You are on page 1of 19

ATRESIA BILLIER

DISUSUN OLEH :
 Citra wulandari zebua

 Evita zahara
 Igun afriansyah
 Ira anggita sari

 Karyahadewi

 Nora ariski

 Nurhalis sigalingging

 Nursetia harahap

 Putry labibah asrianto sipayung

 Risky ramayanda

 Sakinah dini anggraini harahap

 Yarima melati

STIKES RS.HAJI MEDAN


JURUSAN S1 KEPERAWATAN
Tahun ajaran 2016-2017
Medan, Sumatra utara
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah hirobbil’alamin,rasa syukur saya ucapkan kepada Allah swt yang

telah memberikan kekuatan, ketabahan, dan ilmu yang bermanfaat kepada kami

sehingga kami dapat menyusun sebuah Makalah untuk memenuhi tugas tentang

penyakit penyakit yaitu ateresia billier.

Allah Humma Sholli’Ala Saidina Muhammad Wa’Ala Ali saidina

Muhammad kami ucapkan kepada permata ayahanda Abdullah, Mutiara ibunda

Aminah, yakni junjungan alam Nabi besar Muhammad saw. Nabi Muhammad

saw yang telah membawa umatnya dari alam jahiliah, dari alam yang gelap,

menuju alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan yang disinari iman dan

islam, seperti yang kita rasakan sekarang ini. Dalam kesempatan ini, kami

ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

peneliti menyusun dan menyelesaikan makalah ini, terutama pada pembimbing

dan teman-teman.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Kepada pembaca

dimohonkan tegur sapa apabila menemukan kejanggalan dalam makalah ini,

untuk dijadikan pegangan dan upaya peningkatan selanjutnya agar menjadi

lebih baik lagi.

Akhirnya kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi semua

pihak yang sempat membaca makalah ini pada umumnya dan bagi kami sendiri

khususnya.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB 1: PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG ..............................................................................................1


2. RUMUSAN MASALAH .........................................................................................1
3. TUJUAN MASALAH .............................................................................................2

BAB 2 : Landasan teori

2.1 Sistem billier ...........................................................................................................3


2.1.1 embriologi ...................................................................................................3
2.1.2 anatomi ........................................................................................................4
2.1.3 fisiologi………………………………… ...................................................5
2.1.4 Biokimia….. ................................................................................................6
2.1.5 Ikterus. .........................................................................................................7

BAB 3: Tinjauan pustaka

3.1 KELAINAN DI KANDUNG EMPEDU.................................................................9


3.2 KLASIFIKASI ATERESIA BILLIER ..................................................................10
3.3 PATOFISIOLOGI ATERESIA BILLIER ...........................................................10
3.4 ETIOLOGI ATERESIA BILLIER ........................................................................10
3.5 PATOGENESIS ATERESIA BILLIER ................................................................11
3.6 KLINIS ATERESIA BILLIER .............................................................................11
3.7 DIAGNOSA ATERESIA BILLIER ....................................................................11
3.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG ATERESIA BILLIER. .....................................12
3.9 PENATALAKSANAAN ATERESIA BILLIER. .................................................13
3.10 KOMPLIKASI ATERESIA BILLIER. ...............................................................14
3.11 PROGNOSIS ATERESIA BILLIER.. .................................................................14

BAB 4 : PENUTUP
4.1 KESIMPULAN .....................................................................................................15
4.2 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Atresia biliaris adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan dari sistim bilier ekstra
hepatik .Karakteristik dari atresia biliarias adalah tidak terdapatnya sebagian sistim bilier
antara duodenum dan hati sehingga terjadi hambatan aliran empedu dan menyebabkan
gangguan fungsi hati tapi tidak menyebabkan Kern icterus karena hati masih tetap
membentuk konyugasi bilirubin dan tidak dapat menembus blood brain barier.
Atresia bilier adalah penyakit yang berat, tetapi sangat jarang terjadi di Amerika
kurang lebih 1:10000-15000 kelahiran hidup,dan lebih sering pada anak perempuan
dibanding laki-laki. Sering pada bayi –bayi Asia dan Afrika –Amerika dibanding dengan
bayi- bayi Caucasian.Di Asia lebih banyak terjadi pada bayi Cina dibandingkan dengan bayi
Jepang.Penyakit ini merupakan penyebab tranplantasi liver yang terbanyak di Amerika dan
negara Barat lainnya.
Mengingat beratnya penyakit Atresia bilier maka diagnosis dini sangat diperlukan
untuk mendapatkan terapi yng tepat dan cepat.Pemeriksasan ultrasonografi dan imejing
lainnya sangat diperlukan untuk diagnosis.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana embriologi sistem bilier ?
2. Bagaimana anatomi fisiologi sistem bilier ?
3. Apa-apa saja biokimia dari sistem bilier ?
4. Bagaimana ikterus pada sistem bilier ?
5. Apa saja kelainan pada kantung empedu ?
6. Apa saja klasifikasi penyakit atresia billier ?
7. Bagaimana patofisiologi penyakit ateresia billier ?
8. Apa etiologi dari penyakit ateresia billier ?
9. Bagaimana patogenesis penyakit ateresia billier ?
10. Apa saja klinis dari penyakit ateresia billier ?
11.Bagaimana diagnosa dari penyakit dari ateresia billier ?
12. Apa-apa saja pemeriksaan penunjang penyakit ateresia billier ?
13. Apa penatalaksanaan penyakit ateresia billier ?
14. Komplikasiapa yang disebabkan oleh penyakit ateresia billier ?
15. Bagaimana prognosis penyakit ateresia billier ?

