

Serabut otot cepat terutama berhubungan dengan gerakan halus. serabut otot lambat terutama

terlihat dengan gerakan yang kuat, kasar dan terus menerus mempunyai kedutan berlangsung

sampai 100 mikrometer/detik. Lama kontraksi ini disesuaikan dengan fungsi masing-masing

otot, pergerakan mata harus sangat cepat supaya dapat mempertahankan fiksasi mata pada objek-

objek spesifik.

5. Mekanisme molekular kontraksi otot

Pada keadaan relaksasi ujung-ujung filament aktin berasal dari dua lempeng saling tumpang

tindih satu sama lainnya. Pada waktu yang bersamaan menjadi lebih dekat dengan filament

myosin, tumpang tindih satu sama lain secara meluas. Lempeng ini ditarik oleh filament sampai

ke ujung miosin.

Selama kontraksi kuat, filamet aktin dapat ditarik bersama-sama, begitu eratnya sehingga

ujung filament myosin melekuk. Kontraksi otot terjadi karena mekanisme pergeseran filament.

Kekuatan mekanisme dibentuk oleh interaksi jembatan penyeberangan dari filament myosin

dengan filament aktin. Bil;a sebuah potensial aksi berjalan keseluruh membrane serat otot akan

menyebabkan reticulum sakroplasmik melepaskan ion kalsium dan jumlah besar yang dengan

cepat menembus miofibril.

Gambar 2.3 Mekanisme “berjalan-bersama” (walk-along) untuk kontraksi otot.


Sumber : Guyton & Hall (2007 p.79)

Tabel 2.2 Urutan peristiwa yang terjadi pada kontraksi dan relaksasi otot rangka
Tahap-tahap kontraksi
1. Pelepasan muatan oleh neuron motorik.
2. Pelepasan transmitter (asetikolin) di end-plate motorik.
3.Pengikatan asetikolin ke reseptor asetikolin nikotinik.
4.Peningkatan konduktansi Na+ dan K+ di membran end-plate.
5.Pembentukan potensial end-plate.
6.Pembentukan potensial aksi di serabut-serabut otot.
7.Penyebaran depolarisasi kedalam disepanjang tubulus T.
8. Pelepasan Ca2+ dari sisterna terminalis reticulum sarkoplasma serta difusi Ca2+ ke
filamen tebal dan filament tipis.
9. Pengikatan Ca2+ ke tropoin C, sehingga membuka tempat pengikatan myosin di
molekul aktin.
10. Pembentukan ikatan-silang (cross linkage) antara aktin dan myosin dan pergeseran
filament tipis pada filament tebal, sehingga menghasilkan gerakan.
Tahap-tahap relaksasi
1. Ca2+ dipompa kembali kedalam reticulum sarkoplasma.
2. Pelepasan Ca2+ dari troponin.
3. Penghentian interaksi antara aktin dan myosin.
Sumber : Gonang, F (2008 P. 72)

6. Dasar molekular kontraksi

Proses yang menimbulkan pemendekan unsurt kontraktil didalam otot merupakan peluncuran

filamen (serabut/benang halus) tipis diatas filament tebal, karena otot memendek maka filament

tipis dari ujung sarkomer (kontraktil dari myofibril) saling mendekat, saat pendekatan filament

ini tumpang tindih.

Peluncuran selama kontraksi otot dihasilkan oleh pemutusan dan pembentukan kembali

hubungan antara aktin (protein myofibril) dan myosin (protein globulin) menghasilkan gerakan

selama kontraksi cepat. Sumber kontraksi cepat otot adalah ATP, hidrolisis ikatan antara

gugusan fosfat. Senyawa ini berhubungan dengan pelepasan tenaga dalam jumlah besar sehingga

ikatan ini dinamakan ikatan fosfat bertenaga tinggi.

Di dalam otot, hidrolisis ATP ke ADP dilakukan oleh protein kontraktil myosin. Proses

depolarisasi serabut otot yang memulai kontraksi dinamakan perangkaian eksitasi kontraksi.

Potensial aksi dihantarkan kesemua fibril didalam serabut melalui pelepasan Ca2+ dari sisterna

terminalis. Gerakan ini membuka ikatan myosin sehingga ATP dipecah dan timbul kontraksi.
7. ATP sebagai sumber energi untuk kontraksi

Bila sebuah otot berkontraksi, timbul satu kerja yang memerlukan energy. Sejumlah ATP

dipecah membentuk ADP selama proses konraksi. Selanjutnya semakin hebat kerja yang

dilakukan semakin besar jumlah ATP yang dipecahkan.

Proses ini akan berlangsung terus menerus sampai filament aktin meanrik membrane

menyentuh ujung akhir filament myosin atau sampai beban pada otot menjadi terlalu besar untuk

terjadinya tarikan lebih lanjut.

8. Hubungan antara kecepatan kontraksi dan beban

Sebuah otot akan berkontraksi sangat cepat bila berkontraksi tanpa melawan beban dan

mencapai keadaan kontraksi penuh kira-kira dalam 0,1 detik untuk otot rata-rata.

Bila diberi beban, kecepatan kontraksi akan menurun secara progresif seiring dengan

penambahan beban. Bila beban meningkat sampai sama dengan kekuatan maksimum yang

dilakukan otot tersebut, kecepatan kontraksi menjadi nol dan tidak terjadi kontraksi sama sekali

walaupun terjadi aktivitas serat otot.

