You are on page 1of 39

BAB I

STATUS PASIEN

STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A
Umur : 46 Tahun
Alamat : Jln. Sudirman
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
B. ANAMNESIS : Autoanamnesis
I. Keluhan Utama:
Sulit Menelan sejak 1 minggu
II. Riwayat Penyakit Sekarang:
Sulit menelan sejak 1 minggu yang lalu. Kesulitan menelan dialami
semakin lama semakin memburuk dan disertai sukar mengunyah makanan
mengakibatkan proses makan menjadi lambat dan sering menyebabkan
tersedak. Keluhan semakin berat saat pasien makan dan berkurang saat
beristirahat.
Pasien juga mengeluhkan suara yang melemah sejak 1 bulan yang
lalu. Awalnya dirasakan suara menjadi parau dan lama kelamaan suara
pasien melemah dan terkadang menghilang.
Pasien juga mengeluhkan kelopak mata turun dan pandangan pasien
menjadi ganda sejak 3 bulan. Keluhan tersebut semakin berat saat pasien
sedang beraktifitas dan membaik ketika beristirahat.
Keluhan seperti mual, muntah, sakit kepala, bicara pelo, demam
dan kejang disangkal.
III. Riwayat Penyakit Dahulu:
- Riwayat Hipertensi : disangkal
- Riwayat Diabete Militus : disangkal
- Riwayat Stroke : disangkal

1
- Riwayat Trauma : disangkal
IV. Riwayat Penyakit Keluarga:
- Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama
- Riwayat stroke, darah tinggi, kencing manis dan sakit jantung
disangkal.
C. PEMERIKSAAN FISIK
I. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis E4M5V6
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 50 kg
Tanda Vital
- Tekanan darah : 120/90 mmHg
- Frekuensi nadi : 84 x/menit, lambat, ireguler.
- Frekuensi Pernafasan : 20 x/menit
- Suhu : 36.7 oC
Kelenjar Getah Bening
- Leher : tidak dinilai pembesaran
- Aksila : tidak dinilai pembesaran
- Inguinal : tidak dinilai pembesaran
Kepala
Mata : Seklera tidak kuning, konjungtiva tidak pucat, refleks
pupil +/+.
Hidung : Sekret tidak dinilai, deviasi septum tidak dinilai.
Mulut : Mukosa bibir kering (-), sianosis (-), lidah tremor (-),
faring hiperemis (-)
Telinga: Serumen (+)
Thoraks
a. Paru-paru
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, retraksi sela iga tidak
dinilai.
Palpasi : Fremitus suara +/+, simetris kanan dan kiri.

2
Perkusi : Sonor kedua lapang paru.
Auskultasi: Suara nafas vesikuler, Ronkhi tidak dinilai, wheezing tidak
dinilai.
b. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : Ictus cordis teraba. Thrill tidak dinilai.
Perkusi :
- Batas jantung kanan: SIC IV linea parasternalis dekstra.
- Batas jantung kiri: SIC V 1 jari medio linea midclavicula
sinistra.
Auskultasi : Bunyi jantung I & II, ireguler, gallop tidak dinilai,
Murmur tidak dinilai.
Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar, ascites tidak dinilai.
Auskultasi : Bising usus positif, lemah.
Palpasi : Tidak dinilai pembesaran hepar dan lien, turgor kulit
kembali lambat.
Perkusi : Timpani.

Ekstremitas
Superior : Akral hangat, edema tidak dinilai, sianosis tidak dinilai,
tidak dinilai kelemahan.
Inferior : Akral hangat, edema tidak dinilai, sianosis tidak dinilai.
Tidak dinilai kelemahan kedua tungkai.
II. Status Neurologis
GCS : E4V5M6
A. Tanda Rangsang Selaput Otak:
Kaku Kuduk : Negatif
Brudzinski I : Negatif
Brudzinski II : Negatif
Kernig Sign : Negatif
B. Tanda Peningkatan Tekanan intrakranial:

3
Pupil : Isokor
Refleks cahaya : +/+
C. Pemeriksaan Saraf Kranial:
N.I (N. Olfactorius)
Penciuman Kanan Kiri
Subyektif Dalam batas Dalam batas normal
normal
Obyektif dengan bahan Dalam batas Dalam batas normal
normal

N.II (N. Optikus)


Penglihatan Kanan Kiri
Tajam penglihatan Dalam batas normal Dalam batas normal

Lapang pandang Dalam batas normal Dalam batas normal

Melihat warna Dalam batas normal Dalam batas normal

Funduskopi Dalam batas normal Dalam batas normal

N.III (N. Okulomotorius)


Kanan Kiri
Bola mata Dalam batas normal Dalam batas normal
Ptosis Positif Positif

Gerakan bulbus Dalam batas normal Dalam batas normal

Strabismus Negatif Negatif

Nistagmus Negatif Negatif

Ekso/Endophtalmus Negatif Negatif

Pupil :
 Bentuk Normal Normal
 Refleks cahaya Positif Positif
 Refleks akomodasi Normal Normal
 Refleks konvergensi Normal Normal

N. IV (N. Trochlearis)
Kanan Kiri

4
Gerakan mata ke bawah Dalam batas normal Dalam batas normal

Sikap bulbus Dalam batas normal Dalam batas normal

Diplopia Positif Positif

N. V (N. Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik :
 Membuka mulut Sulit Sulit
 Menggerakkan rahang Sulit Sulit

 Menggigit Sulit Sulit

 Mengunyah Sulit Sulit


Sensorik :
 Divisi Optalmika
 Refleks kornea Dalam batas normal Dalam batas normal

 Sensibilitas Dalam batas normal Dalam batas normal

 Divisi Maksila
Dalam batas normal Dalam batas normal
 Refleks masseter
Dalam batas normal Dalam batas normal
 Sensibilitas
 Divisi Mandibula
Dalam batas normal Dalam batas normal
 Sensibilitas

N. VI (N. Abduscen)
Kanan Kiri
Gerakan mata lateral Dalam batas normal Dalam batas normal

Sikap bulbus Dalam batas normal Dalam batas normal

Diplopia Positif Positif

N. VII (N. Facialis)


Kanan Kiri
Raut wajah Normal Normal
Sekresi air mata Dalam batas normal Dalam batas normal
Fisura palpebra Dalam batas normal Dalam batas normal

5
Menggerakkan dahi Dalam batas normal Dalam batas normal

Menutup mata Dalam batas normal Dalam batas normal

Mencibir/bersiul Dalam batas normal Dalam batas normal

Memperlihatkan gigi Dalam batas normal Dalam batas normal

Sensasi lidah 2/3 depan Dalam batas normal Dalam batas normal

Hiperakusis Tidak dinilai Tidak dinilai

N. VIII (N. Vestibulocochlearis)


Kanan Kiri
Suara berbisik Tidak dinilai Tidak dinilai

Detik arloji Tidak dinilai Tidak dinilai

Renne test Tidak dinilai Tidak dinilai


Scwabach test Tidak dinilai Tidak dinilai
Webber test : Tidak dinilai Tidak dinilai
 Memanjang Tidak dinilai Tidak dinilai
 Memendek Tidak dinilai Tidak dinilai
Nistagmus :
 Pendular Tidak dinilai Tidak dinilai
 Vertikal Tidak dinilai Tidak dinilai

 Siklikal Tidak dinilai Tidak dinilai


Pengaruh posisi kepala Dalam batas normal Dalam batas normal

N. IX (N. Glossopharingeus)
Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 Tidak dinilai Tidak dinilai
belakang
Refleks muntah/Gag Tidak dinilai Tidak dinilai
reflek

N. X (N. Vagus)
Kanan Kiri

6
Arkus faring Parase Parase

Uvula Dalam batas normal Dalam batas normal

Menelan Sulit Sulit

Artikulasi Tidak jelas Tidak jelas


Suara Lemah Lemah
Nadi 80 x/menit 80 x/menit

N. XI (N. Assesorius)
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan Tidak dinilai Tidak dinilai

Menoleh ke kiri Tidak dinilai Tidak dinilai

Mengangkat bahu ke Tidak dinilai Tidak dinilai


kanan
Mengangkat bahu ke kiri Tidak dinilai Tidak dinilai

N. XII (N. Hipoglossus)


Kanan Kiri
Kedudukan lidah di Deviasi ke kanan Dalam batas normal
dalam
Kedudukan lidah Deviasi ke kanan Dalam batas normal
dijulurkan
Tremor Tidak tampak tremor Tidak tampak tremor
Fasikulasi Tidak dinilai Tidak dinilai
Atrofi Tidak atrofi Tidak atrofi

D. Pemeriksaan Koordinasi dan Keseimbangan


Keseimbangan Koordinasi

Cara berjalan Tidak dinilai Tes jari-hidung Tidak dinilai

Romberg test Tidak dinilai Tes jari-jari Tidak dinilai

Ataksia Tidak dinilai Tes tumit lutut Tidak dinilai

Rebound Tidak dinilai Disgrafia Tidak dinilai


phenomen
Tandem walking Tidak dinilai Supinasi-pronasi Tidak dinilai
tes
Steping tes Tidak dinilai

