Professional Documents
Culture Documents
RQA GENETIKA II
Disusun oleh:
JURUSAN BIOLOGI
September 2018
A. RESUME
BAB I KAJIAN GENETIK EKSPRESI KELAMIN
EKSPRESI KELAMIN PADA MAKHLUK HIDUP PROKARIOTIK
Salah satu contoh konkrit perkelaminan makhluk hidup prokariotik yaitu pada
Eschericia coli. Watson dkk. (1987) menyatakan bahwa siklus kelamin E. coli
mempunyai ciri yang berbeda. Dalam hal ini dinyatakan bahwa “seperti pada
makhluk hidup tinggi ada sel kelamin jantan dan betina, tetapi sel-sel itu tidak
berfungsi sempurna, yang memungkinkan kedua perangkat kromosom berbaur dan
membentuk genom diploid yang utuh”. Transfer kromosom (materi genetik) selalu
berlangsung satu arah, yatu materi genetik jantan bergerak masuk ke dalam sel-sel
betina, dan tidak pernah terjadi berkebalikan.
Sel-sel kelamin jantan dan betina E. coli dapat dibedakan berdasarkan ada atau
tidak adanya “suatu kromosom kelamin tidak lazim” yang disebut “faktor F” (F=
fertility = kesuburan. Faktor F di dalam sel E. coli dapat berupa suatu badan atau
bentukan terpisah. Tetapi juga dapat berada dalam keadaan integritasi dengan
kromosom utama sel. Sebagaimana kromosom utama sel, faktof F juga merupakan
DNA unting ganda yang sirkuler (Watson dkk., 1987).
Proses integrasi faktor F ke dalam genom utama sel E. coli melalui pindah silang
Sel-sel E.coli berkelamin jantan (F+) yang faktor F-nya terintegrasi ke dalam
kromosom utama sel, akan berubah menjadi sel Hfr (high frequency of
recombination). Jika sebuah sel Hfr berdekatan dengan sebuah sel (F-), maka akan
terjadi replikasi DNA yang terinduksi oleh konjugasi; dan karena ujung pengarah
faktor F berdekatan dengan kromosom utama, akan terjadi juga transfer materi
genetik kromosom utama. Transfer materi genetik secara utuh jarang terjadi karena
konjugasi sel jantan dan sel betina sangat rapuh dan mudah terpisah, sebelum proses
transfer utuh selesai, hanya sebagian gen kromosom utama yang ikut ditransfer
sehingga sel betina (F-) tidak berubah menjadi sel berkelamin jantan.
Lumut Hati
Pada tahun 1919, perangkat kromosom sporofit lumut hati Sphaerocarpos
disebutkan terdiri dari 7 pasangan yang masing-masing memiliki kromosom
setangkup, serta sepasang (pasangan ke 8) yang kromosomnya tidak setangkup
(Burns, 1983). Pada pasangan ke 8 ini, salah satu kromosom lebih besar daripada
yang lain. Kromosom yang lebih besar disebut sebagai kromosom X dan yang lebih
kecil disebut kromosom Y.
Tumbuhan Berumah Satu dan Berumah Dua
Spermatophyta (tumbuhan berbunga) sebagian besar merupakan tumbuhan
berumah satu (monocious). Oleh karena itu, bunga jantan maupun bunga betina
berada bersama-sama pada satu individu, tanpa memerhatikan keduanya terletak pada
kuntum yang sama atau tidak. Pada keadaan ini, sel kelamin jantan maupun betina
dihasilkan oleh satu individu. Selain tumbuhan berumah satu, terdapat kasus tentang
perubahan sifat, dari yang berumah satu menjadi berumah dua. Seperti diketahui
bahwa jagung adalah tumbuhan berumah satu. Namun pada jagung dapat ditemui gen
mutan ba (barren stalk) dan ts (tassel seed). Apabila dalam keadaan homozigot baba,
tanaman jagung hanya akan berbunga jantan sedangkan dalam keadaan tsts, tanaman
jagung hanya akan berbunga betina. Kelainan pada jagung ini dikendalikan oleh dua
gen pada lokus yang berlainan.