Penurunan kecepatan otot dengan beban ini karena beban pada otot yang berkontraksi

kekuatannya berlawanan arah melawan kontraksi. Akibat kontraksi otot kekuatan otot netto yang

tersedia menimbulkan kecepatan pemendekan akan berkurang secara seimbang.

9. Pembentukan energi pada kontraksi otot

Bila suatu otot berkontraksi melawan suatu beban dikatakan otot itu melakukan kerja. Hal ini

berarti ada energi yang dipindahkan dari otot ke beban internal. Misalnya untuk mengangkat

suatu objek ketempat yang lebih tinggi atau untuk mengimbangi tahanan pada waktu melakukan

gerak, dalam perhitungan


W=LxD

W = Hasil kerja

L = Beban

D = Jarak gerakan terhadap beban

Energi yang dibutuhkan untuk melakukan kerja berasal dari reaksi kimia dalam sel otot selama

kontraksi.

10. Jenis kontraksi

Kontraksi otot melibatkan pemendekan unsur otot kontraktil. Tetapi karena otot mempunyai

unsure elastic dan kental dalam rangkaian dengan mekanisme kontraktil, maka kontraksi timbul

tanpa suatu penurunan yang layak dalam panjang keseluruhan otot. Kontraksi yang demikian

disebut isometric (panjang ukuran sama). Kontraksi melawan beban tetap dengan pendekatan

ujung otot dinamakan isotonik (tegangan sama).

Kontraksi otot yang kuat dan alam mengakibatkan kelelahan otot. Sebagian besar kelelahan

akibat dari ketidak mampuan proses kontraksi dan metabolic serat otot untuk terus memberi hasil

kerja yang sama dan akan menurun setelah aktivitas otot mengurangi kontraksi mengakibatkan

kelelahan dan hamper sempurna karena kehilangan suplai makanan terutama kehilangan oksigen.

11. Sistem pengungkit tubuh

Otot-otot bekerja dengan menggunakan tegangan pada tempat-tempat insersi didalam tulang

dan tulang kemudian membentuk berbagai jenis sistem pengungkit yang diaktifkan oleh otot

biseps untuk mengangkat lengan bawah. Suatu analisis mengenai sistem pengungkit tubuh

bergantung pada :

a. Pengetahuan tentang tempat insersi otot

b. Jaraknya dari pengungkit


c. Panjang lengan pengungkit

d. Posisi pengungkit

Tubuh banyak membutuhkan jenis pergerakan diantaranya membutuhkan kekuatan yang

besar dan jarak pergerakan yang jauh. Beberapa otot ukurannya panjang dan berkontraksi lama

dan yang lain berukuran pendek, mempunyai luas penampang lintang yang besar serta

menghasilkan kekuatan kontraksi yang ektrem pada jarak yang pendek.

12. Sumber dan metabolisme tenaga

Kontraksi otot memerlukan tenaga. Otot merupakan suatu mesin untuk mengubah tenaga

kimia ke mekanik. Sumber cepat tenaga ini merupakn turunan fosfat organic kaya tenaga

didalam otot. Sumber akhir merupakan metabolism antara karbohidrat dan lipis hidrolisis ATP

untuk memberikan tenaga bagi kontraksi.

ATP disintesis ulang dari ADP oleh tambahan suatu gugusan fosfat pada keadaan normal

tenaga untuk reaksi endotermi diberikan oleh pemecahan glukosa ke CO2 dan H2O. Didalam otot

ada senyawa fosfat yang kaya tenaga lainnya dinamakan fosforilkreatin yang membentuk ATP

dari ADP sehingga memungkinkan kontraksi berlanjut.

a. Pemecahan karbohidrat

Banyak tenaga bagi sintesis ulang ATP dan fosforilkreatin berasal dari pemecahan menjadi

CO2 dan H2O suatu bagian lintasan metabolic utama. Glukosa dalam aliran darah memasuki sel

melalui serangkaian reaksi kimia ke piruvat sumber lain bagi glukosa intrasel berasal dari

glikogen, polimer karbohidrat yang sangat banyak dalam hati dan otot kerangka. Bila ada O2

yang adekuat maka piruvat memasuki siklus asam sitrat dan metabolism melalui siklus lintasan

enzim pernapasan, dinamakan glikosis anaerobik.

b. Produksi panas dalam otot


Secara termodinamik tenaga yang diberikan ke otot harus sama denga pengeluaran tenaga

dalam kerja yang dilakukan otot. Efisiensi mekanik keseluruhan kerja otot rangka mengeluarkan

tenaga sampai 50%, sementara mengangkat beban selama berkontraksi isotonik pada hakikatnya

0%. Selama berkontraksi isometric, simpanan tenaga dalam ikatan fosfat merupakan factor kecil

dan panas yang dihasilkan dalam otot dapat diukur secara tepat dengan termokopel yang cocok.

Panas istirahat merupakan manifestasi luar proses metabolic basal. Panas yang dihasilkan

dalam kelebihan panas istirahat selama kontraksi dinamakan panas awal yang membentuk panas

aktivasi. Setelah berkontraksi produksi panas melebihi panas istirahat kontinu selama 30 menit.

Selanjutnya akan terjadi pemulihan panas karena panas dilepas oleh proses metabolism.

