You are on page 1of 24

r

BAGIAN'
- -

FARMAKOKINETIKA DAN FARMAKODINAMIKA


Dinamika Absorpsi, Distribusi, Kerja dan Eliminasi Obat

IA
FAKTO R. FAKTO R FI SI KO KIM membran, koefisien partisi obat dalam lipid-air, dan luas
permukaan membran yang terpapar oleh obat. Untuk
DAIAM TRANSFER OBAT MELEWAII obat-obat nonelektrolit, konsentrasi obat yang tidak terikat
MEMBRAN plasma (unbound drug) pada kedua sisi membran akan
sama setelah keadaan funak (steady slale) tercapai, Pada
Baik absorpsi, disfrlbusi metabolisme, maupun ekskresl
senyawa ionik, konsentrasi keadaan tunak ini bergantung
suatu obat mencakup masuknya obat tersebut melewati
pada gradien elektrokimia ion dan perbedaan pH pada
membran sel (Gambar 1-1).
membran sehingga memengaruhi keadaan ionisasi mole-
Membran plasma tersusun atas lipid amfifatik ber-
kul pada masing-masing sisi membran.
lapis ganda dengan rantai hidrokarbon menghadap ke
bagian dalam lapisan ganda untuk membentuk fase
hidrofobik kontinu dan gugus hidrofilik menghadap ke
ELEKTROLIT LEMAH DAN PENGARUH pH Kebanyak-
luar. Molekul lipid dalam lapisan ganda bervariaslsecara
an obat merupakan asam atau basa lemah, yang jika
individu bergantung pada membran tertentu dan dapat
terdapat dalam larutan dapat berupa bentuk larut lipid
bergerak secara lateral sefta membentuk dirinya sendiri dan takterionisasi yang dapat berdifusi, atau bentuk
dengan kolesterol (misalnya, sfingolipid) sehingga mem- yang relatif tak larut lipid, terionisasi dan tidak berdifusi.
berikan membran se/ slfal-sifat sepefti fluiditas, f/ekslbi- Oleh karena itu, distribusi transmembran untuk elek-
litas, keteraturan, ketah an a n ele ktrrk, d an t mpe rme ab tlitas trolit lemah dipengaruhi oleh pK nya (pH saar 50o/o
relatif terhadap molekul yang sangat polar, Protern- bagian te rionisasi) dan gradien pH lntara dua sisi bagian
protein membran yang teftempel pada lapisan ganda membran. Rasio obat takterion ter.hadap obat terion
berlindak reseptor, saluran ion, dan penghantar jalur-jalur pada tiap nilai pH dapat dihitung menggunakan per-
sinyal elektrik dan kimia; banyak dari protein ini me- samaan Henderson-Hasselbach:
rupakan target dari obat-obatan, Membran sel relatif per-
meabel terhadap air dan aliran air yang besar dapat
[Bentuk terprotonasil
membawa serla molekulobat berukuran kecil (<200 Da). loo
o = pK,, - pH (1- 1)
Transpor paraselular melalui celah antarsel cukup besar [Bent .k takterptotonasi]
sehingga laluan molekul menembus sebagian besar
kapiler darah dibatasi oleh kecepatan aliran darah (misal- Persamaan ini menghubungkan pH media di sekitar
nya, filtrasiglomerulus). Kapiler sistem saraf pusaf (SSP) obat dan konstanta disosiasi asam dari obat (pK) de-
dan berbagai jaringan epitelial memiliki tautan antarsel ngan rasio antara bentuk terprotonasi (HA atau BH-)
yang sempit sehingga membatasi transpor paraseluler. dan bentuk takterion (A-atau B). Dalam hal ini, HA -+
TRANSPOR MEMBRAN PASIF
A'+ H* (4 = tAl[H.]/[HA]) menjelaskan disosiasi
asam dan BH. -+ B + H. (4 = tBl[H.]/[HB.]) men-
Pada transpor pasif, molekul-molekulobat umumnya ber-
jelaskan disosiasi bentuk basa terprotonasi. Pada keadaan
penetrasi dengan cara difusi berdasarkan gradien konsen-
trasi obat yang bergantung pada kelarutannya dalam tunak, obat yang bersifat asam akan telakumulasi pada
lapisan ganda lipid. Transpor jenis iniberbanding langsung bagian membran yang lebih bersifat basa dan obat yang
dengan besarnya gradien konsentrasi antara dua sisi bersifat basa akan terakumulasi pada bagian membran
2 secrAN I Prinsip Umum

GAMBAR 1'1Hubungan antara absorpsi, distribusi, pengikatan, metabolisme, dan ekskresi suatu
obat dan konsentrasinya pada tempat ker1a. Kemungkinan-kemungkinan distribusi dan pengikatan metabolit
sehubungan dengan kerja potensial obat pada reseptor tidak diperhitungkan.

yang lebih bersifat asam, fenomena ini disebut dengan secara oral diabsorpsi dan masuk ke dalam sistem sir.-
penanghapan ion. kulasi sistemik. Bioavailabilitas akan turun secara signi-
fikan jika eliminasi obat melalui hati sangat besar. (efek
ABSORPSI OBAI; BIOAVAILABILITAS lintas pertama). Penurunan availabilitas ini merupakan
DAN RUTE PEMBERIAN fungsi dari sisi anatomis rempar proses absorpsi terjadi.
Faktor anaromis, fisiologis dan patofisiologis lain dapat
Absorpsi merupakan pergerakan obat dari tempat pem- memengaruhi bi oavailabil itas (l i h at bawah), dan p ilihan
beriannya menuju kompartemen pusat (Gambar 1-1) rute pemberian obat harus didasarkan pada pemahaman
dan besarnya proses ini Pada absorpsi sediaan padat, akan kondisi-kondisi tersebut.
tablet atau kapsul harus terdisolusi terlebih dahulu
sehingga memlepaska n zat akrif yang akan diabsorpsi ke INGESTIORAL
sirkulasi lokal; dari sini obat tersebut akan didistribusi- Absorpsi suatu obat dari saluran pencernaan diatur oleh
kan ke tempar kerjanya. Bioauailabilitas menunjukkan beberapa faktor, seperti luas permukaan untuk absorpsi
tingkat fraksional dari jumlah obat yang mencapai kecepatan aliran darah menuju tempat absorpsi, bentuk
tempat keLjanya, dengan memperhitungkan, sebagai fisik obat (larutan, suspensi atau sediaan padat), ke-
contoh, efek metabolisme hepatik dan ekskresi empedu larutan dalam air, dan konsentrasi obat pada daerah
yang mungkin terjadi sebelum obat yang diminum absorpsi. Untuk sediaan padat, kecepaan disolusi obat

l1 0001 1001 =[HA] +[A-]

-; A-+ H*
GAMBAR 1-2 Pengaruh pH terhadap partisi senyawa asam lemah
(pK"= 4,4) antara plasma (pH = 7,4) dan getah lamhung (pH = 1,4) yang
dipisahkan oleh sawar lipid. Membran mukosa lambung bertindak sebagai
sawar lipid yang hanya permeabel untuk bentuk asam yang taklerion dan
[0,001] 1,001 =[HA] +[A-] larut lipid. Perbandingan antara bentuk obat yang takterion dan terion pada

:A'+H* masing-masing pH dapat dihitung dengan mudah menggunakan persamaan


Henderson-Hasselbach yang menghubungkan pH medium dan konstanta
disosiasi zat aktif (pK,) dengan perbandingan bentuk terprotonasi (HA) dan
Asam lemah HA " A-+ H* PK" = 4,4 takterprotonasi (A-). Prinsip yang sama juga berlaku untuk obat-obat yang
Takterion " Terion merupakan basa lemah (BHt <_> B + H.).
BAB 1 Farmakokinetika dan Farmakodinamika 3

dapat menjadi faktor pembatas yang memengaruhi ab- ABSORPSI TRANSDERMAL


sorpsi zat aktifnya. Karena kebanyakan absorpsi pada Kemampuan obat untuk beryenetrasi menembus kulit utuh
saluran cerna berlangsung secara dlfusl paslfl absorpsi bergantung pada luas permukaan tempat obat tersebuf
obat pada saluran cerna akan lebih baik apabila obat diberikan dan kelarutan obat dalam /tpld (lihat Bab 63).
berada datam bentuktakterion dan lebih lipofil. Epitelium Lapisan dermis sangat permeabel terhadap banyak zat
lambung ditapisi oleh lapisan mukosa tebal dan memiliki
sehingga absorpsi obat secara sistemikteriadi lebih cepat
luas permukaan yang kecil; sebaliknya, vili penyusun pada kulit yang mengalami inflamasi, terkelupas, terbakar,
usus halus bagian atas memiliki luas permukaan yang
atau kulit yang terbuka. Efek yang tidak diinginkan dapat
sangat besar (-200 m'?). Oleh karena itu, kecepatan
disebabkan o/eh absorpsl senyawa yang sangat larut lipid
absorpsl obat di usus akan lebih besar dibandingkan de-
melalui kulit (misalnya, lnsekflslda larut lipid dalam pelarut
ngan dilambung walaupun obat umumnya berada dalam
organik). Absorpsi transdermal dapat ditingkatkan dengan
bentuk terion dl usus halus dan umumnya takterion di
tambung. Faktor-faktor yang dapat mempercepat waktu mensuspensikan obat dalam pembawa berminyak dan
pengosongan lambung umumnya akan meningkatkan mengoleskan sediaan pada kulit lalu dilaniutkan dengan
kecepatan absorspsl obaf, begitu pula sebaliknya. Pengo' pemijatan. Hidrasi kulit menggundkan pembalut oklusif
songan lambung sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh d apat meningkatkan absorpsi secara transdermal.

berbagai faktor.
PEMBERIAN SECARA REKTAL
Obat-obat yang dirusak o/eh sekresl lambung atau
yang dapat mengiritasi lambung seringkali diberikan Pemberian melalui rektaldapat dilakukan iika pemberian
dalam bentuk salut enterik yang akan mencegah diso/usl secara oraltidak dimungkinkan, seperti pada pasien yang
obat tersebut dalam cairan lambung yang asam' Metode pingsan atau muntah, walaupun pemberian obat dengan
salut enteriktersebut sangat berguna untuk obat sepefti cara inilebih sulit untuk diprediksl. Sekrfar 50% dari obat
aspirin yang dapat mengiritasi Iambung. yang diabsorpsi melalui rektum akan terhindar dari hati
s;ehingga mengurangi efek metabolisme lintas pertama.
Sediaan Lepas Terkendali
INJEKSI PARENTERAL
Kecepatan disolusi obat yang rendah dalam cairan salur-
an cema merupakan dasar dai sedlaan lepas terkendali, lntravena
lepas diperpanjang, lepas berkelanjutan, dan kerja diper'
Faktor-fat<tor yang berkaitan dengan absorpsl dapat di
lama yang dirancang untuk menghasilkan absorpsi obat
abaikan apabila obat diberikan secara intravena karena
yang lambat dan seragam selama B iam atau lebih
bioavailabilitas obat teriadi dengan cepat dan sempurna.
Bentuk sediaan seperti ini sudah banyak digunakan pada
Setain itu, pemberian obat dapat dikendalikan, dapat
kategori obat-obatan yang umum. Sediaan ini memiliki
disesuaikan dengan kondisi pasien.dan dapat dicapaike-
beberapa kelebihan, antara lain dapat mengurangi fre-
tepatan dosis dan kecepatan yang tidak mungkin dicapai
kuensi pemberian obat iika dibandingkan dengan bentuk
dengan menggunakan pembeian melalui rute lain. Larul
sediaan konvensional (kemungkinan diikuti dengan
an yang mengiitasi juga hanya dapat diberikan dengan
peningkatan kepatuhan pasien), meniaga efek terapeutik
cara ini karena obat tersebut, iika diinieksikan perlahan,
semalaman, dan menurunkan keiadian dan/atau inten-
akan diencerkan oleh darah. Ada kalanya obat diinieksikan
silas efek-efek yang tidak diinginkan (dengan menghindari
tangsung ke pembuluh afteri dengan tuiuan untuk me-
puncak-puncak konsentrasi obat) dan kadar efek non-
Iokalisasi efek. Senyawa diagnostik kadang diberikan
terapi obat dalam darah (dengan menghindari palung-
melaluirute ini (contdhnya, albumin dari serum manusia
palung konsentrasi) yang teriadi setelah pemberian obat-
yang ditandai dengan technetium).
obatan pelepasan segera. Sediaan dengan pelepasan
Reaksi-reaksi yang tidak diinginkan dapat teriadi iika
terkendali, walaupun lebih mahal, sangat sesuai untuk
konsentrasi sementara obat atau pembawanya yang
obat yang mempunyait,,rsingkat (<4 iam), ketika tingkat
sangat tinggi tercapai dengan cepat pada plasma atau
kepatuhan pasien meniadi penentu keberhasilan atau
jaringan. Pada kondisi terapeutik teftentu obat dapat
kegagalan terapi.
disarankan untuk diberikan sebagai inieksi bolus (contoh-
PEMBERIAN SUBLINGUAL nya, aktivator plasminogen iaringan), sedangkan pada
dai mulut ialah menuiu vena kava super- kondisi terapeutik lainnya, obat sebaiknya diberikan de'
Drainase vena
yang aKan metindungi obat-obatan yang sangat larut, ngan peilahan (contohnya, antibiotik).
ior,

seperfi nitrogliserin, darl metabolisme lintas pertama Subkutan


yang cepat oteh hati. Jika tablet nitrogliserin teftelan,
Pemberian injeksi secara subkutan hanya dapat dilaku-
metabolisme hepatik dapat meniadakan nitrogliserin aktif
kan untuk obat-obatan yang tidak mengiritasi iaringan;
d alam sirkulasl sistemik.
BAGIAN I Prinsip Umum