Berkenaan dengan tumbuhan berumah dua, seperti halnya pada bunga betina
Asparagus terdapat pula stamen yang rudimeter, dan pada bunga jantan Asparagus
terdapat pistil yang tidak berfungsi. Hal ini menunjukkan bahwa kelamin pada
Asparagus dikendalikan oleh sepasang gen pada satu lokus, gen dominan menunjuk
ke kelamin jantan, sedangkan alela yang tidak dominan menunjuk ke kelamin betina.
Marga Melandrium
Melandrium adalah satu marga tumbuhan yang tergolong berumah dua. Pada
Melandrium album, gen penentu kelamin jantan terletak pada kromosom Y,
sedangkan gen-gen penentu kelamin betina terletak pada kromosom X maupun pada
autosom. Ekspresi kelamin pada Melandrium tergantung pada suatu keseimbangan
antara kromosom kelamin Y, X, dan kromosom-kromosom yang tergolong autosom.
Tumbuhan Melandrium yang mempunyai pasangan kromosom kelamin XX
berkelamin betina, sedangkan yang mempunyai pasangan XY berkelamin jantan. Jika
tumbuhan betina terinfeksi jamur karat tertentu, maka akan membentuk anthera. Oleh
karena itu tumbuhan betina juga memiliki potensi jantan.
Ekspresi Kelamin Pada Hewan Avertebrata
Paramaecium bursaria
Pada Paramaecium bursaria ditemukan 8 kelamin (mating type). Pada tipe
(macam) kelamin ini secara fisiologis tidak dapat berkonjugasi dengan tipenya
sendiri, melainkan dapat berkonjugasi dengan satu dari ke 7 tipe lain.
Ophryotrocha
Ophryotrocha adalah salah satu marga Annelida yang hidup di perairan laut.
Tipe kelamin pada Ophryotrocha ditentukan oleh ukuran tubuh hewan itu. Jika
berukuran kecil (misalnya karena masih muda atau akibat amputasi), hewan tersebut
menghasilkan sperma. Namun jika tumbuh menjadi lebih besar, hewan yang sama
akan berubah menghasilkan telur. Lingkungan internal gonad berubah karena
pengaruh pertumbuhan hewan yang bersangkutan.
Cacing Tanah
Terdapat dua gonad yang terpisah (pada segmen-segmen yang berbeda); satu
gonad menghasilkan gamet jantan, sedang gonad lain menghasilkan gamet betina.
Helix
Hewan ini menghasilkan telur maupun sperma. Telur dan sperma dihasilkan
oleh sel-sel yang kadang sangat dekat satu sama lain pada satu gonad.
Crepidula
Termasuk dalam filum Mollusca yang merupakan penempel kapal. Tahap
aseksual diikuti oleh suatu tahap jantan. Tahap jantan diikuti oleh tahap perantara dan
akhirnya tahap betina. Selama tahap jantan, pada individu yang cukup matang dan
bersifat sedenter, transformasi ke tahap betina menurun. Sedangkan jika tetap bebeas
mengembara, individu jantan relatif cepat mengalami perubahan memasuki tahap
betina. Perubahan jantan ke betina pada hewan ini sangat dipengaruhi oleh
lingkungan.
Lygaeus turcicus
Mekanisme perkelaminan spesies ini tergolong XX-XY. Kromosom X lebih
kecil daripada kromosom Y. Zigot yang mempunyai kromosom kelamin XX akan
menjadi individu betina, sedangkan zigot dengan kromosom kelamin XY akan
menjadi individu jantan.
Hymenoptera
Contoh hewan ini antara lain semut, lebah, tawon dan “sawlies”. Telur yang
tidak dibuahi akan berkembang menjadi individu berkelamin jantan yang haploid,
sebaliknya jika telur dibuahi biasanya berkembang menjadi individu betina yang
diploid. Individu jantan haploid menghasilkan sperma melalui meiosis dengan
penyesuaian tertentu. Kromosom kelamin tidak berperan pada ekspresi kelamin.