1
1.3 TUJUAN MASALAH
1. Mengetahui bagaimana embriologi sistem bilier ?
2. Mengetahui anatomi fisiologi sistem bilier ?
3. Mengetahui apa-apa saja biokimia dari sistem bilier ?
4. Mengetahui Bbagaimana ikterus pada sistem bilier ?
5. Mengetahui kelainan pada kandung empedu ?
6. Mengetahui apa saja klasifikasi penyakit atresia billier ?
7. Mengetahui patofisiologi penyakit ateresia billier ?
8. Mengetahui etiologi dari penyakit ateresia billier ?
9. Mengetahui patogenesis penyakit ateresia billier ?
10. Mengetahui apa saja klinis dari penyakit ateresia billier ?
11. Mengetahui bagaimana diagnosa dari penyakit dari ateresia billier ?
12. Mengetahui pemeriksaan penunjang penyakit ateresia billier ?
13. Mengetahui penatalaksanaan penyakit ateresia billier ?
14. Mengetahui Komplikasi yang disebabkan oleh penyakit ateresia billier ?
15. Mengetahui Bagaimana prognosis penyakit ateresia billier ?

2
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1Sistem Bilier

2.1.1 Embriologi
Cikal bakal saluran empedu dan hati adalah sebuah penonjolan sebesar tiga milimeter di
daerah ventral ususdepan.Bagian kranial tumbuh menjadi hati, bagian kaudalmenjadi
pankreas, sedangkan bagian sisanya menjadi kandung empedu.Dari tonjolan berongga yang
bagian padatnya kelak jadi sel hati, diantara sel hati tersebut tumbuh saluran empedu yang
bercabang-cabang seperti pohon.
Primordium hati muncul pada pertengahan minggu ketiga sebagai suatu tonjolan epitel
endodermis di ujung distal usus depan, pertumbuhan keluar ini , divertikulum hati atau tunas
hati, terdiri dari sel-sel yang berpoliferasi cepat yang menembus septum transversum, yaitu
lempeng mesoderem di antara rongga perikardiumdan tangkai yolk sac. Sementara sel-sel
hati terus menembus sputum, hubungan antara divertikulum hati dan usus depan
(duodenum)menyempit, membentuk duktus biliaris (kantumg empedu). saluran empedu ini
membentuk sebuah tonjolan vertikal kecil, dan pertumbuhan keluar ini kemudian menjadi
kantung empedu dan duktus sistikus. Selama perkembangan selanjutnya, korda-korda hati
epitel bercampur dengan vena umbilikalis dan vena vitelina yang membentuk sinosoid
hati.Korda-korda hati berdiferensiasi menjadi parenkim (sel hati) dan membentuk saluran
empedu.Sel hematopoietik, sel kuffer, dan sel jarinan iikat berasal dari mesoderem septum
transversum.
Ketika sel-sel hati menginvasi seluruh sputum transversum sedemikian sehingga organ
menonjol ke arahkaudal ke dalam rongga abdomen, mesoderm sputum transversum yang
terletak antara hati dan usus depan serta hati dan dinding abdomen ventral menjadi
membranosa, masing-masing membentuk omentum minus dan ligamentum falsiforme.
Bersama-sama, setelah membentuk hubungan peritoneal antara usus depan dan dinding
abdomen ventral, keduanya dikenal sebagai mesentrium ventrale.
Mesoderm di permukaan hati berdiferensiasi menjadi peritonium viseralis kecuali di
permukaan kranialnya.Dibagian ini, hati tetap berkontak dengan sisa sputum transversum asli
lainnya. Bagian sputum ini yang terdiri dari mesoderm yang tersusun rapat, akan membentuk
tendon sentral diafragma. Permukan hati yang berkontak dengan bakal diafragma ini tidak
pernah di lapisi oleh peritonium.
Pada minggu ke sepuluh perkembangan, berat hati adalah sekitar 10% dari berat badan
total.Meskipun hal ini sebagian mungkin di sebabkan oleh besar jumlah sinusoid, faktor
penting lainnya adalah fungsi hematopoietiknya.Di antara sel-sel hati dan dinding pembuluh
darah terdapat sarang-sarang sel proliferatif yang menghasailkan sel darah merah dan
putih.Aktivitas ini secara bertahap mereda selama dua bulan terakhir kehidupan intrauterus,
dan hanya sedikit pulau hematopoiesis yang tetap ada saat lahir.Berat hati hanyalah 5% dari
berat badan total.
Fungsi hati lain yang penting di mulai sekitar pada minggu ke-12, saat sel hati menghasilkan
empedu.
3
Sementara itu, karena kandung empedu dan duktus sistikus telah terbentuk dan duktus
sistikus telah bergabung dengan duktus hepatikus untuk membentuk duktus biliaris, empedu
dapat masuk ke saluran cerna.Akhirnya, isi saluran cerna menjadi berwarna hijau tua.Karena
perubahan posisi duodenum, muara duktus biliarissecara bertahap bergeser dari posisi
awalnya di anteriorke posisi posterior, dan karena itu, duktus billiaris berjalan menyilang di
belakang duodenum.