jika tidak cara ini, dapat menyebabkan nyeri hebat, ne- APLIKASITOPIKAL
krosis, serla kematian jaringan. Kecepatan absorpsi obat
sefe/ah pemberian secara subkutan seringkali cukup Membran Mukosa
konstan dan lambat sehingga menghasitkan efek diper- Obalobat yang diberikan pada me,mbran mukosa kon-
lama. Selain itu, perubahan waktu absorpsi obat dapat jungtiva, nasofaring, orofaring, vagina, kolon, uretn dan
diatur dengan menggunakan berbagai metode, misatnya kandung kemih lebill ditujukan untuk memberikan efek
pada injeksi tnsulin yang rnenggunakan pengaturan ukur- lokal.
an paftike[ kompleksasidengan protein dan pH. Absorpsi
Mata
obat yang diimplantasikan ke dalam kulit dalam bentuk
pelet padat akan berlangsung secara perlahan selama Obalobat mata yang diberikan secara topikal yang di-
beberapa minggu sampai beberapa bulan; beberapa manfaatkan untuk memberikan efek lokal (ihat Bab 631
jenis hormon (misalnya, kontrasepsi) sangat efektif di- juga membutuhkan absorpsi obat metalui kornea; infeksi
berikan dengan cara sepefti ini. atau benturan pada kornea dapat mempercepat absorpsi
obat. Slsfem penghataran oftalmik yang memberikan
lntramuskular
durasi kerja diperlama (misatnya, suspensi atau salep)
Larutan obat dalam air yang diberikan secara intra- sangat berguna, seperti halnya sisipan okular yang mem-
muskular akan diabsorpsi dengan cepat bergantung berikan penghantaran obat secara berkelanjutan.
pada kecepatan aliran darah ke tempat injeksi dan kom-
posisi lipid-otot pada daerah pemberian. Absorpsi dapat BIOEKUIVALENSI
diatur hingga tingkat terlentu dengan pemanasan lokal, Produk-produk obat dapat dianggap ekuivalen secara
pemijatan atau olahraga. Secara umum, kecepatan farmasetik jika produk-produk tersebut mengandung zat
absorpsi obat yang diberikan secara injeksi dengan aktif yang sama dengan kekuatan atau kgnsentrasi,
pembawa air akan lebih cepat jika diinjeksikan pada otot
bentuk sediaan, dan rute pemberian yang sama. Dua
deltoid atau vastus lateralis dibandingkan pada otot produk obat yang ekuivalen secara farmasetis dapat di-
g/uteus maximus. Pada perempuan, kecepatan untuk
katakan bioekuivalen jika kecepatan dan tingkat bio-
injeksi pada otot gluteus maximus umumnya akan lebih
availabilitas zat aktif dalam kedua produk tersebut tidak
lambat. Absorpsi yang lambat dan konstan dari daerah
berbeda secara signifikan pada kondisi uji yang sesuai.
injeksiintramuskular akan diperoleh jika pembawa obat
berupa minyak atau repository (depoU.
DISTRIBUSI OBAT
lntratekal
Setelah absorpsi atau pemberian secara sistemik ke dalam
Sawar darah-otak dan sawar darah-cairan serebrosipnal
sering kali menghalangi atau memperlambat masuknya
pembuluh darah, obai akan rer-distr.ibusi ke dalam cairan
obat ke dalam sistem saraf pusat. Oleh karena itu, jika interstitial dan antarsel rerganrung pada sifat-sifat fisiko-
efek lokal dan cepat pada meninges dan sumbu sere- kimia khusus dari obat tersebut.-Curah jantung, aliran
brospinal ingin diperoleh, obat terkadang diinjeksikan darah regional, permeabilitas kapiler, dan'volumi jaring.
secara langsung ke dalam rongga spinal subaraknoid. an akan menentukan kecepatan penghataran dan jumlJh
Pengobatan untuk tumor otak dapat dilakukan dengan potensial obat yang didistribusikan lie j aringan. pertama-
memberikan obat-obatan melalui injeksi intraventrikular. tama, kebanyakan obat akan didistribusikan ke hati,
ginjal, otak dan organ-organ dengan perfusi baik lainnya,
ABSORPSI PULMONARI sedangkan penghantaran obat ke jaiingan otot, viseral,
Obat-obat yang mudah menguap atau dalam bentuk gas kulit dan lipid berlangsung lebih lambai. Fase kedua dari
dapat dihirup
d an diabsorpsi melalui epitel pulmon ari dan distribusi ini membutuhkan beberapa menir sampai
membran mukosa pada sistem pernapasan. Obat dapat beberapa jam sebelum konsentrasi obat di jaringan ter.-
dengan cepat masuk ke dalam slslem srrkulasi melalui sebut sama dengan
pemberian secara inhalasi karena luas permukaan paru-
lalg di darah. Fase kedua ini juga
melibatkan massa tubuh yang lebih besar dibandingka'n
paru sangat besar f
140 m2) dan efek metabolisme |intas distribusi fase awal dan secara umum -.ryal,i*".,
pertama dapat dihindari. Prinsip yang mengatur absorpsl sebagian besar obat yang terdistribusi secara ekstra-
dan ekskresi gas anastetik serla gas-gas terapi lainnya vaskular. Distribusi obat ke dalam cairan interstitial akan
dibahas dalam Bab 13 dan 15. berlangsung cepat kecuali pada otak. Oleh karena itu,
BAB I Farmakokinetika dan Farmakodinamika 5

distribusi obat pada jalingan ditentukan dari partisi obat akan sama dengan yang ada dalam plasma ketika ke-
antara darah dan jaringan tersebut. setimbangan dlstribusl tercapa| kecuali jika melibatkan
transpor tefasilitasi pembawa. Pengikatan obat pada
PROTEIN PLASMA. Banyak dari obat-obatan yang plasma juga membatasijumlah obat yang difiltrasimelalui
bersikulasi dalam alilan darah akan mengikat protein glomerulus karena proses ini tidak langsung mengubah
plasma secara reversibel. Aibumin merupakan pembawa konsentrasl obat bebas dalam plasma (air juga difiltrasi).
utama untuk obat-obat yang bersifat asam, sedangkan lkatan dengan protein plasma juga membatasi peng-
asam cr,-glikoprotein berikatan dengan obat-obat yang hantaran dan metabolisme obat tersebut, kecuali jika
bersiFat basa. Ikatan non-spesifik dengan protein plasma proses lersebut efisien, dan bersihan obat, dihitung ber-
jenis lain umumnya terjadi untuk kasus-kasus tertentu dasarkan obat bebas, melebihi aliran plasma organ.
yang sangat jarang. Selain itu, obat-obat tertentu dapat
pula berikatan dengan protein yang berfungsi sebagai IKATAN DENGAN JARINGAN, Banyak obat teraku-
protein pembawa hormon tertentu, misalnya pengikatan mulasi dalam jaringan dalam konsentlasi yang lebih
h o rmo n tiro id oleh globulin pengikat-tiroksin. tinggi dibandingkan dalam cairan ekstraselular dan
Fraksi total obat yang terikat dalam plasma di- darah. Ikatan obat dengan jaringan ini biasanya terjadi
tentukan oleh konsentrasi obat tersebut, afinitas dari dengan konstituen selular sepelti plotein, fosfolipid,
tempat ikatan obat, dan banyaknya tempat ikatan, Ke- atau protein-protein inti dan umumnya berikatan se-
bayakan obat men-riliki rentang terapeutik konsentrasi cara reversibel. Sejumlah besar fraksi obat dalam tubuh
plasma yang terbatas; oleh karena itu, tingkat fraksi dapat ditemukan dalam jaringan dan bertindak sebagai
obat terikat dengan takterikat relatifkonstan. Banyaknya reservoir yang memperpanjang kerja obat pada jaringan
obat yang berikatan dengan protein plasma dapat pula yang sama atau pada tempat berbeda yang dicapai
dipengaruhi oleh faktor penyakit (misalnya, hipoalbu- melalui sirkulasi darah. Efek toksik lokal dapat timbul
minemia). Kondisi yang memerlukan perawatan fase jika terjadi akumulasi dan pengikatan obat dengan
akut (misalnya, kanker; artritis, infark miokardial, dan jaringan seperti ini.
penyakit Crohn) dapat menyebabkan tingginya jumlah Lemak sebagai reservoir
asam cr,-glikoprotein dan meningkatnya pengikatan
Banyak obat larut lipid disimpan dalam lemak netral dalam
obat basa.
bentuk larutan fisik. Pada penderita obesifas, kandungan
Obat-obat yang memiliki kemiripan sifat fisikokimia dapat lemak dalam tubuh dapat mencapai 50% dari massa
berkompetisi satu dengan yang lain dan iuga dengan tubuh, bahkan pada orang yang kurus, lemak menyusun
senyawa-senyawa endogen untuk beikatan dengan 10% massa tubuh; oleh karena itu, Iemak dapat berlidak
protein plasma. Efek toksik obat yang muncul akibat sebagal reseruoir untuk obat yang larut lipid. Lemak
kompetisi antar-obat untuk berikatan pada tempat ikatan merupakan reseruoir yang cukup stabil karena kecepatan
bukan merupakan masalah klinis bagi kebanyakan obat. aliran darah disekitarnya relatif rendah.
Konsentrasi obat bebas pada keadaan tunak hanya akan
berubah secara signifikan jika terjadi perubahan kecepat- REDISTRIBUSI Terminasi efek obat setelah peng-
an pendosisan atau bersihan obat bebas fersebuf fihat hentian obat mungkin disebabkan oleh redistribusiobat
Persamaan (1-2)1. Jadi, konsentrasi obat bebas pada dari tempat kerjanya ke jaringan atau bagian tubuh yang
keadaan tunak tersebut tidak dipengaruhi oleh banyak- lain. Redistribusi merupakan faktor penting untuk obat-
nya obat yang berikatan dengan protein plasma. Namun, obatan yang sangat larut lipid untuk kerja di otak atau
untuk obat-obat yang memilki indeks terapi sempit, per- sistem kardiovaskular yang diberikan dengan cara injeksi
ubahan kecil pada konsentrasi obat bebas akibat pem- atau inhaiasi. Obat ini akan mencapai konsentrasi mak-
berian dosls obat berkompetisi untuk ikatan yang sama simal di otak dalam hitungan detik setelah diberikan
dapat menimbulkan masalah, seperfl pada penggunaan secara intravena; konsentrasi plasma obat kemudian
antikoagulan warfarin. menurun ketika obat tersebut berdifusi ke jaringan lain,
Penting untuk diketahui bahwa ikatan antara obat seperti otot. Konsentrasi obat di otak akan mengikuti
dengan protein plasma akan membatasi konsentrasi obat konsentlasi obat di plasma karena ada sedikit ikatan
yang akan masuk ke dalam jaringan dan tempat kerianya antara obat dengan konstituen otak. Oleh karena itu,
karena hanya obat bebas (dalam bentuktal<terikat) yang onset kerja dan telminasi obat berjalan dengan cepat,
terdapat dalam kondisi setimbang dalam jaringan. Jad| berhubungan langsung dengan konsentrasi obat dalam
konsentrasi obat aktif dan bebas dalam cairan intrasel otak.
6 secIAN I prinsip Umum

SISTEM SARAF PUSAT DAN CAIRAN SEREBRO. mendapat perhatian bukan karena banyaknya obat yang
SPINAL Sel-sel endotelial dari kapiler otak memiliki dieliminasi, melainkan karena dapat menyebabkan efek
tautan lapat kontinu; jadi, penetrasi obat ke dalam otak farmakologis yang tidak diinginkan pada bayi yang
lebih bergantung pada rranspor transelular dibanding- disusui. Ekskresi dari paru-paru khususnya penting
kan tlanspor palaselular, Sifat khas sel-sel endotelial untuk eliminasi gas anestesi (libatBab 13).
kapiler otak dan sel-sel glia perikapiler membentuk
sawar darah-otak. Pada pleksus koroid terdapat sawar EKSKRESI RENAL Ekr.esi obat dan metabolitnya
serupa, yakni sawar darah-cairan serebospinal, yang di- dalam urine melibatkan tiga proses berbeda, yairu:
susun oleh tauran sel epitelial yang rapat. Oleh karena filtrasi glomerulus, sekresi tubular aktif, dan reabsorpsi
itu, kelarutan obat bebas dan takterion dalam lipid akan tubular pasif. Perubahan dalam keseluruhan fungsi renal
menentukan pengambilan obat tersebut oleh otak; umumnya akan memengaruhi ketiga proses pada
semakin lipofil suatu obat, semakin mungkin obat ter- tingkat yang sama. Pada bayi baru lahir, fungsi ienal
sebut menembus lapisan sawar darah-otak. Obat juga masih rendah dibandingkan dengan massa tubuh,
dapat berpenetrasi ke sisrem saraf pusat melalui peng- namun akan cepat berkembang dalam beberapa bulan
angkut ambilan khusus (Bab 2). pertama. Ketika dewasa, fungsi ginjal akan menurun
-_17o setiap tahun sehingga pasien geriatri sering meng-
TRANSFER OBAT MELALUI PLASENTA Tiansfer alami gangguan fungsi ginjal.
obat melalui plasenta merupakan hal yang perlu diper- Jumlah obat yang masuk ke lumen tubular melalui
hatikan karena dapat menyebabkan abnormalitas pada filtrasi belgantung pada kecepatan filtrasi glomerulus dan
fetus yang sedang berkembang. Faktor-faktor yang me- tingkat keterikatan obat dengan plasma; hanya obat
nentukan kemampuan suatu obat dalam menembus bentuk bebas akan difiltrasi. Dalam tubulus renal prok-
plasenta ialah kelarutannya dalam lipid, banyaknya obat simal, sekresi tubular aktif atau terfasilitasi pembawa juga
yang terikat plasma dan derajat ionisasi dari obat asam dapat menyalurkan obat ke cairan tubular. Ti.ansportir
atau basa lemah. Plasma pada fetus (pH 7,0-7,2) sedikit seperti P-glikoprotein dan protein resisten multiobat tipe
lebih asam dibandingkan plasma milik ibunya (pH7,4) 2 yang berkaitan (MRPZ), yang berlokasi di membran
sehingga dapat memerangkap obat yang bersifat basa. paras sikat (brush-border) bertanggung jawab untuk
Akan tetapi, pandangan yang menganggap bahwa pla- sekresi anion amfifatik dan metabolit terkonjugasi (misal-
senta fetus merupakan sawar absolut terhadap obat me- nya, glukoronida, sulfat, dan produk adisi glutation)
rupakan sesuatu yang sangat keliru, anrara lain kalena (lihat Bab 2 dan 3). Tiansporter kaset pengikat ATP
adanya transporter yang dapat membawa obat-obat lAdenosine triposphate (NP)-bindding cassette (ABC)I
melewati plasenta. Pada tingkat rerrenru, ferus terpapar yang lebih selektif untuk obat-obat kation organik terlibat
pada semua obat yang dikonsumsi oieh ibunya. dalam sekresi basa organik. Thansporter membr.an, yang
umumnya berlokasi di rubulus renal distal, juga berfungsi
EKSKRESI OBAT untuk reabsorpsi aktif obat dari lumen tubular kembali
masuk ke sirkulasi sistemik.
Obat-obatan dieliminasi dari dalam tubuh baik dalam Bentuk takterion dari obat asam atau basa lemah
bentuk yang tidak diubah oleh proses ekskresi maupun mengalami reabsorpsi pasif di dalam tubulus proksimal
diubah menjadi metabolit (lihat Bab 2 dan 3). Organ- dan distal. Gradien konsentrasi difusi-balik terjadi
organ pengeluaran, kecuali paru-paru, mengeliminasi karena reabsorpsi air bersama Na- dan ion organik
senyawa-senyawa polar secara lebih efisien dibandingkan lainya. Reabsorpsi pasif elektrolit lemah dalam bJntuk
senyawa-senyawa dengan kelarutan dalam lipid yang terion-nya bergantung dari pH obat kar.ena sel-sel
tinggi. Senyawa-senyawa larut lipid tersebut baru akan tubuluar kurang permeabel untukzat-zat ini. Jika ur.ine
dikeluarkan dari tubuh ketika sudah mengalami meta- tubular dibuat lebih alkalis, asam lemah akan banyak
bolisme menjadi senyawa yang lebih polar. terion dan oleh karena itu lebih cepat diekresikan dalam
Ginjal merupakan organ yang paling penring unruk jumlah yang lebih banyak. Ketika urine tubular menjadi
mengeluarkan obat-obatan dan hasil metabolitnya. lebih asam, fraksi obat terion akan menurun begitu juga
Materi yang diekskresi melalui feses umumnya merupa- dengan eklesinya. Alkalinisasi dan asidifikasi urine akan
kan obat oral yang tidak diserap atau metabolit obat memberikan efek yang sebaliknya pada ekskresi senyawa
yang diekskresi baik dalam empedu maupun disekresi- basa lemah. Alkalinisasi dan asidifikasi urine yang sesuai
kan langsung ke saluran cerna dan tidak diabsorpsi untuk mempercepat ekskresi suatu obat dapat dilakukan
kembali. Obat-obat yang dikeluarkan melalui ASI perlu untuk penaganan kasus-kasus keracunan obat.
BAB I Farmakokinetika dan Farmakodinallrrika 7