Pelepasan panas ketika pemulihan otot pada keadaan sebelum otot berkontraksi kira-kira sama

dengan panas awal yang dihasilkan selama pemulihana.

c. Pembentukan energi pada kontraksi otot

Bila suatu otot berkontraksi melawan beban, dikatakan otot ini kerja. Artinya energi yang

dipindahkan dari otot ke beban eksternal untuk mengangkat suatu objek ke tempat yang lebih

tinggi atau mengimbangi tahanan pada waktu melakukan gerak, dibutuhkan energi untuk

melakukan kerja dalam sel otot selama berkontraksi. Sebagian besar energi ini dibutuhkan untuk

menjalaqnkan mekanisme untuk memompakan kalsium dari sarkoplasma kedalam reticulum

sarkoplasmik. Dan setelah kontraksi berakhir, memompakan ion-ion natrium dan kalium melalui

membran serat otot mempertahankan lingkungan yang cocok untuk pembentukan potensial aksi.

13. Sifat otot dalam organisme utuh

a. Efek denervasi

Dalam tubuh manusia yang utuh, otot rangka yang sehat tidak berkontraksi kecuali dalam

respons terhadap perangsangan persarafan motoriknya. Kerusakan persarafan ini menyebabkan


atrofi otot dan peningkatan sensitivitas terhadap asetilkolin. Akibatnya muncul kontraksi halus

tak teratur pada serabut tersendiri (fibrilasi=kontraksi serat otot yang sangat cepat)

b. Elektromiografi

Aktivitas unit motorik dapat diteliti dengan elektromiografi dengan proses perekaman aktivitas

listrik otot pada osiloskop sinar katoda. Bisa dilakukan pada manusia yang tidak dianestesi

dengan menggunakan cakram logam kecil pada kulit diatas otot sebagi elektroda penangkap atau

dengan menggunakan elektroda jarum hipodermik. Rekaman yang didapat dengan elektroda

demikian merupakan elektromiogram (EMG). Dengan elektroda jarum, biasanya mungkin

menangka aktivitas serabut otot tunggal.

C. Kekuatan otot rangka

Otot rangka manusia dapat menimbulkan 3-4 kg tegangan per sentimeter persegi penampang

melintang. Gambaran ini kira-kira sama seperti yang didapat di dalam berbagai hewan percobaan

dan tampaknya konstan bagi semua spesies mamalia.

D. Perubahan bentuk otot

Semua otot tubuh secara terus menerus dibentuk kembali untuk menyesuaikan fungsi-fungsi

yang dibutuhkan olehnya. Diameter diubah, panjang diubah, kekuatan diuabah, suplai pembuluh

darah diubah, bahkan tipe serat otot diubah. Peosaes perubahan bentuk ini seringkali berlangsung

cepat dalam waktu beberapa minggu.

1. Hipertrofi

Bila massa suatu otot menjadi besar akibat peningkatan jumlah filamen aktin dan myosin

dalam setiap serat otot, peristiwa ini terjadi sebagai respons terhadap kontraksi otot yang

berlangsung pada kekuatan maksimal. Hipertrofi yang sangat luas dapat terjadi bila selam

aproses kontraksi otot-otot diregang secara simultan, selama maksimum dalam waktu 6-10
minggu. Kalau kontraksi sangat kuat, jumlah filamen aktin dan miosin bertambah banyak secara

progresif didalam myofibril. Miofibril akan pecah disetiap otot untuk membentuk myofibril yang

baru.

2. Atrofi otot

Bila massa otot menurun karena otot tidak digunakan dalam jangka waktu yang lama,

kecepatan penghancuran protein kontraktil dan jumlah miofibril yang timbul akan berlangsung

lebih cepat daripada kecepatan penggantinya. Akibatnya otot mengecil melebihi normal, dapat

menyebabkan atrofi. Peristiwa ini menyebabkan bertambahnya sarkomer-sarkomer baru pada

ujung serat oto tempat otot melekat pada tendo. Bila suatu otot tetap memendek secara terus

menerus kurang dari panjang normal, sarkomer-sarkomer pada ujung otot akan menghilang

hampir sama cepatnya. Melalui proses ini secara terus menerus dibentuk kembali untuk memiliki

panjang yang sesuai bagi otot tertentu.

3. Rigor mortis

Beberapa jam setelah kematian, semua otot tubuh masuk dalam keadaan kontraktur yang

disebut rigor mortis yaitu otot berkontraksi dan menjadi kaku walaupun tidak terdapat potensial

aksi. Kekakuan ini disebabkan hilangnya semua ATP yang dibutuhkan untuk menyebabkan

pemisahan jembatan penyeberangan dari filament aktin selama proses relaksasi.

Otot dalam keadaan kaku karena protein-protein otot dihancurkan. Biasanya disebabkan oleh

proses autolysis akibat enzim yang dikeluarkan dari hormon 15-25 jam kemudian. Ini

berlangsung lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi.

E. Skema otot

Tabel 2.3 Perbedaan otot


Item
Otot rangka Otot polos Otot jantung
pembeda
Struktur Bergaris lintang, Polos, Ada syncitium Bergaris lintang Ada
Tidak ada syncitium
syncitium
Persarafan Saraf tepi Saraf otonom Saraf otonom
Fungsi volunter involunter involunter
Letak Pada rangka Pada alat dalam, p.d. Pada jantung
Kontraksi Tidak ada irama Tidak ada irama Ada irama
Sumber : Text Book of Medical Physiology (11th) by Guyton and Hall

Jenis otot :

1. Otot motoris (serat lintang = lurik)

2. Otot otonom (otot polos)

Menurut Guyton dan Hall (2007 p.95) otot polos terdiri atas serabut-serabut kecil umumnya

berdiameter 1-5 mikrometer dan panjangnya hanya 20-500 mikrometer.