2.1.2 Anatomi
Waktu lahir berat hati sekitar 120-160 g. Kemudian berat ini bertambah sesuai dengan
pertumbuhananak. Pada umur 2 tahun berat hati bertambah 2 kali lipat, pada usia 3 tahun
berat nya menjadi 3 kali lipat, sedangkan pada umur 9 tahun dan masa pubertas mencapai
masing-masing 6 dan 10 kali berat hati waktu lahir. Hati berada di bawah rongga dada
dengan bagian atas memotong garis aksiler kanan pada sela iga 7.Batasbawah berada 1 cm di
bawah garis lengkung iga kanan.Pendorongan hati dapat terjadi karena kelainan dinding
toraks seperti pada penyakit rakitis, pada beberapa keadaan yang meyebabkan kelainan
dinding perut seperti MEP berat dan amiotonia kongenital. Tekanan intratorakal yang
meningkat seperti pada empiema dan pneumotoraks dapat menyebabkan perubahan letak hati
akibat pendorongan .abses subfrenik serta adanya perforasi usus akan mengakibatkan
peranjakan hati.
Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah alpukat dengan panjang sekitar 4-6
cm dan berisi 30-60 mL empedu. Bagian fundus umumnya menonjol sedikit keluar tepi hati,
di bawah lengkung iga kanan, di tepi lateral otot rektus abdominis. Sebagian besar korpus
menempel dan tertanam di dalam jaringan hati. Kandung empedu tertutup seluruhnya oleh
peritoneum viseral, tetapi infundibulum kandung empedu tidak terfiksasi ke permukaan hati
oleh batu, bagian infundibulum menonjol seperti kantong (kantong Hartmann,Hartmann,
Henri, 1860-1952, ahli bedah, Prancis)
Duktus sistikus panjangnya1-2 cm dengan diameternya 2-3 mm. Dinding lumennya
mengandung katupberbentuk spiral disebut spiral Heister (Heister, Lorenz,1683-1758, ahli
anatomi dan ahli bedah Jerman) yang memudahkan cairan empedu mengalir masuk ke dalam
kandung empedu, tetapi menahan aliran keluarnya.
Saluran empedu ekstrahepatik terletak di dalam ligamentum hepatoduodenale yang batas
atasnya porta hepatis, sedangkan batas bawahnya distal papila Vater*.(Vater, Abraham 1684-
1751, ahli ilmu anatomi dan ilmu botani, Jerman). Bagian hulu saluran empedu intrahepatik
berpangkal dari saluran paling kecil, yang disebut kanalikulus empedu, yang meneruskan
curahan sekresi empedu melalui duktus interlobaris ke duktus lobaris, dan selanjutnya ke
duktus hepatikus di hilus.
Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm. Panjang duktus
hepatikus komunis sangat bervariasi, bergantung pada letak muara duktus sistikus.Duktus
koledokus berjalan dibelakang duodenum, menembus jaringan pancreas dan dinding
duodenum, membentuk papila Vater yang terletak di sebelah medial dinding
duodenum.Ujung distalnya dikelilingi oleh otot sfingter Oddi (Oddi, Ruggero, 1864-1913,
ahli bedah, Italia, sfingter Oddi= otot sfingter ampula hepatopankreatika), yang mengatur
aliran empedu ke dalam duodenum. 4
Duktus pankreatikus umumnya bermuara di tempat yang sama dengan duktus koledokus di
dalam papila Vater, tetapi dapat juga terpisah.
Sering ditemukan variasi anatomi kandung empedu, saluran empedu, dan pembuluh arteri
yang mendarahi kandung empedu dan hati.Variasi yang kadang ditemukandalam bentuk
luas ini perlu diperhatikan oleh para ahli bedah untuk menghindari komplikasi
pembedahan, sepertiperdarahan atau cedera pada duktus hepatikus atau duktus koledokus.

2.1.3 Fisiologi
Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 mL per hari.Di luar waktu makan,
empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan disini mengalami
pemekatan sekitar 50%.
Pengaliran cairan empedu diatur oleh tiga faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi
kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa, empedu yang
diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu
berkontraksi, sfingter berelaksasi, dan empedu mengalir ke dalam duodenum. Aliran tersebut
sewaktu-waktu seperti disemprotkan karena secara intermiten tekanan saluran empedu akan
lebih tinggi daripada tahanan sfingter.
Koleosistokinin (CCK),hormon sel APUD(Amine-precursor-Uptake and Decarboxylation
cells) dari mukosa usus halus, dikeluarkan atas rangsang makanan berlemak atau produk
lipolitik di dalam lumen usus. Hormon ini merangsang nervus vagus sehingga terjadi
kontraksi kandung empedu.Dengan demikian, CCK berperan besar terhadap terjadinya
kontraksi kandung empedu setelah makan.
Fungsi hati dan kelainan biokimiawi
Hati sangat penting dalam metabolisme bahan makanan antara lain :
1.Hati berperan dalam mempertahankan kadar gula darahdengan jalan membentuk dan
menyimpan glikogendi bentuk dari glikosa,levulosa,galaktosa dan laktosa.hati dapat juga
merubah asam amino glikogenikdan gliserol mejadi dekstrosa,yang kemudian di rubah
menjadi glikogen (glikogenesis). Sedangkan glikogen dapat di rubah oleh hati menjadi
glukosa sesuai dengan kebutuhan (glikogenolisis).
2.Tempat sintesis dan oksidasi lemak.hampir semua lemakdi metabolisir di dalam hati.zat
lemak yang di padukan dengan lesitin akan membentuk fosfolipit yang mudah di angkut dan
dalam keadaan siap pakai.koresterol di buat di hati dari asam asetat,sedangkan esternya
merupakan gabungan kolesterol dengna asam lemak.lipoprotein plasma yang mengagkut
trigliserida juga di buat di hati.hati bersama-sama dengan ginjal memecahkan asam lemak
berantai panjang menjadi benda-benda keton. Benda keton ini akan banyak di hasilkan oleh
tubuh padamasa kelaparan.benda keton akan di keluarkan bersaan kemih.
3.Ureum dibuat di hati dan merupakan deaminasi protein. Zat protein seperti fibrinogen,
globulin dan protrombin dibuat di hati.
4.Vitamin A,C dan D di simpan di hati.hati juga mengolahbahan baku vitamin A (provitamin
A)menjadi vitamin A,riboflavin,vitamin E dan K juga di simpan di hati.
5.Hati berfungsi juga sebagai pembentuk darah terutama pada masa neonatus dan hati juga
merupakan cadangan penyimpanan zat besi.
5
6.Hati berfungsi sebagai penawar racun yang membahayakan tubuh serta berupaya agar
bahan tersebut dikeluarkan segera.

