You are on page 1of 28

GENETIKA KELAMIN

RQA GENETIKA II

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Genetika II

Yang dibina oleh Prof. Dr. A. Duran Corebima, M.Pd

Disusun oleh:

Kelompok 9 Offering B Tahun 2016

1. Firda Widianti 160341606030


2. Rike Dwi Wahyuna 160341606067

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN BIOLOGI

September 2018
A. RESUME
BAB I KAJIAN GENETIK EKSPRESI KELAMIN
EKSPRESI KELAMIN PADA MAKHLUK HIDUP PROKARIOTIK
Salah satu contoh konkrit perkelaminan makhluk hidup prokariotik yaitu pada
Eschericia coli. Watson dkk. (1987) menyatakan bahwa siklus kelamin E. coli
mempunyai ciri yang berbeda. Dalam hal ini dinyatakan bahwa “seperti pada
makhluk hidup tinggi ada sel kelamin jantan dan betina, tetapi sel-sel itu tidak
berfungsi sempurna, yang memungkinkan kedua perangkat kromosom berbaur dan
membentuk genom diploid yang utuh”. Transfer kromosom (materi genetik) selalu
berlangsung satu arah, yatu materi genetik jantan bergerak masuk ke dalam sel-sel
betina, dan tidak pernah terjadi berkebalikan.
Sel-sel kelamin jantan dan betina E. coli dapat dibedakan berdasarkan ada atau
tidak adanya “suatu kromosom kelamin tidak lazim” yang disebut “faktor F” (F=
fertility = kesuburan. Faktor F di dalam sel E. coli dapat berupa suatu badan atau
bentukan terpisah. Tetapi juga dapat berada dalam keadaan integritasi dengan
kromosom utama sel. Sebagaimana kromosom utama sel, faktof F juga merupakan
DNA unting ganda yang sirkuler (Watson dkk., 1987).

Sel-sel Escherichia coli Jantan (F+)


Sel E. coli dinyatakan berkelamin jantan jika terkandung faktor F berupa badan
terpisah dari kromosom utama. Sel ini disebut F+ (sel kelamin jantan). Jika di dalam
sel tidak terkandung faktor F, maka sel ini berkelamin betina (F-). Sel-sel berkelamin
jantan (F+) mampu mentransfer gen-gen ke dalam sel-sel berkelamin betina (F-). Gen-
gen transfer yang terdapat pada faktor F ini berperan pada proses transfer materi
genetik tersebut. Transfer materi genetik ini terjadi saat terbentuknya pasangan
konjugasi antara ke dua sel. Pasangan konjugasi ini terbentuk melalui pelekatan suatu
pilus kelamin jantan pada permukaan suatu sel kelamin betina.
Sel-sel Escherichia coli Berkelamin Jantan (Hfr)
Faktor F dalam sel E. coli juga berintegrasi ke dalam kromosom utama sel.
Proses integrasi ini berlangsung melalui peristiwa pindah silang.

Proses integrasi faktor F ke dalam genom utama sel E. coli melalui pindah silang
Sel-sel E.coli berkelamin jantan (F+) yang faktor F-nya terintegrasi ke dalam
kromosom utama sel, akan berubah menjadi sel Hfr (high frequency of
recombination). Jika sebuah sel Hfr berdekatan dengan sebuah sel (F-), maka akan
terjadi replikasi DNA yang terinduksi oleh konjugasi; dan karena ujung pengarah
faktor F berdekatan dengan kromosom utama, akan terjadi juga transfer materi
genetik kromosom utama. Transfer materi genetik secara utuh jarang terjadi karena
konjugasi sel jantan dan sel betina sangat rapuh dan mudah terpisah, sebelum proses
transfer utuh selesai, hanya sebagian gen kromosom utama yang ikut ditransfer
sehingga sel betina (F-) tidak berubah menjadi sel berkelamin jantan.

EKSPRESI KELAMIN PADA MAKHLUK HIDUP EUKARIOTIK

Ekspresi Kelamin Pada Tumbuhan Eukarotik


Chlamydomonas
Fungsi pada perkelaminan Chlamydomonas bersangkutpaut dengan kerja
senyawa-senyawa tertentu serupa hormone. Setiap senyawa dibentuk di bawah
kendali suatu gen tertentu. Fungsi-fungsi tersebut adalah: 1) pertumbuhan flagel, 2)
konjugasi gamet, 3) penentuan jenis kelamin, 4) faktor kemandulan dan 5) prekursor
dari senyawa penyebab kemandulan.
Stansflied (1983), menyatakan bahwa pada perkelaminan Chlamydomonas
secara genetik ada 2 kelamin (mating type), yaitu tipe (+) dan (-), yang tidak dapat
dibedakan secara morfologi (kelamin berada di bawah kontrol satu gen). Individu-
individu haploid yang memiliki alela kelamin (mating type) yang sama biasanya tidak
dapat bergabung satu sama lain membentuk zigot sedangkan sel-sel haploid yang
memiliki konstitusi alela yang berlawanan (komplementer) dapat bergabung.

Saccharomyces dan Neurospora


Latar belakang genetik pada S. cerevisiae dan N. crassa bersifat monogenik
atau berada di bawah kontrol satu gen. Jenis kelamin ini dibedakan menjadi mating
type (+) dan (-). Menurut Watson dkk. (1987), membedakan kelamin S. cerevisiae
sebagai kelamin (mating type) a yang dispesifikasi oleh alela MAT a serta kelamin α
yang dispesifikasi oleh MAT α. Kelamin-kelamin itu termanifestasi jika salah satu
alela tersebut menempati lokus MAT. Lokus MAT terletak pada kromosom 3.

Kelas Jamur Basidiomycetes


90% spesies jamur dalam kelas Basidiomycetes tergolong heterotalik. Sekitar
37% spesies heterotalik tersebut (bipolar), kompatibilitas kelamin dipengaruhi oleh 1
pasang faktor Aa. Sedangkan 63% spesies heterotalik selebihnya (tetrapolar),
kompatibilitas kelamin secara mendasar dipengaruhi oleh 2 pasang faktor yaitu AaBb
yang terletak pada kromosom berbeda.

Lumut Hati
Pada tahun 1919, perangkat kromosom sporofit lumut hati Sphaerocarpos
disebutkan terdiri dari 7 pasangan yang masing-masing memiliki kromosom
setangkup, serta sepasang (pasangan ke 8) yang kromosomnya tidak setangkup
(Burns, 1983). Pada pasangan ke 8 ini, salah satu kromosom lebih besar daripada
yang lain. Kromosom yang lebih besar disebut sebagai kromosom X dan yang lebih
kecil disebut kromosom Y.
Tumbuhan Berumah Satu dan Berumah Dua
Spermatophyta (tumbuhan berbunga) sebagian besar merupakan tumbuhan
berumah satu (monocious). Oleh karena itu, bunga jantan maupun bunga betina
berada bersama-sama pada satu individu, tanpa memerhatikan keduanya terletak pada
kuntum yang sama atau tidak. Pada keadaan ini, sel kelamin jantan maupun betina
dihasilkan oleh satu individu. Selain tumbuhan berumah satu, terdapat kasus tentang
perubahan sifat, dari yang berumah satu menjadi berumah dua. Seperti diketahui
bahwa jagung adalah tumbuhan berumah satu. Namun pada jagung dapat ditemui gen
mutan ba (barren stalk) dan ts (tassel seed). Apabila dalam keadaan homozigot baba,
tanaman jagung hanya akan berbunga jantan sedangkan dalam keadaan tsts, tanaman
jagung hanya akan berbunga betina. Kelainan pada jagung ini dikendalikan oleh dua
gen pada lokus yang berlainan.
Berkenaan dengan tumbuhan berumah dua, seperti halnya pada bunga betina
Asparagus terdapat pula stamen yang rudimeter, dan pada bunga jantan Asparagus
terdapat pistil yang tidak berfungsi. Hal ini menunjukkan bahwa kelamin pada
Asparagus dikendalikan oleh sepasang gen pada satu lokus, gen dominan menunjuk
ke kelamin jantan, sedangkan alela yang tidak dominan menunjuk ke kelamin betina.