Selain itu, jumlah atau mutu makanan yang digunakan larva diploid akan menentukan
tumbuh dan berkembang menjadi individu betina steril atau ratu fertil. Lingkungan
menentukan sterilitas atau fertilitas, tetapi tidak mengubah kelamin yang secara
genetik telah tertetapkan. Pola ekspresi kelamin ini disebut dengan haplo diploidy.
Namun, hasil ekperimen Whiting menunjukkan bahwa status segmen
kromosom tertentu yang homozigot, heterozigot atau hemizigot akan menentukan
ekspresi kelamin. Terdapat tiga segmen kromosom (Xa, Xb, Xc), individu yang
memiliki komposisi segmen XaXb, XaXc atau XbXc, seluruhnya tergolong kelamin
betina. Sedangkan, individu hemizigot tergolong kelamin jantan. Whiting
membuktikan bahwa ekspresi kelamin tergantung pada komposisi genetik
daerah/bagian kromosom tersebut, dan bukan tergantung semata pada fenomena
diploidy atau haploidy, pembuktian ini dilakukan dengan memanfaatkan manipulasi
genetik untuk menghasilkan individu-individu jantan diploid homozigot.
Drosophila melanogaster
Terdapat kromosom kelamin X dan Y. Dalam keadaan diploid normal
ditemukan pasangan kromosom kelamin XX dan XY atau pasangan kromosom secara
lengkap sebagai AAXX dan AAYY (jumlah autosom sebanyak tiga pasang).
Mekanisme ekspresi kelamin pada D. melanogaster, dikenal sebagai suatu
mekanisme perimbangan antara X dan A (X/A). Berdasarkan hasil perimbangan, oleh
Herskowitz (1973) disebut sebagai ‘numerical sex index” atau “indeks kelamin
numerik”.
Caddies Flies, Kupu Siang (Butterflies), dan Kupu Malam (Moths), Serta Ulat
Sutera
Individu yang bergenotip XX mempunyai fenotip kelamin jantan. Akan tetapi
dikatakan pula bahwa kromosom kelamin pada hewan-hewan tersebut disimbolkan
sebagai ZZ (jantan) dan ZW atau ZO untuk betina.
Boniella
Cacing Boniella mempunyai kelamin yang terpisah. Wujud dan aktivitas cacing
sangat berbeda pada ke dua macam kelamin. Dikatakan bahwa individu betina
mempunyai belalai panjang, sedangkan yang jantan berupa bentukan mikroskopis
bersilia yang hidup sebagai parasite pada tubuh individu betina. Berkenaan
perkelaminan Boniella, potensi geneik kejantanan dan kebetinaan ada pada zigot,
demikian pula beberapa faktor spesifik dalam lingkungan merangsang ekspresi gen-
gen yang akan menghasilkan fenotip jantan maupun betina.
Amphibia
Pada Amphibia tidak ada keseragaman pola ekspresi kelamin. Banyak
kelompok Amphibia telah dikaji pola ekspresi kelaminnya. Terlihat di kalangan
tersebut telah ada kromosom kelamin (tipe XY-XX maupun tipe ZZ-ZW). Ada
beberapa yang tidak memiliki kromosom kelamin seperti Xenopus laevis. Percobaan
sex reversal menunjukkan heterogami betina pada Xenopus laevis, Pleurodeles
poireti, P. walti, Ambystoma mexicanum, A. tigrinum, serta Bufo bufo. Percobaan
serupa dan penelitian katak yang dibiakkan secara partenogenesisi menunjukkan
heterogami jantan pada Bombina orientalis, Hyla japonica, dan empat spesies Rana
(brevipoda, japonica, nigromaculata, rugosa).
Reptilia
Individu heterogametik berkelamin betina dengan simbol ZW, sedangkan
individu heterogametik berkelamin jantan dengan simbol ZZ. Pada beberapa reptile,
suhu pengeraman telur yang dibuahi berpengaruh besar terhadap ekspresi kelamin
turunan. Misalnya pada penyu Chrysema picta, suhu pengeraman tinggi biasanya
menghasilkan turunan betina; sedangkan pada kadal (lizard), suhu pengeraman yang
tinggi biasanya menghasilkan turunan jantan. Faktor lingkungan sangat berpengaruh
dalam menghasilkan fenotip jantan maupun betina dengan merangsang ekspresi gen-
gen.