2.1.4 Biokimia
Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%) cairan
empedu.Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik.
Garam empedu adalah molekul steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari
kolesterol.Pengaturan produksinya dipengaruhi oleh mekanisme umpan balik yang dapat
ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal kalau diperlukan.
Kelainan biokimiawi
Perubahan hati dapat diperlihatkan pada perubahan :
1. Enzim serum seperti transaminase,dehidrogenase,peptidase dan fosfatase alkali yang
akan meninggi pada kerusakan hati dan kelainan obstruktif.namun organ lain juga dapat
berbuat hal yang sama dengna hati,sehingga peninggian zat-zat tersebutbukan monopoli
kelainan hati.
 Fosfatase alkali
Angka normal untuk bayi 1-3 bulan adalah 73-226 UI (unit internasional),untuk anak 3-10
tahun sekitar 57-258 UI. Angka ini akan meningkat pada kelainan obstruktif,baik intra atau
ekstrahepatal.kelainan fosfatase alkali lebih banyak menunjukkan adanya obstruktif
bilier,tumor hepar atau adanya proses desak ruang seperti pada
amiloidosis,leukemia,abses,tuberkulosis,sarkoidosis.
Kenaikan fosfatase alkali juga dapat terjadi pada penyakit tulang seperti rakitisa dan
hiperparatiroidisme.Transaminase.
Enzim ini meningkat pada kerusakan sel hati aktif, nekrosis, terutama enzim”glutamic
oxaloacetic transaminase” (GOT). Pada hepatitis virus kadarGOT serummelebihi 800 UI
dan merupakan tanda awal penyakit ini.penyakit lain seperti mononukleosis dan hepatitis
toksik juga menunjukkan kenaikan enzim tersebut.
 Dehidrogenase
Peninggian enzim “lactic dehidrogenase” (LHD) 4-5kali normal (bayi samapai 10 hari
308-1780 UI,sedangkan anak antara 87-186 UI) terdapat pada penyakit hepatitis akut dan
kronik serta sirosis. Pada kelainan obstruktif,enzim ini tidak meninggi.
2. Albumin dan globulin
Albumin akan menurun pada penyakit hepatoseluler. Globulin alfa dan beta akan meningkat
pada infeksi dan kelainan obstruktif. Meskipun globulin gama bukan merupakan hasil fungsi
hati. Namun peninggian kadar ini yang sangat tinggi terdapat pada sirosis pascanekrotik dan
bilier.
3. Faktor pembekuan
Pada sirosos hepatis,faktor VII lebih menurun dari pada faktor I, II dan X. Faktor V lebih
banyak menurun pada hepatitis akut.
4. Fetoprotein alfa-1
Zat ini banyak di buat sesama embrio dan akan segera menghilang setelah lahir. Kadar
fetoproteinalfa-1 yang tetap tinggi terdapat pada hepatoma.Untuk anak kenaikan zat
tersebutspesifik untuk hepatoblastoma.
5. Kolesterol
Kadar kolesterol meningkat pada kolestasis karena kegagalan ekskresi. Pada kerusakan
hepatoseluler akan terjadi penurunan sintesis kolesterol.