Marga Melandrium
Melandrium adalah satu marga tumbuhan yang tergolong berumah dua. Pada
Melandrium album, gen penentu kelamin jantan terletak pada kromosom Y,
sedangkan gen-gen penentu kelamin betina terletak pada kromosom X maupun pada
autosom. Ekspresi kelamin pada Melandrium tergantung pada suatu keseimbangan
antara kromosom kelamin Y, X, dan kromosom-kromosom yang tergolong autosom.
Tumbuhan Melandrium yang mempunyai pasangan kromosom kelamin XX
berkelamin betina, sedangkan yang mempunyai pasangan XY berkelamin jantan. Jika
tumbuhan betina terinfeksi jamur karat tertentu, maka akan membentuk anthera. Oleh
karena itu tumbuhan betina juga memiliki potensi jantan.
Ekspresi Kelamin Pada Hewan Avertebrata
Paramaecium bursaria
Pada Paramaecium bursaria ditemukan 8 kelamin (mating type). Pada tipe
(macam) kelamin ini secara fisiologis tidak dapat berkonjugasi dengan tipenya
sendiri, melainkan dapat berkonjugasi dengan satu dari ke 7 tipe lain.

Ophryotrocha
Ophryotrocha adalah salah satu marga Annelida yang hidup di perairan laut.
Tipe kelamin pada Ophryotrocha ditentukan oleh ukuran tubuh hewan itu. Jika
berukuran kecil (misalnya karena masih muda atau akibat amputasi), hewan tersebut
menghasilkan sperma. Namun jika tumbuh menjadi lebih besar, hewan yang sama
akan berubah menghasilkan telur. Lingkungan internal gonad berubah karena
pengaruh pertumbuhan hewan yang bersangkutan.

Cacing Tanah
Terdapat dua gonad yang terpisah (pada segmen-segmen yang berbeda); satu
gonad menghasilkan gamet jantan, sedang gonad lain menghasilkan gamet betina.

Helix
Hewan ini menghasilkan telur maupun sperma. Telur dan sperma dihasilkan
oleh sel-sel yang kadang sangat dekat satu sama lain pada satu gonad.

Crepidula
Termasuk dalam filum Mollusca yang merupakan penempel kapal. Tahap
aseksual diikuti oleh suatu tahap jantan. Tahap jantan diikuti oleh tahap perantara dan
akhirnya tahap betina. Selama tahap jantan, pada individu yang cukup matang dan
bersifat sedenter, transformasi ke tahap betina menurun. Sedangkan jika tetap bebeas
mengembara, individu jantan relatif cepat mengalami perubahan memasuki tahap
betina. Perubahan jantan ke betina pada hewan ini sangat dipengaruhi oleh
lingkungan.
Lygaeus turcicus
Mekanisme perkelaminan spesies ini tergolong XX-XY. Kromosom X lebih
kecil daripada kromosom Y. Zigot yang mempunyai kromosom kelamin XX akan
menjadi individu betina, sedangkan zigot dengan kromosom kelamin XY akan
menjadi individu jantan.

Hymenoptera
Contoh hewan ini antara lain semut, lebah, tawon dan “sawlies”. Telur yang
tidak dibuahi akan berkembang menjadi individu berkelamin jantan yang haploid,
sebaliknya jika telur dibuahi biasanya berkembang menjadi individu betina yang
diploid. Individu jantan haploid menghasilkan sperma melalui meiosis dengan
penyesuaian tertentu. Kromosom kelamin tidak berperan pada ekspresi kelamin.
Selain itu, jumlah atau mutu makanan yang digunakan larva diploid akan menentukan
tumbuh dan berkembang menjadi individu betina steril atau ratu fertil. Lingkungan
menentukan sterilitas atau fertilitas, tetapi tidak mengubah kelamin yang secara
genetik telah tertetapkan. Pola ekspresi kelamin ini disebut dengan haplo diploidy.
Namun, hasil ekperimen Whiting menunjukkan bahwa status segmen
kromosom tertentu yang homozigot, heterozigot atau hemizigot akan menentukan
ekspresi kelamin. Terdapat tiga segmen kromosom (Xa, Xb, Xc), individu yang
memiliki komposisi segmen XaXb, XaXc atau XbXc, seluruhnya tergolong kelamin
betina. Sedangkan, individu hemizigot tergolong kelamin jantan. Whiting
membuktikan bahwa ekspresi kelamin tergantung pada komposisi genetik
daerah/bagian kromosom tersebut, dan bukan tergantung semata pada fenomena
diploidy atau haploidy, pembuktian ini dilakukan dengan memanfaatkan manipulasi
genetik untuk menghasilkan individu-individu jantan diploid homozigot.

Drosophila melanogaster
Terdapat kromosom kelamin X dan Y. Dalam keadaan diploid normal
ditemukan pasangan kromosom kelamin XX dan XY atau pasangan kromosom secara
lengkap sebagai AAXX dan AAYY (jumlah autosom sebanyak tiga pasang).
Mekanisme ekspresi kelamin pada D. melanogaster, dikenal sebagai suatu
mekanisme perimbangan antara X dan A (X/A). Berdasarkan hasil perimbangan, oleh
Herskowitz (1973) disebut sebagai ‘numerical sex index” atau “indeks kelamin
numerik”.

Indeks kelamin numerik pada D. melanogaster


Dewasa ini, mekanisme ekspresi kelamin X/A pada Drosophilla sudah
diketahui bersangkut-paut dengan beberapa gen pada kromosom X maupun autosom,
yang satu demi satu mulai terungkap. Beberapa gen yang terungkap antara lain gen
Sxl (sex-lethal) yang terdapat di kromosom X, serta beberapa gen lain pada
kromosom X maupun autosom. Ditemukan juga peranan gen dsx (double sex) dan
gen tra (transformer). Baik gen dsx maupun tra sama-sama merupakan gen resesif
autosomal. Kepastian penjelasan ekspresi kelamin masih dikaji lebih lanjut. Tetapi
tampak jelas bahwa rangkaian perubahan dalam ekspresi gen yang menentukan
ekspresi kelamin Drosophilla, tergantung pada alternatif-alternatif penyambungan
RNA.