METABOLISME OBAT Bersihan


Ekskresi obat dalam keadaan tidak diubah melalui ginjal Bersihan merupakan konsep yang paling penting untuk
hanyalah sebagian'dari keseluruhan eliminasi ob"I d".i dipahami ketika merancang regimen rasional untuk
tubuh karena senyawa lipofil yang melewati filter glome- obat yang akan diberikan dalam waktu lama. Dokter
rulus umumnya direabsorsi ke sirkulasi sistemik ketika biasanya ingin menjaga konsentrasi obat dalam suatu
melewati tubulus ginjal. Metabolisme obat dan senyawa jendela terapi yang berhubungan dengan efikasi telapi
xenobiotik lain menjadi lebih hidrofil sangat penting dan toksisitas minimum untuk suatu senyawa. Dengan
bagi eliminasinya dari tubuh, demikian juga bagi ter- menganggap bahwa suatu obat memiliki bioavailabilitas
minasi efek biologis dan efek terapinya. Secara umum, sempurna, konsentrasi keadaan tunak dalam tubuh
reaksi biotransformasi menghasilkan metabolit yang akan tercapai saat kecepatan eliminasi obat sama dengan
lebih polaL dan tidak aktifyang mudah dikeluarkan dari keceparan absorpsinya.
tubuh. Akan tetapi, terkadang dihasilkan metabolit de- Jadi:
ngan aktivitas potensial biologis dan sifat toksis yang I{ecepatan pendosisan = CL. C., (1-2)
lebih tinggi.
dengan CL adalah bersihan obat dari sirkulasi sistemik
Reaksimetabolisme atau biotransformasi obat dapat di-
dan C, adalah konsentrasi obat saat keadaan tunak.
bagi menjadi dua fase, yaitu reaksi fungsionalisasl se-
bagai fase 1 dan reaksi bloslnfesls (konjugasi) sebagai Enzim-enzim pemetabolisme dan transpofter (ihafBab 2
fase 2. Slstem enzim yang terlibat dalam proses blo- dan 3) biasanya tidak dalam keadaan jenuh sehingga ke-
transformasi obat kebanyakan berada di hati, walaupun cepatan absolut dai eliminasi obat memiliki biasanya
tiap jaringanyang diperiksa juga memilki aktivitas meta- merupakan fungsi linear (orde peftama) dari konsenfrasi
bolisme. (Lihat Bab 3 untuk bahasan terperinci tentang obat tersebut dalam ptasma, ketika fraksi obat yang
metabolisme) konstan dalam tubuh dieliminasi per satuan waktu: Jika
mekanisme eliminasi suatu obat mengalami kejenuhan,
kinetikanya akan mendekati orde nol dan jumlah obat
FARMAKOKINETIK KLINIS yang dieliminasi dari tubuh akan konstan per satuan
Falmakokinetik klinis mempelajari hubungan antara waktu. Bersihan obat adatah perbandingan kecepatan
efek farmakologi obat dan konsentrasinya yang dapat eliminasi obat melalui semua rute tekadap konsentrasi-
diukur (misalnya, dalam darah atau plasma). Ada bebe- nya dalam cairan biologis tempat pengukuran dapat
rapa obat yang tidak memiliki hubungan yang jelas atau dilakukan:
sederhana antara efek farmakologi dan konsentrasinya
CL = kecepatan elimrnasi/C (1-3)
dalam plasma, sementara untuk beberapa obat, tidak
praktis untuk melakukan pengukuran konsentrasi secara Jadi, ketika nilai bersihan obat konstan, kecepatan plimi-
rutin saat melakukan pemantauan terapeutik. Secara nasinya akan berbanding lurus dengan konsentrasi'obat.
umum, konsentrasi obat pada tempat kerjanya akan Bersihan merupakan volume cairan biologis, sepefti
berkaitan dengan konsentrasi obat tersebut dalam sir- darah atau plasma, tempat obat akan dikeluarkan secara
kulasi sistemik. Efek farmakologi yang dihasilkan dapat menyeluruh dari tubuh (contohnya, ml/menit/kg). Bersih-
berupa efek klinis yang diharapkan, atau efek toksik an dapat dibedakan lebih lanjut menjadi bersihan darah
atau efek yang tidak diinginkan. Farmakokinetika klinis (CL) dan bersihan plasma (CL), tergantung pada peng-
menyediakan suatu pola kerja. Dalam pola kerja ini, ukuran yang dilakukan (C, C)
dosis obat dapat disesuaikan. Bersihan obat oleh berbagai organ bersifat aditif.
Variabel fisiologis dan patofisiologis yang menentu- Eliminasi obat dapat terjadi dari proses yang berlangsung
kan penyesuaian dosis pada tiap pasien sering kali di daluran cerna, ginjal, hati, dan organ lainnya. Hasil
merupakan hasil dari modifikasi parameter farmako- bagi dari kecepatan eliminasi obat oleh masing-masing
kinetik. Empat parameter utama yang mqmengaruhi organ dengan konsentrasi obat (misalnya, konsentrasi
dalam plasma) akan menghasilkan nilai bersihan untuk
disposisi obat adalah: bersihan, ukuran dari efisiensi
organ tersebut. Hasil penjumlahan dari bersihan organ-
tubuh dalam mengeliminasi obat; uolume distribusi,
organ tersebut merupakan nilai bersihan total:
ukuran dari ruang nyata dalam tubuh yang tersedia
untuk mengandung obat tr,reliminasi, ukuran kecepat- CL ,+CL. +CL. =CL
n' t,.'r (1-4)
an pembuangan obat dari tubuh; dan bioauailabilitas,
fraksi obat yang terabsorpsi dalam bentuk asalnya ke Bersihan slsfemlk juga dapat ditentukan pada keadaan
dalam sirkulasi sistemik. tunak menggunakan persamaan (1-2). Bersihan slslemlk
8 sechN I prinsip umum
untuk suatu obal dosis tungga! dengan bioavaitabilitas laki-laki (70 kg) adalah 3 L, volume darahnya sekitar.
sempurna dan mengikutikinetika eliminasi orde peftama 5,5 L, volume cairan ekstraselular selain plasma adalah
dapat diperoleh dari perbandingan massa dan hasilinter- 12L, danvolume total air dalam tubuh sekitar 4Z L.
grasi Persamaan (1 -3) terhadap waktu:
Banyak ob at memiliki volume.distribusi melebihi nilai-nil ai
CL = Dosis/AUC (1-s) ini (lihaI Lampiran ll dai buku Edisi ke-I1 untuk bahasan
dengan AUC adalah total daerah di bawah kurva yang umum). Untuk obat yang terikat kuat dengan protein
plasma tetapi tidak teikat dengan komponen jaringan,
menggambarkan konsentrasi obat terukur dalam sirkulasi
volume dlsfribusl akan mendekati volume plasma karena
sisfemk sebagai fungsi waktu (dari not ke tak hingga)
ikatan obat pada plasma dapat diukur. Sebaliknya, obat-
sepefti pada Gambar 1-5.
obat teftentu memiliki volume distribusitinggi, walaupun
BERSIHAN HEPATIK terikat dengan albumin, karena obat-obat inijuga menem-
patitempat lain.
Untuk obalobat yang dikeluarkan secara efisien dari darah
melalui proses hepatik (metabolisme dan/atau ekskresl Volume dlstribusl obat dapat berbeda-beda ber-
gantung pada derajat ikatan relatif dengan tempat ikatan
obat ke dalam empedu), konsentrasi obat dalam darah
yang keluardari hati akan sangat rendah. Akibatnya, rasio berafinitas tinggi pada reseptor, protein plasma dan jaring-
an, koefisien partisi obat dalam lemak, dan akumulasi di
ekstraksi akan mendekati satu, dan bersihan obat dari
jaringan dengan pelusi yang buruk. Selain itu, faktor
darah akan dibatasi oleh aliran darah hepatik (contohnya,
usia, jenis kelamin, komposisitubuh dan adanya penyakit
obat dengan bersihan srsfemlk >6 ml/menit/kg)
juga dapat memengaruhi volume disfribusi suatu obat.
BERSIHAN RENAL Sebagai contoh, total air pada bayi berusia kurang dari 1
Bersihan renal suatu obat ditunjukkan oteh munculnya tahun adalah 75-80% dari berat tubuhnya, sedangkan
obat di urine. Kecepatan filtrasi obat bergantung pada untuk laki-laki dewasa adalah 60% dan wanita dewasa
volume cairan yang difiltrasi dalam glomerulus dan adalah 55%.
konsentrasi obat bebas dalam plasma karena obat yang Volume disfnbusi yang diberikan pada persamaan
1-6 menganggap tubuh sebagai komparlemen homogen
terikat dengan protein tidak dapat difiltrasi. Kecepatan
sekresi obatoleh ginjal bergantung pada bersihan instrisik lunggal. Pada model satu kompartemen ini seluruh obat
yang diberikan langsung masuk ke kompaftemen pusat,
obat tersebut oleh transporter yang terlibat dalam sekresi
aktif sepefti juga dipengaruhi oleh ikatan obat dengan dan distribusi obat akan langsung te4adi di seluruh
protein plasma, derajat kejenuhan transpofter, volume (V). Bersihan obat dari model kompartemen ini
dan
kecepatan penghantaran obat ke tempat sekretori. Selain berlangsung mengikuti kinetika orde pertama; yaitu,
jumlah obatyang dieliminasiper satuan waktu bergantung
itu, proses yang terlibat dalam reabsorpsi obat dari cairan
pada jumlah (konsentrasi) obat di kompartemen tubuh.
tubular juga harus diperhatikan. Faktor-faktor ini dapat
beru*ah pada pasien dengan penyakit ginjal, Gambar 1-3Adan Persamaan 1-T menjetaskan penurun-
an konsentrasi dalam plasma terhadap waktu untuk obat
yang dimasukkan ke dalam kompartemen pusat ini;
DISTRIBUSI
( = (dosis /V ).exp (-,€r) (1-7)
VOLUME DISTRIBUSI Volume distribusi (V)
rupakan perbandingan jumlah obat dalam tubuh ^e-
de- dengan k adalah konstanta eliminasiyang menggambar-
ngan konsentrasinya (O di darah. Volume ini tidak kan jumlah obat yang dikeluarkan dari kompaftemen
selalu mencerminkan volume fisiologis yang reridenti- persatuan waktu. Konstanta kecepatan ini berbanding
fikasi, melainkan volume cairan yang diperlukan untuk terbalik dengan t,,, obat tersebut (k = 0,693/ t,,r)
membawa seluruh obat tersebut pada konsentrasi yang Model satu kompartemen ideal tidak menunjukkan
sama dengan didalam darah: konsentrasi plasma sepanjang waktu. hlinya, reseruoir
jaringan terlentu dapat dibedakan dari kompaftemen
Jumlah obat dalam tubuh/ V = C, atau pusat, dan konsentrasi obat tampak menurun yang dapat
Y = lumlah obat dalam tubuh/C (1-6) dijelaskan dengan istilah multieksponensial (Gambar
1-38). Akan tetapi, model satu kompartemen ini sudah
Oieh sebab itu, volume distribusi suatu obat menun- cukup untuk menjelaskan situasi klinis dari kebanyakan
jukkan jumlah obat yang belada di jaringan ekstravas- obat dan tr,robat dari kompaftemen pusat dapat menen-
kular dan bukan di dalam plasma. Volume plasma untuk tukan interual pendosisan obat.
BAB I Farmakokinetika dan Farmakodinamika 9

a
J
(L

I
^{-
<9
d]-=
o
6
t
F
zLrl
a
z
o
Y U 468 0 468
WAKTU (Jam) WAKTU (Jam)

GAMBAR 1-3 Kurva konselrasi plasma-waktu setelah pemberian obat (500 mg) secara intravena kepada pasien dengan berat badan 70 kg' A.
Konsentrasi obat diukur dalam interval 2 jam setelah pemberian obat. Plot semilogaritmik konsentrasi plasma (C") terhadap waktu menunjukkan bahwa
eliminasi obat dari model satu kompartemen mengikuti kinetika orde pertama (Persamaan 1-7) dengan t,,, = 4 jam (k = 0,693/t,,, = 0,173
jam-1) Volume
pada model satu
distribusi (V) dapat ditentukan dari nilai Co yang diperoleh dari ekstrapolasi ke t = 0 (Cl= 16 tiS/ml) Volume distribusi (Persamaan 1-6)
kompartemen ini adalah 31,3 L, atau 0 45 [/kg (V = dosis/ Cp Bersihan obat ini adalah 90 mlimenit; untuk model satu kompartemen, CL = kV. B. Pengambilan
jam, bersihan
sampel sebetum 2 jam menunjukkan bahwa sebenarnya o6at mengikuti model kinetik multieksponensial. Waktu paruh disposisi akhir adalah 4
(Persamaan 1-5), 29 L (Persamaan 1-7), dan V.. 26,8 L. Volume distribusi obat awal atau "pusat" (V,= C!) adalah 16,1 L..Contoh
84 mL/menit Vu,"u = = !o.sis/
ini menunjukkan bahwa kinetika multikompartemen dapat diabaikan jika pengambilan sampel pada waktu-waktu awal tidak dilakukan, Untuk kasus ini, hanya
terdapat kesalahan sebesar 10% pada penentuan bersihan ketika model multikompartemen diabaikan, Bagi banyak obat, kinetika mullikompartemen dapat
prediksi
diteliti selama periodewaktu yang signifikan, dan mengabaikan fase distribusi dapat menyebabkan kesalahan berarti pada perkiraan bersihan dan
"pusat" dan di kompartemen lain, yang menunjukkan distribusi yang luas,.iuga penting untuk
dosis yang sesuai. Selain itu, perbedaan antara volume distribusi
pen.ntran strategi dosis muatan. Disposisi obat model multikompartemen menganggap seolah-olah darah dan organ-organ yang terperfusi dengan baik,
jaringan dengan perfusi yang lebih lambat seperti
seperti jantung, otak, hati, paru-paru, dan ginjal bergabung sebagai kompartemen pusat tunggal, sementara
otot, kulrt lemik, dan tulang bertindak sebagai kompartemen akhir (yaitu, kompartemen jaringan). Kecepatan distribusi obat menuju jaringan akan berubah
jika rasio aliran darah menuju berbagai jaringan datam satu individu berubah atau berbeda-beda antarindividu. Perubahan aliran darah dapat membuat
jaringan yang awalnya memperoleh volume"pusat" menjadi setimbang dengan sangat lambat seperti yang terjadi pada volume "akhir." Hal ini menunjukkan
'Uanwa
votume pusai akan bervariasi berdasarkan keparahan penyakit yang menyebabkan perubahan aliran darah regional (misalnya, sirosis hati), Setelah
pemberian dosis bolus intravena, konsentrasi obat dalam plasma dapat lebih tinggi pada individu dengan perfusi yang buruk (misalnya, syok). Konsenkasi
jaringan yang terperfusi baik seperti otak dan
sistemik yang lebih linggi ini pada gilirannya dapat menyebabkan konsentrasi (dan efek) yang lebih tinggi pada
jantung jadi, efek obat pada berbagai tempat keqa dapat berbeda-beda tergantung pada perfusi tempattempat ini

pusat dan V, adalah volume dlsfrlbusi obat dalam kom'