Gambar 2.4 Struktur fisik otot polos.Serabut di sisi kiri atas memperlihatkan filament aktin yang
memancarkan dari dence bodies. Serabut yang kiri bawah dan serabut yang disebelah kanan
memperlihatkan hubungan antara filament myosin dengan filament aktin (Guyton & Hall, 2007
p.96)
a. Tipe-tipe otot polos

1) Otot polos multi-unit.

Tipe otot polos ini terdiri atas serabut otot polos tersendiri dan terpisah. Sifat dari serabut otot

polos multi-unit ini adalah masing-masing serabut dapat berkontraksi dengan tidak bergantung

pada yang lain, dan pengaturannya terutama dilakukan oleh sinyal saraf. Contoh otot polos

multi-unit adalah otot silindris mata, otot iris mata, dan otot piloerektor yang menyebabkan

tegaknya rambut bila dirangsang oleh system saraf simpatik.

Gambar 2.5 (a) otot polos unit-tunggal dan (b) multi-unit

2) Otot polos unit tunggal

Istilah ini mengartikan bahwa serabut otot berkontraksi bersama-sama sebagai suatu unit

tunggal.

b. Pengaturan saraf kontraksi otot polos


Otot polos dapat dirangsang untuk berkontraksi oleh berbagai jenis sinyal : oleh sinyal saraf,

oleh rangsangan hormonal, oleh regangan otot, dan beberapa cara lainnya (Guyton & Hall, 2007

p.99)

Gambar 2.6 Persarafan otot polos (Guyton & Hall, 2007 p.99)

Gambar 2.7 (A) Potensial aksi otot polos yang khas (potensial lajak) yang ditimbulkan oleh
rangsangan eksternal. (B) Serangkaian lajak yang ditimbulkan oleh gelombang listrik berirama
lambat yang terjadi secara spontan di oto polos dinding usus. (C) Potensial aksi dengan
pendataran yang direkam dari suatu serabut otot polos uterus.
Sumber : Guyton & Hall (2007 p.100)

3. Otot jantung

Menurut Guyton dan Hall (2007, p.107) ada tiga tipe otot jantung yaitu otot atrium, otot trikel

dan serabut otot eksitatorik. Dalam gambar 2.8 tampak daerah-daerah gelap yang menyilang

serabut-serabut otot jantung yang disebut sebagai diskus interkalatus. Otot jantung merupakan

suatu sinistium dari banyak sel-sel otot jantung tempat sel-sel otot jantung ini terikat dengan

sangat kuat sehingga bila salah satu sel otot terangsang, potensial aksi akan menyebar dari satu

sel ke sel yang lain.

Gambar 2.8 “Sinsitium” yang merupakan sifat saling berhubungan dari serabut otot jantung
(Guyton & Hall . 2007 p.108)
Jantung terdiri atas 2 sinistrium yaitu sinistrium atrium yang menyusun dinding kedua atrium

dan sinistrium ventrikel yang membentuk dinding kedua ventrikel.

F. Macam otot

1. Menurut bentuk :

a. Bentuk kumparan

b. Bentuk Lipas

c. Bentuk Melingkar

d. Bentuk Sirip
e. Serabut sejajar

2. Menurut jumlah kepala :

a. Biseps (berkepala dua)

b. Triseps (berkepala tiga)

c. Quadriseps (berkepala empat)

3. Menurut pekerjaan :

a. Abduktor (menjauhi tubuh)

b. Adduktor (mendekati tubuh)

c. Antagonis (berlawanan)

d. Dilatasi (memanjang)

e. Eksorotasi (memutar keluar)

f. Ekstensor (meluruskan kembali)

g. Endorotasi (memutar kedalam)

h. Fleksor (membengkokkan sendi)

i. Kontraksi (memendek)

j. Pronator (ulna dan radial sejajar)

k. Sinergis (bersamaan)

l. Suppinator (ulna dan radial menyilang)

4. Menurut Letak :

a. Bagian dada

b. Bagian kaki (anggota gerak bawah)

c. Bagian kepala

d. Bagian leher
e. Bagian lengan (anggota gerak atas)

f. Bagian perut

g. Bagian punggung

Tabel 2.4 Bagian otot


Bagian otot
Muskulus kaput (kepala otot)
Muskulus venter (empal otot)
Muskulus kaudal (ekor otot)
Fasia (selaput pembungkus otot)
Origo (muskulus kaput melekat pada tulang)
Insersi (muskulus kaudal lekat pada tulang)
Tendo (jaringan ikat yang keras dan liat)
Sumber : Syaifuddin (2006, p. 113)

Tabel 2.5 Otot kerangka tubuh


Otot kerangka tubuh
Otot kepala
Pundak kepala  M. Frontalis
 M. Oksipitalis
Otot wajah  M. Rektus okuli
 M. Obligues okuli
 M. Orbikularis okuli
 M. Levator kitebra
Mulut dan bibir  M. Triangularis
 M. Quadratus labii sup
 M. Quadratus labii inf
 M. Buksinator
 M. Zigomatikus
Otot pengunyah  M. Maseter
 M. Temporalis
 M. Pterigoid
Otot leher
 M. Platisma
 M. Sternokleidomastoid
 M. Longisimus kapitis
 M. Splenius
 M. Semispinalis kapitis
Otot bahu dan dada
Otot bahu  M. Deltoid (otot segitiga)
 M. Subskapularis
 M. Supraspinatus
 M. Infraspinatus
 M. Teres mayor
 M. Teres minor
Otot dada  M. Pektoralis mayor
 M. Pektarolis minor
 M. Sublavikula
 M. Seratus anterior superior
 M. Seratus anterior inferior
 M. Interkostalis eks/int
 M. Diafragmatikus
Otot perut
Dinding perut  M. Abdominis internal
 M. Abdominis eksternal
 M. Obliques internus abdominis
 Aponeurosis
 M. Rektus abdominis
 M. Transfersus abdominus
Dinding depan perut  M. Psoas (M. Quadratus lumborum)
 M. Iliakus