Caddies Flies, Kupu Siang (Butterflies), dan Kupu Malam (Moths), Serta Ulat
Sutera
Individu yang bergenotip XX mempunyai fenotip kelamin jantan. Akan tetapi
dikatakan pula bahwa kromosom kelamin pada hewan-hewan tersebut disimbolkan
sebagai ZZ (jantan) dan ZW atau ZO untuk betina.
Boniella
Cacing Boniella mempunyai kelamin yang terpisah. Wujud dan aktivitas cacing
sangat berbeda pada ke dua macam kelamin. Dikatakan bahwa individu betina
mempunyai belalai panjang, sedangkan yang jantan berupa bentukan mikroskopis
bersilia yang hidup sebagai parasite pada tubuh individu betina. Berkenaan
perkelaminan Boniella, potensi geneik kejantanan dan kebetinaan ada pada zigot,
demikian pula beberapa faktor spesifik dalam lingkungan merangsang ekspresi gen-
gen yang akan menghasilkan fenotip jantan maupun betina.

Ekspresi Kelamin Pada Hewan Vertebrata


Pisces
Ekspresi kelamin pada ikan sangat beragam, termasuk mekanisme kromosom
kelamin. Kebanyakan spesies ikan budidaya memiliki tipe perkelaminan
“gonochoristik”. Berkenaan dengan tipe ini, ikan-ikan yang memiliki gonad
dibedakan menjadi dua tipe, yaitu spesies yang memiliki gonad belum berdiferensiasi
dan yang memiliki gonad sudah berdiferensiasi. Pada kalangan spesies yang
gonadnya belum berdiferensiasi, gonad tersebut pertama kali berkembang menjadi
suatu gonad serupa ovarium; selanjutnya kira-kira separuhnya menjadi individu
jantan, sedangkan separuhnya menjadi individu betina. Di lain pihak, pada kalangan
spesies yang gonadnya sudah berdiferensiasi, gonad tersebut kemudian langsung
berdeferensiasi menjadi suatu testis atau suatu ovarium.
Pada beberapa ikan juga terdapat mekanisme ekspresi kelamin kromosomal ZZ-
ZW. Ditemukannya kromosom-kromosom heteromorfikpada beberapa jenis ikan laut
dalam, terlihat tipe kromosom kelamin yang ditemukan bersifat heteromorfik, pada
individu jantan berupa XO, XY, dan XXXY. Sedangkan pada betina berupa ZW.

Amphibia
Pada Amphibia tidak ada keseragaman pola ekspresi kelamin. Banyak
kelompok Amphibia telah dikaji pola ekspresi kelaminnya. Terlihat di kalangan
tersebut telah ada kromosom kelamin (tipe XY-XX maupun tipe ZZ-ZW). Ada
beberapa yang tidak memiliki kromosom kelamin seperti Xenopus laevis. Percobaan
sex reversal menunjukkan heterogami betina pada Xenopus laevis, Pleurodeles
poireti, P. walti, Ambystoma mexicanum, A. tigrinum, serta Bufo bufo. Percobaan
serupa dan penelitian katak yang dibiakkan secara partenogenesisi menunjukkan
heterogami jantan pada Bombina orientalis, Hyla japonica, dan empat spesies Rana
(brevipoda, japonica, nigromaculata, rugosa).

Reptilia
Individu heterogametik berkelamin betina dengan simbol ZW, sedangkan
individu heterogametik berkelamin jantan dengan simbol ZZ. Pada beberapa reptile,
suhu pengeraman telur yang dibuahi berpengaruh besar terhadap ekspresi kelamin
turunan. Misalnya pada penyu Chrysema picta, suhu pengeraman tinggi biasanya
menghasilkan turunan betina; sedangkan pada kadal (lizard), suhu pengeraman yang
tinggi biasanya menghasilkan turunan jantan. Faktor lingkungan sangat berpengaruh
dalam menghasilkan fenotip jantan maupun betina dengan merangsang ekspresi gen-
gen.

Aves
Kromosom kelamin pada burung disimbolkan XX atau ZZ bagi yang jantan.
Sedangkan XO, ZW, ZO untuk yang betina. Penentuan kelamin pada ayam atau
burung secara keseluruhan sama dengan yang ditemukan pada Drosophilla, yaitu
bergantung pada perimbangan Z dan A atau Z/A.

Mammalia: Tikus dan Manusia


Perkembangan kelamin pada Mammalia terbagi menjadi dua tahap proses
sebagai berikut:
Berdasarkan bagan tersebut, terlihat bahwa konstitusi kromosom dalam inti
adalah yang pertama kali menetukan diferensiasi kelamin dari gonad awal (yang
belum mengalami diferensiasi). Apabila kemudian terbentuk testis, maka akan
disekresikan hormon testosteron. Hormon ini selanjutnya kan disirkulasikan ke
seluruh bagian tubuh embrio dan menginduksikan sel-sel somatik untuk berkembang
dalam jalur jantan. Akan tetapi, jika ovarium yang terbentuk, maka tidak adanya
testosteron ini memungkinkan sel-sel somatik untuk berkembang dalam jalur betina.
Jenis kelamin Mammalia ditentukan oleh kromosom Y bukan perimbangan X/A
seperti pada Drosophila.
Ditemukan gen atau perangkat gen yang mengendalikan suatu ciri dominan
pada tikus yaitu Sex-reversed (sxr) trait. Gen tersebut menyebabkan tikus yang
bergenotip AAXX tumbuh dan berkembang menjadi individu tikus yang berfenotip
kelamin jantan lengkap dengan testis, sekalipun tidak mengalami spermatogenesis.
Pengendali tersebut terpaut pada kromosom Y, tepatnya bagian ujung. Dengan teknik
DNA-rekombinan satelit DNA tidak hanya berhibridisasi dengan bagian ujung
kromosom Y tikus. Selain itu, satelit DNA berhibridisasi dengan DNA dari:
1. Kromosom polyetene pada Drosophilla dekat basis kromosom Y
2. Individu heterogametic dari hewan reptile lain maupun burung
3. Manusia yang merupakan individu heterogametic berkelamin jantan begitupun
tikus
Itulah sebabnya satelit DNA disebut sebagai Garden of Eden DNA atau “DNA
dari Taman Eden”. Perkembangan testis pada kromosom Y manusia terdapat pada
gen TDF (Testis Determining Factor), gen H-Y, gen Tfm*. Gen TDF (Testis
Determining Factor) akan mengkode protein yang diduga mengatur ekspresi gen lain.
Gen H-Y berperan pada deferensiasi testis. Sedangkan gen Tfm* berperan dalam
mengendalikan pembentukan suatu protein pengikat testosterone (testosterone-
binding protein).
Pada manusia sekurang-kurangnya pada bulan pertama kehamilan, Sistem
reproduksi embrional memiliki tiga komponen antara lain: (1) gonad belum
berdiferensiasi, (2) memiliki dua saluran genital (Saluran Muller dan Saluran Wolff),
(3) perangkat lipatan genital di bagian luar. Pada umur kehamilan satu bulan,
perkembangan ke arah jantan sudah mulai berdiferensiasi, gonad berdiferensiasi
menjadi testis. Diferensiasi kelamin betina berlangsung agak belakangan daripada
diferensiasi kelamin jantan. Diferensiasi kelamin betina baru akan tampak jelas pada
sekitar bulan kedua perkembangan. Oleh karena itu, tidak ada protein antigen H-Y,
tidak adda testosterone dan substansi penghambat saluran Muller, sehingga saluran
Wolff degenerasi. Saluran Muller berkembang menjadi tuba falopii, rahim (uterus)
dan sebagian vagina.