7
E. Pemeriksaan Fungsi Motorik
A. Berdiri dan Berjalan Kanan Kiri
 Gerakan spontan Tidak dinilai Tidak dinilai

 Tremor Tidak dinilai Tidak dinilai

 Atetosis Tidak dinilai Tidak dinilai

 Mioklonik Tidak dinilai Tidak dinilai

 Khorea Tidak dinilai Tidak dinilai

 Bradikinesia Tidak dinilai Tidak dinilai

Ekstremitas Superior Inferior


Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Sedikit berat Sedikit berat Normal Normal
Kekuatan 444 444 555 555
Trofi Normotrofi Normotrofi Normotrofi Normotrofi
Tonus Normotonus Normotonus Normotonus Normotonus

F. Pemeriksaan Sensibilitas
Sensibilitas taktil Dalam batas normal

Sensibilitas nyeri Dalam batas normal

Sensibilitas termis Dalam batas normal

Sensibilitas kortikal Dalam batas normal

Stereognosis Dalam batas normal

Pengenalan 2 titik Dalam batas normal

Pengenalan rabaan Dalam batas normal

G. Sistem Refleks
Refleks Fisiologis Kanan Kiri

8
Kornea Tidak dinilai Tidak dinilai

Berbangkis Tidak dinilai Tidak dinilai

Laring Tidak dinilai Tidak dinilai


Masseter Tidak dinilai Tidak dinilai
Dinding perut
Atas Normal Normal
Bawah Normal Normal
Tengah Normal Normal
Biseps Dalam batas normal Dalam batas normal

Triseps Dalam batas normal Dalam batas normal

APR Tidak dinilai Tidak dinilai

KPR Tidak dinilai Tidak dinilai

Bulbokavernosus Tidak dinilai Tidak diniilai


Kremaster Tidak dinilai
Sfingter Tidak dinilai

Refleks Patologis Kanan Kiri


Lengan
Hoffman-Tromner Negatif Negatif
Tungkai
Babinski Negatif Negatif
Chaddoks Negatif Negatif
Oppenheim Sulit dinilai Negatif
Gordon Sulit dinilai Negatif
Schaeffer Sulit dinilai Negatif
Klonus kaki Negatif Negatif

3. Fungsi Otonom
 Miksi : Normal
 Defekasi : Normal
 Sekresi keringat : Normal

4. Fungsi Luhur
Kesadaran Tanda Demensia
 Reaksi bicara Normal  Reflek glabella Tidak dinilai
 Fungsi intelek Tidak dinilai  Reflek snout Tidak dinilai

 Reaksi emosi Tidak dinilai  Reflek menghisap Tidak dinilai

 Reflek memegang Tidak dinilai


 Refleks palmomental Tidak dinilai

9
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : Tidak dilakukan
Pemeriksaan Rontgen : Normal
E. MASALAH
Diagnosis
 Diagnosis Klinis : Parase NC. III, V, X
 Diagnosis Topik : Neuromuscular Junction
 Diagnosis Etiologi : Miastenia Gravis
 Diagnosis Sekunder : Disfagia, ptosis, diplopia

F. PEMECAHAN MASALAH
1. Farmakologi
- Metylprednisolone 16 mg 2x2 (tapered)
- Prostigmin 15 mg 4x1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Miastenia Gravis

Miastenia Gravis berasal dari 2 kata yaitu miastenia dan gravis.Miastenia


berarti kelemahan otot motorik tertentu yang berfluktuasi, terutama yang
diinervasi oleh nukleusmotorik di batang otak seperti otot mata, otot kelopa mata,
otot pengunyah, dan otot wajah. Gravis sendiri berasal dari kata “grave” yang
berarti buruk. Miastenia gravis adalah penyakit kelemahan otot motorik yang
berfluktuasi dan prognosisnya buruk.4

Romi dkk mengatakan bahwa Miastenia gravis (MG) adalah penyakit


autoimun yang ditandai dengan kelemahan patologis yang berfluktuasi dengan
remisi dan eksaserbasi yang melibatkan kelompok otot satu atau beberapa rangka,

10
terutama disebabkan oleh antibodi terhadap reseptor asetilkolin (ACHR) di lokasi
pasca sinaptik dari sambungan neuromuskuler tanpa adanya gangguan sensorik.5-6

2.2. Anatomi, Fisiologis dan Biokimia Neuromuscular Junction

2.2.1. Anatomi Neuromuscular Junction

Sebelum memahami tentang miastenia gravis, pengetahuan tentang


anatomi dan fungsi normal dari neuromuscular junction sangatlah penting. Tiap-
tiap serat saraf secara normal bercabang beberapa kali dan merangsang tiga
hingga beberapa ratus serat otot rangka. Ujung-ujung saraf membuat suatu
sambungan yang disebut neuromuscular junction atau sambungan
neuromuskular11.

Bagian terminal dari saraf motorik melebar pada bagian akhirnya yang
disebut terminal bulb, yang terbentang diantara celah-celah yang terdapat di
sepanjang serat saraf. Membran presinaptik (membran saraf), membran post
sinaptik (membran otot), dan celah sinaps merupakan bagian-bagian pembentuk
neuromuscular junction11.

2.2.2 Fisiologi dan Biokimia Neuromuscular Junction

Celah sinaps merupakan jarak antara membran presinaptik dan membran


post sinaptik. Lebarnya berkisar antara 20-30 nanometer dan terisi oleh suatu
lamina basalis, yang merupakan lapisan tipis dengan serat retikular seperti busa
yang dapat dilalui oleh cairan ekstraselular secara difusi10,11.

Terminal presinaptik mengandung vesikel yang didalamnya berisi


asetilkolin (ACh). Asetilkolin disintesis dalam sitoplasma bagian terminal namun
dengan cepat diabsorpsi ke dalam sejumlah vesikel sinaps yang kecil, yang dalam
keadaan normal terdapat di bagian terminal suatu lempeng akhir motorik (motor
end plate)10,11.

Bila suatu impuls saraf tiba di neuromuscular junction, kira-kira 125


kantong asetilkolin dilepaskan dari terminal masuk ke dalam celah sinaps. Bila
potensial aksi menyebar ke seluruh terminal, maka akan terjadi difusi dari ion-ion

11
kalsium ke bagian dalam terminal. Ion-ion kalsium ini kemudian diduga
mempunyai pengaruh tarikan terhadap vesikel asetilkolin. Beberapa vesikel akan
bersatu ke membran saraf dan mengeluarkan asetilkolinnya ke dalam celah sinaps.
Asetilkolin yang dilepaskan berdifusi sepanjang sinaps dan berikatan dengan
reseptor asetilkolin (AChRs) pada membran post sinaptik10,11.

Secara biokimiawi keseluruhan proses pada neuromuscular junction


dianggap berlangsung dalam 6 tahap, yaitu10:

1. Sintesis asetil kolin terjadi dalam sitosol terminal saraf dengan menggunakan
enzim kolin asetiltransferase yang mengkatalisasi reaksi berikut ini:

Asetil-KoA + Kolin à Asetilkolin + KoA

2. Asetilkolin kemudian disatukan ke dalam partikel kecil terikat-membran yang


disebut vesikel sinap dan disimpan di dalam vesikel ini.

3. Pelepasan asetilkolin dari vesikel ke dalam celah sinaps merupakan tahap


berikutnya. Peristiwa ini terjadi melalui eksositosis yang melibatkan fusi
vesikel dengan membran presinaptik. Dalam keadaan istirahat, kuanta tunggal
(sekitar 10.000 molekul transmitter yang mungkin sesuai dengan isi satu
vesikel sinaps) akan dilepaskan secara spontan sehingga menghasilkan
potensial endplate miniature yang kecil. Kalau sebuah akhir saraf mengalami
depolarisasi akibat transmisi sebuah impuls saraf, proses ini akan membuka
saluran Ca2+ yang sensitive terhadap voltase listrik sehingga memungkinkan
aliran masuk Ca2+ dari ruang sinaps ke terminal saraf. Ion Ca 2+ ini
memerankan peranan yang esensial dalam eksositosis yang melepaskan
asitilkolin (isi kurang lebih 125 vesikel) ke dalam rongga sinaps.

4. Asetilkolin yang dilepaskan akan berdifusi dengan cepat melintasi celah


sinaps ke dalam reseptor di dalam lipatan taut (junctional fold), merupakan
bagian yang menonjol dari motor end plate yang mengandung reseptor
asetilkolin (AChR) dengan kerapatan yang tinggi dan sangat rapat dengan
terminal saraf. Kalau 2 molekul asetilkolin terikat pada sebuah reseptor, maka

12
reseptor ini akan mengalami perubahan bentuk dengan membuka saluran
dalam reseptor yang memungkinkan aliran kation melintasi membran.
Masuknya ion Na+ akan menimbulkan depolarisasi membran otot sehingga
terbentuk potensial end plate. Keadaan ini selanjutnya akan menimbulkan
depolarisasi membran otot di dekatnya dan terjadi potensial aksi yang
ditransmisikan disepanjang serabut saraf sehingga timbul kontraksi otot.