Otot punggung dan belakang


tubuh  M. Trapezius
Menggerakkan lengan  M. Latisimus dorsi
 M. Romboid
 M. Seratus posterior inferior
Antar-ruas iga  M. Seratus posterior superior
 M. Interspinalis transfersi
Punggung sejati  M. Sakrospinalis erector spina
 M. Quadratus lumborum

Otot lengan  Otot ketul


Pangkal lengan  M. Biseps brakii
 M. Korakobrakialis
 M. Trisep brakii
Kedang  M. Kepala luar
 M. Kepala dalam
 M. Kepala panjang
 Ketul
Lengan bawah  Telapak tangan-pronator teres
 M. Palmaris longus
 M. Fleksor karpi radialis
 M. Fleksor digitorum sublimis
 M. Fleksor digitorus profundus
 Memutar radialis
 M. Pronator teres quadrates
 M. Supinator bravis
 Punggung tangan
 Telapak tangan
 Tenar
 Hipotenar
 Kedang
 M. Ekstensor karpi radialis longus
 M. Ekstensor karpi radialis brevis
 M. Ekstensor karpi ulnaris
 M. Digitorum karpi radialis
 M. Ekstensor policis longus

 M. Posas mayor
 M. Illiakus
Otot sekitar panggul  M. Psoas minor
Sebelah depan  M. Gluteus maksimus
 M. Gluteus medius minimus

Sebelah belakang
 Abduktor
Anggota gerak bawah  M. Abduktor maldanus
(otot
tungkai)  M. Abduktor brevis
Otot paha  M. Abduktor longus
 Ekstensor (quadriceps)
 M. Rektus femoralis
 M. Vastus lateralis eksternal
 M. Vastus medialis internal
 M. Intermedialis
 Fleksor
 M. Biseps femoris
 M. Semimembranosus
 M. Semitendinosis
 M. Sartorius
 M. Tibia anterior
 M. EKstensor falangus longus
 Kedang jempol
Tungkai bawah  M. Popliteus (tendo Achilles)
 M. Fleksor falangus longus
 M. Tibialis posterior

Otot ketul empu jari bersama


Otot kedang jari bersama
II. Mobilisasi Sesuai Dengan Tahap Tumbuh Kembang

Menurut Potter & Perry (2006 p.1197) sepanjang kehidupan, penampilan tubuh dan fungsi

tubuh mengalami perubahan, terutama pada usia kanak-kanak dan lansia.

A. Bayi

Garis tulang belakang pertama kali muncul ketika bayi memanjangkan leher dari posisi

pronasi. Sejalan dengan pertumbuhan dan peningkatan stabilitas, tulang belakang torakal

menjadi tegak, dan garis tulang belakang lumbal muncul, sehingga memungkinkan duduk dan

berdiri. Pada bayi yang matang, sistem muskuloskeletal menjadi lebih kuat, bayi mampu

melawan pergerakan, meraih dan menggengam objek. Pada saat bayi tumbuh, perkembangan

sistem muskuloskeletal membutuhkan dukungan berat badan untuk berdiri dan berjalan.

Posturnya aneh karena kepala dan tubuh berat badan tidak tersebar rata sepanjang garis gravitasi

sehingga posturnya tidak seimbang dan sering jatuh.

B. Todler

Postur toddler agak berpunggung lengkung dengan perut menonjol adalah aneh. Ketika anak

berjalan, tungkai dan kakinya biasanya berjauhan dan kaki agak terbuka. Pada masa akhir

toddler, penampakan postur berkurang keanehannya yaitu garis pada tulang belakang serviks dan

lumbal menonjol serta eversi pada kaki menghilang.

C. Anak Usia Prasekolah dan Sekolah

Pada usia 3 tahun, tubuh lebih ramping, lebih tinggi, dan lebih baik keseimbangan. Perut yang

menonjol berkurang, kaki tidak terbuka berjauhan, lengan dan tungkai makin panjang. Dari usia
3 tahun sampai permulaan remaja system musculoskeletal terus berkembang. Tulang panjang di

lengan dan tungkai tumbuh. Otot, ligament, dan tendon yang lebih kuat mengakibatkan

perbaikan postur dan peningkatan kekuatan otot. Koordinasi lebih baik memungkinkan anak

melakukan tugasnya yang membutuhkan keterampilan motorik yang baik.

D. Remaja

Tahap remaja di tandai dengan pertumbuhan yang pesat. Pertumbuhan kadang tidak seimbang.

Sehingga remaja tampak aneh dan tidak terkoordinasi. Pertumbuhan dan perkembangan putrid

biasa lebih cepat dibandingkan dengan remaja putra. Pinggul, membesar, lemak di simpan di

lengan atas, paha, dan bokong. Perubahan bentuk pada remaja putra menghasilkan pertumbuhan

tulang panjang dan peningkatan massa otot. Tungkai menjadi lebih panjang dan pinggul lebih

sempit. Perkembangan otot meningkat di dada, lengan, bahu dan tungkai atas.