BEBERAPA PEMIKIRAN
Pengontrol ekspresi kelamin atau yang menentukan jenis kelamin adalah gen,
sebagaimana karakter lain pada makhluk hidup. Dalam hal ini seluruh perbedaan
kelamin selalu harus dapat dijelaskan atas dasar tinjauan genetik. Oleh karena itu,
yang bertanggung jawab atas ekspresi kelamin makhluk hidup yaitu banyak gen,
maka akan terjadi interaksi gen yang bertanggung jawab atas fungsi itu.
Keseimbangan tertentu dalam interaksi gen langsung bertanggung jawab terhadap
ekspresi kelamin makhluk hidup. Interaksi ini juga dipengaruhi oleh faktor
lingkungan (fisikokimiawi) internal maupun eksternal.

BAB II KROMOSOM KELAMIN


Berbagai macam kromosom kelamin yang ada antara lain X, Y (pada XY) dan
Z, W (pada ZW). Munculnya fenotip kelamin yang bertanggung jawab adalah gen
yang terletak pada autosom, pada kromosom kelamin ataupun pada keduanya.

SEJARAH PENEMUAN KROMOSOM KELAMIN


Ahli biologi jerman H.Henking (1981) menemukan bahwa suatu struktur inti
tertentu dapat ditemukan selama spermatogenesis serangga tertentu. Separuhnya
sperma menerima struktur tersebut, sedangkan separuh yang lain tidak mereimanya.
Henking tidak menyebut manfaat struktur tersebut, tetapi mengidentifikasinya
sebagai “X body” dan menyatakan bahwa sperma dipilih atas dasar ada tidaknya
struktur tersebut. Kemudian observasi tersebut dibenarkan oleh C. E. McClung pada
tahun 1902. Pada awal abad ke 20, E.B. Wilson dkk., menyatakan bahwa X body
adalah suatu kromosom yang menentukan kelamin. Sejak saat itu X bosy dikenal
sebagai kromosom kelamin atau kromosom X. Atas dasr temuan pada berbagai hewan,
mekanisme XY lebih umum dibandingkan mekanisme XO. Mekanisme XX-XY
menjadi ciri pada kebanyakan hewan tinggi (manusia), pada beberapa tumbuhan
(Melandrium album) dan pada Drosophilla melanogaster.

EVOLUSI KROMOSOM KELAMIN


Evolusi ini bermula dari kondisi tanpa kromosom kelamin menuju pada ada
kromosom kelamin. Pada kelompok makhluk hidup di tingkat primitif tidak dijumpai
kromosom kelamin; sedangkan pada beberapa kelompok di tingkat takson tinggi
ditemukan adanya kromosom kelamin.

Evolusi Kromosom X dan Y Pemula


Asal mula evolusioner kromosom kelamin primitif berkaitan erat dengan
evolusi kelamin terpisah yang berlatar belakang genetik. Keadaan kelamin yang
semula tergabung (cosexual) puba menuju ke suatu keadaan kelamin terpisah
sempurna melalui kejadian mutasi pada dua lokus. Salah satu lokus adalah f
(mengontrol fungsi betina); sedangkan lokus yang lain adalah m (mengontrol fungsi
jantan). Mekanisme mutasi dua lokus ini diikuti oleh proses seleksi dan pengurangan
rekombinasi yang akan memunculkan kromosom proto X maupun kromosom proto Y.
Kemudian akan terjadi seleksi lanjut yang berkenaan dengan seleksi alela-alela yang
menguntungkan pada individu jantan tetapi merugikan pada individu betina yang
mengarah pada diferensiasi genetik selanjutnya antara kedua kromosom kelamin.

Erosi Kromosom Y
Setelah terbentuk kromosom proto Y, kemudian kromosom tersebut mengalami
evolusi spesifik yang disebut erosi kromosom. Erosi kromosom proto Y terjadi
melalui dua pola yang hingga sekarang masih bersifat hipotesis. Pola tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Pola erosi yang melibatkan “Muller’s Ratchet”
2. Pola erosi yang berupa fiksasi mutan-mutan terpaut Y yang merugikan melalui
“hitchhiking” dengan mutasi-mutasi yang menguntungkan secara selektif pada
kromosom proto Y.

Evolusi Determinasi Kelamin X/A dan Sistem Kromosom Kelamin XO


Sistem determinasi kelamin yang didasarkan pada keseimbangan X/A
ditemukan pada Drosophilla, C. elegans, Rumex dan juga burung. Sistem
keseimbangan X/A berevolusi dari sistem kromosom Y penentu kelamin jantan.
Perbedaan antara takson-takson besar berkenaan dengan pola determinasi kelamin,
tampaknya lebih merupakan suatu produk kecelakaan historis yang memperlihatkan
tipe-tipe mutan yang terjadi di tahap awal evolusi mekanisme tersebut pada berbagai
kelompok, daripada merupakan hasil dari aneka ragam tekanan selektif.
Perkembangan parsial jantan merupakan perkembangan keadaan kelamin
tergabung ke arah kelamin jantan, sesuai dengan perluasan skenario yang semula
didiskusikan untuk evolusi kromosom proto X dan proto Y. Pembentukan kromosom
proto Y yang membawa fs dan mF berakibat munculnya individu-individu jantan
parsial (pada tingkat fenotif) kemudian terjadi evolusi alela yang kehilangan fungsi
terdapat pada kromosom Y; ekspresi alela tersebut mengurangi ekspresi satu-satunya
copy ff pada individu jantan yang mengarah kepada peluang karakter jantan yang
lebih tinggi. Evolusi sistem determinasi kelamin XX/XO merupakan suatu teka-teki;
dibutuhkan eksplorasi untuk pengkajiannya. Sistem determinasi kelamin X/Y secara
taksonomis jauh lebih luas daripada sistem X/A.

KEBAKAAN YANG TERPAUT KELAMIN


Kebakaan yang terpaut kelamin dikontrol oleh gen-gen yang terpaut pada
kromosom kelamin.
Penemuan Morgan Tentang Pautan Kelamin Pada Drosophila

Pada tahun 1910, T.H. Morgan menemukan gen terkait yang terpaut kelamin
itu terletak pada kromosom X, tepatrnya pada lokus w (Gardner dkk., 1991). Gen
warna mata terdapat pada kromosom kelamin X. individu jantan hanya memiliki satu
kromosom X dan sebuah kromosom Y yang mana tidak memiliki sebagian besar pada
kromosom X, dinyatakan bahwa alela mata putih tersebut pada individu jantan
tergolong hemizigot, sehingga diekspresikan.