Aves
Kromosom kelamin pada burung disimbolkan XX atau ZZ bagi yang jantan.
Sedangkan XO, ZW, ZO untuk yang betina. Penentuan kelamin pada ayam atau
burung secara keseluruhan sama dengan yang ditemukan pada Drosophilla, yaitu
bergantung pada perimbangan Z dan A atau Z/A.
BEBERAPA PEMIKIRAN
Pengontrol ekspresi kelamin atau yang menentukan jenis kelamin adalah gen,
sebagaimana karakter lain pada makhluk hidup. Dalam hal ini seluruh perbedaan
kelamin selalu harus dapat dijelaskan atas dasar tinjauan genetik. Oleh karena itu,
yang bertanggung jawab atas ekspresi kelamin makhluk hidup yaitu banyak gen,
maka akan terjadi interaksi gen yang bertanggung jawab atas fungsi itu.
Keseimbangan tertentu dalam interaksi gen langsung bertanggung jawab terhadap
ekspresi kelamin makhluk hidup. Interaksi ini juga dipengaruhi oleh faktor
lingkungan (fisikokimiawi) internal maupun eksternal.
Erosi Kromosom Y
Setelah terbentuk kromosom proto Y, kemudian kromosom tersebut mengalami
evolusi spesifik yang disebut erosi kromosom. Erosi kromosom proto Y terjadi
melalui dua pola yang hingga sekarang masih bersifat hipotesis. Pola tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Pola erosi yang melibatkan “Muller’s Ratchet”
2. Pola erosi yang berupa fiksasi mutan-mutan terpaut Y yang merugikan melalui
“hitchhiking” dengan mutasi-mutasi yang menguntungkan secara selektif pada
kromosom proto Y.
Pada tahun 1910, T.H. Morgan menemukan gen terkait yang terpaut kelamin
itu terletak pada kromosom X, tepatrnya pada lokus w (Gardner dkk., 1991). Gen
warna mata terdapat pada kromosom kelamin X. individu jantan hanya memiliki satu
kromosom X dan sebuah kromosom Y yang mana tidak memiliki sebagian besar pada
kromosom X, dinyatakan bahwa alela mata putih tersebut pada individu jantan
tergolong hemizigot, sehingga diekspresikan.
Pada manusia sudah ditemukan lebih dari 200 sifat yang dinyatakan sebagai
terpaut kromosom kelamin X (Gardner, dkk., 1991); sifat-sifat itu antara lain: atrofi
optic (degenerasi syaraf mata), glaucoma juvenile (penebalan bola mata), myiopia
(rabun dekat), defective iris, epidermal cyst, distichiasis (double eyelashes), white
occipital lack of hair, mitral stenosis (abnormalitas katup mitral jantung) dan
beberapa bentuk keterbelakangan mental.
Beberapa gen holandrik pada manusia yang sudah dilaporkan antara lain
(Suryo, 1989) h (hypertrichosis), hg (hystrixgravier) dan wt (untuk jari-jari
berselaput). Ada pula gen-gen holandrik lain pada manusia yang sudah ditemukan
adalah H.Y (Rothwell, 1983;Gardner, dkk., 1991) dan TDF (Gardner,dkk., 1991).
Gen h (resesif) menyebabkan hypertrichosis yaitu tumbuhnya rambut di bagian
tertentu di tepi daun telinga (Suryo, 1989). Dinyatakan bahwa ada telaah silsilah yang
memperlihatkan hypertrichosis memiliki latar belakang genetik autosomal. Gen hg
(resesif) menyebabkan pertumbuhan rambut panjang dan kaku di permukaan tubuh
(Suryo, 1989) sehingga menyerupai duri landak. Gen wt (resesif) menyebabkan
tumbuhnya kulit di antara jari-jari (terutama jari kaki). Tangan atau kaki orang
tersebut mirip dengan kaki katak atau burung air (Suryo, 1989).