E. Dewasa

Perubahan postur normal dan kesejajaran tubuh orang dewasa terjadi terutama pada wanita

hamil. Perubahan tersebut akibat respons adaptif tubuh terhadap penambahan berat dan

pertumbuhan fetus. Pusat gravitasi berpindah ke bagian anterior. Wanita hamil bersandar ke

belakang dan punggungnya agak lengkung. Wanita hamil biasa mengeluh sakit punggung.

F. Lansia

Kehilangan total massa tulang progresif terjadi pada lansia. Beberapa kemungkinan untuk

penyebab kehilangan ini meliputi aktivitas fisik, perubahan hormonal dan resorpsi tulang actual.

Pengaruh kehilangan tulang adalah tulang menjadi lebih lemah, tulang belakang lebih lunak dan

tertekan, tulang panjang kurang resisten untuk membungkuk (Lueckenote,1994). Selain itu lansia

mengalami perubahan status fungsional sekunder akibat perubahan status mobilisasi.


Proses menua biasanya dihubungkan dengan perubahan fungsi seperti penurunan kekuatan

otot dan kapasitas aerobic, tidak stabilnya vasomotor, pengurangan ketebalan tulang,

keterbatasan ventilasi paru, perubahan sensori kontinen, selera makan dan haus serta cenderung

inkontinensia urin. Hospitalisasi dan tirah baring melapiskan beberapa faktor seperti imobilisasi,

pengurangan volume plasma, percepatan kehilangan tulang, peningkatan volume tertutup, dan

kehilangan sensori. Beberapa faktor tersebut emndorong lansia lebih mudah masuk ke dalam

status penurunan fungsi yang ireversibel.

Lansia berjalan lebih lambat dan tampak kurang koordinasi. Lansia juga membuat langkah

yang lebih pendek, menjaga kaki mereka lebih dekat bersamaan yang mengurangi dasar

dukungan. Sehingga keseimbangan tubuh tidak stabil dan mereka berisiko jatuh dan cedera.

III. Prosedur Tindakan Keperawatan Memindahkan Pasien Dengan Menggunakan Hydraulic

lift

Pegangkat hidrolik sama seperti perangkat hoyer terutama digunakan untuk pasien yang tidak

dapat membantu dirinya sendiri atau yang terlalu berat untuk diangkat oleh pengangkat lain

dengan aman. Pengangkat ini dapat digunakan untuk memindahkan pasien antara tempat tidur ke

kursi roda, tempat tidur ke kamar mandi, dan tempat tidur ke brankar.

Pengangkat hoyer terdiri dari satu dasar diatas lereng, pompa mekanik hidrolik, tiang untuk
berpegangan dan tali/kain pegangan. Tali/kain ini biasanya terdiri dari satu atau dua kain terpa yang
digunakan untuk duduk pasien. kain pertama digunakan untuk mengangkat kepala hingga lutut pasien,
dan kain kedua digunakan untuk mengangkat bokong dan paha. Ini adalah sesuatu yang penting yang
harus diketahui model yang sering digunakan dan disertai latihan untuk menggunakannya. sebelum
menggunakan pegangkat, perawat menjamin bahwa sangkutan pengait,rantai,tali pengikatnya dan kain
terpa itu dipersiapkan dengan baik. Banyak pihak menyarankan, pengangkat ini di operasikan oleh 2
orang perawat.

Gambar 2.9 Hydaulic lift

Menurut Potter & Perry (2006 p. 1473), prosedur memindahkan pasien dari tempat tidur ke

kursi roda menggunakan Hoyer/hidrolik :