Pola-pola Kebakaan dari Gen-gen yang Terpaut Kelamin

Sebagian besar gen yang terpaut kelamin pada hewan-hewan jantan


heterogamete terletak pada kromosom X (Gardner dkk.,1991). Dikatakan lebih lanjut,
namun demikian beberaqpa hewan dapat memiliki sejumlah kecil gen pada
kromosom Y yang menghasilkan efek-efek fenotif. Informasi yang baru dikemukakan
ini hanya berlaku untuk kelompok makhluk hidup yang mempunyai kromosom
kelamin XX-XY. Di kalangan makhluk hidup yang mempunyai kromosom kelamin
ZZ-ZW, juga dijumpai kebakaan genetic yang terpaut kromosom kelamin (Stansfield,
1983).

Pewarisan sifat-sifat (fenotif) yang terpaut kromosom kelamin X mengikuti


suatu pola khas, yaitu crisscross pattern of inheritance (Stansfield, 1983; Gardner
dkk.,1991). Crisscross pattern of inheritance adalah pola pewarisan menyilang.
Dalam hal ini suatu sifat fenotif yang ada pada induk betina diwariskan dan
terekspresi pada turunan jantan (Rothwell, 1983); dan yang ada pada induk jantan
diwariskan (tidak terekspresikan) melalui turunan betina keturunan jantan F2 dan
diekspresikan (Gardner dkk, 1991). Sifat-sifat yang terpaut kromosom kelamin X
yang memiliki pola pewarisan demikian lebih mudah dipahami pada sifat-sifat yang
dikontrol oleh gen-gen resesif.

Pewarisan dan ekspresi sifat-sifat yang terpaut kromosom kelamin X pada


individu betina mengikuti pola yang sama, sebagaimana sifat-sifat yang dikontrol
oleh alela-alela yang terdapat pada autosom. Fenotif-fenotif resesif sifat yang terpaut
kromosom kelamin X induk betina hanya tampak pada keadaan homozigot. Pada
manusia sifat-sifat (resesif) yang terpaut kromosom kelamin X pada laki-laki
diwariskan secara crisscross. Sifat-sifat tersebut tidak dapat langsung diwariskan
kepada anak laki-laki seperti halnya pada D.melanogaster. Pewarisan sifat-sifat
(resesif) terpaut kromosom kelamin X pada perempuan diwariskan seperti hlnya pada
D.melanogaster. Di lain pihak sifat-sifat yang terpaut kromosom kelamin Y selalu
hanya diwariskan dari ayah dan terekspresi pada semua anak laki-laki (Stansfield,
1983; Gardner dkk., 1991) tidak seperti halnya pada D.melanogaster; sebagaimana
diketahui alela penentu kelamin jantan manusia terdapat pada kromosom kelamin Y.

Gen-gen yang Terpaut Kelamin Pada Drosophila melanogaster

Di kalangan D.melanogaster, gen-gen yang terpaut kromosom kelamin X


antara lain (ditunjukkan dalam bentuk mutan) yellow, white, vermilion, miniature,
rudimentary (Ayala dkk., 1984); masih banyak gen-gen terpaut kromosom kelamin X
pada D.melanogaster yang sudah dilaporkan.

Gen yang Terpaut Kromosom Kelamin Z Pada Unggas

Pola pewarisan terpaut kelamin ZZ-WZ (misalnya pada burung) pada


dasarnya sama dengan yang ditemukan di lingkungan mammalia, terkecuali yang
bersifat hemizigot adalah individu betina, bukan individu jantan (Maxson dkk.,
1985).

Sifat-sifat yang Terpaut Kromosom Kelamin X Pada Manusia

Sebagaimana yang telah ditemukan gen Tfm mengendalikan pembentukan


suatu protein pengikat testosterone. Sebaliknya, pria yang memiliki gen Tfm
mengidap sindrom testicular feminization. Pada sindrom itu sel-sel embrio sama
sekali tidak peka terhadap efek maskulinisasi dari testosterone. Berkenaan dengan
sindrom testicular feminization tersebut, pada dasarnya informasi dari Maxson,
dkk.,(1985) tidak berbeda. Dikemukakan bahwa pada pengidap sindrom itu, produksi
antigen H-Y berlangsung normal, serta terjadi pula degenerasi saluran Muller seperti
biasanya.

Pada manusia sudah ditemukan lebih dari 200 sifat yang dinyatakan sebagai
terpaut kromosom kelamin X (Gardner, dkk., 1991); sifat-sifat itu antara lain: atrofi
optic (degenerasi syaraf mata), glaucoma juvenile (penebalan bola mata), myiopia
(rabun dekat), defective iris, epidermal cyst, distichiasis (double eyelashes), white
occipital lack of hair, mitral stenosis (abnormalitas katup mitral jantung) dan
beberapa bentuk keterbelakangan mental.

Pada manusia identifikasi sifat-sifat yang terpaut kelamin didasarkan pada


telaah silsilah. Beberapa kriteria untuk identifikasi sifat-sifat yang terpaut kromosom
kelamin X atas dasar telaah sisilah akan dikemukakan lebih lanjut (Gardner, dkk.,
1991).

1. Sifat tersebut lebih sering ditemukan pada laki-laki disbanding pada


perempuan.
2. Sifat tersebut diwariskan dari seorang pria yang memiliki sifat itu (penderita)
kepada separuh cucu laki-laki melalui anak perempuannya.
3. Suatu alela yang terpaut X tidak pernah diwariskan langsung dari ayah kepada
anak laki-laki.
4. Semua wanita pemilik sifat tersebut (penderita) mempunyai seorang ayah
yang juga pemilik sifat itu (penderita) serta seorang ibu carrier atau juga yang
merupakan pemilik sifat itu (penderita).

Contoh-contoh cacat bawaan resesif yang sangat merugikan terpaut


kromosom kelamin X pada manusia antara lain (Gardner, dkk., 1991):

1. Lesch-Nyhan Syndrome (Congenital Hyperuricemia);


2. Duchene-type Muscular Dystrophy,
3. Hunter Syndrome
Pada penderita Lesch-Nyhan Syndrome, produksi asam urat berlebih. Para
penderita ini mengalami defisiensi HPRT (Hypoxanthine-Guanine Phosphoribosyl
Transferase), yang berperan pada biosintesis nukleotida.

Pada Duchene Type Muscular Distrophy, janin berkelamin jantan dapat


diidentifikasi melalui studi kromosom (Gardner, dkk., 1991). Cacat itu biasanya
diidap pria sebelum umur belasan tahun, yang ditandai dengan kemunduran otot yang
berkembang cepat selama awal umur belasan tahun.

Cacat Hunter Syndrome ditandai dengan keterbelakangan mental, tampang


kasar, hirsutism (abnormal hairiness), serta suatu tampilan wajah khas yang meliputi
tulang hidung lebar, serta lidah menjulur panjang. Gejala-gejal itu muncul pada awal
masa kana-kanak.

Gen-gen yang Terdapat Pada Kromosom Kelamin Y Manusia

Sebagaimana sifat-sifa yang terpaut kromosom kelamin X, terdeteksi sifat-


sifat yang dikontrol oleh gen-gen holandrik, juga dilakukan atas dasar telaah silsilah.
Seperti yang telah disebutkan sifat-sifat pada manusia yang dikontrol oleh gen-gen
holandrik selalu dan hanya diwariskan dari seorang ayah kepada semua anak laki-
laki.