Kecepatan Distribusi Obat
paftemen jaringan.
Dalam banyak kasus, seke/ompok iaringan yang memiliki
kemirip an rasio perfusi-partisi akan men uniukan kecepatan
I/
v\\-vtTV!
-T/
t Ia (i-8) .

yang sama sehingga terlihat sebagai safu fase distnbusi


(penurunan cepat konsentrasi obat yang dibeikan secara Waktu paruh
intravena segera setelah dibeikan, sepefti pada gamabar
1-38). lni menuniukkan seolah-olah obat pertama kali akan
t,,, adalah waktu yang diperlukan bagi konsentrasi
berada di volume "pusat' (Gambar 1-1), yang terdiri dari
plisma atau jumlah obat dalam tubuh untuk berkurang
resevoir plasma dan iaringan yang akan mencapai ke' sebanyak 50o/o dati konsentrasi awalnya. Pada kasus
setimbangan secara cepat, dan berdistribusi ke volume yang paling sederhana, model satu kompaltemen
"akhir," ketika nilai konsentrasi plasma menurun secara (Gambar 1-3A), harga t,,, dapat ditentukan secara lang-
log-tinear dengan konstanta kecepatan k (Gambar 1-38). sung melalui pengamatin dan dapat digunakan untuk
Volume distribusi pada keadaan keadaan tunak (V") menentukan dosis obat. Akan tetapi, konsentrasi obat
menunjukan volume yang akan mendistribusikan obat dalam plasma sering kali mengikuti pola Penurunan
selama keadaan tunak iika obat tersebut tersedia dalam multieksponensial (lihat Gambar 1-3B) sehingga dua
volume fersebuf pada konsentrasi yang sama dengan atau lebih hargar.,,rharus dihitung. lWaktu paruh diper-
yang ada dalam cairan yang diukur (darah atau plasma) lama seperti ini menunjukan eliminasi obat dari temPat
Vrriuga dapat diperoleh dari Persamaan (1-B), dengan penyimpanannya atau jaringan dengan perfusi yang
V adalah volume dlstrlbusl obat dalam komparlemen buruk dan dapat menyebabkan keracunan.
"
10 uecIAN I prinsip umum

Pendekatan antara hubungan klinis t,,r, bersihan dan akhirnya mencapai sirkulasi sistemik.
volume distribusi pada keadaan tunak ilapat ditunjukkan
Hal ini tidak
hanya direntukan dari dosis yang diberikan tetapi juga
oleh f:iks.i dgsj: (fr y^ng diabsoipsi"dan tidak
-..,grir;i
eliminasi lintas pertama. Frakii obat ini disebut #b"gai
tr,, = 0,693.Vr, /CL (1-e)
bioavailabilitas obat.
Seiring penurunan bersihan obat, misalnya karena
Jika bersihan hepatik obat tebih besar dibandingkan ke-
penyakit, t,,, dapat diperkirakan akan meningkat selama
cepatan aliran darah hepatik, besarnya avaitabiitas akan
volume disi;ib;i ridik berubah. Namun, p?ningkatan
rendah bila obat diberikan secara oral (misatnya, tidokain
\ r, rjug
dapat disebabkan oleh perubahan,rolu-e"distri-
dan propranolol). penurunan bioavaitabititas ini merupa_
busi, misalnya jika perubahan ikatan suatu obat dengan
protein_ memengaruhi bersihannya dan menyebabf,an kan fungsi dari lokasi fisiologrs tempat aborpsi teqadi,
perubahan t,,ryingtidak diduga iebelumnya. ii".g, t,,, dan availabilitas tersebuf tidak dapat diperbaiki deigan
dapat memprediksi waktu yang diburuhkan ,rntuk-m.n1 memodifikasi bentuk sediaan pada kondisi kinetik tinier.
capai keadaan tunak setelah suitu regimen dosis dimulai Pada praktiknya, absorpsi yang tidak sempurna dan/atau
atau diubah. (yaitu, empat waktu paruh untuk mencapai metabolisme di saluran cerna setelah obat diberikan
-94o/o keadaan tunak baru), limanya waktu untuk secara oral akan menurunkan nilai F maksimat yang
mengeluarkan obat dari tubuh, dan juga untuk mem- telah diperkirakan. Jika obat-obat diberikan melatui rute
perkirakan interval dosis yang sesuai. (Uhat dibawah) yang mengalami efek lintas pertama, persamaan yang
mengandung suku dosis afau kecepatan pendosisan
KEADMN TUNAK (SIEADySIAIE) persamaan (l-2) juga harus ditambahkan faktor bioavabititas (F), Sebagai
menunjukan bahwa konsentrasi keadaan tunak akan contoh, Persamaan (1 -2) dimodifikasi menjadi :
tercapai jika obat diberikan dengan kecepatan konstan
(Kecepatan pendosisan = CL. Cl. pada iltik ini, elimi-
F.kecepatan pendosisan = CL.Cs" (l - 10)
nasi obat akan sama dengan kecepatan availabilitas obat. F bernitai antara 0 dan 1. Nitai F sangat belariasi pada
Konsep ini berlaku untuk dosis berjeda reguler (misal- obat-obat yang diberikan secara oral dan terapi masih
nya,250 mg obat setiap 8 jam). KonsentrJsi obat akan dapat berhasil dicapai pada obat dengan nitai F hingga
meningkat karena absorpsi dan menurun karena elimi-
serendah 0,03 (misalnya, etidronat).
nasi saatjeda antardosis. Pada keadaan tunak, keseluruh-
an siklus akan persis berulang pada tiap intewal (lihat KECEPATAN ABSORPSI \falaupun kecepatan ab-
Gambar 1-4). Persamaan (l-2)juga berlaku untuk dosis sorpsi obat umumnya tidak memengaruhi konsentrasi
berjeda, namun sekarang p.ri"ti""., ini menjelaskan keadaan tunakdalamplasma, hal ini m"asih memengaruhi
konsentrasi obat pada li.id"".r tunak rata-rata (e,) efiek terapi.obat. Jika obat disbsorpsi dengan"cepat
selama interval anrasdosis. (seperti pada bolus intravena) dan memilifi uolum.
'pusar" yang kecil, konsentrasi awal obat akan tinggi.
Besar dan Kecepatan Bioavabilitas Konsentrasi akan semakin rendah ketika obat did#;_
busikan ke volume "akhir" (volume yang lebih besar)
BIOAVAILABILITAS Kitaharusmembedakanantara (Gam_bar 1-3B). Jika ada obat y"ng rr-" iirbso.psi
de-
kecepatan dan besar absorpsi obat dan jumlah obat yang ngan lebih lambat (misalnya, melalui infus lambat), obat

Keadaan Tunak
. Dicapai setelah sekitar empat paruh waktu
. Waktu hingga keadaan tunak tercapai
GAMBAR 1.4 Huhungan farmakokinetik dasaruntuk pemberian obat
secam berulang. Garis tipis merupakan pola akumulasi obat selama pem_
tidak bergantung pada dosis
berian secara berulang pada interval yang sama dengan t,," eliminasi obat
tersebut ketika kecepatan absorpsi obat ,l 0 kali lebih cepat d;ri eliminasinya.
Seiring meningkatnya kecepatan absorpsi, nilai konsentrasi maksimum
6 mencapai 2 dan minimum mendekati 1 pada keadaan tunak. Garis hitam
t menunjukkan pola selama pemberian dosis yang setara melalui infus intra-
2t
ut
vena kontinu. Kurva didasarkan pada model satu kompartemen. Konsen-
o trasi rata-rata (0j
z saat tercapainya keadaan tunak pada pemberian obat
o
Y . Sebanding dengan interval dosis/pendosisan berjeda ialah
. Sebanding dengan F/CL F _ F dosls
"" _ct.r
. Sebanding dengan interval pendosisan/paruh waku F adalah bioavailabilitas fraksi oral dosis dan T adalah (waktu) interval
dosis. Dengan menggantikan kecepatan infus dengan F.dosis/T, persamaan
ini akan sama dengan Persamaan (1-2) dan memberikan konsenhasi yang
dipertahankan pada keadaan tunak selama pemberian infus intravena
secara kontinu.
BAB 1 Farmakokinetika dan Farmakodinamika 11

akan terdistribusi bersamaan dengan diberikan dan kon- onal yang lebih tinggi pada Crrdibandingkan peningkal
sentrasi puncak akan lebih rendah serta tercapai lebih an fraksional yang berhubungan pada kecepatan pem-
lama. Sediaan pelepasan terkendali dirancang untuk berian obat.
memberikan kecepatan absorpsi yang lambat dan ber-
,._ kecepatan pendosisan K,
kelan.futan guna menghasilkan fuktuasi profil konsen-
trasi-waktu dalam plasma selama interval dosis yang lebih
"rr-m (1-11)

kecil dibandingkan fuktuasi yang dihasilkan oleh formu-


lasi pelepasan segera. Karena efek nontoksik dan meng- Semakin kecepatan pendosisan mendekati kecepatan
untungkan dari suatu obat didasarkan pada pengetahuan eliminasi maksimal (V),suku penyebut akan makin men-

tentang rentang konsentrasi plasma yang ideal atau dekati no[ dan C* akan meningkat secara tidak proporsi-

dikehendaki, hasil akhir terapi dapat diperbaiki dengan onal, Karena volume disfdbusi obat tidak dipengaruhi
oleh kejenuhan metabolisme, bersihan dan kecepatan
menjaga dosis dalam rentang terapi sambil m'encegah
relatif eliminasi obat akan menurun seiing peningkatan
perbedaan dlastis antara puncak dan palung konsentrasi.
konsentrasi; oleh sebab itu, kurva log C"-waktu menurun
Farmakokinetika Non-linear dengan bentuk cekung sampai metaibolisme kembali
NonJine.aritas dalam f armakokinetika (yakni, perub ahan cukup takjenuh dan obat mengalami elininasi lintas per-
pada beberapa parameter, seperti bersihan, volume disti- tama lagi. Jadi, konsep t,,, konstan tidak berlaku pada
busi, dan tr,rsebagai fungsi dosls atau konsentrasi obat) metabolisme nonlinear pada rentang konsentrasi klinis
biasanya timbul akibat kejenuhan ikatan protein, meta- secara umum. Akibat dari perubahan kecepatan pen-
bolisme hepatik, atau transpott renal allif terhadap suatu doslsan untuk obat yang memiliki metabolisme nonlinear
obat. tidak dapat diprediksi karena keadaan tunak akan lebih
lambat tercapai, dan yang lebih penting lagi, efek yang
KEJENUHAN IKATAN PROTEIN dihasilkan tidak proporsional dengan perubahan kecepat-
Fraksi obat bebas pasfl akan meningkat seiring dengan an pendosisan.
meningkatnya konsentrasi obat (karena semua tempat
Rancangan dan Optimasi Regimen Dosis
ikatan akan jenuh ketika konsentarsi obat dalam plasma
/nfenslfas efek suatu obat berhubungan dengan konsen-
berada pada rehtang 10-an sampai 100-an pg/mL).
Untuk obat-obat yang dimetabolisme oleh hati dengan trasinya di atas konsentrasi efektif minimum, sedangkan
rasio bersihan intrisik-ekskresi rend ah, kejenuh an ikatan durasi efek ini menggambarkan lamanya waktu ketika
akan meningkatkan V dan CL; namun tlr2tetap konstan konsentrasi obat berada diatas nilai ini (Gambar 1-5).
(Persamaan 1-9). Untuk obat sepeftiini, peningkatan C* Secara umum, pemahaman ini berlaku baik untuk efek
akan tidak linier seiring meningkatnya kecepatan pem- obat yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan (efek
berian obat. Pada obat-obat yang dikeluarkan dengan merugikan), dan akibatnya, muncul jendela terapi yang
rasio bersihan intinsik-ekskresi tinggi, C* akan ber- menggambarkan rentang konsentrasi yang menimbulkan
banding secara linier dengan kecepatan pemberian obat. efek tanpa adanya tokslsfas yang tidak diharapkan,
Dalam hal ini, bersihan hepatik tidak akan berubah, dan Pemahaman yang serupa juga berlaku pada pemberian
peningkatan V akan meningkatkan t,,rdengan menurun- obat berulang untuk terapi jangka panjaing, dan pe-
kan fraksi obat total yang dikirimkan ke hati per satuan mahaman ini menentukan jumlah dan frekuensi obat
waktu, Sebagian besar obat berada di antara kedua sifat harus diberikan untuk mecapai efek terapi yang optimal.
ekstrem ini. Secara umum, bafas bawah dari rentang terapeutik ini
kurang-lebih sama dengan konsenfrasi obat yang mem-
KEJENUHAN ELIMINASI berikan separuh kekuatan efek terapi terbesar yang
Seluruh proses aktif pasti akan mengalami kejenuhan, memungkinkan, dan batas atasnya adalah suatu nilai
tetapi kejenuhan ini akan bersifat linear jika konsentrasi ketika tidak lebih dai 5-10% pasien merasakan efek
obat yang masuk pada praktiknya jauh lebih kecil dari toksik. Untuk beberapa obat, hal ini berafti bahwa batas
hargaK,. Jika konsentrasi ob at melebihi nilai K,, kinetika atas tidak lebih dari dua'kali batas bawahnya. Tentu saja
obat tersebut akan mengikuti kinetika nonlinear. Akibat ada kasus-kasus teftentu ketika pasien akan mendapat-
utama dai kejenuhan metabolisme atau transpor obat kan keuntungan lebih dari obat yang diberikan melebihi
berlawanan dengan yang terjadi pada kejenuhan ikatan rentang terapinya, sementara pasien lain dapat.merasa-
protein. Kejenuhan metabolisme atau transport dapat kan foksrslfas ketika diberikan obat dalam jumlah yang
me n u ru nkan CL. Kejen uh an rnetaboli sm e me n gaki b atkan jauh lebih rendah (misalnya, digoksin)
metabolisme lintas peftama terhadap obat oral akan ben Untuk sejumlah obat teftentu, beberapa efeknya
kurang (nilai F lebih tinggi), dan ada peningkatan fraksi- dapat ditentukan denga mudah (misalnya, tekanan darah,
12 secIAN I Prinsip umum