Tabel 2.6
Tindakan Rasional
1. Bawa pengangkat ke sisi tempat tidur 1. Memastikan elevasi aman dari pasien
dari tempat tidur (sebelum menggunakan
lift, secara menyeluruh akrab dengan
operasi perusahaan)
2. Posisi kursi dekat tempat tidur, dan 2. Mempersiapkan lingkungan untuk
memungkinkan ruang yang cukup untuk penggunaan yang aman dari lift dan
angkat manuver. transfer berikutnya.
3. Angkat tempat tidur ke posisi tinggi 3. Menjaga keselarasan perawat selama
dengan rel datar kasur, sisi bawah. transfer
4. Jauhkan rel tempat tidur menghadap ke4. Menjaga keselamatan pasien.
atas pada sisi yang berlawanan anda.
5. Gulingkan pasien pada sisi jauh dari
anda. 5. Lengkapi posisi klien pada mekanik /
6. Tempat tidur gantung atau kanvas strip hidrolik sling.
bawah pasien untuk dari gendongan. 6. Dua jenis kursi diberikan diberikan
Tempat potongan kanvas dua sehingga dengan mekanik / hidrolik angkat. gaya
tepi bawah sesuai di bawah lutut pasien tidur gantung adalah lebih baik bagi
(potongan lebar) dan tepi atas sesuai di pasien yang lembek, lemah, dan perlu
bawah bahu pasien (bagian sempit) dukungan, strip kanvas dapat digunakan
untuk klien dengan otot normal. Kait
harus menghadap jauh dari kulit pasien.
7. Angkat rel tempat tidur Tempat sling di bawah pasien pusat
8. Pergi ke sisi berlawanan dan kereta api gravitasi dan bagian terbesar dari berat
naik lebih rendah. tubuh.
9. Gulingkan pasien ke sisi berlawanan dan 7. Menjaga keselamatan pasien
rel sisi bawah 8.
10. Gulingkan pasien ke kursi kanvas
9. Selesaikan posisi pasien pada mekanik /
hidrolik sling.
10. Sling harus diperluas dari bahu ke lutut
11. Bersihkan kacamata pasien (jika perlu) (tempat tidur gantung) untuk mendukung
12. Tempat mengangkat bar tapal kuda di berat badan pasien sama-sama
bawah sisi tempat tidur (di sisi tempat 11. Putar bar dekat dengan kepala pasien dan
tidur dengan kursi) bisa memecahkan gelas mata
13. Turunkan bar horizontal untuk tingkat 12. Posisi mengangkat efisien dan
selempang dengan melepaskan katup dipromosikan kelancaran transfer
hidrolik. kunci katup
14. Pasang kaitan pada tali (rantai) untuk 13. Posisi lift hidrolik dekat dengan pasien.
lubang di selempang. rantai pendek atau mengunci katup mencegah cedera pada
kail tali ke lubang atas sling, rantai lagi pasien.
menghubungkan ke bawah dari
gendongan. 14. mengamankan hidrolik lift untuk
15. Mengangkat kepala tempat tidur selempang
16. Lipat lengan pasien di depan dada
17. Pompa hidrolik menggunakan gagang
panjang, lambat, bahkan stroke sampai 15. Posisi pasien dalam posisi duduk
pasien dinaikkan dari tempat tidur. 16. Mencegah cedera pada lengan lumpuh
18. Menggunakan gagang kemudi untuk 17. Posisi pasien dalam posisi duduk
menarik angkat dari tempat tidur dan
manuver ke kursi.
19. Peran dasar sekitar kursi.
18. Memindahkan pasien dari tempat tidur ke
20. Lepaskan katup perlahan (putar ke kiri) kursi
dan pasien yang lebih rendah ke kursi
21. Tutup katup segera setelah pasien 19. Posisi mengangkat di depan kursi di
sedang down dan tali bisa dilepas mana pasien akan ditransfer.
20. Keselamatan panduan pasien ke belakang
22. Angkat tali dan mekanik / hidrolik. kursi sebagai kursi turun.

21. Jika katup dibiarkan terbuka, ledakan


23. Periksa keselarasan pasien duduk dan dapat terus menurunkan dan melukai
perbaiki (jika perlu). pasien.
22. Mencegah kerusakan pada kulit dan
jaringan di bawahnya dari kanvas atau
kait.
23. Mencegah cedera akibat sikap tubuh
yang buruk.
Sumber : Potter & Perry (2006 p. 1473).

Gambar : 2.10 Posisi memindahkan pasien ke hydraulic lift

Gambar 2.11 Cara memindahkan pasien ke hydraulic lift

IV. Prosedur Tindakan Keperawatan Berjalan Dengan Kruk Lofstrand (Kruk Lengan

Bawah)

Kruk digunakan untuk meningkatkan mobilisasi. Kruk Lofstrand dengan pengatur ganda atau

kruk lengan bawah memiliki sebuah pegangan tangan dan pembalut logam yang pas mengelingi

lengan bawah. Diatur agar sesuai dengan tinggi pasien (Potter & Perry, 2005 p.1235).

Kelebihan dalam menggunakan kruk lengan bawah adalah ringan dan menyediakan pilihan

untuk mengatur tingkat bagian manset kruk sehingga pemakainya dapat mengatur sudut tekukan
lengan bawah untuk mencapai kenyamanan. Sedangkan, kekurangannya adalah menyebabkan

kerusakan pada sendi dan saraf di lengan dan tangan (Ehow, 2011; Grace, 2012).

Menurut Ehow (2011) cara menggunakannya adalah :

A. Tegakkan kruk lengan melawan tubuh Anda untuk memastikan bahwa tinggi keseluruhan kruk

sesuai.

B. Ketika berdiri tegak, pegangan dari setiap penopang lengan bawah harus mencapai sekitar

pergelangan tangan.

C. Atur penempatan manset pada lengan kruk sebelum mulai berjalan.

D. Gunakan tombol di bagian atas setiap kruk untuk memindahkan manset atas atau bawah. Manset

harus kira-kira 1 sampai 2 inci di bawah siku.

E. Ambil pegangan kruk, satu di masing-masing tangan, sementara tempatkan manset di masing-

masing lengan. Manset berbentuk seperti U, ujung terbuka U harus menghadap ke luar.

F. Tempatkan kruk tepat di depan dan mentransfer beberapa dari berat badan Anda ke kruk lengan.

G. Gerakkan kaki kanan hingga tepat di belakang kruk. Ambil langkah secara perlahan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dalam makalah ini yang dapat penulis ambil adalah sebagai berikut :

1. Pertumbuhan dan perkembangan manusia mengalami perubahan terutama pada usia kanak-

kanak dan lansia. Beberapa pasien mengalami kemunduran dan selanjutnya berada diantara

rentang mobilisasi-imobilisasi.

2. Otot adalah jaringan peka rangsang, yang mencetuskan mekanisme kontraksi spesialis menjadi

kontraksi pada tubuh, mampu mengubah energi listrik menjadi energi kimiawi dan mengandung

protein-protein kontraktil.