5. Kalau saluran tersebut menutup, asetilkolin akan terurai dan dihidrolisis oleh
enzim asetilkolinesterase yang mengkatalisasi reaksi berikut:

Asetilkolin + H2O à Asetat + Kolin

Enzim yang penting ini terdapat dengan jumlah yang besar dalam lamina
basalis rongga sinaps

6. Kolin didaur ulang ke dalam terminal saraf melalui mekanisme transport aktif
di mana protein tersebut dapat digunakan kembali bagi sintesis asetilkolin.

Setiap reseptor asetilkolin merupakan kompleks protein besar dengan


saluran yang akan segera terbuka setelah melekatnya asetilkolin. Kompleks ini
terdiri dari 5 protein subunit, yatiu 2 protein alfa, dan masing-masing satu protein
beta, delta, dan gamma. Melekatnya asetilkolin memungkinkan natrium dapat
bergerak secara mudah melewati saluran tersebut, sehingga akan terjadi
depolarisasi parsial dari membran post sinaptik. Peristiwa ini akan menyebabkan
suatu perubahan potensial setempat pada membran serat otot yang disebut
excitatory postsynaptic potential (potensial lempeng akhir). Apabila pembukaan
gerbang natrium telah mencukupi, maka akan terjadi suatu potensial aksi pada
membran otot yang selanjutnya menyebabkan kontraksi otot.

2.3. Epidemiologi

Myasthenia Gravis dapat dikatakan sebagai penyakit yang masih jarang


ditemukan. Umumnya menyerang wanita dewasa muda dan pria tua. Penyakit ini
bukan suatu penyakit turunan ataupun jenis penyakit yang bisa menular. Kasus
MG adalah 5-10 kasus per 1 juta populasi per tahun, yang mengakibatkan
kelaziman di Amerika Serikat sekitar 25.000 kasus. MG betul-betul

13
dipertimbangkan sebagai penyakit yang jarang, artinya MG kelihatannya
menyerang dengan sembarangan dan tanpa disengaja dan tidak dalam hubungan
keluarga. Tidak ada kelaziman rasial, tapi orang-orang yang terkena MG pada usia
< 40 tahun, 70 % nya adalah wanita. Yang > 40 tahun, 60 % nya adalah pria. Pola
ini sering disimpulkan dengan menyebutkan bahwa MG adalah penyakit wanita
muda dan pria tua. Pada pasien yang mengalami MG sebagai akibat karena
memiliki thymoma, tidak ada kelaziman usia dan jenis kelamin12.

Menurut James F.Howard, Jr, M.D, kelaziman dari Myasthenia Gravis di


Amerika Serikat diperkirakan sekitar 14/100.000 populasi, kira-kira 36.000 kasus.
Tetapi Myasthenia Gravis dibawah diagnosa dan kelaziman, mungkin lebih tinggi.
Sebelum dipelajari, terlihat bahwa wanita lebih sering terserang disbanding pria.
Usia yang paling umum terserang adalah pada usia 20 dan 30-an pada wanita dan
70 dan 80-an pada pria. Berdasarkan populasi umur, rata-rata usia yang terserang
meningkat, dan sekarang pria lebih sering terserang dibanding wanita, dan
permulaan munculnya tanda-tanda biasanya setelah usia 5012.

Pada Myasthenia bayi, janin mungkin memperolah protein imun (antibodi)


dari ibu yang terkena Myasthenia Gravis. Umumnya, kasus-kasus dari Myasthenia
bayi adalah sementara dan gejala-gejala anak-anak umumnya hilang dalam
beberapa minggu setelah kelahiran. Myasthenia Gravis tidak secara langsung
diwarisi ataupun menular. Adakalanya, penyakit ini mungkin terjadi pada lebih
dari satu orang dalam keluarga yang sama12.

2.4. Etiologi Miastenia Gravis

MG adalah idiopatik pada kebanyakan pasien. Meskipun penyebab utama


di balik perkembangannya masih bersifat spekulatif, hasil akhirnya adalah
kekacauan regulasi sistem kekebalan tubuh. MG jelas merupakan penyakit
autoimun dimana antibodi spesifik telah ditandai sepenuhnya. Dalam sebanyak
90% kasus umum, IgG terhadap ACHR terbukti. Bahkan pada pasien yang tidak
mengembangkan miastenia klinis, anti-antibodi ACHR kadang-kadang dapat
ditunjukkan.1

14
Pasien yang negatif untuk antibodi anti-ACHR mungkin seropositif untuk
antibodi terhadap MuSK (Muscle-Specific Kinase).biopsi otot pada pasien ini
menunjukkan tanda-tanda miopati dengan kelainan mitokondria menonjol yang
bertentangan dengan fitur neurogenik dan atrofi sering ditemukan pada pasien
positif MG untuk anti-ACHR. Penurunan mitokondria bisa menjelaskan
keterlibatan anti MuSK positif MGokulobulbar.1

Sejumlah temuan telah dikaitkan dengan MG. Misalnya, perempuan dan


orang dengan leukosit antigen tertentu (HLA) memiliki kecenderungan genetik
terhadap penyakit autoimun. Profil histokompatibilitas kompleks meliputi HLA-
B8, HLA-DRw3, dan HLA-DQw2 (meskipun ini belum terbukti berhubungan
dengan bentuk ketat okular MG). Kedua SLE dan RA mungkin berhubungan
dengan MG.1
Sensitisasi terhadap antigen asing yang memiliki reaktivitas silang dengan
reseptor AcH nikotinat telah diusulkan sebagai penyebab miastenia gravis, tetapi
antigen pemicu belum diidentifikasi. Berbagai obat dapat menyebabkan atau
memperburuk gejala MG, termasuk yang berikut:1
 Antibiotik (misalnya aminoglikosida, polymyxins, siprofloksasin,
eritromisin, dan ampisilin)
 Penisilamin - Ini dapat menyebabkan miastenia sejati, dengan tinggi anti-
ACHR titer antibodi terlihat pada 90% kasus, namun, kelemahan ringan,
dan pemulihan penuh dicapai minggu sampai bulan setelah penghentian
obat
 Beta-adrenergik reseptor inhibitor (misalnya, propranolol dan oxprenolol)
 Lithium
 Magnesium
 Procainamide
 Verapamil
 Quinidine
 Klorokuin
 Prednisone
 Timolol (yaitu, agen beta-blocking topikal digunakan untuk glaukoma)
 Antikolinergik (misalnya, trihexyphenidyl)
 Agen memblokir neuromuscular (misalnya, vecuronium dan curare) - Ini
harus digunakan dengan hati-hati pada pasien myasthenic untuk
menghindari blokade neuromuskuler yang berkepanjangan

15
 Nitrofurantoin juga telah dikaitkan dengan perkembangan MG okular
dalam 1 laporan kasus; penghentian pemberian obat mengakibatkan
pemulihan lengkap.

Kelainan timus yang umum, dari pasien dengan MG, 75% memiliki
penyakit timus, 85% memiliki hiperplasia timus, dan 10-15% mengalami timoma.
Tumor Ektratimik mungkin termasuk sel kanker paru-paru kecil dan penyakit
Hodgkin.Hipertiroidisme hadir dalam 3-8% pasien dengan MG dan memiliki
hubungan tertentu dengan MG okular.1

2.5. Patofisiologi Miastenia Gravis

Ketika sebuah potensial aksi bergerak ke motor neuron dan mencapai


motor end plate, molekulasetilkolin (Ach) dilepaskan dari vesikel presinaptik,
melalui neuromuscular junction dan kemudian akan berinteraksi dengan reseptor
Ach (AchRs) di membrane postsinaptik. Kanal-kanal di AchRs terbuka,
memungkinkan Na + dan kation lain untuk masuk ke dalam serat ototdan
menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi yang terus menerus terjadi akan
berkumpul menjadi satu, dan jika depolarisasi yang terkumpul cukup besar, maka
akan memicu timbulnya potensial aksi, yang bergerak sepanjang serat otot untuk
menghasilkan kontraksi.