2.1.5 Ikterus
Ikterus adalahmenguningnya sklera,kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin
dalam tubuh. Keadaan ini merupakan tanda penting penyakit penyakit hati ataukelainan
fungsi hati,saluran empedu dan penyakit darah. Bila kadar bilirubun darah melebihi 2 mg
%,maka ikterus akan terlihat. Namun pada neonatusikterus masih belum terlhat meskipun
kadar bilirubin darah sudah melampaui 5 mg%. Ikterus terjadi karena peninggian kadar
bilirubin indirek (“unconjugated”)dan atau kadar bilirubin direk
(“conjugated”).Metabolisme bilirubin.
Bilirubin adalah anion yang berwarna oranye dengan berat molekul 584.Asal mula bilirubin
di buat dari pada heme yang merupakan gabungan protoporfirin dengan besi. Delapan puluh
persen heme berasal dari hasil perombakan sel darah merah,sedangkan sisanya berasal dari
heme non-eritrositseperti mioglobin,sitokrom,katalase dan peroksidaseserta hasil sistem
eritropoetik yang tidak efektif. Oleh enzim hemogsigenase,heme dirubah menjadi biliverdin
yang kemudian dirubah lagi menjadi bilirubin atas pengaruh enzim bilirubin reduktase.
Proses tersebut berlangsung di dalam jaringan sistem retikuloendotelial. Bilirubin yang
masuk ke dalam darah akan diikat oleh albumin di bawa ke hati. Bilirubin ini mempunyai
daya larut yang tinggi terdapat lemak dan kecil sekali tehadap air,sehingga pada reaksivan
den bergh,zat ini harus di larutkan dahulu dalam akselerator seperti metanol dan etanol,oleh
karena itu disebut bilirubin indirek. Zat ini sangat toksik terutama untuk otak.
Peningkatandengan albumin merupakan upaya tubuh untuk menyingkirkan bilirubin ru 25
mg/dl. Obat seperti asetil salisilat,tiroksin dan sulfonamid dapat mengandakan kompetisi
terhadap ikatan ini.Bilirubin indirek mudah memasuki hepatosi berkat adanyaprotein
akseptor Y dan Z hepatosit.
Proses tersebut dapat dihambat oleh anion organik oleh asam flavasidik,beberapa bahan
kolestografik.
Didalam hepatosit bilirubin akan diikat oleh asam glukoronat yang berasal dari pada asam
uridin difosfoglukoronat dengan bantuan enzim glukoronil transferase. Hasil gabungan ini
larut dalam air, sehingga di debut bilirubin direk atau bilirubin terikat (“conjugated
bilirubin”).Selain dalam bentuk diglukoronoda dapat juga dalam bentuk ikatan
monoglukoronida atau ikatan dengan glukosa, xylosa dan sulfat. Biliribin konjugasi
dikeluarkan melalui proses yang tergantung dari energi kedalam sistem bilier. Bilirubin yang
diekskresikan kedalam usus akan di ubah menjadi sterkobilin. Enzimglikoronil
transferasediindikusi oleh fenobarbital.Fenobarbital juga menambah protein aksaptor Y.
Estrogen dan progestin yang berasal dari ibu dan steroid dapat menghambat konjungsi
bilirubin dalam hati.Bilirubin direk dan bilirubin konjugasi di keluarkan melalui membran
kanalikuli kesaluran empedu. Proses ini terbatas (“late limiting process”).Obat seperti
klorpomazin dapat membelokade proses ini, demikian juga adanya bendungan ekstraheptal
dan kerusakan sel hati. Bila terjadi blokade, maka bilirubin direk akan mengalami regurgitasi
sehingga kembali kedalam plasma.
Bilirubin direk ditampung dalam kantong empedu yang akan di keluarkan kesaluran
pencernaan. Didalam saluranini bilirubin direk akan direduksi oleh bakteri menjadi
urobilinogen akan diserap oleh usus, masuk kedalam darah dan selanjutnya akan di keluarkan
oleh ginjal berama air, kemih. Bilirubin direksebagain besar diserap oleh ileum terminal
secra aktif, sebagian kecil yang tidakdiserap masuk kedalam kolon,dirusak oleh bakteri usus
menajdi bilirubin indirek. Sebagian dari bilirubin ini diserap secara positif oleh kolon.
Melaluli vena porto bilirubin ini memasuki hati dan akan dikeluarkan lagi kedalam sistem
bilier (sirkulasi entrohepatik).
Penyebab ikterus
I. Ikterus prahepatik. Ikterus ini terjadi akibat produksi bilirubin yang mengikat,yang terjadi
pada hemolisis sel darah merah (ikterus hemolotik). Kapasitas sel hati untuk mengadakan
konjugasi terbatas apalagi disertai oleh disfungsi sel hati. Akibatnya bilirubin indirek akan
mengikat. Dalam batas tertentu bilirubin direk juga meningkatkan dan akan segera
dieksresikan kedalam saluran pencernaan, sehingga akan didapatkan peninggian kadar
urobilinogen di dalam tinja. Peningkatan pembentukan bilirubin dapat disebabkan oleh :
1. Kelainan pada sel darah merah.
2. Infeksi seperti malaria, sepsis dan lain-lain.
3. Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti obat-obatan, maupun yang berasal dari dalam
tubuh seperti yang terjadi pada rekasi transfusi dan eritroblastosis fetalis.
II. Ikterus pascahepatik (obstruktif)Bendung dalam saluran empedu akan menyebabkan
peninggian bilirubin konjugasi yang larut dalam air. Sebagian akibat bendugan, bilirubin ini
mengalami reguregurgitasi kembali kedalam sel hati dan terus memasukai peredaran darah.
Selajutnya akan masuk ke ginjal dan di eksresikan oleh ginjal sehingga kita akan menemukan
bilirubin dalam urin. Sebaliknya karena adanya bendungan, maka pengeluaran bilirubin
kedalam saluran pencernaan berkurang, sehingga akibatnya tinja akan berwarna dempul
karena tidak mengandung sterkobilin. Urobilinogen tinja dalam air kemih akan menurun.
Akibat penimbunan bilirubin direk, maka kulit dan skelera akan berwarna kuning kehijauhan,
kulit akanterasa gatal. Penyumbatan empedu ( kolestatis) dibagi dua, yaitu intrahepatik bila
penyumbatan terjadi antarasel hati dan duktus koledeus dan ekstrahepatik bila sumbatan
terjadi di dalam duktus koledokus.
III. Ikterus hepatoseluler (hepatik)Kerusakan sel hati akan mengalami konjugasi bilirubin
terganggu,sehingga bilirubin direk akan meningkat. Kerusakan sel hatijuga akan
menyebabkan bendungan dalam hati sehingga bilibubin akan mengadakan regurgitasi
kedalam sel hati yang kemudian akan menyebabkan peninggian kadar bilirubin konjugasi di
dalam aliran darah. Bilirubin direk ini larut dalam air sehingga mudah di ekskresikan oleh
ginjal ke dalam air kemih. Adanya sumbatan intrahepatik akan menyebabkanpenurunan
ekskresi bilirubin dalam saluran penceraaan yang akan kemudian akan menyebabkan tinja
berwarana pucat, karena strekobilinogen menurun.
Kerusakan sel hati terjadi pada keadaan
1. Hepatitis oleh virus, bakteri, parasit.
2. Sirosis hepatis.
3. Tumor
4. Bahan kimia seperti fasfor, arsen.
5. Penyakit lain seperti hemokromotosis, hipertiroid dan penyakit Nieman Pick
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Kelainan kandung empedu


