You are on page 1of 7

PIO ALGORITMA ANEMIA GRAVIS

DEFINISI ANEMIA

Anemia didefi nisikan sebagai berkurangnya 1 atau lebih parameter sel darah merah:
konsentrasi hemoglobin, hematokrit atau jumlah sel darah merah. Menurut kriteria WHO
anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 13 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita.

Hemoglobin adalah metaloprotein (protein yang mengandung zat besi) di dalam sel darah
merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh, pada
mamalia dan hewan lainnya.

Untuk derajat anemia berdasarkan kadar hemoglobin menurut WHO :

 Ringan sekali : Hb 10 g/ dl- Batas Normal


 Ringan : Hb 8 g/ dl- 9.9 g/ dl
 Sedang : Hb 6 g/ dl- 7.9 g/dl
 Berat : Hb < 6 g/dl

Derajat anemia dapat dipakai sebagai petunjuk ke arah etiologi, Anemia berat biasanya
disebabkan oleh:

 Anemia defesiensi besi


 Anemia aplastik
 Anemia pada leukemia akut
 Anemia hemolitik didapat atau kongenital seperti misalnya pada thalasemia major

1
 Anemia pasca perdarahan akut
 Anemia pada GGK stadium terminal.

Etiologi

Anemia dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :


1. Gangguan pembentukan eritrosit
Gangguan pembentukan eritrosit terjadi apabila terdapat defisiensi substansi tertentu
seperti mineral (besi, tembaga), vitamin (B12, asam folat), asam amino, serta gangguan
pada sumsum tulang.
2. Perdarahan
Perdarahan baik akut maupun kronis mengakibatkan penurunan total sel darah merah
dalam sirkulasi.
3. Hemolisis
Hemolisis adalah proses penghancuran eritrosit (thallesemia)

Suatu anemia berat yang kronis dikatakan bila konsentrasi Hb ≤ 7 g/dL selama 3 bulan berturut-
turut atau lebih. Anemia berat dapat bersifat akut dan kronis. Anemia kronis dapat disebabkan
oleh anemia defisiensi besi (ADB), sickle cell anemia (SCA), talasemia, spherocytosis, anemia
aplastik dan leukemia. Anemia berat kronis juga dapat dijumpai pada infeksi kronis seperti
tuberkulosis (TBC) atau infeksi parasit yang lama, seperti malaria, cacing dan lainnya.

Tanda dan gejala

Gejala utama adalah fatigue, nadi teras cepat, gejala dan tanda keadaan hiperdinamik (denyut
nadi kuat, jantung berdebar, dan roaring in the ears). Pada anemia yang lebih berat, dapat
timbul letargi, konfusi, dan komplikasi yang mengancam jiwa (gagal jantung, angina, aritmia
dan/ atau infark miokard).

Pada anemia yang lebih berat, dapat timbul letargi, konfusi, dan komplikasi yang mengancam
jiwa (gagal jantung, angina, aritmia dan/ atau infark miokard).1

Klasifikasi Anemia

Berdasarkan gambaran morfologik, anemia diklasifikasikan menjadi tiga jenis anemia:13,16


1. Anemia normositik normokrom.
Anemia normositik normokrom disebabkan oleh karena perdarahan akut, hemolisis, dan
penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang. Terjadi penurunan jumlah
eritrosit tidak disertai dengan perubahan konsentrasi hemoglobin (Indeks eritrosit normal

2
pada anak: MCV 73 – 101 fl, MCH 23 – 31 pg , MCHC 26 – 35 %), bentuk dan ukuran
eritrosit.
2. Anemia makrositik hiperkrom
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan hiperkrom karena
konsentrasi hemoglobinnya lebih dari normal. (Indeks eritrosit pada anak MCV > 73 fl,
MCH = > 31 pg, MCHC = > 35 %). Ditemukan pada anemia megaloblastik (defisiensi
vitamin B12, asam folat), serta anemia makrositik non-megaloblastik (penyakit hati, dan
myelodisplasia)
3. Anemia mikrositik hipokrom
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari normal dan mengandung
konsentrasi hemoglobin yang kurang dari normal. (Indeks eritrosit : MCV < 73 fl, MCH
< 23 pg, MCHC 26 - 35 %).
Penyebab anemia mikrositik hipokrom:
 Berkurangnya zat besi: Anemia Defisiensi Besi.
 Berkurangnya sintesis globin: Thalasemia dan Hemoglobinopati.
 Berkurangnya sintesis heme: Anemia Sideroblastik.