Pada miastenia gravis (MG), ada pengurangan jumlah AchRs yang tersedia
di motor endplate atau mendatarnya lipatan pada membran postsinaptik yang
menyebabkan pengurangan jumlah reseptor pada motor endplates, sehingga
depolarisasi yang terjadi pada motor endplate lebih sedikit dan tidak terkumpul
menjadi potensial aksi. Akhir.Hasilnya adalah sebuah transmisi neuromuskuler
tidak efisien. Tiga mekanisme yang didapatkan dari penelitian antara lain:auto
antibodies terhadap reseptor AChR dan menginduksi endositosis, sehingga terjadi
deplesi AChR pada membran postsinaptik, autoantibodies sendiri menyebabkan
gangguan fungsi AChR dengan memblokir situs-situs tempat terikatnya asetilkolin
dan auto antibodies menyebabkan kerusakan pada motor endplates sehingga
menyebabkan hilangnya sejumlah AChR.7

16
Gambar 1.Patofisiologi terjadinya Miastenia Gravis karena terjadi penghancuran
autoantibodi terhadap AChR. (Burmester, Thieme :color atlas of immunology,
2003)
Penyakit ini tidak mempengaruhi otot polos dan jantung karena mereka
memiliki antigenisitas reseptor kolinergik yang berbeda. Peran timus dalam
pathogenesis myasthenia gravis (MG) tidak sepenuhnya jelas, tetapi 75% dari
pasien myasthenia gravis (MG) memiliki beberapa derajat kelainan timus
(misalnya, hiperplasia pada 85% kasus, thymoma dalam 15% kasus). Mengingat
fungsi kekebalan timus dan adanya perbaikan klinis setelah dilakukan tindakan
timektomi,timus diduga menjadi tempat pembentukan autoantibodi. Namun,
stimulus yang memulai proses autoimun belum teridentifikasi.7

Gambar 2.Salah satu penyebab timbulnya autoantibodi terhadap AChR.


(Sumber :Burmester, Thieme : color atlas of immunology, 2003)

17
2.6. Manifestasi klinis Miastenia Gravis

Keluhan awal yang biasanya terjadi adalah kelemahan otot spesifik bukan
kelemahan otot yangumum dan kondisinya memburuk biasanya berfluktuasi
selama beberapa jam.Tidak terlaluterlihat pada pagi hari dan biasanya memburuk
seiring berjalannya hari.3

Tabel 1.Manifestasi klinis pada Miastenia Gravis dari gejala yang sering terjadi
sampai pada gejala yang jarang terjadi.
Sering terjadi Otot-otot Gejala
Ocular Ptosis dan penglihatan
ganda
Wajah Kesulitan mengunyah,
menelan, dan berbicara
Leher Kesulitan mengangkat
kepala saat posisi telentang
Ekstremitas proksimal Kesulitan mengangkat
lengan setinggi bahu
dankesulitan berdiri dari
posisi duduk dengan
bantuantangan

18
Pernapasan Gangguan pernapasan dan
kesulitan untuk bangundari
posisi tertidur
Ekstremitas distal Kelemahan saat
mengenggam dan
Jarang terjadi
kelemahan
pada pergelangan dan kaki
Sumber :Keesey, John. Clinical Evaluation and Management of Myasthenia
Gravis.Muscle & Nerve. 2004
Di antara pasien, 75% awalnya mengeluh gangguan mata, terutama ptosis
dan diplopia.Akhirnya, 90% dari pasien dengan MG mengembangkan gejala-
gejala okular. Mungkin ptosisunilateral atau bilateral, dan akan beralih dari mata
ke mata.Ocular MG dikategorikan sebagai kelemahan dan kelelahan yang
tersembunyi dan membahayakan yang dapat terjadi pada satu atau kedua kelopak
mata atau otot bola mata . Jika meliputi kelopak mata yang jatuh biasanya dikenal
sebagai ptosis ; yang mengenai otot extraocular maka pasien akan melihat dobel
pada arah otot yang lemah.3
Kebanyakan pasien MG mempunyai keluhan diplopia pada saat onset
penyakit mereka. Pasien merasakan penglihatan kabur yang berfluktuasi, biasanya
tidak terlihat beberapa saat setelah bangun tidur. Diplopia terjadi saat pasien
melihat kearah lateral dan ke atas, biasanya memburuk saat pasien menyetir,
menonton tv, atau saat sore hari. Gejala tersebut hilang apabila satu mata ditutup.
Gejala terjadi mungkin disebabkan oleh kelemahan pada satu otot ekstraokular
atau beberapa kombinasi otot. Ptosis biasanya yang palingmenonjol dan terjadi
setelah berkedip beberapa kali. Dalam kasus ptosis unilateral, mata yangtidak
ptosis akan mengalami ptosis jika mata yang ptosis di buka dengan menggunakan
jari (Hering fenomena). Keterlibatan otot luar mata tidak mengikuti pola tertentu.
Setiap gangguanmotilitas okular yang didapatkan dengan ptosis dan reflek pupil
didapatkan normal, harusmengarahkan kecurigaan pada myasthenia gravis MG.3
Kelemahan wajah dapat terjadi pada MG tanpa keterlibatan otot mata,
tetapi biasanya kedua gejala terjadi bersama-sama.Jika sensasi wajah terganggu,
lesi yang mempengaruhi saraf kranial seperti karsinoma nasofaring harus
dicurigai. Dengan adanya sensasi wajah normal. Namun, terjadinya kedua

19
kelemahan otot mata dan wajah sangat memperlihatkangejala MG. Temuan
mungkin akan sulit untuk dilihat.3
Kelemahan Orbicularis oculi merupakan sebuah tanda yang sangat umum
dari MG yaitu ketidakmampuan pasien untuk mempertahankan kelopak mata
tertutup atas terhadap upaya pemeriksa untuk membukanya. Sebuah usaha dari
pasien meskipun terjadi kelemahan kelopak mataakan memperlihatkan adanya
fenomena Bell, rotasi bola mata ke atas selama penutupan kelopak mata. Karena
pasien dengan blefarospasme dari otot-otot orbicularis oculi mungkin mengeluh
kesulitan menjaga mata terbuka, kondisi ini kadang-kadang bingung dengan
kelemahan myasthenic. Biasanya tidak ada diplopia atau fotofobia dengan
blefarospasme, dan penutupan kelopak mata adalah spasmodik dan dipaksa
dengan elevasi simultan pada kelopak mata bawah.Kelemahan Orbicularis Oris
merupakan ketidakmampuan pasien untuk mencegah keluarnya udara melalui
kerutan bibir ketika pemeriksa menekan pipi adalah pertanda kelemahan wajah.
Tertawa mengungkapkan apa yang disebut "myasthenic sneer".Pasien tersebut
tidak dapat bersiul, menyedot melalui sedotan, atau meledakkan balon.3

Gambar 3.Pasien yang memperlihatkan gejala Miastenia gravis okuli


(Sumber :http://emedicine.medscape.com/article/1171206-overview, 07 Juni
2012)
Bicara cadel dan kesulitan menelan dapat disebabkan oleh kelemahan
lidah, yang paling mudah dinilai oleh kekuatan mendorong lidah pada satu pipi
bagian dalam.Dalam kasus ringan MG, bicara cadel dapat terdeteksi hanya selama
berbicara berkepanjangan, seperti menjelang akhir wawancara dengan
dokter.Suara serak atau berbisik tidak khas pada MG. Otot lidah rentan terhadap
atrofi di MG dan lidah berkerut merupakan manifestasi dari atrofi ini.3

20
Beberapa pasien dengan MG mungkin mengalami kesulitan dalam
mengunyah karena kelemahan penutupan rahang (terutama otot-otot masseter),
sedangkan pembuka rahang tetap kuat.Ketika kelemahan parah, rahang mungkin
tetap terbuka dan harus dimanipulasi dengan tangan selama mengunyah.Salah satu
gejala paling serius dari myasthenia adalah disfagia karena kelemahan otot lidah
dan faring posterior. Jika kelemahan otot faring muncul, cairan lebih sulit untuk
ditelan dari yang padat, dan makanan panas lebih sulit daripada makanan dingin.
Adakalanya pasien untuk menggunakan es batu untuk meminum cairan yang
dibutuhkan.regurgitasi cairan ke hidung dapat menjadi masalah jika ada
kelemahan otot palatal. Ketidakmampuan untuk menelan air liur adalah
konsekuensi paling parah kelemahan faring dan membutuhkan suktion mulut.
Setelah disfagia mencapai tingkat keparahan ini, sebuah sonde diperlukan tidak
hanya untuk pemberian obat oral dan juga untuk suplemen gizi.3
Nyeri otot bukan merupakan gejala umum dari MG, tapi kekejangan otot
yang menyakitkan dapat terjadi pada MG ketika otot leher yang lemah diminta
untuk menahan kepala ke atas. Fleksor leher lebih sering terlibat dalam MG
daripada ekstensor leher.Pasien telentang sangat mengalami kesulitan dalam
mengangkat kepala dari bantal. Jalan napas dapat menjadi terhambat oleh
penutupan glotis, yang disebabkan oleh kelemahan otot rangka yang memegang
pita suara. Hal tersebut dapat dideteksi dengan adanya“stridor”, selama dalam
usaha inspirasi dan dapat meramalkan keadaan darurat medis yang berkembang
kearah pasien membutuhkan intubasi endotrakeal.3
Gejala yang paling serius dari MG adalah kesulitan bernafas. Pasien
myasthenic dengan insufisiensi pernapasan atau ketidakmampuan untuk
mempertahankan jalan napas paten dikatakan crisis. kelumpuhan Vokal dapat
menghambat jalan napas, tetapi lebih umum saluran udara terhambat oleh sekresi
pasien yang tidak dapat dikeluarkan karena batuk terlalu lemah. Batuk
membutuhkan penggunaan paksa otot-otot ekspirasi dan batuk berulang terutama
dengan cepat dapat menjadi tidak efektif pada MG. Bahkan jika jalan napas paten,
otot yang digunakan untuk inspirasi, seperti interkostalis dan diafragma, mungkin
terlalu lemah untuk menciptakan sebuah kekuatan inspirasi yang cukup (-50 cm
H20) atau kapasitas vital (> 20 ml / kg berat badan). Pasien tersebut harus