Agenesis kandung empedu merupakan kelainan bawaan yang sangat jarang ditemukan.Pada
keadaan demikian, muara duktus sistikus dapat amat bervariasi.
Kandung empedu ektopik juga jarang ditemukan, dan bila letaknya intrahepatik, akan
menyulitkan sewaktu melakukan kolesistektomi. Sementara itu, kandung empedu yang
bergerak bebas karena seluruhnya terletak intraperitoneal dapat menimbulkan torsi kandung
empedu.
 Atresia saluran empedu
Atresia saluran empedu adalah kelainan kongenital yang tidak diketahui etiologinya.Agaknya
kelainan ini berhubungan dengan kolangiohepatitis intrauteri yang mungkin disebabkan oleh
virus. Saluran empedu mengalami fibrosis dan proses ini sering berjalan terus setelah bayi
lahir sehingga prognosis umumnya buruk. Kelainan ini mungkin bukan suatu malformasi
karena organ lain yang berasal dari daerah embrionik yang sama,seperti hati, duodenum, dan
pankreas, tidak mengalami kelainan. Sirosis hepatis karena bendungan empedu terjadi setelah
bayi berumur lebih dari satu setengah bulan. Oleh karena itu, pembedahan korektif harus
dilakukan sebelum usia itu.
 Insidens
Meskipun secara keseluruhan jarang, angka kejadian penyakit ini di Asia Timur hampir
sepuluh kali lipat dari kejadian di negara Barat.
 Gambaran klinis
Ada dua jenis atresia saluran empedu, yaitu ekstrahepatik dan intrahepatik.Bentuk
intrahepatik lebih jarang dibandingkan dengan ekstrahepatik, yaitu hanya sekitar seperlima
dari jumlah atresia saluran empedu ekstrahepatik.
Gejala klinis dan patologik atresia saluran empedu ekstrahepatik bergantung pada proses
berawalnya penyakit, apakah jenis embrional atau jenis perinatal, dan bergantung pada saat
diagnosis ditegakkan.
Jenis embrional atau fetal dijumpai pada sepertiga penderita. Proses perusakan saluran
empedu berawal sejak masa intrauteri dan berlangsung hingga saat bayi lahir. Pada jenis ini,
tidak ditemukan masa bebas ikterussetelah periode ikterus neonatorum fisiologik (dua
minggu pertama kelahiran).Pada pembedahan, tidak ditemukan sisa saluran empedu di dalam
ligamentum hepatoduodenale. Selain itu, dapat ditemukan kelainan bawaan lain seperti
malrotasi usus atau pankreas ektopik.
Jenis kedua adalah jenis perinatal yang dijumpai pada dua pertiga penderita.Ikterus muncul
kembali secara progresif setelah ikterus fisiologik hilang beberapa waktu. Pada saat
pembedahan, dapat ditemukan sisa saluran empedu di dalam ligamentum hepatoduodenale
tanpa adanya malformasi organ lain yang berdekatan.
Jadi, perbedaan patofisiologik utama antara jenis embrional dan perinatal ialah saat
mulainya kerusakan saluran empedu yang progresif.
Neonatus yang menderita ikterus obstruksi intrahepatik maupun ekstrahepatik,
9
menunjukkan ikterus, urin berwarna kuning gelap, tinja berwarna dempul (akolik), dan
hepatomegali.
Apabila penyakit berlarut, akan timbul sirosis hati dengan hipertensi portal yang
menyebabkan perdarahan varises esofagus dan kegagalan fungsi hati. Bayi dapat
meninggal karena gagal hati, perdarahan varises, koagulopati, atau infeksi sekunder.

3.2 klasifikasi penyakit ateresia billier


Tipe I : obliterasi dari duktus kholedekus, duktus hepatikus normal.
Tipe II : atresia duktus hepatikus dengan struktur kistik tampak pada derah porta hepatis
Tipe III : pada lebih 90% pasien, atresia pada duktus hepatikus kiri dan kanan setinggi porta
hepatis. Variasi ini tidak boleh dibingungkan dengan hipoplasia duktus biliaris intra hepatal,
yang tidak dapat dikoreksi dengan pembedahan