MEC untuk respons


yang tidak diinginkan

C) Jendela
(u terapeutik
,o
o
-v
o
uJ

Masa tenggang

GAMBAR 1-5 Karakteristik temporal efek obat dan hubungannya dengan jendeta terapeutik (misatnya, dosis
tunggal, pemberian orar. Masa tenggang terjadi sebelum konsentrasi obat plasma (Co) melebihi konsentrasi efektif
minimum (MEC) untuk efek yang diinginkan. Setelah teqadi onset respons, inlensitas eiek meningkat seiring dengan
absorpsi dan distribusi obat secara kontinu. Efek ini mencapai puncak, setelah saat eliminasi obat menyebabkan
penurunan pada Co dan ntensitas efek, Efek akan menghilang ketika konsentrasi obat berada di bawah ViC. paOa
dasarnya. durasi kerja obat ditentukan oleh periode waktu ketika konsentrasi melebihi MEC. MEC yang ada menunjukkan
tiap respons obat yang tidak diinginkan, dan jika konsentrasi obat melebihi MEC, akan terjadi toksisitas. iujuan
terapeutiknya adalah untuk mencapai dan mempertahankan konsentrasi di dalam jendela terapeutik untuk mendapaikan
respons yang diinginkan dengan toksisitas yang minimum. Respons obat di bawah MEC untuk efek yang diinginkan akan
bersifat subterapeutik; di atas [/EC untuk efek yang tidak diinginkan, probabilitas terjadinya toksisitasikan-meningkat.
Peningkatan atau penurunan pemberian dosis akan menaikkan atau menurunkan kurva respons pada skala inteniitas
dan digunakan untuk memodulasi efek obat. Peningkatan dosis juga memperpanjang durasi keja obat, tetapi dengan
risiko peningkatan kecenderungan timbulnya efek yang tidak diinginkan. Kecuali jika obat bersifat nontoksik (misalnya,
penisilin), peningkatan dosis bukan merupakan stralegi yang berguna untuk memperpanjang durasi kerja. Daripjda
meningkatkan dosis, lebih baik diberikan tambahan dosis dengan jarak waktu yang diatur untuk memelihara konsentrasi
di daiam jendela terapeutik. Daerah di bawah kurva konsentrasi obat dalam darah-waktu (daerah di bawah kurva, atau
AUC, berwarna abu-abu) dapat digunakan untuk menghitung bersihan (/lhaf Persamaan 1-5) untuk eliminasi orde
pertama. AUC juga digunakan untuk mengukur bioavailabilitas (dinyatakan 100% untuk obat yang diberikan
secara
intravena). Bioavailabllitas akan menjadi <100% untuk obat yang diberikan secara oral. Hal ini terutama disebabkan
absorpsi yang tidak lengkap serta metabolisme lintas-pertama dan elrminasi. Jadi, tujuan terapeutiknya adalah untuk
mempertahankan kadar obal dalam keadaan tunak di dalam jendela terapeutik. Penerapan pemantauan farmakokinetik
dalam pengobatan pada kasus ketika rndeks terapeutik obat yang sempit merupakan hal yang sangat bermanfaat karena
keberhasilan terapi berhubungan dengan kadar obat target dalam darah pada keadaan tunak.

gula darah) dan hasil pengukuran ini dapat digunakan waktu kerja obat. Strategi "dosis maksimal" sepefti ini
untuk mengoplrmasi dosis menggunakan pendekatan khususnya diterapkan pada penisilin.
trial-and-error. Bahkan untuk kasus-kasus yang ideal, Akan tetapi, pada sebagian besar obat, efek yang
muncul isu-isu yang berkaitan dengan kuantitas obat, dihasilkan sulit untuk diukur (atau obat diberikan untuk
seperti berapa kali dosis diubah dan berapa besarnya. profilaksis), foksisltas dan kecilnya efikasi menjadi bahaya
Hal ini biasanya dapat ditentukan dengan peraturan potensial, atau indeks terapi obat sempit. Pada kondisi
sederhana sepefti yang telah dijelaskan sebelumnya sepefti ini, dosls harus sesuaikan dengan hati-hati, dan
(misalnya, mengubah pendosisan tanpa melebihi 50% dosisnya lebih dibatasi o/eh foksrslfas dibandingkan oteh
dan tidak lebih sering dari tiga sampai empat kali nilai efikasi.
waktu paruh). Selain itu, beberapa obat memilikitoksisitas
akibat dosis yang sangat rendah sehingga diharapkan DOSIS PEMELIHARAAN
memiliki efikasi maksimum. Untuk obat-obat ini, pem-
*
Pada sebagian besar situasi klinis, obat-obat diberikan
berlan dosis diatas kebutuhan rata-rata akan menjamin dalam serangkaian dosis berulang atau diberikan sebagai
efikasi terapi (jika memungkinkan) dan memperlama infus kontinu untuk mempeftahankan konsentrasi keada-
BAB I Farmakokinetika dan Farmakodinamika 13

an tunak obat berkaitan dengan iendela terapinya. Tuiuan konsentrasi toksik suatu obat yang akan memerlukan
utama darihal ini adalah mendapatkan perhitungan dosis waktu lama untuk berkurang (aftinya, memiliki t,,, pan-
pemeliharaan yang sesuai. Untuk mempeftahankan ke- lang). Dosls muatan umumnya diberikan dalam jumlah
adaan tunak yang ditentukan atau konsentrasi target, besar, dan seing kali diberikan secara parenteral dan
kecepatan pemberian obat diatur sehingga kecepatan cepat; hal ini bisa berbahaya jika efek toksik muncul
obat masuk sama dengan kecepatan keluarnya. Hubung' sebagai hasil dari kerja obat pada tempaltempat yang
an tersebut dinyatakan di sini dalam konsentrasi target: cepat menjadi setara dengan konsentrasi plasma yang
tinggi. Oleh karena itu, sebaiknya bagi dosls muatan.
Kecepatan pendosisan = C target.CLiF (1-12) menjadi beberapa fraksi dosls yang lebih kecil untuk
diberikan pada waktu-waktu terlentu, atdu berikan dosis
Jika dokter telah menentukan konsentrasi obat datam
muatan melalui infus intravena kontinu selama beberapa
plasma dan mengetahui bersihan serta bioavailabilitas
waktu menggunakan pompa infus terkomputerisasi.
obat tersebut pada pasien teftentu, dosls yang tepat dan
interval pendosisannya dapat dihitung.
Pemantauan Terapi Obat
lnterval Pendosisan untuk Dosis Berjeda
Penggunaan utama konsentrasi obat terukur (saat ke-
Secara umum, adanya fluktuasi yang besar dalam adaan tunak) adalah untuk memastikan perkiraan CL/F
konsentrasl obat antardosis sang at tid ak diingi nkan. Jika bagi pasien yang dirawat [menggunakan Persamaan
obat diabsorpsi dan didistribusi secara /angsung, fluktuasi (l-i0) yang disusun ulang di bawah inil:
konsentrasi obat antardosis akan dipengaruhi sepenuh-
nya oleh t,,, eli minasi obat. Jika interval pendosisan f dl- CLlF(pasien)
tentukan sama dengan t,,r, fluktuasi total akan meniadi
dua kali lipatnya; umumnya hal ini merupakan perbedaan = kecepatan pendosisan/C.* (terukur) (1 - 1s)

yang dapat diteima.


Peftimbangan farmakodinamik dapat memengaruhi Perkiraan CL/F 6aru dapat digunakan dalam Per'-
hal tesebut. Bagi obat-obat dengan indeks terapi sempit; samaan (1-12) untuk mengatur dosis pemeliharaan
konsentrasi maksimal dan minimal yang muncul pada untuk mencapai konsentrasi target yang diinginkan.
interval pendosisan sebaiknya ditentukan. Konsentrasi
keadaan tunak minimal (Cr, min) dapat ditentukan FARMAKODINAMIKA
dengan Persamaan (1 -1 3) :

n F dosis/V* MEKANISME KERJA OBAT DAN


C,,,,n =ffi exP(-kl) (1-13)
HUBUNGAN ANTARA KONSENTRASI
DAN EFEK OBAI
nilai k (0,693) dibagi dengan harga t,,rdan T menghasilkan
intenral pendosisan. Suku exp(kT) merupakan fraksi dari Farmakodinamika-ilmu tentang efek biokimia dan
dosis terakhir (setelah dikoreksi dengan bioavailabilitas) fisiologis dari suatu obat serta mekanisme kerjanya-
yang masih ada dalam tubuh pada akhir interval dosis. dapat memberikan dasar-dasar dari penggunaan obat
yang rasional serta perancangan obat baru dan bagus.
DOSIS MUATAN
Dosis muatan adalah dosis tunggal atau serangkaian Mekanisme Kerja Obat
dosis yang diberikan pada onset terapi dengan tuiuan
untuk mencapai kosentrasi target dengan cepat. Besar'
Efek sebagian besar obat dihasilkan dali intelaksinya
nya dosls muatan yang sesuai: dengan komponen makromolekular tubuh organisme.
Interaksi ini mengubah fungsi dari komponen-kompo-
Dosis muatan = C, target.Vr./F (1 - 14) nen yang berkaitan sehingga memulai perubahan bio-
kimia dan fisiologi sebagai respons dari obat. Pengertian
Dosis muatan mungkin diperlukan jika waktu yang di-
reteptzr mengarah pada komponen dari organisme yang
butuhkan untuk mencapai keadaan tunak (dan efikasi)
berinteraksi dengan obat.
dari pembeian obat dengan kecepatan konstan (empat
kali waktu paruh) relatif panjang dibandingkan yang di-
butuhkan oleh kondisi yang sedang ditangani, seperli Reseptor Obat
pada kasus aritmia dan gagaljantung. Kelas terpenting dari reseptor obat kebanyakan di-
Penggunaan dosis muatan juga memiliki beberapa bentuk oleh protein. Contohnya meliputi resptor untuk
kerugian bermakna. Pasien akan langsung terpapar oleh hormon, faktor pertumbuhan, faktor tlanskripsi dan
14 secIAN I prinsip Umum
neurotransmiter; enzim-enzim untuk metabolisme atau berapa pun dosis yang diberikan, dinamakan agonis
jalur pengatulan penting (misalnya, dihidrofolat reduk- parsial; obat yang menstabilkan resepror. dalam bentuk
tase, asetilkolinesterase, dan nukleotida siklik fosfo- tidak aktifnya dinamakan agonis inuers (Gambar 1,6).
diestelase); protein yang terlibat dalam proses transpor Kekuatan dari interaksi reversibel anrara obat dan
(misalnya, Na*, K*-AfPase); glikoprotein tersekresi reseptornya, sebagaimana dilihat dari konstanta disosia-
(misalnya, tVnts); dan protein struktural (misalnya, sinya, disebut dengan afnitas yang saru terhadap yang
tubulin). Sifat pengikaran spesifik dari konstituen sel lainnya. Afinitas obat baik pada reseptornya maupun
lainnya juga dapat digunakan untuk tujuan rerapi. aktivitas intrinsiknya ditentukan oleh str-utur kimia
Oleh karena itu, asam nukleat merupakan reseptor obat cersebu
obat yang penting, khususnya untuk senyawa kemo-
terapi kanker. TEMPAT KERJA OBAT DALAM SEL Obat bekerja
Suatu kelompok reseptor obat yang paling penring dengan cara memengaruhi aktivitas reseptornya. Bagian
tersusun atas protein yang normalnya berfungsi sebagai tempat obat bekerja dan besarnya kerja ter.sebut di,
reseptor untuk ligan pengarur endogen. Banyak obat tentukan oleh lokasi dan kapasiras fungsional reseptor-.
bekerja pada reseptor fisiologis tersebut dan bersifat Oleh sebab itu, lokalisasi selektif dari kerja obat pada
sangat selektif karena resepror-reseptor fisiologis'rer- suatu organisme tidak selalu rergantung pada distribusi
spesialisasiuntuk mengenali dan merespons masing- selektif obat. Jika suatu obat bekerja pada r-eseptor yang
masing molekul pensinyal secara sangat selektif. Obat memiliki fungsi yang umum pada semua sel, efek obai
yang berikatan dengan reseptor' fisiologis dan mem- tersebut akan menyebar secara luas. Apabila fungsi ini
punyai kerja yang sama dengan senyawa pensinyal merupakan suaru yang vital, obat tersebut dapat menjadi
endogen disebut dengan agonis. Obat lain, antagonis, sulit atau berbahaya untuk digunakan. Namun, obat
belikatan dengan resepror tanpa efek khusus, tetapi seperti itu dapat memiliki fungsi klinis yang penring.
ikatan telsebut menghalangi pengikatan senyawa endo- Jika suatu obat berinteraksi dengan resepror yang
gen. Senyaw a yang hanya separuh efektif sebagai agonis, khas untuk beberapa sel yang terdeferensiasi, efeknyi

200 R; $DR,
's
o
D
€ zoo DRi <'\ PP"
e.
<4

E roo D
a_
q DR1 + DR"
qo
S50
Or
D
F-
DRi 4 Ra

Log [Obat]

GAMBAR 1-6 Pengaturan aktivitas reseptor oleh obat yang selektif terhadap konformasi. Garis ordinat
menunjukkan beberapa aktivitas reseptor yang dihasilkan oleh R,, konformasi reseptor aktif (misalnya, stimulasi
adenilil siklase). Jika sualu obat D terikat secara selektif dengan R,, obat akan menghasilkan respons maksimal,
Jika D memiliki afinitas yang sama terhadap 8,dan R,, D tidak akan mengganggu kesetimbangan antara R dan R,
sehingga tidak akan memiliki pengaruh pada aktivitas netto; D akan terlihat sebagai senyawa tidak aktif. Jika obai
secara selektif berikatan dengan R,, jumlah akhir R" dapat diabaikan. Jika D dapat berikatan dengan reseptor pada
konformasi aktif R" tetapi juga berikatan dengan reseptor yang tidak aktif R, dengan afinitas yang lebih rendah, obat
akan menghasilkan respons parsial; D akan menjadi agonis parsial. Jika terdapat R, yang cukup untuk menghasilkan
kenaikan respons basal tanpa adanya ligan (aktivitas konstitutif bebas agonis), ikatan obat dengan akan (
menurunkan aktivitas; D akan bertindak sebagai agonis invers. Agonis invers berikatan secara selektif dengan
bentuk tidak aktif dari reseptor dan mengubah kesetimbangan konformasinya ke arah bentuk tidak aktif. Pada sistem
yang tidak memiliki aktivitas tidak konstitutif, agonis invers akan bertindak sebagai antagonis kompetitif. Reseptor
yang memiliki aktivitas konstitutif dan sensitif terhadap agonis invers mencakup reseptor benzodiazepin, histamin,
opioid, kanabinoid, dopamin, B-adrenergik, kalsitonin,bradikinln, dan adenosin.
BAB I Farmakokinetika dan Farmakodinamika 15