21
diintubasi dan dibantu dengan respirasi mekanis. Karena kurangnya ekspresi
wajah pasien, penderita MG dalam masa krisis tidak mungkin terlihat tertekan
namun akan gelisah dengan nafas dangkal dan cepat. Biasanya, pasien duduk
membungkuk ke depan untuk memaksimalkan efek gravitasi pada diafragma.
Bahkan pasien yang tidak menyadari mempunyai masalah pernapasan mungkin
memiliki kelemahan otot pernapasan yang mengganggu tidur mereka dan dengan
demikian menyebabkan mereka menjadi lelah dan kurang perhatian pada siang
hari.Terkadang sebuah penelitian tidur berguna dalam mengidentifikasi masalah
tersebut.3
Kelemahan otot panggul adalah aspek yang sering diabaikan dari
kelemahan otot pada MG. Namun, beberapa pasien MG wanita dengan
inkontinensia urin mengklaim bahwa itu diringankan oleh obat antikolinesterase.
Demikian juga, reseksi transurethral rutin jaringan prostat pada pria myasthenic
sering menyebabkan inkontinensia. Jika, seperti biasanya dilakukan, sphincter
proksimal akan dihapus selama operasi, suatu sfingter eksternal yang lemah
mungkin tidak dapat melakukan kontraksi refleks selama batuk atau regangan.3
Mungkin karena otot lebih hangat memiliki cadangan yang kurang untuk
transmisi neuromuskuler, otot proksimal cenderung lebih terlibat dari otot distal
pada MG, meskipun beratnya keterlibatan biasanya asimetris. Kelemahan otot
ekstrimitas atas proksimal di mana kesulitan dalam mengangkat lengan untuk
mencuci atau menyikat rambut, berpakaian, memakai kosmetik, atau mencukur
menunjukkan kelemahan bahu dan lengan.kelelahan otot ekstremitas atas dapat
diuji secara semikuantitatif dengan kemampuan timing pasien untuk menahan
lengan ke depan saat ekstensi. Atrofi otot skapula dan lengan bawah adalah
karakteristik dari congenital slow-channel myasthenic syndrome.3
Kelemahan otot ektrimitas bawah dimana kesulitan dalam berjalan
menaiki tangga atau berjalan jarak jauh juga sering terjadi pada MG. kelelahan
otot tungkai dapat diuji dengan meminta pasien untuk mengangkat satu kaki di
atas yang lain hingga 50 kali, penilaian langsung dari kekuatan fleksor pinggul
akan memperlihatkan peningkatan kelemahan dari otot-otot aktif pada MG,
dibandingkan dengan sisi tidak aktif.3

22
Kelemahan otot penderita semakin lama akan semakin memburuk.
Kelemahan yang terjadi pada otot-otot ekstremitas lebih menyerupai kelemahan
padamiopati proksimal dari pada kelemahan otot distal. Kelemahan otot-otot
ekstremitas padakhususnya yang timbul sebagai sebuah gejala jarang terjadi dan
prevalensinya hanya 10% saja.3

Beberapa faktor berikut dapat membuat Miastenia Gravis memburuk:

a. Kelelahan, kurang tidur


b. Stres, kecemasan, Depresi
c. Kelelahan, gerakan berulang
d. Rasa takut yang muncul secara tiba-tiba, kemarahan ekstrim
e. Sinar matahari atau lampu terang (mempengaruhi mata)
f. Beberapa obat, termasuk beta blocker, calcium channel blockers, dan
beberapaantibiotik
g. Minuman beralkohol
h. Rendah kadar natrium atau tingkat tiroid yang rendah
i. Infeksi dan penyakit pernafasan dapat memperburuk kelemahan dan
mungkin tetaptimbul sebentar setalah penyakit / infeksi tersebut sembuh.
j. Stres karena operasi juga dapat membuat MG memburuk.

2.7. Klasifikasi Miastenia gravis

Pada bulan Mei 1997, Medical Scientific Advisory Board (MSAB) dari
Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA) membentuk satuan tugas
untuk mengatasi kebutuhan untuk klasifikasi yang diterima secara universal,
sistem grading, dan metode analitik untuk manajemen pasien yang menjalani
terapi dan untuk digunakan dalam uji penelitian terapeutik. Sebagai hasilnya,
Klasifikasi MGFA Klinis diciptakan.Klasifikasi ini membagi MG menjadi 5 kelas
utama dan subclass beberapa, sebagai berikut.1

Tabel 2.Klasifikasi miastenia gravis menurut Myasthenia Gravis Foundation of


America (MGFA).
Adanya kelemahan otot-otot ocullar, kelemahan pada saat
Kelas I
menutup mata dan kekuatan otot-otot lain normal
Terdapat kelemahan otot okular yang semakin parah, serta
Kelas II
adanya kelemahan ringan pada otot-otot lain selain otot okular.
Kelas IIa Mempengaruhi otot-otot aksial, anggota tubuh, atau keduanya.

23
Juga terdapat kelemahan otot-otot orofaringeal yang ringan
Mempengaruhi otot-otot orofaringeal, otot pernapasan atau
Kelas IIb keduanya. Kelemahan pada otot-otot anggota tubuh dan otot-otot
aksial lebih ringan dibandingkan klas IIa.
Terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot okular. Sedangkan
Kelas III otot-otot lain selain otot-otot ocular mengalami kelemahan
tingkat sedang
Mempengaruhi otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau
Kelas III a keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan otot
orofaringeal yang ringan
Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan, atau
keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan otot-otot
Kelas III b
anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dalam derajat
ringan.
Otot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan
Kelas IV dalam derajat yang berat, sedangkan otot-otot okular mengalami
kelemahan dalam berbagai derajat
Secara predominan mempengaruhi otot-otot anggota tubuh dan
Kelas IV a atau otot-otot aksial. Otot orofaringeal mengalami kelemahan
dalam derajat ringan
Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan atau
keduanya secara predominan. Selain itu juga terdapat kelemahan
Kelas IV b pada otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya
dengan derajat ringan. Penderita menggunakan feeding tube
tanpa dilakukan intubasi.
Kelas V Penderita ter-intubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik.

Sumber :http://emedicine.medscape.com/article/1171206-overview, 07 Juni 2012

Terdapat klasifikasi menurut osserman dimana miastenia gravis dibagi


menjadi :4
1. Ocular miastenia
terkenanya otot-otot mata saja, dengan ptosis dan diplopia sangat ringan
dan tidak ada kematian

24
2. Generalized myiasthenia
a) Mild generalized myiasthenia
Permulaan lambat, sering terkena otot mata, pelan-pelan meluas ke
otot-otot skelet dan bulber.System pernafasan tidak terkena.Respon
terhadap otot baik.
b) Moderate generalized myasthenia
Kelemahan hebat dari otot-otot skelet dan bulbar dan respon
terhadap obat tidak memuaskan.

3. Severe generalized myasthenia (Acute fulmating myasthenia)


Permulaan cepat, kelemahan hebat dari otot-otot pernafasan, progresi
penyakit biasanya komplit dalam 6 bulan. Respon terhadap obat kurang
memuaskan, aktivitas penderita terbatas dan mortilitas tinggi, insidens tinggi
thymoma
4. Late severe myasthenia
Timbul paling sedikit 2 tahun setelah kelompok I dan II progresif dari
myasthenia gravis dapat pelan-pelan atau mendadak, prosentase thymoma
kedua paling tinggi. Respon terhadap obat dan prognosis jelek

Biasanya gejala-gejala miastenia gravis sepeti ptosis dan strabismus tidak


akan tampak pada waktu pagi hari. Di waktu sore hari atau dalam cuaca panas,
gejala-gejala itu akan tampak lebih jelas. Pada pemeriksaan, tonus otot tampaknya
agak menurun.1
2.8. Diagnosis Miastenia Gravis
A. Anamnesis
Pasien dapat ditanyakan beberapa hal seperti:
 Apakah munculnya kelemahan otot fluktuatif dan meningkat dengan
aktivitas fisik?
 Apakah kelemahan meningkat sepanjang hari dan pulih dengan istirahat?
 Apakah muncul ptosi?
 Adakah kelemahan dari ekstensi dan fleksi kepala?
 Apakah kelemahan menyebar dari mata ke wajah untuk bulbar otot dan
kemudian ke truncal dan anggota tubuh?