3.3 Patofisiologi penyakit ateresia billier


Patofisiologi dari Atresia biliaris masih sulit dimengerti, penelitian terakhir dikatakan
kelainan kongenital dari sistim biliris. Masalah ontogenesis hepatobilier dicurigai dengan
bentuk atresia bilier yang berhubungan dengan kelainan kongenital yang lain. Walaupun
yang banyak pada tipe neonatal dengan tanda khas inflamasi yang progresif, dengan dugaan
infeksi atau toksik agen yang menyebabkan obliterasi duktus biliaris .
Pada tipe III : yang sering terjadi adalah fibrosis yang menyebabkan obliterasi yang komplit
sebagian sistim biliaris ekstra hepatal. Duktus biliaris intra hepatal yang menuju porta hepatis
biasanya pada minggupertama kehidupan tampak paten tetapi mungkin dapat terjadi
kerusakan yang progresif.Adanya toksin didalamsaluran empedu menyebabkan kerusakan
saluran empedu extrahepatis.
Identifikasi dari aktivitas dari inflamasi dan kerusakan Atresia sistim bilier ekstrahepatal
tampaknyamerupakan lesi yang didapat.
Walaupun tidak dapat didentifikasi faktor penyebab secara khusus tetapi infeksi merupakan
faktor penyebab terutama isolasi dari atresia bentuk neonatal.Banyak penelitian yang
menyatakan peninggian titer antibodi reovirus tipe 3 pada penderita atresia biliaris
dibandingkan dengan yang normal. Virus yang lainyang sudah diimplikasi termasuk rotavirus
dan cytomegali virus (CMV)

3.4 Etiologi penyakit ateresia billier


Penyebab dari Atresia bilier tidak diketahui dengan pasti.Mekanisme autoimun mungkin
merupakan sebagian penyebab terjadinya progresivitas dari Atresia bilier.Dua tipe dari atresia
biliaris adalah bentuk fetal dan terjadi selama masa fetus dan timbul ketika lahir, serta bentuk
perinatal lebih spesifik dan tidak terlihat pada minggu kedua sampai minggu keempat
kehidupan.
Penelitian terbaru mengatakan infeksi virus pada bayi sangat sugestif merupakan penyebab
dari Atresia bilier.
Kurang lebih 10% dari Atresia bilier terutama bentuk fetal bersama sama dengan kelainan
kongenital lainnya seperti kelainan jantung, limpa dan usus.
Atresia biliaris bukan kelainan heriditer ini terlihatpada bayi kembar atresia bilier tidak
terjadi pada keduabayi tersebut. 10
Atresia bilier terjadi selama periode fetus atau neonatal kemungkinan triger nya adalah salah
satu atau kombinasi faktor dibawah ini :
- Infeksi dengan virus atu bakteri
- Masalah sistim imun
- Komponen empedu yang abnormal
- Ganguan pertumbuhan dari liver dan duktus biliaris

3.5 Patogenesis penyakit ateresia billier


1. Defek morfogenesis dari traktus biliaris
2. Defek dalam fetus/prenatal sirkulasi
3. Faktorlingkungan
4. Infeksi virus
5. Immunologi
6. Faktor genetik

3.6 Klinis penyakit ateresia billier


Bayi–bayi dengan Atresia bilier biasanya lahir dengan berat badan yang normal dan
perkembangannya baik pada minggu pertama
Hepatomegali akan terlihat lebih awal. Splenomegali sering terjadi, dan biasanya
berhubungan dengan progresivitas penyakit menjadi Cirrhosis hepatis dan hipertensi portal
Ikterus karena peninggian bilirubin direk.Ikterus yang fisiologis sering disertai dengan
peninggian bilirubin yang konyugasi. Dan harus diingat peninggian bilirubin yang tidak
konyugasi jarang sampai 2minggu
Pasien dengan bentuk fetal /neonatal (sindrom polisplenia/asplenia) pertengahan liver bisa
teraba padaepigastriumAdanya murmur jantung pertanda adanya kombinasi dengan kelainan
jantung.

3.7 Diagnosis penyakit ateresia billier


Atresia saluran empedu harus di diagnosis secara cepat dan tepat agar tetapi dekompresi
berhasil baik.Gejala klinis yang penting untuk membedakan kolestasis intrahepatik dengan
ekstrahepatik ialah warna tinja, berat badan, umur, saat awal tinja berwarna dempul,
danhepatomegali. Bayi penderita koleostasis ekstrahepatik umumnya menunjukkan tinja
yang lebih akolik yang ditemukan pada usia lebih muda, berat badan lebih besar,dan
konsistensi hati yang teraba normal.
Pemeriksaan darah rutin tidak akan menunjukkan perbedaan bermakna antara kolestasis
intrahepatik dan ekstrahepatik.
Ikterus pada bayi dengan kulit berwarna coklat atau hitam sering sulit dinilai sehingga
mungkin tidak terdiagnosis.Akan tetapi, biasanya sklera mata jelas kuning, dan pada tahap
akhir, ludah dan air mata menjadi kuning.
Dengan ultrasonografi dapat ditemukan kelainan kongenital penyebab koleostasis
ekstrahepatik, yaitu penyakit Caroli, berupa dilatasi kistik saluran empedu.
Pemeriksaan kemampuan hati untuk memproduksi empedu serta memproduksi empedu serta
mengekskresikannya ke saluran empedu sampai tercurah ke dalam duodenum dapat dipantau
dengan skintigrafi radioisotop hepatobilier. Apabila isotop terlihat diekskresi ke dalam
duodenum, berarti yang terjadi adalah koleostasis intrahepatik, bukan koleostasis
ekstrahepatik.Pemeriksaan pelengkap lain untuk diagnosis adalah biopsi hati perkutan.
Dalam praktik sehari-hari, apabila gejala klinis, skintigrafi hepatobilier, atau biopsi hati
menyokong ke arah diagnosis obstruksi empedu ekstrahepatik, atau atresia saluran empedu
tidak dapat dikesampingkan, langkah diagnosis selanjutnya adalah laparotomi eksplorasi.
Sewaktu laparotomi, dilakukan kolangiografi serta biopsi hati.Penampilan makroskopik hati
dan saluran empedu saat pembedahan sangat berguna untuk menegakkan diagnosis.Hati
biasanya berwarna coklat kehijauan dan noduler.Kandung empedu biasanya mengecil karena
kolaps, dan pada 75% penderita tidak ditemukan lumen yang jelas.Kombinasi temuan di atas
umumnya cukup untuk melakukan portoenterostom.Bila meragukan, dilakukan kanulasi
kandung empedu untuk pemeriksaan kolesistokolangiografi.
Lebih kurang 10% penderita atresia saluran empedutergolong jenis yang dapat
dikoreksi.Umumnya, ditemukan saluran empedu proksimal yang terbuka lumennya, tetapi
tidak berhubungan dengan duodenum.Pada sekitar 90% penderita yang tidak dapat dikoreksi,
seluruh sistem saluran empedu ekstrahepatik ternyata telah mengalami obliterasi.
Pada kebanyakan penderita, indikasi bedah atresia saluran empedu ditentukan oleh
penampilan makroskopis hati dan saluran empedu, serta hasil kolangiografi.Apabila saluran
empedu ekstrahepatik paten, dan ketika dilakukan biopsi hati terbuka ditemukan hasil baik,
tidakada indikasi pembedahan lebih lanjut.