akan lebih spesifik. Secara hipotesis, obat yang ideal melalui saluran tersebut tiap detik. Serupa dengan hal
akan memberikan efek terapi melalui suatu cara ter- tersebut, sebuah molekulhormon steroid berikatan dengan
sendiri. Efek samping dapat diminimalisir tetapi reseptornya dan menginisiasi transkripsi banyak salinan
mungkin toksisitasnya tidak. Obat-obat tipe ini dapat n-RNA teftentu sehingga pada gilirannya dapat meng-
juga sangat berbahaya jika fungsi yang terdeferensiasi hasilkan lebih banyak lagi salinan protein tunggal.
merupakan fungsi yang vital. Bahkan jika kerja urama
obat dilokalisasi, efek fisiologis obat yang dihasilkan RESEPTOR FISIOLOGIS: FAMILI STRUKTURAL DAN
masih bisa menyebar. FUNGSIONAL Reseptor bagi molekul pengatur fisio-
logi dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok
Reseptor untuk Molekul Pengatur Fisiologi fungsional yang anggotanya memiliki kesamaan meka-
nisme kerja dan kemiripan struktur molekul (Gambar
Dua fungsi reseptor, pengikatan ligan dan propagasi
1-7). Untuk setiap superfamili reseptor, sekarang ini
pesan (yaitu, pensinyalan), menunjukkan adanya
ada cara untuk mempelajari stluktur domain peng-
domain-domain fungsional dalam reseptor: domain
ikatan ligan dan domain efektor serta bagimana peng-
pengihat ligan dan domain efehtor. Fungsi dan stuktur
ikatan agonis dapat memengaruhi aktivitas pengaruran
dari kedua domain tersebut sering kali dapat ditentukan
dari reseptor. Relatif sedikitnya mekanisme biokimia
dari struktur protein reseptor beresolusi tinggi dan
dan format struktural yang digunakan untuk pensinyal-
dengan analisis sifat-sifat dari reseptor yang sengaja
an seluler didasa'rkan pada cara sel t".get m.nggabung-
dimutasi.
kan sinyal dari berbagai reseptor untuk menghasilkan
Kerja pengaturan dari resepror dapat digunakan se-
respons aditif, berurut, sinergis, atau inhibisi saru sama
cara langsung pada target sel, protein efehtor, atau dapat
Iain.
disampaikan oleh molekul pensinyal peranrara yang
dinamakan transduser. Reseplor target sel, dan molekul Reseptor Sebagai Enzim: Reseptor Protein Kinase dan
perantara apa pun disebut dengan sistem reseptor-efektor Guanilil Siklase
alau jalur sinyal-transdulsi. Seringkali, protein efektor Sejumtah besar reseptor dengan aktivitas enzim intrinsik
sel proksimal bukan merupakan target fisiologi utama, terdiri atas sel protein kinase permukaan sel, yang me-
melainkan hanya merupakan enzim atau protein pem- ningkatkan efek pengaturannya dengan mernfosforisasl
bawa yang membuat, memindahkan, arau mendegra- bermacam-macam protein efektor pada bagian dalam
dasi metabolit kecil (misalnya, nukleotida siklik atau permukaan membran plasma. Fosforilasi protein merupa-
inositol trifosfat) atau ion (misalnya Ca2.) yang dikenal kan mekanisme umum untuk mengubah aktivitas biokimia
sebagai second messenger. Second messenger dapat ini suatu efektor atau interaksinya dengan protein lafn, Ke-
berdifusi ke dalam daerah di dekar tempar ikatannya banyakan reseptor yang merupakan protein kinase mem-
dan membawa informasi ke bermacam-macam target, fosforilasi residu tirosin di dalam substratnya, Beberapa ..
yang dapat merespons secara simultan pada resepror reseptor protein kinase memfosforilasi residu serin atau
tunggal yang mengikat sebuah molekul agonis. Sekali- treonin. Reseplor protein kinase dengan struktur yang
pun .second rnessenger ini awalnya dianggap sebagai paling sederhana tersusun atas domain pengikat agonis
molekul yang bebas berdifusi ke dalam sel, difusi dan pada permukaan ekstrasel membran plasma, suatu,
kerja intraselulernya didesak oleh lokalisasi yang selektif elemen perentang membran tunggal, dan domain protein
terhadap kompartementasi dari kompleks terminasi kinase dipermukaan dalam membran. Seing kalimuncul
sinyal reseptor-transduser-efektor yang dibentuk dari befurapa variasi dari rancangan dasar ini, termasuk
interaksi protein-lipid dan protein-protein. penyusunan berbagai subunit dalam reseptor matang,
Reseptor sefta protein transduser dan efektornya juga oligomerasi obligat dari reseptor berligan, dan penambah-
berlindak sebagai pengumpul iniormasi sebagaimana an berbagai pengaturan atau domain pengikat protein
mereka mengkoordinasi sinyal dai berbagai ligan dengan pak domain protein kinase intraselyang memungkinkan
sesamanya dan dengan al<tivitas metabolisme sel S/at penyafuan reseptor berligan ini dengan molekul efektor
penting dai reseptor fisiologis yang membuat kompleks ini tambahan dan juga dengatn subsfral.
menjaditarget yang sempuma bagi obat adalah karena Famili lain dari reseptor, reseptor yang berhubungan
kompleks ini dapat mengkatalisis. Sifat katalisis dari dengan protein kinase, memitiki domain enzimatik intra-
resepfor sudah sangat jelas jika reseptor itu merupakan seluler yang sangat sedikit tetapi, dalam responsnya ter-
suatu enzim, namun semua resepforflslologis sesungguh- hadap agonis, mengikat atau mengaktifkan protein kinase
nya merupakan katalis, Sebagai contoh, ketika sebuah Iain pada permukaan sitoplasma dari membran plasma,
molekul agonis berikatan dengan reseptor yang berupa Untuk reseptor yang mengikat peptida-peptida nat-
saluran ion, ratusan ribu sampaijutaan ion akan mengalir riuretik atrial serta peptida guanilin dan uroguanilin,
16 mcreN I Prinsip umum

domain intraselulernya bukan protein kinase, melainkan Reseptor Terkopel.Protein G


guanilil siklase yang mensrnlesis second messenger
Suatu superfamili reseptor yang bekerja untuk banyak
guanosin monofosfat siklik (GMP siklik) yang dapat
target obat berinteraksi dengan protein pengatur pengikat-
mengaktifkan protein kinase yang bergantung GMP siklik
GTP heterotrimerik yang dikenal_sebagal protein G.
(PKG) dan dapat memodulasi aktivitas beberapa nukleo-
Protein G merupakan transdusersinyal yang menyampai-
tid a fosfodie sterase sikl ik.
kan informasi (yakni, pengikatan agonis) dari reseptor ke
Pensinyalan Reseptor Teraktivasi Protease satu atau lebih protein efektor. Resepfor terkopel-protein

Protease yang teftanam dalam membran plasma atau G (G Protein-Coupled Receptor, GPCR) mencakup se-
jumlah amin biogenik, eikosanoid dan beberapa protein
terlarut dalam cairan ekstrasel (misalnya, trombin) dapat
memotong ligan atau reseptor di permukaan sel baik
pensinyalanlipid, hormon peptida, opioid, asam amino
untuk memulai ataupun menghentikan penghantaran sepefti GABA, sefta banyak peptida dan ligan protein
sinyal, Agonis-agonis peptida sering kali drproses o/eh lainnya, Efektor yang diatur protein G mencakup enzim:
proleollsrs agar menjadi aktif di reseptornya. Penargetan enzim seperti adenilil srk/ase, fosfolipase C fosfodies-
pengaturan profeolrsls pada mekanisme reseptor telah terase, dan saluran ion membran plasma yang selektif
menghasilkan strategi terapi yang sukses, sepefti peng- untuk Ca2' dan K (Gambar 1-7). GPCR merupakan
gunaan inhibitor enzim pengubah angiotensin (ACE) target dai banyak obat karena jumlah dan fungsi penting-
untuk pengobatan hipertensi (lihat Bab 30 dan 32) dan nya; hampir setengah obat nonantibiotik ditujukan lang-
generasi dari obat antikoagulan baru yang bekerja pada sung ke reseptor yang menyusun famili gen ketiga ter-
trombin (ihaIBab 54). besar di tubuh ini.
GPCR merentang membran plasma sebagai
Saluran lon sebuah berkas yang terdiri atas tujuh a-heliks. Protein
Resepfor bebe rapa neurotransmiter membentuk saluran G, tersusun atas subunit a pengikat GTP, yang mem-
bergantung-agonis yang selektif terhadap ion dalam berikan pengenalan speslfik oleh reseptor dan efektor,
membran plasma, dinamakan saluran ion berpintu-ligan beserfa subunit dimer B dan y yang dapat memberikan
atau saluran yang digerakan oleh reseptor, yang meng- baik lokalisasi membran protein G (misalnya, melalui
hantarkan sinyal dengan cara mengubah potensial mem- miristoilasi) maupun pensinyalan langsung sepefti akti-
bran atau komposrsl ionik sel. Kelompok ini mencakup vasi saluran penyearah masuk K (GIRK) dan tempat
reseptor nikotinik kolinergik, reseptor asam y-amino- pengikatan untuk reseptor protein G kinase (GRK),
butirat A (GABA), dan reseptor-reseptor untuk glutamat, berikatan dengan sisl slfop/asmik dari reseptor yang
aspaftat, dan glisin (lihat Bab9, 12 dan 16). Semua meningkatkan pengikatan GTP ke subunit a protein G.
reseptor tersebut merupakan protein multisubunit, de- GTP mengaktifkan protein G yang selanjutnya akan
ngan masing-masing subunit diduga merentang membran mengaktifkan protein efektor. Protein G dapat tetap aktif
plasma beberapa kali. Penggabungan subunit secara hingga menghldroilsis ikatan GTP menjadi GDP. Aktivasi
slmefris memungkinkan tiap subunit untuk membentuk subunit G"oleh GTP dapat membuat subunit fersebul
segmen dinding saluran, atau pori, dan antuk mengatur mengatur protein efektor dan mengendatikan pelepasan
pembukaan atau penutupan saluran sesuai keperluan. subunit G yang iuga dapat mengatur efektor (misalnya,
*,
Pengikatan agonis dapat terjadi pada subunit teftentu saluran K), dan yang pada akhirnya bergabung kembali
yang dapat ditunjukkan lebih dai sekali dalam multimer dengan G, berligan-GDP sehingga mengembalikan
yang dikelompokkan (misalnya, reseptor asetilkolin Nko- sisfem ke tingkat basal.
tinik) atau mungkin diberikan oleh sebuah subunit ter- Pusat efek banyak GPCR adalah pelepasan Ca2'
pisah dari saluran terkelompok tersebut, sepefti pada dari simpanan intraseluler. Sebagal contoh, reseptor a
kasus resepfor sulfonilurea (SUR) yang berikatan dengan untuk norepinefrin mengaktivasi Gn khusus untuk aktivasi

saluran K (Kru) untuk mengatur saluran K tergantgg- fosfo/rpase Cu. Fosfolipase Cu(PLC) merupakan enzim
AIP (lihat Bab 60). Obat yang juga membuka saluran terikat-membran yang menghidrolisis fosfolipid mem-
tersebut (minidoxil) digunakan sebagai relaksan otot bran, fosfatidilinositol-4,S-bisfosfat, untuk menghasilkan
polos vaskular. Saluran yang dioperasikan oleh reseptor inositol-1 ,4,5-trifosfat (lP dan lipid, diasilgliserol. lP
) rber-
juga diatur oleh aktivitas termediasi reseptor lainnya, ikatan dengan reseptor pada kanal-kanal yang melepas-
seperti aktivasi protein kinase akibat aktivasi reseptor kan Ca2'didalam simpanan Ca2t peka-lPrpada retikulum
terkopel-proteinG (GPCR) (lihal pembah asan berikutnya). endoplasma, yang memicu pelepasan Ca2' dan secara
Fosforisasl protein saluran pada satu atau lebih sub- cep at me ningkatkan [Ca2' ],. Pe ningkatan [Ca2' ], bersif at
unitnya dapat menybabkan aktivasi atau inaktivasi ber- sementara dikarenakan ambilan kembalinya yang besar
gantung pada saluran dan sifatfosforilasi, ke dalam tempat penyimpanan. Ca2r dapat berikatan
BAB I Farmakokinetika dan Farmakodinamika 17

Reseptor Sebagai Enzim


Pensinyalan Reseptor Terkopel-Protein G ' Pengikatan Ligan
lnsulin ANP
EGF BNP Sitokin
FGF CNP Neurobopik
cuanilan lnterforon y
cPcRl
Agonis Efektor

FA.
Reseptor
untuk amin
biog€nik, peptida,
protoin Wnt
eikosarioid asotil- crp
fuLq@ GDP Efektor
Diatu oleh subunil Ga Aktivitas katalitik
kolin (m) I adenilil siklase tirosin kinase
prbtein adhosi, tircsin fosfatase
lad€nilil silkaso
odoran dan foton Scaffolding 1 fosfolipase CP serin/treonin kinase
, Protein G B-ar€stin
kav€olin
Diatu oleh subunit GPI guanilil siklas€
Dikldsifikasikan oleh Arus Krn
kohposisi subunrt s
GKAP Reseptor Pelepasan Kalsium
SNARF
Pengaturan
Komponen Enzim
substrat efeKor sinbse NO
prctein kinase mi6in Entiai p€ndok
kinase
fosfoprot6in fosfatas€
fosfodiesterase
caMK ll $R 6 t1ca2*1,
kalsinsurin
fosfodieslems6 Ca2+ untuk
Saluran ion Kontraksi
,tHo$- otot lurik melintang
' Ligan fid$*
Asetilkolin (N)
Asam amino -> kontraksi
Serotonin (5HT3) otot polos
Asam y-aminobutirat {GABA)

Reseptor yang Mengatur Transkripsi Nukleus


bagian luat
qts*$l$, t:d$..
Saluran yang Diatur
oleh Potensial
Membran
Substrat
Saluran
Na+
Sifoso/
,."f$:i,rc\ff$
Na+ bemintu voltase
ca2+ R+ beDintu
l,nJ{,,.?,1",n,*di. \\\ i\),*0,,,,uJ/ ej
'yansberubgf/
TRP borpintu nukleotjda
siklik
ATP
Ca2+
ca2+/Kalmodulin
Nukleotida siklik
\gy' iwl
Nibosilasi NO

GAMBAR 1.7 Motif struktural reseptor fisiologis dan hubungannya dengan jalur pensinyalan. Diagram
skematik tentang perbedaari mekanisme untuk kendali fungsi sel oleh reseptor senyawa endogen yang bekerja
melalui permukaan sel atau pada tempat penyimpanan kalsium atau dalam nukleus. Penjelasan terperinci
untuk jalur pensinyalan ini diberikan di dalam teks yang berkaitan dengan kerja terapeutik obat yang
remengaruhi ja.ur-jalur ini,

dengan dan secara langsung mengatur kanal-kanal ion slfas kompleks terhadap protein G serta mengatursensi-
(misalnya, kanal K teraktivasi-Ca2* yang berkonduktans tivitas reseptor terhadap fosforisasl oleh reseptor kinase
besar). Ca2r juga dapat berikatan dengan kalmodulin; dan pengikatan arestin, yang merupakan proses penting
selanjutnya, kompleks Ca2'-kalmodulin yang terbentuk untuk menghentikan kerja agonis dan melepaskan resep-
dapat memodulasi berbagai efektor, termasuk kanal- tor dari permukaan sei, Dimerlsasi iuga dapat memung-
kanalion (misalnya, kanal K teraktivasi-Ca2r yang ber- kinkan pengikatan reseptor dengan piotein pengatur
konduktans kecil) dan enzim-enzim seluler (misalnya Iainnya, seperti faktor transkripsi. Dengan demiktan,
protein bergantung-Ca2r -kalmodulin kinase dan PDE). slsfem reseplor protein G-efektor merupakan iaringan
lnteraksi reseptor-ligan saia tidak dapat mengatur interaksi konvergen dan divergen yang kompleks yang
semua penslnyalan GPCR. Sekarang meniadi ielas melib atka n pen gko plin g an b aikresepfor-resep tor mau pu n
bahwa GPCR mengalami baik homo- maupun hetero- reseptorprotein G dan memberikan pengaturan fungsi
dimerisasi, dan mungkin oligomerisasi. Heterodimerisasi sel yang sangat serbaguna,
dapat terjadi pada unit reseptor dengan sifat farmakologi
Faktor Transkripsi
y ang be rbe d a dib an d i ngkan d e n g an re se pto r ind ivid u al nya

masing-masing. Beberapa bukti menuniukkan bahwa Resepfor untuk hormon-hormon steroid, hormon tiroid,
dlmerisasl reseptor dapat mengatur afinitas dan speslfl- vitamin D, dan retinoid merupakan protein pengikat-DNA
18 necuNI Prinsipumum

larut yang mengatur proses fransknpsl gen-gen tertentu' dengan cara berbeda karena tiap isoform AC memiliki
Reseptor yang befungsi sebagai hetero dan homodimer dlstnbusl ke iaingan dan pengaturan sendiri-sendiri.
dengan protein sel yang homolog ini, tetapi dapat diatur Pengaturan obat yang beinteraksi pada GPCR
juga oleh oligomerasi tingkat tinggi dengan modulator sebagai agonis adalah untuk mempercepat peftukaran
Iainnya, seringkali berikatan dengan protein modulator GDP dengan GTP pada subunit o dariprotein G fersebut.
tersebuf dalam sitoplasma sehingga membuatnya dalam Setelah diaktivasi oleh a"-GTP, AC akan tetap teraktivasi
keadaan tidak aktif, Lokasi pengaturan dalam DNA, sampal a, menghidrolisis ikatan GTP meniadi GDP, yang
tempat pengikatan agonis spesiflk terhadap reseptor: akan mengembalikan sisfem ke keadaan awal. AIdwasi
sekuens dari "elemen respons glukokortikoid," dengan AC tunggal menghasilkan banyak molekul AMP siklik
hanya sedikit vaiasi, berasosiasi dengan tiap gen res' yang selanjutnya dapat mengaktivasi PKA. AMP siklik
pons glukokortikoid, sedangkan "elemen respons tiroid' akan dieliminasi oleh kombinasl hldrollsis, dikatalisis oleh
memberikan aksi yang speslfik terhadap reseptor inti nukleotid a siklik fosfodlesleras e, d an ekstrusi oleh p rotein
hormon tiroid. transporl membran plasma.