25
 Apakah pasien memiliki riwayat keluarga yang menderita penyakit yang
sama?

B. Pemeriksaan Fisik
Untuk penegakan diagnosis miastenia gravis, dapat dilakukan pemeriksaan
sebagai berikut:
a. Penderita ditugaskan untuk menghitung dengan suara yang keras. Lama
kelamaan akanterdengar bahwa suaranya bertambah lemah dan menjadi
kurang terang. Penderitamenjadi anartris dan afonis.
b. Penderita ditugaskan untuk mengedipkan matanya secara terus-menerus.
Lama kelamaanakan timbul ptosis. Setelah suara penderita menjadi parau
atau tampak ada ptosis,maka penderita disuruh beristirahat.. Kemudian
tampak bahwa suaranya akan kembali baik dan ptosis juga tidak tampak
lagi.
c. Uji kelelahan otot
Pada MG okuler, tes kelelahan dapat dilakukan dengan meminta
pasien untuk berkedip berulang kali atau menatap ke atas selama beberapa
saat (uji Simpson).Meningkatnya penurunan kerja otot adalah tanda
kelelahan.Peningkatan fenomena ptosis dapat ditunjukkan pada pasien
dengan ptosis bilateral dengan meninggikan dan menjagakelopak mata
yang lebih ptosis dalam posisi yang tetap. Kelopak mata
berlawanan perlahan jatuh dan mungkin akan menutup sepenuhnya. Tanda
kedutan kelopak mata merupakan cara lain untuk menguji kelelahan otot.
Pasiendiarahkan untuk melihat ke bawah selama 10-15 detik dan
kemudian kembali dengancepat dalam posisi semula.Pengamatan pada
gerak kelopak mata yang lebih keatas ditambah dengan kedutan dan diikuti
oleh reposisi kembali ke kondisi ptosis,mengidentifikasi kelelahan yang
mudah terjadi dan pemulihan yang lambat dari otot.Tanda mengintip
terjadi ketika fisura palpebral melebar setelah periode penutupan kelopak
mata secara volunter.1

26
Muscle Grading Chart

Musle Gradation Description


5 normal ROM lengkap melawan gravitasi dengan tahanan penuh
4 baik ROM lengkap melawan gravitasi dengan tahanan sedang
3 sedang ROM penuh melawan gravitasi
2 lemah ROM penuh, dieliminir oleh gravitasi
1 batas Kontraksi ringan, tanpa gerak sendi
0 Tanpa kontraksi

Tes Lainnya :9
a. Tensilon atau Prostigmin tes
Untuk uji tensilon, disuntikkan 2 mg tensilon secara intravena, bila
tidak terdapat reaksi maka disuntikkan lagi sebanyak 8 mg tensilon secara
intravena. Segera sesudah tensilon disuntikkan hendaknya diperhatikan
otot-otot yang lemah seperti misalnya kelopak mata yang memperlihatkan
ptosis. Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis,maka
ptosis itu akan segera lenyap. Pada uji ini kelopak mata yang lemah harus
diperhatikan dengan sangat seksama, karena efektivitas tensilon sangat
singkat. Pada tes Prostigmin suntikkan 3 cc atau 1,5 mg prostigmin
methylsulfat secara intramuskular (bila perlu, diberikan pula atropin ¼
atau ½ mg). Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis
maka gejala-gejala seperti misalnya ptosis, strabismusatau kelemahan lain
tidak lama kemudian akan lenyap.9
b. Uji Kinin
Diberikan 3 tablet kinin masing-masing 200 mg. 3 jam kemudian
diberikan 3 tablet lagi (masing-masing 200 mg per tablet). Bila kelemahan
itu benar disebabkan oleh miastenia gravis, maka gejala seperti ptosis,
strabismus, dan lain-lain akan bertambah berat. Untuk uji ini, sebaiknya
disiapkan juga injeksi prostigmin, agar gejala-gejala miastenik
tidak bertambah berat.9
C. Pemeriksaan Laboratorium
a. Anti-asetilkolin reseptor antibodi
Hasil dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendiagnosis
suatu miastenia gravis, dimanaterdapat hasil yang postitif pada 74%
pasien. 80% dari penderita miastenia gravis generalisatadan 50% dari

27
penderita dengan miastenia okular murni menunjukkan hasil tes anti-
asetilkolinreseptor antibodi yang positif. Pada pasien thymoma tanpa
miastenia gravis sering kali terjadi false positive anti-AChR antibodi.
b. Antistriated muscle (anti-SM) antibodi
Merupakan salah satu tes yang penting pada penderita miastenia
gravis. Tes ini menunjukkan hasil positif pada sekitar 84% pasien yang
menderitat hymoma dalam usia kurang dari 40 tahun.Pada pasien tanpat
hymoma dengan usia lebih dari 40 tahun, anti-SM Ab dapat menunjukkan
hasil positif.
c. Anti-muscle-specific kinase (MuSK) antibodies. 1
Hampir 50% penderita miastenia gravis yang menunjukkan hasil
anti-AChR Ab negatif (miastenia gravis seronegarif), menunjukkan hasil
yang positif untuk anti-MuSK Ab.1
d. Antistriational antibodies
Dalam serum beberapa pasien dengan miastenia gravis
menunjukkan adanya antibodi yang berikatan dalam pola cross-striational
pada otot rangka dan otot jantung penderita.Antibodi ini bereaksi dengan
epitop pada reseptor protein titin dan ryanodine (RyR). Antibodi ini selalu
dikaitkan dengan pasien thymoma dengan miastenia gravis pada usia
muda. Terdeteksi nyatitin/RyR antibodi merupakan suatu kecurigaaan
yang kuat akan adanya thymoma pada pasienmuda dengan miastenia
gravis.1
D. Imaging
a. Chest x-ray
foto roentgen thorak dapat dilakukan dalam posisi anteroposterior
dan lateral. Pada roentgen thorak, thymoma dapat diidentifikasi sebagai
suatu massa pada bagian anterior mediastinum.7 Hasil roentgen belum
tentu dapat menyingkirkan adanya thymoma ukuran kecil, sehingga
terkadang perlu dilakukan chest CT-scan untuk mengidentifikasi thymoma
pada semua kasus miastenia gravis, terutama pada penderita dengan usia
tua.7
b. MRI
Pada otak dan orbita sebaiknya tidak digunakan sebagai
pemeriksaan rutin. MRI dapat digunakan apabila diagnosis miastenia
gravis tidak dapat ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang lainnya dan
untuk mencari penyebab defisit pada saraf otak.7

28
2.9. Differensial diagnosis Miastenia Gravis
Gangguan dari neuromuskuler junction (NMJ) secara klinis
heterogen. Ekspresi klinis dari gangguan ini adalah fitur miasthenik dalam
bentuk kelemahan otot variabel dan kelelahan.Miasthenik sindrom (MS)
diberikan kepada sekelompok gangguan dari NMT dengan patofisiologi
yang berbeda dari yang ada pada myasthenia gravis autoimun. 4
1. Lambert-Eaton miasthenik sindrom (LEMS)
Sindrom Lambert-Eaton miasthenik (LEMS) adalah suatu kondisi
yang jarang terjadi dandisebabkan oleh kelainan pelepasan asetilkolin
(AcH) pada sambungan neuromuskuler terjadi peningkatan tenaga pada
detik-detik awal suatu kontraksi volunter, terjadi hiporefleksia,
mulutkering, dan sering kali dihubungkan dengan suatu karsinoma
terutama cell carcinoma pada paru. EMG pada LEMS sangat berbeda
dengan EMG pada miastenia gravis. Defek pada transmisi neuromuscular
terjadi pada frekuensi renah (2Hz) tetapi akan terjadi ahmbatan stimulasi
padafrekuensi yang tinggi (40 Hz). Kelainan pada miastenia gravis terjadi
pada membran postsinaptik sedangkan kelainan pada LEMS terjadi pada
membran pre sinaptik, dimana pelepasan asetilkolintidak berjalan dengan
normal, sehingga jumlah asetilkolin yang akhirnya sampai ke membran
post sinaptik tidak mencukupi untuk menimbulkan depolarisasi.4
2. Botulisme
Efek dari racun ini terbatas untuk blokade terminal perifer saraf
kolinergik, termasuk neuromuskuler junction, postganglionik ujung saraf
parasimpatik, dan ganglia perifer. Blokade ini menghasilkan karakteristik
penurunan kelumpuhan bilateral dari otot yang diinervasi oleh saraf
otonom cranial, tulang spinal, dan kolinergik tetapi tidak terdapat
penurunan saraf adrenergik atau sensoris. Botulisme memiliki pola berat,
progresif, dan simetris.4
2.10. Penatalaksanaan Miastenia Gravis
Meskipun tidak ada penelitian tentang obat yang telah dilaporkan
dan tidak ada konsensus yang jelas pada strategi pengobatan, myasthenia
gravis (MG) adalah salah satu gangguan neurologis yang paling dapat