3. Fisiologi otot kerangka terdiri dari :

a. Susunan otot kerangka

b. Sifat listrik otot kerangka

c. Kekuatan otot rangka


d. Perubahan bentuk otot

e. Skema otot

f. Macam otot

4. Pegangkat hidrolik sama seperti perangkat hoyer digunakan untuk memindahkan pasien antara

tempat tidur ke kursi roda, tempat tidur ke kamar mandi, dan tempat tidur ke brankar.

5. Kruk digunakan untuk orang yang memiliki satu kaki cedera atau sakit kaki, memiliki otot

lemah atau gaya berjalan yang tidak stabil, dan membantu mereka dalam berjalan tanpa kesulitan

(Ehow, 2011).

6. Kruk lengan bawah adalah bentuk paling umum dari kruk yang digunakan oleh individu yang

menderita cacat permanen (Carpenito,2009).

B. Saran

Dalam makalah tugas mandiri ini memuat informasi mengenai aspek-aspek yang mencakup

dalam kebutuhan seseorang untuk beraktifitas dan mobilisasi. Mungkin dalam laporan tugas

mandiri ini banyak sekali terdapat kekeliruan, Penulis berharap agar pembaca dapat

memakluminya karena penulis juga masih sangat membutuhkan arahan dan kritik dari

pembimbing dan pembaca. Serta masih banyak buku-buku referensi yang menjelaskan secara

detail mengenai hal tersebut.

Adapun saran penulis kepada pembaca adalah sebagai berikut :

1. Diharapkan mahasiswa dapat memahami serta mengaplikasikan pengetahuannya dengan

professionalisme.

2. Adanya perluasan materi yang disampaikan lebih luas dan mencakup materi yang diperlukan

oleh mahasiswa lainnya.


3. Dapat di pertimbangkan untuk dijadikan referensi lebih lanjut.

4. Memahami kekurangan penulis dalam penyampaikan isi laporan serta memperbaikinya.

DAFTAR PUSTAKA
Ehow. (2011) dikutip pada tanggal 21 Maret 2012 dari http://www.ehow.com/how_4780879_use-
hoyer-lift-transfer-patient.html
Ganong, F William. (2008) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Eds.22 Jakarta : EGC

Guyton, Arthur C. & John E. Hall. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Eds 11. Jakarta : EGC

Kozier, B., Erb, G., Berman A., Snyder S. (2004). Fundamentals of nursing; Concept, process, and
practice. 7 th ed. New Jersey : Perason Education, Inc.

Potter, Patricia A & Perry, Anne Griffin. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Volume 2
Eds 4. Jakarta : EGC

Potter, Patricia A & Perry, Anne Griffin. (2006). Fundamentals of nursing;Concept, process, and
practice, 4 th ed. USA : Elsevier Mosby

Syaifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : EGC

Diposkan oleh Husna A Wahed di Rabu, Maret 06, 2013


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

2 komentar:

1.

Dela RiNafa28 Maret 2014 21.36

mksh kak :) usk y kak??

Balas

Balasan

1.

Husna A Wahed23 Oktober 2014 03.56


Iyaaa.. di Unsyiah ug :)

Balas

Muat yang lain...


Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Daily Calendar
Apakah anda puas membaca di blog ini ???
Mengenai Saya

Husna A Wahed
simple woman..
Lihat profil lengkapku

Entri Populer

Proses osifikasi, faktor pertumbuhan tulang & suplai darah pd tulang

A. Proses osifikasi Osifikasi adalah perubahan tulang rawan menjadi tulang keras
atau perbaik...

 Mekanika tubuh

I. Mekanika Tubuh (Body Mechanic) A. Definisi Mekanika tubuh adalah istilah yang
digunakan dalam menjelaskan penggunaan tubuh yang aman...

 pidato "harapanku"

Bismillahirrahmanirrahim… Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu Artinya :


Segala puji bagi Allah Sang Penguasa alam semesta. Semo...

 Ambulasi
Teknik Memindahkan Ambulasi adalah kegiatan berjalan (Kozier dkk.1995).
Mekanika tubuh yang benar dapat mengurangi kepenatan ...

keterampilan dasar keperawatan

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penulisan Pengukuran yang paling


sering dilakukan oleh profesinal kesehatan adalah ...

 kebutuhan aktivitas dan mobilisasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan Pertumbuhan dan


perkembangan manusia merupakan hal yang berjalan terus dan b...

 Praktik Ibadah sebagai Terapi Penyembuhan Penyakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan Dalam zaman modern seperti


sekarang ini simbol-simbol zaman modern seperti yang ...

 konsep selfcare, discharge planning, perawatan alat bantu indera

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Discharge Planning


(Perencanaan Pulang) merupakan komponen sistem pera...

Konsep Adaptasi Stres dan Gangguan Makan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemahaman tentang stres dan


akibatnya penting bagi upaya pengobatan maupun pence...

 AKU SAHABATKU DAN GURUKU

AKU SAHABATKU DAN GURUKU Dikisahkan pada sebuah sekolah kedatangan


seorang guru baru yang datang dari luar daerah untuk menggantikan salah...

total pengunjung
23343

selamat datang...
selamat datang di blog aku ini...
Follow me @Bf2na and add me Husna A. Wahed yaaa...

Arsip Blog
 ► 2014 (1)

 ▼ 2013 (3)
o ► Juli (2)
o ▼ Maret (1)
 kebutuhan aktivitas dan mobilisasi

 ► 2012 (5)

 ► 2011 (3)

Bf2na_una. Template Watermark. Diberdayakan oleh Blogger.


v

You might also like