Gen H-Y terletak pada lengan pendek dari kromosom kelamin Y (Gardner,
dkk., 1991). Gen H-Y adalah suatu gen histocompatibilitas. Gen H-Y ini bertanggung
jawab terhadap penentu/pengenal antigen (antigenic determiners) pada jaringan
individu jantan (Rothwell, 1983). Selain gen-gen yang terpaut kromosom kelamin Y
pada manusia yang telah dikemukakan, dpat ditambahkan bahwa gen dominan
pengendali sexreversed trait sudah dilaporkan juga (Bab 1) terpaut pada kromosom
kelamin Y (Ayala, dkk., 1984) tepatnya di bagian ujung; sebagaimana yang telah
dikemukakan, gen dominan itu dinyatakan juga bertanggung jawab langsung atas
perkembangan gonade embrional menjadi sebuah testis.
Oleh karena ekspresi kelamin pada manusia ditentukan gen pada kromosom
Y, dan karena pria menghasilkan gamet-gamet pembawa kromosom X dan pembawa
kromosom Y dalam jumlah yang hampir sama, maka atas dasar hokum pemisahan
Mendel kedua kelamin seharusnya memperlihatkan proporsi 1:1 (maxson dkk.,
1985). Akan tetapi pada manusia rasio kelamin berbeda-beda pada berbagai
kelompok umur. Dalam hubungan ini dinyatakan bahwa rasio kelamin primer (di saat
konsepsi) sekitar 1,60 (jantan):1,00 (betina).
BAB III
Melalui mekanisme “kompensasi dosis” “dosis gen” yang efektif dari kedua
kelamin dibuat sama atau hampir sama. kompensasi dosis ini berhubungan dengan
inaktivasi satu kromosom kelamin" pada individu betina yang normal.
(1) Kompensasi dosis individu betina yang memi liki dua kromosom X yang
mengatur aktivitas enzim hingga ke tingkat individu jantan yang hanya
mempunyai satu kromosom
(2) Keanekaragaman ekspresi pada indiv idu betina hetero&igot karena inaktivasi
acak salah satu dari kedua kromosom kelamin X
BAB IV
GUEVODECES
Di Republik Dominika (desa Salinas) ditemukan 24 individu
psudohermaprodit berkariotip 46, XY. Frekuensi pseudohermafrodit tersebut yangtin
ggi dikarenakan perkawinan darah. Pada 24 individu pseudohermaprodit tersebut,
scrotum tampak sebagai labia, ada kantung vagina buntu dan penis serupa clitoris.
Pada mulanya individu tersebut berkembang sebagai gadis. Pada masa pubertas ke 24
idividu tersebut memperlihatkan virilisasi kelamin sekunder eksternal. Dalam hal ini
suara menjadi besar, otot berkembang menjadi maskulin dan clitoris membesar
menjadi penis. Itulah mengapa mereka dinamakan Guevodeces atau penis pada usia
ke 12. Para guevodeces tersebut akhirnya fungsional penuh sebagai jantan,
berorientasi psikologis maskulin serta fertil. Kelainan yang diidap pada guevodeces
disebabkan adanya alela autosomal resesif yang mempengaruhi penggunaan
testosterone. Testosterone langsung bekerja atas saluran wolf, tetapi sebelum
menyebabkan virilisasi alat-alat kelamin eksternal secara biokimiawi harus diubah
menjadi senyawa serumpun yaitu dihydrotestosteron.
Seorang individu jantan bergenotip homozigot resesif untuk alela yang
mengontrol enzim yang mengkatalisir testosterone menjadidi hydrotestosteron, tidak
memperlihatkan virilisasi struktur alat kelamin eksternal. Efek testosterone yang
bermula dari kolesterol, serta pengubahannya menjadi senyawa serumpun
dihydrotestosteron.
FEMALE PSEUDOHERMAPHRODITISM
Kariotip pseudohermaproditisma ini adalah 46, XX. Atas dasar kariotip
tersebut seharusnya individu ini berkelamin betina akan tetapi tanda-tanda kelamin
mengarah ke ciri jantan. Fenotip umum individu ini adalah seperti pria, alat kelamin
eksternal meragukan, sedangkan ovarium ada tetapi tidak sempurna. Penyebab female
pseudohermaproditism adalah proliferasi kelenjar adrenalin janin perempuan ata
ketidakseimbangan hormonal ibu sebelum kelahiran anak tersebut.