29
diobati. Beberapa faktor (misalnya, tingkat keparahan, distribusi,
kecepatan perkembangan penyakit) harus dipertimbangkan sebelum terapi
dimulai atau diubah.1
Terapi Farmakologis termasuk obat antikolinesterase dan agen
imunosupresif, seperti kortikosteroid, azatioprin, siklosporin,
plasmaferesis, dan immune globulin intravena (IVIG). 1 Plasmapheresis
dan thymectomy juga digunakan untuk mengobati MG. Namun bukan
merupakan terapi tradisional imunomodulasi medis, tetapi berfungsi
dengan cara memodifikasi sistem kekebalan tubuh. Thymectomy
merupakan pilihan pengobatan yang penting untuk MG, terutama jika
terdapat thymoma.1
MG adalah penyakit kronis yang dapat secara akut akan
memburukselama beberapa hari atau minggu. Pengobatan memerlukan
evaluasi kembali yang terjadwal dan hubungan dokter-pasien yang dekat.
Pasien dengan MG memerlukan perawatan ketat bekerja sama dengan
dokter. 1
Intubasi dan unit perawatan intensif (ICU) biasanya dilakukan pada
pasien myasthenic krisis dengan gagal pernapasan.Kegagalan pernapasan
yang cepat dapat terjadi jika pasien tidak diawasi dengan benar.Pasien
harus diawasi sangat hati-hati, terutama pada eksaserbasi, dengan
mengukur kekuatan inspirasi negatif dan kapasitas vital.Setelah pasien
dengan dugaan MGC telah diidentifikasi, langkah segera harus diambil
untuk mengintubasi pasien.Hal ini harus dilakukan melalui intubasi oral
cepat. Pasien harus disiapkan O2 masksampai saturasi oksigen arteri 97%.
IV normal saline harus tetes cepat untuk menghindari hipotensi yang
berhubungan dengan intubasi.Pemantauan tekanan darah terus menerus
adalah wajib. Etomidate adalah agen anestesi umum digunakan pada dosis
IV bolus 0,2 hingga 0,3 mg / kg. Agen paralitik harus dihindari kecuali
mutlak diperlukan karena pasien MG sensitif terhadap efek mereka.Jika
perlu, agen nondepolarizing seperti vecuronium lebih bagus.Pengaturan
ventilator harus dioptimalkan untuk memungkinkan pasien istirahat dan
mambantu ekspansi paru.

30
Disarankan mulai dengan kontrol assist (AC) dengan tekanan akhir
ekspirasi positif (PEEP) 5 cm H2O, volume tidal rendah (6 mL / kg berat
badan ideal), dan tingkat pernapasan 12 sampai 16/min. Meskipun dahulu,
tidal volum yang besar (12 ml / kg) direkomendasikan untuk pasien MG,
literatur baru menunjukkan bahwa tidal volume rendah (6 mL / kg) dan
frekuansi pernapasan yang lebih cepat (12-16 napas / menit) dapat
membantu menghindari cedera paru pada pasien yang terintubasi.2

Bagan 1.Alur penatalaksanaan Miastenia Gravis.( Sumber : Braunwald, Fauci,


Hauser, Longo, Jameson. Harrison’s :Principle of Internal Medicine 16th ed.
McGraw Hill. 2005)

Diagnosis MG
Diagnosis MG

MG okular MG generalisata
MG generalisata MG krisis

Intensive care unit


Antikolinesterase
Antikolinesterase
MRI kepala
(+)→reasses (pyridostigmine)
(pyridostigmine)

Antikolinesterase Evaluasi untuk thimektomi


(pyridostigmine) Indikasi : thimoma atau MG
generalisata
Evaluasi resiko operasi, FVC 31
Jika tidak Resiko bagus Resiko jelek
Plasmaparesis
perbaikan atau
Tidak ada
memuaskan FVC bagus FVC jelek
Imunosupresan IVIgperbaikan
Thimektomi

Evaluasi status klinis,


immunosupresan bila ada
indikasi

A. Kolinesterase inhibitor
a. Pyridostigmine
Pyridostigmine bekerja pada otot polos, sistem saraf pusat (SSP),
dan kelenjar sekretori, di mana kerjanya memblok AChE. agen
intermediate-acting, lebih disukai dalam penggunaan klinis daripada
“short-acting” bromida neostigmine dan “long acting” klorida
ambenonium. bekerja dalam 30-60 menit, efek berlangsung 3-6 jam.
MG tidak mempengaruhi semua otot rangka yang sama, dan semua
gejala mungkin tidak dapat dikendalikan tanpa efek samping. Pada
pasien kritis atau pasca operasi, obat diberikan secara intravena (IV).
Di Amerika Serikat, pyridostigmine tersedia dalam 3 bentuk: 60-mg
tab, 180-mg timespan tablet, dan 60 mg / 5 ml sirup. Efek dari tablet
timespan bertahan 2,5 kali lebih lama. Bentuk timespan adalah sebagai
adjuvan pyridostigmine reguler untuk mengontrol gejala myasthenic
pada malam hari. Penyerapan dan bioavailabilitas tablet timespan
bervariasi antara pasien. 1
b. Neostigmine
Neostigmine menghambat penghancuran AcH oleh AChE,
sehingga memfasilitasi transmisi impuls di NMJ.Ini adalah AChE
inhibitor short-acting yang tersedia dalam bentuk oral (15 mg tablet)

32
dan bentuk yang sesuai untuk jalur IV, intramuskular (IM), atau
subkutan (SC).Waktu paruhnya 45-60 menit.Obat ini sulit diserap
dalam saluran gastrointestinal (GI) dan harus digunakan hanya jika
pyridostigmine tidak ada.1
c. Edrophonium
Edrophonium terutama digunakan sebagai alat diagnostik untuk
memprediksi respon terhadap long-acting cholinesterase
inhibitor.Seperti cholinesterase inhibitor lain, edrophonium
menurunkan metabolisme AcH, meningkatkan efek kolinergik di
NMJ.1
B. Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah agen anti-inflamasi dan imunomodulasi
digunakan untuk mengobati idiopatik dan gangguan autoimun.Obat ini
termasuk di antara para agen imunomodulasi yang pertama kali digunakan
untuk mengobati MG dan masih sering digunakan dan efektif.Obat ini
biasanya digunakan dalam kasus sedang atau berat yang tidak merespon
terhadap AChE inhibitor dan thymectomy. Pengobatan jangka panjang
dengan kortikosteroid efektif dan dapat menyebabkan remisi atau
menyebabkan perbaikan pada kebanyakan pasien. Perburukan mungkin
terjadi awalnya, perbaikan klinis ditunjukkan setelah 2-4 minggu.Agen ini
biasanya diberikan lebih dari 1 atau 2 tahun.Remisi didapatkan 30% dan
perbaikan 40%.Kortikosteroid bekerja di kedua MG baik ocular MG
maupun MG generalisata.Mereka dapat dikombinasikan dengan obat
imunosupresif lainnya untuk efek yang lebih baik dengan dosis lebih
rendah dan durasi yang lebih singkat.1
a. Prednisone
Prednisone adalah kortikosteroid yang paling umum digunakan di
Amerika Serikat. Beberapa ahli percaya bahwa administrasi jangka
panjang dari prednison bermanfaat, tetapi yang lain menggunakan obat
hanya selama eksaserbasi akut untuk membatasi efek yang merugikan
dari penggunaan steroid lama. Prednisone efektif dalam mengurangi
eksaserbasi MG dengan menekan pembentukan autoantibodi.Namun,
efek klinis sering tidak terlihat selama beberapa minggu.Peningkatan

33
signifikan, yang mungkin berhubungan dengan titer antibodi menurun,
biasanya terjadi pada 1-4 bulan.1
b. Methylprednisolone
Methylprednisolone dapat digunakan pada pasien yang diintubasi
dan pada mereka tidak dapat mentoleransi asupan oral. Ini mengurangi
inflamasi dengan menekan migrasi sel polimorfonuklear (PMN) dan
membalikkan peningkatan permeabilitas kapiler.1
C. Imunosupresan
a. Azatioprin
Azatioprin merupakan suatu obat imunosupresif, juga memberikan
hasil yang baik, efek sampingnya sedikit jika dibandingkan dengan
steroid dan terutama berupa gangguan saluran cerna, peningkatan
enzim hati, dan leukopenia. Obat ini diberikan dengan dosis 2,5 mg/kg
BB selama 8 minggu pertama. Setiap minggu harus dilakukan
pemeriksaan darah lengkap dan fungsi hati. Sesudah itu pemeriksaan
laboratorium dikerjakan setiap bulan sekali. Pemberian prednisolon
bersama-sama dengan azatioprin sangat dianjurkan. Karena efek
samping kortikosteroid, klinisi dan dokter seringkali menggunakan
steroid-sparing medications, misalnya: azathioprine, dengan dosis
yang ditingkatkan secara bertahap sampai 2-3 mg/KgBB/hari PO.
Perbaikan maksimal dicapai dalam waktu 1-2 tahun, karena kerja
azathioprine yang lebih lambat daripada kortikosteroid.Azathioprine
digunakan bersama-sama dengan kortikosteroid, bukan sebagai
monoterapi.1
b. Mycophenolate mofetil
Sebagai suatu monoterapi yang bersifat adjunctive atau
corticosteroid-sparing therapy, dengan dosis 1-1,5 g PO dua kali
sehari. Selama mimum obat ini, disarankan untuk menghindari
paparan sinar ultraviolet.Manfaat (perbaikan) klinis dapat dirasakan
setelah 1-2 bulan, sedangkan efek maksimal obat ini biasanya
dirasakan sekitar 6 bulan.Penggunaan mycophenolate mofetil
bersama-sama dengan azathioprine tidak dianjurkan.1
c. Cyclosporine
Penggunaan cyclosporine (dosis: 2,5 mg/KgBB/hari PO dibagi 2 x
sehari; setelah 4 minggu, dosis dapat dinaikkan 0,5 mg/KgBB/hari