Beberapa gen holandrik pada manusia yang sudah dilaporkan antara lain
(Suryo, 1989) h (hypertrichosis), hg (hystrixgravier) dan wt (untuk jari-jari
berselaput). Ada pula gen-gen holandrik lain pada manusia yang sudah ditemukan
adalah H.Y (Rothwell, 1983;Gardner, dkk., 1991) dan TDF (Gardner,dkk., 1991).
Gen h (resesif) menyebabkan hypertrichosis yaitu tumbuhnya rambut di bagian
tertentu di tepi daun telinga (Suryo, 1989). Dinyatakan bahwa ada telaah silsilah yang
memperlihatkan hypertrichosis memiliki latar belakang genetik autosomal. Gen hg
(resesif) menyebabkan pertumbuhan rambut panjang dan kaku di permukaan tubuh
(Suryo, 1989) sehingga menyerupai duri landak. Gen wt (resesif) menyebabkan
tumbuhnya kulit di antara jari-jari (terutama jari kaki). Tangan atau kaki orang
tersebut mirip dengan kaki katak atau burung air (Suryo, 1989).

Gen H-Y terletak pada lengan pendek dari kromosom kelamin Y (Gardner,
dkk., 1991). Gen H-Y adalah suatu gen histocompatibilitas. Gen H-Y ini bertanggung
jawab terhadap penentu/pengenal antigen (antigenic determiners) pada jaringan
individu jantan (Rothwell, 1983). Selain gen-gen yang terpaut kromosom kelamin Y
pada manusia yang telah dikemukakan, dpat ditambahkan bahwa gen dominan
pengendali sexreversed trait sudah dilaporkan juga (Bab 1) terpaut pada kromosom
kelamin Y (Ayala, dkk., 1984) tepatnya di bagian ujung; sebagaimana yang telah
dikemukakan, gen dominan itu dinyatakan juga bertanggung jawab langsung atas
perkembangan gonade embrional menjadi sebuah testis.

SIFAT-SIFAT YANG TERPENGARUH KELAMIN

Sifat-sifat yang terpengaruh kelamin bukan merupakan bagiandari kebakaan


yang terpaut kelamin. Gen-gen yang mengontrol sifat-sifat yang terpengaruh kelamin
dapat terletak pada autosom atupun pada bagian homolog dari kromosom kelamin
(Stansfield, 1983). Akan tetapi Maxson, dkk., (1985) menyatakan bahwa gen-gen
yang terpengaruh kelamin terdapat hanya pada autosom. Dalam hal ini dinyatakan
lebih lanjut, bahwa ekspresi dominan atau resesif oleh alela dari lokus-lokus yang
terpengaruh kelamin berubah pada individu jantan dan betina, terutama berkaitan
dengan perbedaan lingkungan internal yang disebabkan oleh hormon-hormon
kelamin.

Berkena dengan sifat yang terpengaruh kelamin, ada sumber yang


menyebutnya sebagai dominansi yang dipengaruhi kelamin (Gardner, dkk., 1991).
Dalam hal ini dinyatakan bahwa dominansi alela-alela pada keadaan heterozigot
dapat berbeda pada kedua kelamin. Dinyatakan pula bahwa gen-gen yang terkait
dengan dominansi yang dipengaruhi kelamin terletak pada autosom, dan bukan pada
kromosom kelamin;namun demikian pada penjelasan lanjutan, terlihat bahwa yang
dimaksud dengan “bukan pada kromosom kelamin”, adalah “bukan pada bagian
nonhomolog dari kromosom kelamin”.

SIFAT-SIFAT YANG TERBATAS KELAMIN

Sifat-sifat yang terbatas kelamin tidak sama dengan sifat-sifat yang


terpengaruh kelamin, dan bukan merupakan bagian dari kebakaan yang terpaut
kelamin. Sifat-sifat yang terbatas kelamin bersangkut-paut dengan ekspresi gen yang
berbeda pada tiap kelamin. Berkenaan dengan sifat-sifat yang terbatas kelamin
tersebut, ada sumber yang menyatakan bahwa beberapa gen autosomal hanya
berekspresi pada salah satu kelamin (Stanfield, 1983). Contoh sifat yang terbatas
kelamin misalnya kemampuan produksi susu yang hanya dijumpai pada sapi betina,
pada hal gen untuk produksi susu juga terdapat pada sapi jantan (Stansfield,
1983;Gardner dkk., 1991).

Rasio Kelamin (Kajian Pada Manusia)

Oleh karena ekspresi kelamin pada manusia ditentukan gen pada kromosom
Y, dan karena pria menghasilkan gamet-gamet pembawa kromosom X dan pembawa
kromosom Y dalam jumlah yang hampir sama, maka atas dasar hokum pemisahan
Mendel kedua kelamin seharusnya memperlihatkan proporsi 1:1 (maxson dkk.,
1985). Akan tetapi pada manusia rasio kelamin berbeda-beda pada berbagai
kelompok umur. Dalam hubungan ini dinyatakan bahwa rasio kelamin primer (di saat
konsepsi) sekitar 1,60 (jantan):1,00 (betina).

BAB III

FENOMENA KOMPENSASI DOSIS DAN DIFERENSIASI KELAMIN

BADAN KROMATIN DAN KOMPENSASI DOSIS


Chromatin Body atau Barr Body
Sel-sel individu betina Mammalia dapat dibedakan dari sel-sel individu jantan
dengan didasarkan pada ada atau tidaknya struktur Barr body . Barr body adalah
chromatin body yang pertama kali ditemu kan oleh M.L.Barr pada sel-sel syaraf
kucing betina. Chromatin Body hanya ditemukan pada sel-sel betina manusia dan bisa
juga dimanfaatkan untuk diagnosis berbagai jenis abnormalitas kromosom kelamin.

Komposisi Dosis dan Hipotesis Lyon

Melalui mekanisme “kompensasi dosis” “dosis gen” yang efektif dari kedua
kelamin dibuat sama atau hampir sama. kompensasi dosis ini berhubungan dengan
inaktivasi satu kromosom kelamin" pada individu betina yang normal.

Hipotesis Lyon didasarkan atas pengamatan bahwa jumlah chromatin body


pada sel- sel interfase individu betina dewasa adalah jumlah kromosom kelamin yang
teramati pada preparat metafase dikurangi satu. Hipotesis Lyon memperlihatkan
adanya konsekuensi genetik tertentu dari gen pada Mammalia.

(1) Kompensasi dosis individu betina yang memi liki dua kromosom X yang
mengatur aktivitas enzim hingga ke tingkat individu jantan yang hanya
mempunyai satu kromosom
(2) Keanekaragaman ekspresi pada indiv idu betina hetero&igot karena inaktivasi
acak salah satu dari kedua kromosom kelamin X

INAKTIVASI KROMOSOM KELAMIN X YANG REVERSIBEL


Inaktivasi satu dari kedua kromosom kelamin X pada individu Mammalia
betina (termasuk manusia) tentunya harus bersifat reversibel. Pengaktifan kembali
kromosom kelamin X heterokromatis (inaktif) pada individu betina Mammalia
berlangsung pada tahap sel germ yang mendahului oogenesis, kedua kromosom
kelamin X dari suatu individu betina aktif pada sel-sel oogonium. Oleh karena itu,
bisa diketahui bahwa tiap ovum yang dihasilkan pada oogenesis akan mewarisi
kromosom kelamin X apapun dan sifatnya selalu fungsional.