I. Anemia hipokromik mikrositer


 Anemia defisiensi besi
 Thalassemia major
 Anemia akibat penyakit kronik
 Anemia sideroblastik
II. Anemia normokromik normositer
 b. Anemia pasca perdarahan akut
 c. Anemia aplastik
 d. Anemia hemolitik didapat
 e. Anemia akibat penyakit kronik
 f. Anemia pada gagal ginjal kronik
 g. Anemia pada sindroma mielodisplastik
 h. Anemia pada keganasan hematologik
III. Anemia makrositer
a. Bentuk megaloblastik
 Anemia defisiensi asam folat
 Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
b. Bentuk non-megaloblastik
 Anemia pada penyakit hati kronik
 Anemia pada hipotiroidi
 Anemia pada sindroma mielodisplastik

3
Diagnosis

Pemeriksaan darah (WBC,MCH,MCV)


ALGORITMA
Terapi non farmakologi
1. Makanan yang mengandung sumber zat besi
 Daging Merah, Daging merah kaya akan zat besi heme, yang bisa dengan mudah
diserap oleh tubuh.Sayur-sayuran
 Bayam, kubis, lobak, kentang, kacang polong, dan kembang kol adalah makanan yang
mengandung zat besi sekaligus mengaktifkan sel-sel darah merah dan memasok
oksigen segar ke darah.
 Buah dan Kacang
 Aneka macam buah jeruk juga dipercaya bisa untuk memikat zat besi. Selain itu, hampir
semua kacang mempunyai kandungan zat besi di dalamnya.
2. Olahraga yang cukup dan istirahat

Tatalaksana Anemia
1. anemia hipokromik/ anemia defisiensi besi
Selain itu, pengobatan anemia defisiensi zat besi biasanya terdiri dari suplemen makanan dan terapi zat
besi. Kekurangan zat besi dapat diserap dari sayuran, produk biji-bijian, produk susu, dan telur. Tetapi
yang paling baik adalah diserap dari daging , ikan, dan unggas. Pada kebanyakan kasus anemia defisiensi
zat besi, terapi zat besi secara oral dengan larutan Fe2+ + garam besi.

2. anemia makrositer
Anemia Pernisiosa /kekurangan B12
Kekurangan vitamin B12 bisa disebabkan oleh factor intrinsic dan factor ekstrinsik. Kekurangan
vitamin B12 akibat factor intrinsic terjadi karena gangguan absorpsi vitamin yang merupakan
penyakit herediter autoimun, sehingga pada pasien mungkin dijumpai penyakit-penyakit autoimun
lainnya. Kekurangan vitamin B12 karena factor intrinsic ini tidak dijumpai di Indonesia. Yang lebih
sering dijumpai di Indonesia adalah penyebab intrinsic karena kekurangan masukan vitamin B12
dengan gejala-gejala yang tidak berat. Didapatkan adanya anoreksia, diare, lidah yang licin, dan
pucat. Terjadi gangguan neurologis, seperti gangguan keseimbangan.
Penatalaksanaan :
Pemberian vitamin B12 1.000 mg/hari secara intramuscular selama 5-7 hari, 1 kali tiap bulan.

Anemia Defisiensi Asam Folat


Asam folat terutama terdapat dalam daging, susu, dan daun-daun yang hijau. Umumnya
berhubungan dengan malnutrisiJuga berhubungan dengan sirosis hepatis, akrena terdapat
penurunan cadangan asam folat. Dapat ditemukan gejala-gejala neurologis, seperti gangguan
kepribadian dan hilangnya daya ingat. Selain itu juga perubahan megaloblastik pada mukosa (
anemia megaloblastik ).
Penatalaksanaan :

4
Pengobatan terhadap penyebabnya dan dapat dilakukan pula dengan pemberian / suplementasi
asam folat oral 1 mg per hari.

3. Anemia normokromik normositer


Anemia Aplastik
Terjadi karena ketidaksanggupan sumsum tulang untuk membentuk sel-sel darah. Penyebabnya
bisa karena kemoterapi, radioterapi, toksin, seperti benzen, toluen, insektisida, obat-obat seperti
kloramfenikol, sulfonamide, analgesik ( pirazolon ), antiepileptik ( hidantoin ), dan sulfonilurea.
Pasien tampak pucat, lemah, mungkin timbul demam dan perdarahan.
Penatalaksanaan :
• Transfusi darah, sebaiknya diberikan transfusi darah merah. Bila diperlukan trombosit,
berikan darah segar atau platelet concentrate.
• Atasi komplikasi ( infeksi ) dengan antibiotik. Higiene yang baik perlu untuk mencegah
timbulnya infeksi.
• Kortikosteroid, dosis rendah mungkin bermanfaat pada perdarahan akibat
trombositopenia berat.
• Androgen, seperti fluokrimesteron, testosteron, metandrostenolon, dan nondrolon. Efek
samping yang mungkin terjadi, virilisasi, retensi air dan garam, perubahan hati, dan
amenore.
• Imunosupresif, seperti siklosporin, globulin antitimosit. Champlin, dkk menyarankan
penggunaannya pada pasien > 40 tahun yang tidak menjalani transplantasi sumsum tulang
dan pada pasien yang telah mendapat transfusi berulang.
• Transplantasi sumsum tulang.