34
dengan interval 2 minggu, sampai dosis maksimum 4 mg/KgBB/hari)
dan cyclophosphamide dapat digunakan oleh dokter yang benar-benar
paham efek samping dan dapat memonitor (tekanan darah, CBC, asam
urat, potassium, lipid, magnesium, serum creatinine dan BUN) pasien
secara ketat (setiap 2 minggu selama 3 bulan pertama terapi, lalu
setiap bulan jika pasien sudah stabil).1
D. Imunoglobulin
IVIG direkomendasikan untuk MG krisis, pada pasien dengan
kelemahan berat yang kurang terkontrol dengan agen lainnya, atau sebagai
pengganti dari pertukaran plasma dengan dosis 1 g / kg.IVIG efektif dalam
MG sedang atau berat yang memburuk menjadi krisis.Dosis tinggi IVIG
berhasil pada MG, meskipun mekanisme kerja tidak diketahui.Hal ini
digunakan dalam manajemen krisis (misalnya, myasthenic krisis dan
periode perioperatif) bukan atau dalam kombinasi dengan plasmapheresis.
Seperti plasmapheresis, ia memiliki onset yang cepat, tetapi efek
berlangsung hanya dalam waktu singkat.1
E. Plasmaparesis
Plasmapheresis (pertukaran plasma) dipercaya bekerja dengan
menghilangkan faktor humoral (yaitu, anti-ACHR antibodi dan kompleks
imun) dari sirkulasi. Hal ini digunakan sebagai tambahan untuk terapi
imunomodulator lain dan sebagai alat untuk manajemen krisis. Seperti
IVIG, plasmaferesis umumnya digunakan untuk myasthenic krisis dan
kasus-kasus refrakter. Perbaikan terjadit dalam beberapa hari, tetapi tidak
berlangsung lebih dari 2 bulan.Plasmaferesis merupakan terapi efektif
untuk MG, terutama dalam persiapan untuk operasi atau jangka pendek
pengelolaan eksaserbasi. Plasmapheresis jangka panjang teratur setiap
minggu atau bulanan bisa digunakan bila pengobatan lain tidak dapat
mengendalikan penyakit ini. Komplikasi terutama terbatas pada
komplikasi intravena (IV) akses (misalnya, penempatan garis pusat) tetapi
juga dapat mencakup gangguan hipotensi dan koagulasi (meskipun
jarang).1
F. Thimektomi
Thimektomi merupakan pilihan pengobatan yang penting dalam
myasthenia gravis (MG),terutama jika ditemukan adanya thymoma. Telah

35
diusulkan sebagai terapi lini pertama pada kebanyakan pasien dengan
myasthenia gravis (MG) umum. Thimectomi dapat menyebabkan remisi.
American Association of Neurology merekomendasikan thimectomi untuk
nonthymomatous pasien myasthenia gravis (MG) autoimun. Thimectomi
direkomendasikan sebagai pilihan untuk meningkatkan kemungkinan
remisi atau perbaikan.1

2.11. Prognosis Miastenia Gravis


a. Tanpa pengobatan angka kematian MG 25-31%
b. MG yang mendapat pengobatan, angka kematian 4%
c. 40% hanya gejala okuler.
Dalam myasthenia gravis (MG) okuler,> 50% kasus berkembang
ke myasthenia gravis (MG) umum dalam waktu satu tahun, remisi spontan
<10%. Sekitar 15-17% pasien akan tetap mengalami gejala okular selama
masa tindak lanjut rata-rata hingga 17 tahun. Pasien-pasien inidisebut
sebagai myasthenia gravis (MG) okular. Sisanya mengembangkan
kelemahan umum dandisebut sebagai generalized myasthenia gravis
(MG). Sebuah studi dari 37 pasien myastheniagravis (MG) menunjukkan
bahwa kehadiran thymoma terkait dengan gejala yang lebih buruk.1

36
BAB III
PEMBAHASAN

Berdasarkan data-data yang didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,


dan pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan pasien menderita stroke non
hemoragik/iskemik.

A. Anamnesis
Dari anamnesis data yang menunjang adalah defisit neurologis berupa
disfagia, ptosis, kelemahan suara serta kesulitan mengunyah yang diartikan
sebagai dessending parase yang dinilai progresif.
B. Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pada tanda vital nilai normal. Pada
pemeriksaan naurologis didapatkan parase pada Nc. III, V, dan X. Dimana pada
pemeriksaan neurologis didapatkan ptosis pada palpebra yang disertai diplopia,
kesulitan dalam mengunyah pada saat pemeriksaan gerakan otot rahang dan
respon menelan yang dinilai sulit pada pasien. Selain itu didapatkan pula suara
pasien yang mengecil, yang diartikan sebagai parase n. Laringeus recurens yang
mengalami parase.

37
C. Pemeriksaan penunjang

Pada pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan foto rontgen, tidak


didapatkan bukti ada tymoma yang merupakan salah satu penyebab dari terjadinya
miastenia gravis. Pemeriksaan lain yang disarankan adalah tes prostigmin, tes
tensilon dan tes wartenberg untuk menegakan diagnosis miastenia gravis secara
pasti.

D. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien adalah diberikan anticolinesterase inhibitor


dimana obat golongan ini yang digunakan adalah Prostigmin (neostigmine). Serta
diberikan kortikosteroid untuk penatalaksaan jangka panjang dimana diharapkan
dapat mengurangi keluhan pasien dan progesifitas penyakit.

KESIMPULAN

Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu
kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara
terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas 3,4. . Penyakit ini
timbul karena adanya gangguan dari synaptic transmission atau pada
neuromuscular junction3.

Sebelum memahami tentang miastenia gravis, pengetahuan tentang


anatomi dan fungsi normal dari neuromuscular junction sangatlah penting.
Membran presinaptik (membran saraf), membran post sinaptik (membran otot),
dan celah sinaps merupakan bagian-bagian pembentuk neuromuscular junction4.

Mekanisme imunogenik memegang peranan yang sangat penting pada


patofisiologi miastenia gravis, dimana antibodi yang merupakan produk dari sel B
justru melawan reseptor asetilkolin4. Penatalaksanaan miastenia gravis dapat
dilakukan dengan obat-obatan, thymomectomy ataupun dengan imunomodulasi
dan imunosupresif terapi yang dapat memberikan prognosis yang baik pada
kesembuhan miastenia gravis2,4.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Goldenberg, William. Myasthenia Gravis. 20 Januari 2012. Diunduh


darihttp://emedicine.medscape.com/article/1171206-overview, 07 Juni
2012.
2. Eric M, Eliahu S, Feen, Jose I. Myasthenia Gravis Crisis. Southern
Medical Journal. 2008; 101: 1: 69-63.
3. Keesey, John. Clinical Evaluation and Management of Myasthenia Gravis.
Muscle& Nerve. 2004; 29:505-484.
4. Myasthenia Gravis and Related Disorders of The Neuromuscular Junction.
In: Ropper A, Brown R, eds. Adam and Victor’s : Principles of Neurology
8thed. McGraw Hill. 2005; 53:1264-1250.
5. Romi, Gilhus, Aarli. Myasthenia gravis: clinical, immunological,and
therapeutic advances. Acta Neurol Scand. 2005; 111: 141-134.
6. Kumala P, Komala S, Santoso AH, Sulaiman JR, Rienita Y. Kamus saku
Kedokteran Dorland. 25 ed.EGC. 1998: 723.
7. Drachman DB. Myasthenia Gravis and Other Diseases of The
Neuromuscular Junction Kasper. In: Braunwald, Fauci, Hauser, Longo,
Jameson. Harrison’s : Principle of Internal Medicine 16 th ed. McGraw
Hill. 2005; 366: 2523-2518.
8. Burmester GR, Pezzutto A. Color Atlas of Immunology. 1sted. Thieme.
2003: 239-238
9. Myasthenia Gravis &Neuromuscular Junction (NMJ) Disorders. Diunduh
dari http://neuromuscular.wustl.edu/synmg.html#acquiredmg, 07 Juni
2012.
10. Murray, R.K, Granner, D.K, Mayes, P.A.2008. Biokimia Harper: Dasar
Biokimia Beberapa Kelainan Neuropsikiatri. Edisi 29. EGC. Jakarta.
11. Snell, Richard S., 2007. Neuro Anatomi Klinik ed. 5. EGC. Jakarta.
12. Miastenia Gravis Indonesia. 2013.
http://www.mgindonesia.org/myasthenia-gravis.html. Diakses pada
tanggal 08 April 2013.

39

You might also like