KEGAGALAN PENGAKTIFAN KEMBALI KROMOSOM KELAMIN X


Kegagalan dalam proses pengaktifan kembali kromosom kelamin X yang
menyebabkan kondisi abnormal secara parsial dapat dihubungkan dengan sebagian
besar bentuk keterbelakangan mental menurun pada manusia yang disebut “fragile X
syndrome”. Frekuensi sindrom tersebut adalah 1 dalam 2000 hingga 3000 kelahiran
yang berhasil.

Kromosom kelamin X manusia yang tergolong fragile X mengandung suatu


tapak fragil (fragil site) di dekat ujung lengan panjang. Tapak fragil tersebut terletak
pada posisi Xq27. Beberapa hal menunjukkan bahwa sindrom fragil X tidak hanya
disebabkan oleh adanya tapak fragil pada Xq27 karena beberapa kejadian juga bisa
menyebabkan kehadiran fragil ini. Satu hipotesis menyatakan bahwa perubahan Xq27
bagaimanapun juga akan berbenturan (terjadi bersama) dengan pengaktifan kembali
kromosom fragil X perempuan heterokromatis yang terjadi pada sel-sel pra
oogonium. Hal tersebut mengakibatkan perempuan pembawa sebuah kromosom
fragil X akan melahirkan turunan yang memiliki satu kromosom X inaktif atau yang
tidak sepenuhnya aktif.

HORMON DAN DIFERENSIASI KELAMIN


Sistem hormon yang mengatur lingkungan internal atau fisiologis makhluk
hidup tidak mempengaruhi secara langsung proses fundamental determinasi kelamin.
Namun demikian, sistem hormon penting untuk perkembangan ciri-ciri kelamin
sekunder seperti perbedaan fisiologi (laju metabolism, tekanan darah, denyut jantung
dan pernapasan), struktur tulang, suara, perkembangan dada, dan rambut. Pada
hewan-hewan tinggi (termasuk manusia), hormon-hormon kelamin disintesis oleh
indung telur, testis, dan kelenjar adrenalin, yang distimulasi oleh hormon-hormon
hipofisis

BAB IV

HERMAPRODITISMA DAN BEBERAPA FENOMENA AKIBAT


ANEUPLOIDI KROMOSOM KELAMIN PADA MANUSIA

HEMAPRODITISMA SEJATI (TRUE HERMAPRODITISM)


Orang hermaprodit sejati jarang dijumpai dan hermafrodit sejati dapat
diidentifikasi saat kelahiran karena struktur alat kelamin yang tidak jelas. Jaringan
individu hermafrodit sejati terdiri dari 2 tipe sel yang berbeda. Memiliki dua macam
kariotip yang berbeda , satu untuk setiap jalur sel. Individu hermafrodit sejati dapat
terjadi akibat dari kejadian gagal berpisah saat pembelahan mitosis. Kejadian gagal
berpisah tersebut berlangsung pada awal perkembangan suatu
embrio berkromosom kelamin XY atau XXY. Yang menghasilkan mosaic dari galur-
galur sel XO/XY, XX/XY dsb.
Chimera juga dapat dibentuk ketika polar body dibuahi oleh dua sperma pada
waktu bersamaan disaat ovum atau sel telur dibuahi oleh sperma lain.
Satu sperma mempunyai kromosom X dan satunya lagi mempunyai kromosom Y
maka zigot yang akan terbentuk mempunyai kelamin yang berbeda. Dan fusi yang
terjadi akan menghasilkan individu yang mempunyai dua tipe sel yang berbeda.
Kariotip chimera adalah:
a. Chi 45, XO/46, XY
b. Chi 46, XX/47, XXY
c. Chi 45, XO/46, XY/47, XXY

FEMINIZING MALE PSEUDOHERMAPHRODITISM


Feminizing Male Pseudohermaphroditism adalah pseudohermaproditisma
jantan yang bersifat kebetinaan. Ada telaah yang menghubungkan feminisasi tersebut
dengan suatu gen mutan autosomal yang dipengaruhi kelamin samping
menghubungkannya dengan suatu gen mutan resesif yang terpaut kromosom kelamin
X. secara keseluruhan pengidap feminizing male
pseudohermatism berfenotip perempuan tetapi seringkali karakteristik kelamin sekun
der kurang berkembang. Kariotip pseudohermaproditisma ini adalah 46, XY sehingga
seharusnya tergolong laki-laki

MASCULINIZING MALE PSEUDOHERMAPHRODITISM


Sebagaimana feminizing male peudohermaphroditim, kariotip
pseudohemaproditisma ini lebih sering 46, XY atau mosaic 46, XY/45,X. Individu ini
tidak jelas kelaminnya laki-laki atau perempuan karena testis tidak sempurna,
penis meragukan, tetapi payudara tidak berkembagdan tubuh berambut seperti laki-
laki.

GUEVODECES
Di Republik Dominika (desa Salinas) ditemukan 24 individu
psudohermaprodit berkariotip 46, XY. Frekuensi pseudohermafrodit tersebut yangtin
ggi dikarenakan perkawinan darah. Pada 24 individu pseudohermaprodit tersebut,
scrotum tampak sebagai labia, ada kantung vagina buntu dan penis serupa clitoris.
Pada mulanya individu tersebut berkembang sebagai gadis. Pada masa pubertas ke 24
idividu tersebut memperlihatkan virilisasi kelamin sekunder eksternal. Dalam hal ini
suara menjadi besar, otot berkembang menjadi maskulin dan clitoris membesar
menjadi penis. Itulah mengapa mereka dinamakan Guevodeces atau penis pada usia
ke 12. Para guevodeces tersebut akhirnya fungsional penuh sebagai jantan,
berorientasi psikologis maskulin serta fertil. Kelainan yang diidap pada guevodeces
disebabkan adanya alela autosomal resesif yang mempengaruhi penggunaan
testosterone. Testosterone langsung bekerja atas saluran wolf, tetapi sebelum
menyebabkan virilisasi alat-alat kelamin eksternal secara biokimiawi harus diubah
menjadi senyawa serumpun yaitu dihydrotestosteron.
Seorang individu jantan bergenotip homozigot resesif untuk alela yang
mengontrol enzim yang mengkatalisir testosterone menjadidi hydrotestosteron, tidak
memperlihatkan virilisasi struktur alat kelamin eksternal. Efek testosterone yang
bermula dari kolesterol, serta pengubahannya menjadi senyawa serumpun
dihydrotestosteron.

FEMALE PSEUDOHERMAPHRODITISM
Kariotip pseudohermaproditisma ini adalah 46, XX. Atas dasar kariotip
tersebut seharusnya individu ini berkelamin betina akan tetapi tanda-tanda kelamin
mengarah ke ciri jantan. Fenotip umum individu ini adalah seperti pria, alat kelamin
eksternal meragukan, sedangkan ovarium ada tetapi tidak sempurna. Penyebab female
pseudohermaproditism adalah proliferasi kelenjar adrenalin janin perempuan ata
ketidakseimbangan hormonal ibu sebelum kelahiran anak tersebut.