Anemia Hemolitik
Pada anemia hemolitik terjadi penurunan usia sel darah merah ( normal 120 hari ), baik
sementara atau terus-menerus. Anemia terjadi hanya bila sumsum tulang telah tidak mampu
mengatasinya karena usia sel darah merah sangat pendek, atau bila kemampuannya terganggu oleh
sebab lain. Tanda-tanda hemolisis antara lain ikterus dan splenomegali.
Etiologi anemia hemolitik dibagi sebagai berikut :
• Intrinsik : kelainan membrane, kelainan glikolisis, kelainan enzim, dan hemoglobinopati.
• Ekstrinsik : gangguan sistem imun, mikroangiopati, infeksi ( akibat plasmodium, klostridium,
borrelia ), hipersplenisme, dan luka bakar.
Penatalaksanaan :
Penatalaksanaan anemia hemolitik disesuaikan dengan penyebabnya. Bila karena reaksi toksik-
imunologik, yang dapat diberikan adalah kortikosteroid ( prednisone, prednisolon ), kalau perlu
dilakukan splenektomi. Apabila keduanya tidak berhasil, dapat diberikan obat-obat sitostatik,
seperti klorambusil dan siklofosfamid.

Anemia pada Penyakit Kronik


Anemia ini dikenal pula dengan nama sideropenic anemia with reticuloendothelial siderosis.
Penyakit ini banyak dihubungkan dengan berbagai penyakit infeksi, seperti infeksi ginjal, paru.

5
Penatalaksanaan :
Pada anemia yang mengancam nyawa, dapat diberikan transfusi darah merah seperlunya.
Pengobatan dengan suplementasi besi tidak diindikasikan. Pemberian kobalt dan eritropoeitin
dikatakan dapat memperbaiki anemia pada penyakit kronik.

Nilai Eritrosit Rata-rata (Indeks Eritrosit)


Nilai Eritrosit rata-rata (ing: Mean Corpuscular Value) atau disebut juga indeks eritrosit adalah nilai-
nilai yang memberi keterangan mengenai rata-rata ukuran eritrosit dan banyaknya hemoglobin
pereritrosit. Nilai yang banyak dipakai adalah :
1. Mean Corpuscular Volume (MCV) = Volume Eritrosit Rata-rata (VER)
2. Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH) = Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (VER)
3.Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) = Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-
rata (KHER)

Penjelasan dari nilai-nilai tersebut, yaitu sebagai berikut :


1.Mean Corpuscular Volume (MCV) = Volume Eritrosit Rata-rata (VER):
volume rata-rata sebuah eritrosit dalam femtoliter (Fl)
Cara Perhitungan :
MCV (VER) = Nilai Hematokrit (Hmt) /Jumlah Eritrosit (AE) X 10 Fl

Nilai Normal : 82-92 Fl

Interpretasi Hasil :
Penurunan MCV (VER) terjadi pada pasien anemia mikrositik, Defisiensi besi, arthritis rheumatoid,
talasemia, anemia sel sabit, HBC, keracunan timah, dan radiasi.
Peningkatan MCV (VER) terjadi pada pasein

Peningkatan MCV terjadi pada anemia aplastik, anemia hemolitik, anemia pernisiosa, anemia
defisiensi asam folat, penyakit hati kronis, hipotiroidisme, efek obat vitamin B12, antikonvulsan,
dan antimetabolik

2. Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH) = Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (VER)


Banyaknya hemoglobin pereritrosit dalam Pikogram (Pg)

Cara Perhitungan :
MCH (HER) = Kadar HB (g%)/Jumlah Eritrosit (AE) X 10 Pg

Nilai Normal : 27-31 Pg

Interpretasi Hasil :
Penurunan MCH (HER) terjadi pada anemia mikrositik, dan anemia hipokromik
Peningkatan MCH (HER) terjadi pada anemia defisiensi besi

6
3. Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) = Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit
Rata-rata (KHER)
Konsentrasi/kadar hemoglobin yang didapat pereritrosit, dinyatakan dalam persen (%). Meskipun
dinyatakan dalam persen (%), satuan lebih lebih tepat “gram hemoglobin per dl eritrosit”.

Cara Perhitungan :
MCHC (KHER) = Kadar HB (g%)/ Nilai Hematokrit (Hmt) X 100

Nilai Normal : 32- 37 %

Interpretasi Hasil :
Penurunan MCHC terjadi pada anemia hipokromik dan talasemia
Peningkatan MCHC terjadi pada penderita defisiensi zat besi

Referiensi :
Sutedjo, AY. 2006.Mengenal Penyakit Melalui Pemeriksaan Laboratorium. Yogyakarta:Amara Books.
Gandasoebrata, R. 1968. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta : Dian Rakyat.

You might also like