You are on page 1of 18

KEPERAWATAN JIWA

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN


TINDAKAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HALUSINASI
Dosen pembimbing : Ns. Sutejo, M.Kep.,Sp.Kep.J

Disusun Oleh :
1. GALUH AYU NUR WIDATI (P07120216058)
2. UMI KALSUM MUSTALQIMAH (P07120216059)
3. ATIKA FAJRIN AYUNINGTYAS (P07120216067)
4. MUHAMMAD ABDUL AZIZ (P07120216077)
5. WIKE KURNIANINGSIH (P07120216078)

SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN B


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI
I. Kasus (masalah utama) : Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi
II. Proses Terjadinya Masalah
A. Definisi
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanda ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami
suatu persepsi melaluipanca indra tanpa stimullus eksteren: persepsi palsu.
(Prabowo, 2014)
Halusinasi adalah persepsi yang salah atau persepsi sensori yang tidak
sesuai dengan kenyataan seperti melihat bayangan atau suara-suara yang
sebenarnya tidak ada (Hartono, 2012)
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien
mengalamai perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Klien merasakan
stimulus yang sebetulnya tidak ada. (Damayanti, 2012)
B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan pasien terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluatga menyebabkan pasien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilangnya percaya diri dan lebih
rentan terhadap stress.
b. Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima di ingkungannya sejak
bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
lingkungannya
c. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.
Adanya stress yang berlebih dialami seseorang maka di dalam tubuh
akan dihasilkan zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia.
Akibat stress berkepanjangan menyebabakan teraktivasinya
neutransmitter otak.
d. Faktor Psikologi
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus padapenyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan pasien dalam mengambil keputusan yang tepat
demi masa depannya. Pasien lebih memilih kesenangan sesaat dan
lari dari alam nyataa menuju alam hayal
e. Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwaanak sehat yang diasuh oleh orang
tua skizofrenia cenderung mengalamai skizofrenia. Hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangat berpengaruh padapenyakit ini. (Prabowo, 2014)
2. Faktor Presipitasi
a. Biologis
Gangguan dalam momunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu
masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk
secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterprestasikan.
b. Stress Lingkungan
Ambang toleransi terhadap tress yang berinteraksi terhadap
stresosor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
c. Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam
menamggapi stress.(Prabowo, 2014)
d. Perilaku
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
perasaan tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku menarik diri,
kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak
dapat membedakan nyata dan tidak.
1) Dimensi fisik
Halusianasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik
seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan,
demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk
tidur dalamwaktu yang lama.
2) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang
tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusianasi itu terjadi,
isi dari halusinasi dapat berupa peritah memaksa dan
menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah
tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu
terhadap ketakutan tersebut.
3) Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa
individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya
penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usha
dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun
merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang
dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan
mengotrol semua perilaku klien.
4) Dimensi sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase
awal dan comforting, klien menganggap bahwa hidup
bersosialisasi dialam nyata sangat membahayakan. Klien asyik
dengan dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat
untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri
dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi
halusinasi dijadikan kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika
perintah halusinasiberupa ancaman, dirinya atau orang lain
individu cenderung keperawatan klien dengan mengupayakan
suatu proses interkasi yang dapat menimbulkan pengalaman
interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan klien tidak
menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan
lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
5) Dimensi spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan
kehampaan hidup, rutinitas, tidak bermakna, hilangnya aktivitas
ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan
diri, dan terganggu (Damayanti, 2012).
C. Jenis-jenis halusinasi
Beberapa jenis halusinasi ini sering kali menjadi gejala penyakit
tertentu,seperti skizofrenia.Namun terkadang juga dapat disebabkan oleh
penyalahgunaan narkoba ,demam,depresi atau demensia,berikut ini jenis
jenis halusianasi yang mungkin saja mengintai pikiran manusia.
1. Halusinasi Pendengaran (Audio)
Gangguan stimulus dimana pasien mendengar suara-suara
terutama suara-suara orang, biasanya pasien mendengar suara orang yang
sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkan dan memerintahkan
memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan (visual)
Sebuah persepsi yang salah pada pandangan. Isi dari halusinasi
dapat beragam seperti bentuk pancaran cahaya, gambaran geometric,
gambar kartun atau panorama yang luas dan kompleks. Tetapi biasanya
orang atau tokoh seperti manusia. Misalnya, seseorang merasa ada orang
berdiri di belakangnya, bayangan bias menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi Pengecapan (Gustatorius)