SECOND MESSENGER SITOPLASMA Fosfodiesterase


lkatan suatu agonis dengan reseptor menyediakan pesan Fosfodlesferas e (PD E) di atur oleh tran skri psi te rkend al i

pertama pada transiduksi sinyal ke efeldor untuk meme- sepefti halnya o/eh second messenger (nukleotida siklik
ngaruhi fisiologi se/. Pesan peftama akan memicu sel dan Ca2') dan interaksi dengan protein pensinyal lain:ya.
untuk memproduksi atau memobilisasi second messen- PDE bertanggung jawab atas hidrollsls ikatan 3',S'losfo-
get, yang akan menginisiasi pensinyalan seluler melalui diester pada AMP siklik dan GMP siklik. PDE merupakan
jatur biokimi a te rte ntu. Siny al-siny al flslo/ogls teintegrasi supertamiliyang terdiri atas 11 subfamiliyang dibedakan
di dalam se/ sebagal akibat dari interaksi antar dan se' berdasarkan sekuens asam amino, spesifislfas subsfraf,
sama jalur second messenger. Dibandingkan dengan sifat farmakotogi, dan regulasi alosterik. Spesifsltas
jumlah reseptor dan protein pensinyal sitosolik, hanya subsfrat terhadap PDE meliputi enzim yang speslfik fer-
terdapat sedikit second messenger sifop/asm a yang telah hadap AMP siklik, GMP siklik, dan keduanya. PDE me-
diketahui. Akan tetapi, slnfesis atau pelepasan dan degra- miliki peran yang sangat teratur yang penting untuk
dasi atau ekskresl second messenger mencerminkan mengendalikan jumlah AMP siklik dan GMP siklik intrasel.
aktivitas dai banyak ialur. Beberapa second messenger Kepentingan PDE sebagai regulator pensinyalan dibukti-
yang telah diteliti dengan baik adalah AMP siklik, GMP kan dari pengembangan PDE sebagai target obat untuk
siklik, ADP+ibose siklh
Ca2r, inosrtol fosfat, diasilgliserol penyakilpenyakit seperii asma dan penyakit paru ob-
dan nitrogen monoksida (NO). Second messenger rneme- sfruksl kronis, penyakit kardiovaskular sepefti gagal
ngaruhi safu sarna lain baik secara langsung, dengan jantung dan penyakit arteri perifer aterosklerotik, gang-
mengubah metabolisme messenger lainnya, maupun guan neurologik, dan disfungsi ereksl.
secara tidak langsung, dengan berbagi target intrasel' GMP SiKIiK
Pola dari jalur pengaturan ini membuaf se/ merespons
GMP Siklik dibentuk oleh dua bentuk guanilil siklase (GC)
agonis, sendii atau dalam kombinasi, dengan susunan
yang berbeda. NO menstimulasi guanilil siklase yang
second messenger slfop/asm a dan respons teintegrasi'
dapat larut, dan peptida natriuretik, guanilin, dan entero-
AMP siklik toksin Escherichia coli sfabr/-p anas menstimulasi anggota
AMP siklik, prototipe dari second messenger, dlsinfesls GC perentang-membran (misalnya, G C partikulat),
ot eh ad e nitit sikl ase dibaw ah ke n d ali G P CR ; stim u I asi n y a
Kerja Nukleotida Siklik
dimediasi oleh G, dan dihambat oleh G,. Terdapat
sembilan isoform adenilil siklase (AC) teikat membran. Secara umum, AMP siklik belungsi dengan mengaktivasi

AC terikat-membran merupakan glikoprotein 120 kDa isoform-isoform protein kinase bergantung-AMP (PKA),
yang memiliki enam heliks perentang-membran ; dan dua dan GMP siklikmengaktivasiPKG. Baru-baru ini, beberapa
domain sitoplasmik besar, AC teikat-membran menun- kerja tambahan dai nukleotida siklik telah berhasil diielas-
jukkan aktivitas enzim basalyang dimodulasioleh peng- kan besefta efek farmakologinya.
ikatan subunitq berligan-GTP dan protein G penstimulasi
Protein Kinase Bergantung-Nukleotida Siklik
dan penghambat (G" dan G). AC dikhtegorikan ber-
dasarkan pada kesamaan struktural dan perbedaan Holoenzim PKA terdiri dari dua subunit katalis (C) yang
regulasinya pada protein G subunit a dan $y, Ca2*, terikat secara reversibel dengan dimer subunit regulatbr
protein kinase, serta keria dari diterpen forskolin. Berbagai (R). Holoenzim bersifat tidak ak tif. Pengikatan empat
selyang berbeda akan merespons stlmu/us yang sama molekul AMP siklik, dua AMP siklik pada tiap subunit R,
BAB I Farmakokinetika dan Farmakodinamika 19

mendrsos/asl holoenzim, membebaskan dua subunit C dan saluran dalam daerah yang terspesia/r'sasl pada
yang aldif sebagal katalis yang memfosforilasi residu retikulum endoplasma yang membeikan respons pada
serin dan treonin dari profein substrat spesifik lPratau, dalam sel layak rangsang, pada depolaisasi sel
Keragaman PKAada pada subunil R dan C. Kloning dan keadaan saluran pelepasan Ca2* dan penyimpanan
molekul menunjukkan adanya isoform a dan B pada Ca2*-nya di dalam retikulum sarkoplasma. Ca2' dibuang
kedua subunit pengatur PKAklasik (RI dan Rll), dan juga baik melalui ekstrusi (penukar Nar - Ca2\ dan Ca2r ATPase)
tiga isoform subunit C: Ca, CB, dan Cy. Subunit R menun- maapun melalui ambilan kembali ke dalam retikulun
jukkan afinitas ikatan yang berbeda-beda pada AMP endoplasma (pompa SERCA) Ca2* menyebarkan sinyal-
siklik, menyebabkan aktivasi holoenzim PKA dengan nya melalui protein yang lebih beragam dibandingkan
ambang yang berbeda-beda. Selain pemyataan diferen- AMP siklik, termasuk enzim metabolik, protein kinase, dan
sial isoform R dan C dalam berbagai sel dan jaringan, protein pengatur pengikatan Ca2r (misalnya, kalmodulin)
fungsi PKA dimodulasi oleh lokalisasi subseluler yang yang mengatur efektor akhir dan perantara lainnya yang
dimediasi oleh protein pemeg ang-A-kinase (AKAP) meregulasi proses-proses seluler yang sangat beragam
PKA dapat memfosforilisasi target fisiologis akhir sepedl eksosliosrs neurofransmiter dan kontraksi otot,
(enzim metabolik atau protein transpor) dan sejumlah Obalobat seperti klorpromazin (senyawa antipsikotik)
protein kinase sefta protein pengatur dalam berbagai meru pakan inhibitor kal mod uli n.
jalur pensinyAlan. Kelompok yang terakhi initermasuk
fakor-faktor transkripsi yang memungkinkan AMP siklik
mengatur ekspresi gen selain kejadian selular yang lebih
Pengaturan Reseptor
akut. Reseptor tidak hanya memulai regulasi peristiwa bio-
GMP siklik mengaldifkan protein Knase, PKG, yang kimia dan fungsi fisiologis, tetapi juga menjadi subjek
memfosforisasi beberapa subsfral yang sama dengan berbagai kendali regulasi dan homeostatik. Kendali ini
PKAdan yang spesifikterhadap PKG. Tidak sepertiPKA, meliputi regulasi sintesis dan degradasi reseptor melalui
PKG tidak berdlsosiasl saat mengikat GMP siklik. PKG berbagai mekanisme, modifikasi kovalen, penggabung-
sekarang diketahui memiliki dua bentuk homolog. PKG I, an dengan protein peregulasi lainnya, dan/atau reloka-
yang memiliki atom N terminal terasef/rsasl berikatan lisasi dalam sel. Protein transduser dan protein efektor
dengan slfop/asma dan diketahui memilkidua isoform (la diatur dengan cara yang serupa. Masukan yang me-
dan lB). PKG ll, dengan atom Nterminalyangtermiristilasi, modulasi dapat berasal dari reseptor lainnya, secara
berasosiasl dengan membran dan dapat dikelompokkan langsung maupun tidak langsung, dan reseptor hampir
oleh protein pemegang-PKG menggunakan cara yang selalu dihadapkan pada pengaturan umpan balik oleh
serupa dengan carp yang tetah diketahui untuk PKA. keluaran sinyalnya sendiri.
Efek GMP siklik telrelevasi yang penting secara farma- Stimulasi berkelan.iutan pada sel oleh agonis umum-
kologi mencakup modulasi aktivasi platelet dan regulasi nya menghasilkan keadaan desensitisasl (disebut juga
kontraksi otot polos. sebagai adaptasi, resistensi atau regulasi-menurun) se-
hingga efek setelah pemajanan kontinu dan pemajanan
Saluran Berpintu Nukleotida Siklik berikumya terhadap konsentrasi obat yang sama akan
Setain untuk mengaktifkan protein kinase, AMP siktik dan hilang. Fenomena ini, disebut tahiflaksis,terjadi dengan
GMP siklik juga mengikat dan mengatur secara langsung cepat dan sangat penting pada terapi; contohnya adalah
aktivitas saluran kation membran plasma yang dikenal penurunan respons pada penggunaan berulang agonis
sebagai saluran berpintu nukleotida siklik (cyclic nucleo- reseptor B sebagai bronkodilator dalam pengobatan
tide-gated, CNG, channels). Saluran ion CNG telah di- asma(lihat Bab 10 dan27).
temukan di ginjal, testis, jantung dan SSP Saluran ini Desensdrsasi dapat diakibatkan oleh ketidaksampaian
membuka sebagai respons terhadap peagikatan lang- senyawa resepfor ke agonis atau dari reseptor teftentu
sung nukleotida siklik intrasel dan berkontibusl pada yang drsinlesls dan tersedia di permukaan sel (misalnya,
kontrol seluler atas potensial membran serta kadar Ca2* regulasi menurLtn pqda jumlah reseptof. Fosforilasi
intraset. Saturan ion CNG merupakan saluran yang mem- reseptor oleh GPCR krnase speslfik (GRK) memainkan
bentuk pori-pori multisubunit yang memiliki kemiripan peranan penting dalam memicu desnsrfrsasi yang cepat.
struktural dengan saluran K berpintu volfase. Fosofoilasi GPCR yang dimiliki oleh agonis oleh GRK
memfasilitasi pengikatan protein sitosolik bernama arestin
Kalsium
dengan.reseptornya sehingga melepaskan ikatan protein
Pelepasan Ca2' ke dalam sitoplasma diperantarai oleh G dengarl reseptor tersebut. B-arestin merekrut protein
berbagai saluran: Saluran membran plasma yang diatur seperti PDE4 (yang membatasi penghantaran sinyalAMP
oleh protein G, potensialmembran, K atau Ca2* itu sendiri, siklik), dan protein lainnya sepefti klatrin dan Br-adaptin
20 secIAN I prinsip umum

. sehingga akan memicu sekuesfrasl reseptor dari mem- dan subtipe reseptor sering berubah-ubah dan/atau
bran (internalisasi) dan menyediakan sebuah "panggung" historikal. Reseptor a,, a, dan p berbeda satu sama lain
yang memungkinkan pensinyalan tambahan. baik dalam hal selektivitas terhadap obat maupun dalam
D apat di pe rki rakan b ahw a supe rse nsitivitas te rh ad ap pengkoplingan ke protein G (secara berturut-turut Gr, G,
senyawa agonis senng terjadi setelah reduksi kronis dan G ), tetapi a dan B dianggap kelas reseptor seriang-
slrmu/asi reseplor Sfiuasi sepefti itu dapat terjadi, misal- kan a,dan ardianggap sebagai subtipe. Isoform reseptor
nya, setelah penaikan dari blokade reseptor yang dipen drn,ds dan a,rsedikit berbeda dalam sifat biokimianya,
panjang (contohnya, pemberian antagonis B+eseptor walaupun drslnbusi jaingannya jetas berbeda. Subfrpe
dalam jangka waktu lama sepefti propranolol,lihat Bab reseptor adrenergik B f dan p, menunjukkan perbeda-
,, ,,
10) atau ketika denervasi kronik dari serabut pregangtion an baik dalam distribusi di jaringan maupun fosforitasi
menginduksi peningkatan pelepasan neurotransmiter per oleg GRK dan PKA.
denyut, yang mengindikasr'kan supersen titivitas neuronat Perbedaan farmakologis di antara subtipe reseptor
postganglionik Supersenslflvif as dapat pul a diakibatkan dimanfaatkan secara terapeutik melatui pengembangan
oleh respons jaingan terhadap kondisi patologls, seperli dan penggunaan obat yang selektif terhadap reseptor
yang terjadi pada iskemia jantung dan yang terjadi kirena tertentu. Obat semacam itu dapat digunakan untuk mem-
sinfesls dan penggunaan reseptor baru di permukaan peroleh respons yang berbeda dari jaringan yang sama
miosit. jika subtipe reseptor mencetuskan sinyal intraselutar
yang berbeda, atau untuk secara diferensialmemodulasi
PENYAKIT AKIBAT MALFUNGSI RESEPTOR Per- sel atau jaringan berbeda yang mengekspresikan satah
ubahan pada reseptor dah efektor pensinyalnya dapat satu subtipe reseptor. Peningkatan selektivitas obat pada
menjadi penyebab suaru penyakit. Hilangnya sebuah jaringan atau respons yang ditimbulkan oteh suatu jaring-
reseptor pada suatu sistem pensinyalan yang sangat rer- an tunggal dapat menentukan apakah keuntungan tera-
spesialisasi dapat menyebabkan gangguan fenotip yang "peutik obat tersebut akan lebih besar dibandingkan efek
relatif terbatas, seperti defisiensi resepror androgin dan yang tidak diharapkan.
sindrom insensitivitas androgen; lihatBab 58. Difisiensi
jalur pensinyalan yang digunakan secara luas memiliki
Kerja Obat yang Tidak Diperantarai oleh
efek yang lebih luas pula, sepemi yang terlihat pada
miasqenia gravis dan beberapa bentuk diabetes melitus Reseptor
yang resisten rerhadap insulin,. yang masing-masing Beberapa efek obat tidak muncul melalui resepror
terjadi akibat habisnya resepror nikotinik kolinergik makromolekul, seperti terapi penetralan asam lambung
secara autoimun (lihat Bab 9) atau resepror insulin oleh basa (antasid). Obat seperti manitol bekerja berl
(lihatBab 60). dasarkan sifat kolegatif, meningkatkan osmolariias dari
berbagai cairan tubuh dan menyebabkan perubahan
Ekspresl reseptor, efel<tor, atau protein kopling yang me-
distribusi air sehingga menyebabkan diuresii, katarsis,
nyimpang atau ektopik berpotensi menimbulkan super-
penambahan volume yang bersirkulasi dalam kompar-
senslfiylfas, subsensifivllas, atau respons yang tak meng-
temen vaskular, atau pengurangan edema sercbaI (lihat
untungkan lainnya. Di antara hal-hal penting ini adalah
Bab 28). Pemberian senyawa pengikat kolesterol secara
munculnya reseptor yang menyimpang sebagai produk
oral ,(misalnya, resin holestiramin) dapat digunakan
onkogen yang mengubah sel normal menjadi se/ ganas.
untuk menurunkan absorpsi kolesterol dari makanan.
Sesungguhnya, semua jenis sisfem pensinyalan memiliki
pofensl onkogenik (Bab 51).
PENGUKURAN INTERAKSI OBAT-
PENTINGNYA SUBTIPE RESEPTOR RESEPTOR DAN EFEKYANG
Koning molekuler telah mempercepat penemuan subtipe DITIMBULKAN
reseptor baru, dan ekspresinya sebagai protein rekom-
binan telah memudahkan penemuan obat yang selektif Farmakologi Reseptor
terhadap subtipe reseptor, Reseplor yang berbeda na- Teori pendudukan reseptot yang menganggap bahwa
mun masih berkaitan dapat (namun tidak selalu) menun- respons berasal dari reseptor yang diduduki oleh obat,
jukkan pola se/ekflvifas yang berbeda di antara ligan memiliki hukum aksi massa sebagai dasar. Hubungan
agonis atau antagonis. Jika ligan selektif tidak diketahui, dasar dari farmakologi resepror adalah kurva doiis-
reseptor secara umum disebut sebagai isoform dan respons, sebuah gambaran dari efek suaru obat sebagai
bukan sebagal subtipe. Namun, perbedaan antarkelas fungsi dari konsentrasinya pada kompartemen resepror.
BAB I Farmakokinetika dan Farmakodinamika 21