SINDROM TURNER
Sindrom Turner terjadi karena aneuploidi pada kromosom kelamin. Frekuensi
sindrom turner adalah 1 : 5000. Munculnya individu pengidap sindrom turner dan
pengidap klinefelter yang bersangkut paut dengan aneuploidi selama meiosis. Terjadi
gagal berpisah primer maupun sekunder pada oogenesis maupun spermatogenesis.
SINDROM KLINEFELTER
Sindrom klinefelter terjadi karena aneuploidi pada kelamin dengan frekuensi 1
: 500 dari pria yang lahir.
Pria XXY
Sindrom pria XXY terjadi pula karena aneuploidi kelamin, seperti halnya
sindrom turner dan klinefelter. Pengidap sindrom XXY terlihat seperti pria normal
termasuk fertil tetapi cenderung lebih tinggi. Kadang-kadang pada beberapa pria
XXY ditemukan alat kelamin eksteral maupun internal.
B. QUESTION
1. Bagaimana penentuan ekspresi kelamin pada salah satu contoh makhluk hidup
prokariotik yaitu Escherichia coli?
2. Mengapa satelit DNA disebut sebagai Garden of Eden DNA?
3. Bagaimana pola erosi kromosom Y?
4. Apa penyebab dan ciri individu yang mengalami sindrom turner ?
5. Apa saja kriteria yang digunakan untuk identifikasi sifat-sifat yang terpaut
kromosom kelamin X?
C. ANSWER
1. Sel E. coli dinyatakan berkelamin jantan jika terkandung faktor F berupa badan
terpisah dari kromosom utama. Sel ini disebut F+ (sel kelamin jantan). Jika di
dalam sel tidak terkandung faktor F, maka sel ini berkelamin betina (F-). Sel-sel
berkelamin jantan (F+) mampu mentransfer gen-gen ke dalam sel-sel
berkelamin betina (F-).
2. Karena satelit DNA selain berhibridasi dengan bagian ujung kromosom Y,
satelit DNA juga mampu berhibridasi dengan kromosom polyetene pada
Drosophilla dekat basis kromosom Y, individu heterogametik dari hewan
reptile lain maupun burung dan manusia yang merupakan individu
heterogametik berkelamin jantan begitupun pada tikus.
3. Erosi kromosom Y melalui dua pola yang masih bersifat hipotesis antara lain
pola erosi yang melibatkan “Muller’s Ratchet” dan pola erosi yang berupa
fiksasi mutan-mutan terpaut Y yang merugikan melalui “hitchhiking” dengan
mutasi-mutasi yang menguntungkan secara selektif pada kromosom proto Y.
4. Sindrom turner memiliki kariotipe 22A + X0. Sindrom ini ditandai
denganhilangnya kromsom seks X sehingga jumlah kromsom di tubuhnya
menjadi 45 atau bisa disebut monosomi. Penderita dari sindrom turner
ini adalah perempuan. Ciri-ciridari penderita sindrom tuner yaitu:
a. Tidak berkembang ovum di tubuhnya (disgenesi ovaricular)
b. Bertubuh pendek, wajah kecil, tidak terjadi lipatan kulit di area sekitar leher
c. Sebagian besar penderitanya tidak mengalami keterbelakangan mental
5. Beberapa kriteria untuk identifikasi sifat-sifat yang terpaut kromosom kelamin
X atas dasar telaah sisilah, yaitu:
a) Sifat tersebut lebih sering ditemukan pada laki-laki dibanding pada
perempuan.
b) Sifat tersebut diwariskan dari seorang pria yang memiliki sifat itu (penderita)
kepada separuh cucu laki-laki melalui anak perempuannya.
c) Suatu alela yang terpaut X tidak pernah diwariskan langsung dari ayah kepada
anak laki-laki.
d) Semua wanita pemilik sifat tersebut (penderita) mempunyai seorang ayah
yang juga pemilik sifat itu (penderita) serta seorang ibu carrier atau juga yang
merupakan pemilik sifat itu (penderita).