Sebuah persepsi yang salah mengenai rasa. Biasanya pengalaman
ini tidak menyenangkan. Misalnya seorang individu mungkin mengeluh
telah mengecap rasa logam secara terus menerus. Jenis halusinasi ini
sering terlihat di beberapa gangguan medis seperti epilepsy dibandingkan
pada gangguan mental.
4. Halusinasi penciuman (Olfaktori)
Halusinasi ini melibatkan berbagai bau yang tidak ada.bau ini
biasanya tidak menyenangkan seperti mau muntah, urin, feses asap atau
daging busuk. Kondisi ini juga sering disebut sebagai Phantosmia dan
dapat diakibatkan oleh adanya kerusakan saraf di bagian indra
penciuman. Kerusakan mungkin ini mungkin disebabkan oleh virus,
trauma, tumor otak atau paparan zat zat beracun atau obat obatan.
5. Halusinasi sentuhan (Taktil)
Sebuah persepsi atau sensasi palsu terhadap sentuhan atau suatu
yang terjadi di dalam atau pada tubuh. Contoh merasakan sensasi listrik
datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
6. Halusinasi somatik
Ini mengacu pada saat seseorang mengalami perasaan tubuh
mereka merasakan nyeri yang parah misalnya akibat mutilasi atau
pergeseran sendi.pasien juga melaporkan bahwa ia juga mengalami
penyerahan oleh hewan pada tubuh mereka seperti ular merayap dalam
perut. (Hartono, 2012)
7. Halusinasi Viseral
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya
a. Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya
sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan kenyataan
yang ada. Sering pada skizofrenia dan sindrom obus parietalis.
Misalnya sering merasa diringa terpecah dua.
b. Derelisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungan yang tidak
sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala suatu yang
dialaminya seperti dalam mimpi. (Damayanti, 2012)
D. Proses Terjadinya Halusinasi
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase dan setiap fase memiliki
karakteristik yang berdeda yaitu:
1. Fase I
Pasien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian,
rasa bersalah dan takut serta mencoba berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini pasien tersenyum atau
tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan
mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
2. Fase II
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Pasien mulai lepas
kendali dan mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan
sumberdipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf
otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut
jantung, pernapasan, dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman
sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi
dengan reaita.
3. Fase III
Pasien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini pasien sukar berhubungan
dengan orang ain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah
dari orang ain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan
terutamajika akan berhubungan dengan orang lain.
4. Fase IV
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika pasien mengikuti perintah
halusinasi. Di sni terjadi perikalu kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak
mampu berespon terhadap perintah yang komplek dan tidak mampu
berespon lebih dari 1 orang. Kondisi pasien sangan membahayakan.
( Prabowo, 2014)
E. Tanda dan Gejala
Perilaku paisen yang berkaitan dengan halusinasi adalah sebagai berikut:
1. Bicara, senyum, dan ketawa sendiri.
2. Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, dan respon
verba lambat.
3. Menarik diri dari orang lain,dan berusaha untuk menghindari diri dari
orang lain.
4. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan yang tidak
nyata.
5. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
6. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik dan
berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya.
7. Curiga, bermusuhan, merusak(diri sendiri, orang lain dan lingkungannya)
dan takut
8. Sulit berhubungan dengan orang lain
9. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung,jengkel dan marah
10. Tidak mampu mengikuti perintah
11. Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik, agitasi dan kataton.
(Prabowo, 2014)
F. Akibat
Akibat dari hausinasi adalah resiko mencederai diri, orang lain dan
ingkungan. Ini diakibatkan karena pasien berada di bawah halusinasinya
yang meminta dia untuk melakuka sesuatu hal diluar kesadarannya.
(Prabowo, 2014)
III. Data yang Perlu Dikaji
A. Masalah Keperawatan
1. Risiko perilaku kekerasan
2. Gangguan sensori persepsi : halusinasi
3. Isolasi sosial : menarik diri
B. Data yang Perlu Dikaji
1. Risiko Perilaku Kekerasan
a. Data subjektif
- Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang
- Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah
- Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya
b. Data objektif
- Mata merah, wajah agak merah
- Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai : berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain
- Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam
- Merusak dan melempar barang-barang
2. Gangguan Sensori Persepsi
a. Data subjektif
- Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan
dengan stimulus nyata
- Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
- Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
- Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
- Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
- Klien ingin memukul/melempar barang-barang
b. Data objektif
- Klien berbicara dan tertawa sendiri
- Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
- Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu
- Disorientasi
3. Isolasi Sosial : Menarik Diri
a. Data subjektif
- Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya
dijawab dengan singkat “tidak”, “ya”.
b. Data objektif
- Apatis
- Ekspresi sedih
- Afek tumpul
- Menyendiri/menghindari orang lain
- Berdiam diri di kamar
- Komunikasi kurang atau tidak ada (banyak diam)
- Menolak berhubungan dengan orang lain
- Perawatan diri kurang
- Posisi tidur seperti janin (menekur)
IV. Pohon Masalah dan Prioritas Diagnosa Keperawatan
Risiko Perilaku Kekerasan Effect

Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Cor Problem

Cause
Isolasi Sosial : Menarik Diri

Prioritas Diagnosa Keperawatan


Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi berhubungan dengan menarik diri
V. Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan Umum :
Pasien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya
Tujuan Khusus :
1. Pasien dapat membina hubungan saling percaya
2. Pasien dapat mengetahui halusinasinya
3. Pasien dapat mengontrol halusinasinya
4. Pasien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol
halusinasinya
5. Pasien dapat menggunakan obat dengan benar

(Iskandar dkk, 2012)


No Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
1. Pasien dapat Setelah 1x interaksi, Bina hubungan saling percaya
membina pasien mampu dengan menggunakan prinsip
hubungan membina hubungan komunikasi terapeutik :
saling percaya saling percaya dengan 1. Sapa pasien dengan ramah
perawat dengan baik verbal maupun non
kriteria: ekspresi verbal
wajah bersahabat, 2. Perkenalkan nama, nama
menunjukkan rasa panggilan dan tujuan perawat
senang, dan kontak berkenalan
mata, mau berjabat 3. Tanyakan nama lengkap dan
tangan, mau panggilan yang disukai
menyebutkan nama, pasien
mau dududk 4. Buat kontrak yang jelas
berdampingan dengan 5. Tunjukkan sikap jujur dan
perawat, mau menunjukkan sikap empati
mengungkapkan serta menerima apa adanya
perasaannya 6. Beri perhatian kepada pasien
dan perhatikan kebutuhan
dasar pasien
7. Beri kesempatan pasien
untuk mengungkapkan
perasaannya
8. Dengarkan ungkapan pasien
dengan penuh perhatian ada
ekspresi perasaan pasien.
2. Pasien dapat Setelah 2 X interaksi, 1. Adakan kontak sering dan
mengenal pasien dapat singkat secara bertahap
halusinasinya menyebutkan: 2. Observasi tingkah laku yang
1. Isi terkait dengan halusinasi
2. Waktu (verbal dan non verbal)
3. Frekuensi 3. Bantu mengenal halusinasi
4. Situasi dan kondisi 4. Jika pasien tidak sedang
yang menimbulkan berhalusinasi klarifikasi
halusinasi tentang adanya pengalaman
halusinasi, diskusikan dengan
pasien isi, waktu, dan
frekuensi halusinasi pagi,
siang, sore, malam atau
sering, jarang.
5. Diskusikan tentang apa yang
dirasakan saat terjadi
hausinasi
6. Dorong untuk
mengungkapkan perasaan
saat terjadi halusinasi
7. Diskusikan tentang dampak
yang akan dialami jika pasien
menikmati halusinasinya.
3. Pasien dapat Seteah 2x interaksi 1. Identifikasi bersama tentang
mengontrol pasien menyebutkan cara tindakan jika terjadi
halusinasinya tindakan yang halusinasi
biasanya dilakukan 2. Diskusikan manfaat cara
untuk mengendalikan yang digunakan paisen
halusinasinya. 3. Diskusikan cara baru untuk
memutus/ mengontrol
halusinasi
4. Bantu pasien memilih cara
yang sudah dianjurkan dan
latih untuk mencobanya
5. Pantau pelaksanaan tindakan
yang telah dipiih dan dilatih,
jika berhasil beri pujian
4. Pasien dapat Setelah 2x interaksi 1. Buat kontak pertemuan
dukungan dari keluarga menyatakan dengan keluarga (waktu,
keluarga dalam setuju untuk topik, tempat)
mengontrol mengikuti pertemuan 2. Diskusikan dengan keluarga:
hausinasi dengan perawat pemgertian halusianasi, tanda
gejala, proses terjadi, cara
yang bias diakukan oleh
pasien dan keluarga untuk
memutus halusinasi, obat-
obat halusinasi, cara merawat
pasien halusinasi di rumah,
beri informasi waktu follow
up atau kapan perlu
mendapat bantuan.
3. Beri reinforcement positif
atas keterlibatan keluarga
5. Pasien dapat Setelah 2x interaksi 1. Diskusikan tentang manfaat