E
.E
I
(\t
too 100

o
550
o
*50
o
o)
x.
s0 0
Log [A]

Gambar 1-8 Respons bertingkat yang dinyatakan sebagai fungsi dari konsentrasi obat A yang ada pada
reseptornya. Bentuk hiperbola pada kurva Gambar A menjadi sigmoid ketika diplotkan secara semilogaritmik,
seperli pada Gambar B. Konsenlrasi obat yang menghasilkan 50% dari respons obat maksimal mengukur aktivitas
obat dan dikenal sebagai ECuo (konsentrasi efektlf untuk 50% respons). Rentang konsentrasi yang diperlukan untuk
menggambarkan hubungan dosis-respons (-3 log,o[10] unit) terlalu luas untuk digunakan dalam formai linier pada
Gambar 1-8A; oleh karena itu, sebagian besar kurva dosis-respons menggunakan log [D] sebagai absis (Gambar
1-BB), Kurva ciosis-respons yang ditampilkan dengan cara ini akan berbentuk sigmoid dan mempunyai tiga sifat
utama: ambang, kemiringan, dan asimtot maksimal. Parameter-parameter ini mencirikan dan mengukur aktivitas
obat tersebut. Kurva sigmoid juga menjelaskan hukum aksi massa yang dinyatakan pada Persamaan 1-'16.

Gambar 1-8A memperlihatkan kurva dosis-respons yang

Eff =; -
khas; kurva mencapai nilai asimtot maksimal ketika Pada kesetimbangan, = (1, 11)
obat telah menduduki seluruh tempat reseptor. ^,
Beberapa obat menyebabkan respons stimulasi pada
Konstanta afinitas merupakan kebalikan dari kon-
dosls rendah dan inhibisi pada respons tlnggi. Hubungan
stanta disosiasi pada saat kesetimbangan (konstanta
bentuk U ini, untuk beberapa slsfem resepfor, dikatakan
afinitas = K^= IIKD). Afinitas yang tinggi berarti nilai
mem pe rlihatkan hormesis. Beb e rap a siste m ob at-re septo r
Kryang kecil. Secara praktis, afinitas suatu obat paling
dapat menunjukkan sifat seperti ini (misalnya, prosta-
sering dipengaruhioleh A, dibandingkan oleh [,. Walau-
glandin, endotelin, serla agonls purinergik dan serotoner-
pun beberapa asumsi telah dibuat dalam analisis ini,
gik), yang kemungkinan merupakan dasar daritoksisltas
secara umum sebaiknya pertimbangkan juga interaksi
obat.
obat-reseptor. Penggunaan Persamaan (1-17) yang
sederhana ini memungkinkan kita untuk menuliskan
Potensi dan Efekasi Relatif persamaan pendudukan fraksionai (f reseptor oleh
Secara umum, interaksi obat-reseptor dikarakterisasi agonis:
oleh, pertama, ikatan obat dengan reseptor, dan yang
kedua oleh timbulnya respons dari suatu sistem biologis. [kompieks obat-res ep tor'] IDRI
Fungsi pertama diatur oleh sifat kimia yang disebut
freseptor total] lRl+ lDRl
dengan afnitas, diatul oleh gaya kimia yang menyebab-
kan obat berasosiasi secara reversibel dengan reseptor. Persamaan ini dapat dinyatakan menggunakan suku
4,. Ko (atau Ko) dan [D] menjadi:
D + R g2 DR -+ Respons (1 - 16)

.- K'lDl - tDl /r-ro\


\ r ")
Persamaan sederhana ini menjeiaskan ketergantung- '- l+K,JDl [DI+KD
an interaksi obat (D) dengan reseptor' (R) baik pada ke-
cepatan asosiasi (,4,) maupun kecepatan disosiasi (2r). Jadi, jika
[D] = Ko, obat akan menduduki 50% dari
Pada waktu tertentu, konsentrasi kompleks obat-resep- reseptor yang ada. Obat poten adalah obat yang me-
toL lDRl akan sama dengan hasil kali ,,[D][R] di- respons melalui dengan cara berikatan dengan sejumlah
kurangi hasil kali kr[DR]. Pada kesetimbangan (yaitu kritis jenis reseptor tertentu pada konsentrasi rendah
saat d[DR]/dr = 0), k,[D][R]= kr[DR]. Konstanta diso- (afinitas tinggi) dibandingkan dengan obat lain yang
siasi kesetimbangan (Kn) dapat dijelaskan sebagai rasio bekerja pada sistem yang sama dan memiliki afinitas
dari konstanta disosiasi dan asosiasi (hrl h,). yang lebih rendah sehingga membutuhkan obat dalam
22 necreN I Prinsip umum
jumlah yang lebih banyak untuk berikatan dengan perkirakan aktivitas yang sejenis dalam sistem yang lain.
reseptor dalam jumlah yang sama. Metode lain untuk memperkirakan aktivitas igonis *pada
Perolehan suafu respons dari kompleks obat-reseptor
ialah dengan membandingkan asimtot maksimal
diatur oleh suafu sfal yang disebut dengan efikasi.
sistem tempar agonis tidak menghasilkan respons
maksimal (Gambar 1-9B). Keuntungan
Sementara agonisme ialah informasiyang dikode dalam -..tggun"k".t
maksima adalah karena sifat ini semara-mata bergantung
struktur kimia suatu obat yang menyebabkan reseptor
mengubah konformasi untuk menghasilkan respons
pada efikasi, sedangkan potensi *er,rp"ka.t f*.tgri
frsiologis atau biokimia ketika obat tersebut terikat, efikasi
gabungan dari afinitas dan efikasi.
merupakan sifaf intrinsik obat tertentu yang menentukan
PENGUKURAN ANTAGONISME Pola karakterisrik
seberapa "baik" obat itu beftindak sebagai agonis. Dulu,
antagonisme berkaitan dengan mekanisme tertentu dari
efikasi dianggap sebagai konstanta proporsionalitas yang
blokade resepror. Antagonisme pertama ialah anta-
mengukur tingkat perubahan fungsional yang merupakan
gonisme hompetitif sederhana, yakni obat yang efikasi
bagian darisisfem respons yang dimediasi oleh reseptor
intrinsiknya kurang namun tetap memiliki afinitas
ketika mengikat obat. OIeh karena itu, suatu obat yang
memiliki efikasi tinggi mungkin merupakan agonis penuh
untuk berkompetisi dengan agonis terhadap rempar
yang pada konsentrasi teftentu menghasilkan respons
ikatan pada resepror'. Pola karakteristik antagonisme
semacam ini merupakan hasil dari pergeseran paralel
penuh, sedangkan suatu obat dengan efikasi yang lebih
kurva dosis-respons agonis ke kanan t".tp" p..ub"h"rt
rendah pada reseptor yang sama mungkin tidak akan
pada respons maksimal, yang bergantung pada konsen-
menghasilkan respons penuh pada dosis berapapun.
trasi (Gambar 1-104.). Besarnya pergeseran ke arah
Jika efikasi relatif obat pada reseptor tertentu dapat
kanan kurva bergantung pada konsentr.asi antagonis
digambarkan, suatu obat yang memiliki efikasi intrinsik
dan afinitasnya terhadap reseptor.
rendah dapat dideskipsikan sebagai agonis parsial.
Serupa dengan hal itu, obat agonis parsial dapat ben
PENGUKURAN AGONISME Jika potensi relatif dua kompetisi dengan obat agonis "penuh" untuk berikatan
agonis dengan efikasi yang sama diukur pada sistem dengan reseptor. Akan tetapi, peningkatan konsentrasi
biologis yang sama, kejadian pensinyalan downstream agonis parsial akan menghambat respons karakteristik
akan sama pada kedua obat, dan perbandingannya efikasi intrinsik obat hingga suatu tingkat yang terbatas;
menghasilkan ukuran afinitas dan efikasi relatif kedua antagonis kompetitif akan menurunkan respons hingga
agonis tersebut (Gambar 1-9A). Respons agonis dapat nol. Dengan demikian, agonis parsial dapat digunakan
dijelaskan dengan baik melalui penentuan konsenrrasi secara terapeutik untuk menyangga respons dengan
efektif setengah-maksimal (8C50). Dengan demikian, menghambat stimulasi yang tidak menguntungkan tanpa
pengukuran potensi agonis dengan cara membanding- menghilangkan rangsangan dari reseptor secara total.
kan nilai ECrn merupakan salah satu metode pengukuran
kemampuan agonis-agonis yang berbeda untuk meng- Antagonis dapat berdisosiasi sedemikian lambatnya
induksi respons pada sistem uji serta untuk mem- dari reseptor sehingga pada dasarnya bekerja secara

A B
E Potensi Relatif
E 100 .l 100
o
iz 80 80
o
tr
iz
o)
60
40
60
40 l
ul 20 20
s 0 0 I
Log [Agonis] Log [Agonis]

Gambar 1.9 Dua cara mengukuragonisme.A. Potensi relatif dua agonis (obatx, garis tipis, obaty, garis
tebal) yang diperoleh pada jaringan yang sama adalah fungsi dari aflnitas relatif dan efikasi intrinsiknya. Efek
setengah maksimal dari obat x muncul pada konsentrasl yang besarnya sepersepuluh konsentrasi efektit
setengah-maksimal dari obat y, Jadi, obat x lebih poten daripada obat y. 8. Pada sistem ketika kedua obat tidak
menghasilkan karakteristik respons maksimal dari jaringan tersebut, respons maksimal yang teramati merupa-
kan fungsi nonlinear dari efikasi intrinsik relatif masing-masing obat. Obat x memiliki efikasi yang labih tinggi
dibandingkan obat y; respons fraksional asimtot kedua obat ini adalah 100% (obat x) dan 50% (obat y).
BAB 1 Farmakokinetika dan Farmakodinamika 23

Kompetitif
AI 6
100
E
'6
L(!

f-441 .--------------
io 50

V\r.4 uJ

4 I
s

Pseudo-ireversibei
A

-)l
G
E
'6

I ,N^r\
!
(u

€-v

L.,^-?) I
]U
s
0)

Log IAI

100
t
.E
6
rz
G

Alosterik =50
S
AIS
a?I / ,r'
I l,,tlar,rN ,/
0
Log [AI
| ,1 l '
I\^/ ->
,rr
t\
| \\
)l 1oo

E
I
(5

.v,
dJ
UJ

s
Log [A]

GAMBAR 1-10 Mekanisme antagonisme reseptor. A. Antagonisme kompetitif terjadi ketika agonis A dan
antagonis I berkompetisi untuk tempat ikatan yang sama pada reseptor. Kurva respons untuk agonis tergeser
ke arah kanan, bergantung pada konsentrasi, oleh antagonis sehingga ECuo untuk agonis meningkat (misalnya,
L yersus f,
1", dan L"') sesuai dengan konsentrasi antagonis. B. Jika senyawa antagonis berikatan dengan
tempat yang sama dengan agonis, tetapi secara ireversibel atau pseudo-ireversibel (disosiasi lambat, namun
tanpa ikatan kovalen), akan dihasilkan pergeseran kurva dosis-respons ke arah kanan, dengan penurunan
respons maksimal. Efek alosterik muncul jika ligan I berikatan pada tempat yang berbeda pada reseptor
sehingga dapat menghambat respons (/lhaf panel C) atau meningkatkan respons (/rhat panel D). Efek ini dapat
menjadijenuh; inhibisi mencapai suatu nilai terbatas ketika semua tempat alosterik telah diduduki.
24 sncnN I prinsip umum
ireversibel. Pada keadaan ini, respons maksimal terhadap Antagonisme nonkompetitif dapat dihasilkan oleh tipe
agonis akan tertekan pada beberapa konsentrasi anra- obat lainnya yang disebut sebagai antagonis alosterik.
gOnis (Gambar 1-10B). Secara operasional, ini disebut Obat tipe ini menghasilkan efeknya dengan berikatan
sebagai antagznisme nonleompetitif, meskipun meka- pada tempat ikatan yang berbeda dengan tempat ikatan
nisme kerja molekulernya tidak dapat disimpulkan agonis primer pada reseptor s ehingga mengubah afinitas
secara meyakinkan dari efeknya. Antagonis ireversibel reseptorterhadap agonis tersebut, Pada kasus antagonis
yang berkompetisi terhadap rempar ikatan yang sama alosterik, afinitas reseptor terhadap agonis diturunkan
seperti agonisnya juga dapat menghasilkan pola anta- oleh antagonis (Gambar 1-10C). Sebatiknya, beberapa
gonisme sepertiyang ditunjukkan pada Gambar l-10B. efek alosterik memperkuat efek agonis (Gambar 1-10D).

?f* Bibliografi lengkap dapat dilihat pada Goodman & Gilman's Tbe Pharznacological Ba^sis of
Therapeutics, 1lth ed., atau Goodman 8c Gilman Online di www.accessmedicine.com.

You might also like