SINDROM TURNER
Sindrom Turner terjadi karena aneuploidi pada kromosom kelamin. Frekuensi
sindrom turner adalah 1 : 5000. Munculnya individu pengidap sindrom turner dan
pengidap klinefelter yang bersangkut paut dengan aneuploidi selama meiosis. Terjadi
gagal berpisah primer maupun sekunder pada oogenesis maupun spermatogenesis.

SINDROM KLINEFELTER
Sindrom klinefelter terjadi karena aneuploidi pada kelamin dengan frekuensi 1
: 500 dari pria yang lahir.

Pria XXY
Sindrom pria XXY terjadi pula karena aneuploidi kelamin, seperti halnya
sindrom turner dan klinefelter. Pengidap sindrom XXY terlihat seperti pria normal
termasuk fertil tetapi cenderung lebih tinggi. Kadang-kadang pada beberapa pria
XXY ditemukan alat kelamin eksteral maupun internal.

PENYIMPANGAN KARENA ANEUPLOIDY KROMOSOM KELAMIN YANG LAIN


Terlahir individu perempuan berkariotip 47, XXX (trisomi), 48, XXXX
(tetrasomi) serta49, XXXXX (pentasomi) juga bersangkut paut dengan aneuploidy
kromosom kelamin.Perhatikan gambar dibawah. Secara bersama para individu
perempuan tersebut (trisomi, tetrasomi dan pentasomi) disebut betina super atau
metafemales dan frequensi kemunculan masing-masingnya adalah satu dalam 700
kelahiran.
Ada sumber yang mengatakan individu perempuan berkariotip 47, XXX
memiliki alat kelamin yang kurang berkembang, kesuburan terbatas serta biasanya
keterbelakangan mental. Ada juga yang berpendapat individu berkariotip 47 XXX
memiliki fenotip relatif normal, tetapi sama dengan yang berkariotip 48, XXXX
sering bersifat fertil dan pada bagian lain dinyatakan bahwa individu perempuan
berkariotip 48, XXXX maupun 49, XXXXX hampir selalu mengalami
keterbelakangan mental.
BAB V
PEMBALIKAN KELAMIN
PEMBALIKAN KELAMIN PADA RAGI
Jenis kelamin pada ragi ada dua yaitu a dan α. Banyak strain pada ragi yang
mempunyai kelamin tidak stabil. HMR memlikiki gen α dan HMR memiliki gen a.
HMR bisa berpindah ke MAT sehingga jenis kelamin pada ragi berubah menjadi a
begitupun sebaliknya, HML bisa berpindah ke MAT sehingga jenis kelamin ragi
menjadi α. Diketahui bahwa disebelah HML maupun HMR terdapat daerah E, daerah
E ini berperansehingga gen HML atau HMR tidak terekspresi jika E aktif.
SIR adalah gen yang menghasilkan protein, protein dapat menempel pada E
dan jika E sudah ditempeli SIR maka ekspresi gen HML atau HMR yang E nya
ditempeli akan tidak aktif. Contoh ketika E pada sebelah HML ditempeli maka HML
akan tidak aktif dan HMR akan diekspresikan gennya sehingga kelamin berubah
menjadi a.

PEMBALIKAN KELAMIN PADA IKAN


Ikan hidup berkelompok. Ada dua jenis kelompok pada ikan :a. Protogenus,
protogenus adalah kelompok ikan yang terdiri dari satu jantan dan banyak betina b.
Protandrous, protandrous adalah kelompok ikan yang terdiri dari satu betina dan
banyakikan jantan. Ketika progenus kehilangan ikan jantan atau ikan jantan mati
maka ikan betina paling senior akan mengubah kalaminnya menjadi jantan.
Walaupun ada ikan jantan yang akan masuk pada kelompok tersebut akan ditolak
begitupun sebaliknya pada kelompok protandrous.

PEMBALIKAN KELAMIN PADA BURUNG


Pembalikan kelamin pada burung berbeda dengan yang lain. Contoh ketika
ayam betina mempunyai ovarium yang rusak karena virus dsb, maka testis akan
berkembang, hal ini terjadi ketika ayam pada usia muda ataupun dewasa.

B. QUESTION
1. Bagaimana penentuan ekspresi kelamin pada salah satu contoh makhluk hidup
prokariotik yaitu Escherichia coli?
2. Mengapa satelit DNA disebut sebagai Garden of Eden DNA?
3. Bagaimana pola erosi kromosom Y?
4. Apa penyebab dan ciri individu yang mengalami sindrom turner ?
5. Apa saja kriteria yang digunakan untuk identifikasi sifat-sifat yang terpaut
kromosom kelamin X?

C. ANSWER
1. Sel E. coli dinyatakan berkelamin jantan jika terkandung faktor F berupa badan
terpisah dari kromosom utama. Sel ini disebut F+ (sel kelamin jantan). Jika di
dalam sel tidak terkandung faktor F, maka sel ini berkelamin betina (F-). Sel-sel
berkelamin jantan (F+) mampu mentransfer gen-gen ke dalam sel-sel
berkelamin betina (F-).
2. Karena satelit DNA selain berhibridasi dengan bagian ujung kromosom Y,
satelit DNA juga mampu berhibridasi dengan kromosom polyetene pada
Drosophilla dekat basis kromosom Y, individu heterogametik dari hewan
reptile lain maupun burung dan manusia yang merupakan individu
heterogametik berkelamin jantan begitupun pada tikus.
3. Erosi kromosom Y melalui dua pola yang masih bersifat hipotesis antara lain
pola erosi yang melibatkan “Muller’s Ratchet” dan pola erosi yang berupa
fiksasi mutan-mutan terpaut Y yang merugikan melalui “hitchhiking” dengan
mutasi-mutasi yang menguntungkan secara selektif pada kromosom proto Y.
4. Sindrom turner memiliki kariotipe 22A + X0. Sindrom ini ditandai
denganhilangnya kromsom seks X sehingga jumlah kromsom di tubuhnya
menjadi 45 atau bisa disebut monosomi. Penderita dari sindrom turner
ini adalah perempuan. Ciri-ciridari penderita sindrom tuner yaitu:
a. Tidak berkembang ovum di tubuhnya (disgenesi ovaricular)
b. Bertubuh pendek, wajah kecil, tidak terjadi lipatan kulit di area sekitar leher
c. Sebagian besar penderitanya tidak mengalami keterbelakangan mental
5. Beberapa kriteria untuk identifikasi sifat-sifat yang terpaut kromosom kelamin
X atas dasar telaah sisilah, yaitu:
a) Sifat tersebut lebih sering ditemukan pada laki-laki dibanding pada
perempuan.
b) Sifat tersebut diwariskan dari seorang pria yang memiliki sifat itu (penderita)
kepada separuh cucu laki-laki melalui anak perempuannya.
c) Suatu alela yang terpaut X tidak pernah diwariskan langsung dari ayah kepada
anak laki-laki.
d) Semua wanita pemilik sifat tersebut (penderita) mempunyai seorang ayah
yang juga pemilik sifat itu (penderita) serta seorang ibu carrier atau juga yang
merupakan pemilik sifat itu (penderita).

You might also like