menggunakan pasien dan kerugian tidak minum
obat dengan mendemonstrasikan obat, dosis, nama, frekuensi,
benar penggunaan obat efek samping minum obat
dengan benar 2. Pantau saat pasien minum
obat
3. Anjurkan pasien minta
sendiri obatnya pada
perawat
4. Beri reinforcemen jika
pasien menggunakan obat
dengan benar
5. Diskusikan akibat berhenti
minum obat tanpa konsultasi
dengan dokter
6. Anjurkan pasien
berkonsultasi dengan
dokter/perawat jika terjadi
hal-ha yang tidak
diinginkan. (Prabowo, 2014)
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
Pertemuan 1
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
a. Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan
stimulus yang nyata.
b. Klien mengatakan melihat gambar tanpa ada stimulus yang nyata
c. Klien mengatakan membau tanpa stimulus
d. Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
e. Klien merasa takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
f. Klien ingin memukul/melempar barang-barang
2. Diagnosis Keperawatan
Gangguan sensori persepsi : halusinasi
3. Tujuan Khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
b. Klien dapat mengetahui halusinasi yang dialaminya
4. Tindakan Keperawatan
a. Membina hubungan saling percaya
b. Membantu klien mengetahui halusinasi yang dialaminya
B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
Selamat Pagi, Mas, sedang apa? Perkenalkan nama saya Aziz, bisa
dipanggil Mas Aziz. Mas namanya siapa? Senang dipanggil siapa? Baik
Mas __________ selama dua minggu saya akan menemani Mas
_________ nanti Mas bisa cerita-cerita masalah Mas ke saya, ya.
b. Evaluasi/Validasi
Mas __________ sedang merasakan apa? Kalau saya lihat, Mas tampak
sedang berbicara/ melihat/ merasakan/ mendengar, sedang berbicara/
melihat/ merasakan/ mendengar siapa, Mas?
c. Kontrak
1) Topik
Mas, bagaimana kalau kita ngobrol tentang suara/ gambaran/ rasa
yang Mas lihat/ dengar/ rasa?
2) Tempat
Dimana kita mau ngobrol, Mas?
3) Waktu
Kita akan ngobrol berapa menit, Mas?
2. Kerja
Sekarang sudah duduk santai nih, Mas. Coba tolong Mas ________
sampaikan yang didengar/ lihat/ rasakan isinya mengenai apa? Biasanya, saat
kapan Mas mendengar/ melihat/ merasakan? Berapa kali Mas mendengar/
melihat/ merasakan? Yang Mas dengar/ lihat/ rasa itu seperti apa, Mas?
3. Terminasi
a. Evaluasi Subjektif
Bagaimana perasaan Mas ________ setelah kita ngobrol tentang suara/
gambar/ rasa yang Mas hadapi?
b. Evaluasi Objektif
Jadi suara/ gambar/ rasa yang Mas dengar/ lihat/ rasa adalah __________
muncul saat __________ yang harus Mas lakukan saat suara/ gambar/
rasa tersebut muncul _____________.
c. Rencana Tindak Lanjut
Terima kasih, Mas _______ hari ini sudah mau ngobrol dengan saya.
Kalau Mas mendengar/ melihat/ merasakan lagi, beritahu perawat, ya,
supaya dibantu. Sampai bertemu besok, Mas ________.
d. Kontrak
1) Topik
Baik, Mas ________ bagaimana kalau besok kita bertemu lagi untuk
membicarakan cara mengendalikan suara/ gambar/ rasa yang Mas
hadapi?
2) Tempat
Buat besok, di mana kita bisa ngobrolnya, Mas, mungkin Mas tahu
tempat yang teduh dan santai untuk ngobrol?
3) Waktu
Besok kita bertemu pukul 09.00, ya, Mas, di _________.
DAFTAR PUSTAKA

Eko, Prabowo. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha
Medika
IskandarDkk. 2012. AsuhanKeperawatanJiwa. Bandung :RefikaAditama

Mukhripah, Damayanti. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

Yudi, Hartono Dkk. 2012. Buku Ajar KeperawatanJiwa. Jakarta :SalembaMedika

You might also like