3.8 Pemeriksaan penunjang penyakit ateresia billier

1. Laboratorium:
Pemeriksaan darah, urine dan feses untuk menilai fungsi hati
dengan peninggian bilirubin
2. Biopsi liver
Dengan jarum yang khusus dapat diambil bagian liver yang tipis dan dibawah mikroskop
dapat dinilai obstruksi dari sistim bilier
3. Imejin
A.USG
Gambaran USG bervariasi tergantung tipe dan derajat beratnya penyakit
- Hati dapat membesar atau normal dengan struktur parenhim yang inhomogen dan
ekogenitas yang tinggi tertama daerah periportal akibat fibrosis
-Nodul-nodul cirrhosis hepatis-Tidak terlihat vena porta perifer karena fibrosis
-Tidak terlihat pelebaran duktus biliaris intra hepatal
-Triangular cord didaerah porta hepatis: daerah triangular atau tubular ekogenik lebih spesifik
untuk atresia bilier extra hepatal
- Kandung empedu tidak ada atau mengecil dengan panjang <1.5 cm. Kandung empedu
biasanya lebih kecil dari 1,9 cm. Dinding yang tipis atau tidak terlihat,ireguler dengan kontur
yang lobuler(gall bladder ghost triad), kalau ada gambaran ini dikatakan sensitivitas 97% dan
spesifisitas 100%.
- Gambaran kandung empedu yang normal (panjang>1,5 cm dan lebar >4 cm) dapat terlihat
sekitar 10 % kasus
- Tanda hipertensi portal dengan terlihatnya peningkatan ekogenitas daerah periportal.
- kemungkinan dengan kelainan kongenital lain seperti:
-Situs inversus
- Polisplenia
B.Skintigrafi : HIDA scan
Radiofarmaka (99m TC )- labeled iminodiasetic acid derivated sesudah 5 hari dari intake
phenobarbital, ditangkap oleh hepar tapi tidak dapat keluar kedalam usus, karena tidak dapat
melewati sistim bilier yang rusak. Tes ini sensitif untuk atresia bilier (100%) tapi kurang
spesifik (60 %). Pada keadaan Cirrhosis penangkapan pada hepar sangat kurang
C.Kholangiografi
1. Intra operatif atau perkutaneus kholangiografi melalui kandung empedu yang terlihat :
- Gambaran atresia bilier bervariasi
- Pengukuran dari hilus hepar jika atresia dikoreksi secara pembedahan dengan
menganastomosis duktus biliaris yang intak
2. Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP)
Dengan menyuntik senyawa penontras dapat dilihat langsung keadaan duktus biliaris ekstra
hepatal seperti:
- Obstruksi duktus kholedokus
- dapat melihat distal duktus biliaris ekstra hepatal distal dari duktus hepatikus komunis
- dapat melihat kebocoran dari sistim bilier ekstra hepatal daerah porta hepatis
E. MRI
- MRCP
Dapat melihat dengan jelas duktus biliaris ekstra hepatal untuk menentukan ada tidaknya
atresia bilier
- Peninggian sinyal daerah periportal pada T2 weighted images
F.Intubasi duodenum
Jarang dilakukan untuk diagnosis Atresia bilier. Nasogastrik tub diletakkan didistal
duodenum. Tidak adanya bilirubin atau asam empedu ketika diaspirasi menunjukkan
kemungkinan adanya obstruksi.

3.9 penatalaksanaan penyakit ateresia billier


Penatalaksanaan atresia saluran empedu ekstrahepatik adalah pembedahan.Atresia saluran
empedu intrahepatikpada umumnya tidak memerlukan pembedahan karena obstruksinya
relatif bersifat ringan.
Bedah rekonstruksi pertama yang berhasil baik dilakukan oleh Ladd(1928). Salah satu
pasiennya berhasil hidup dengan baik selama 37 tahun setelah dioperasi.
Pilihan utama jenis pembedahan atresia saluran empedu ekstrahepatik adalah
portoenterostomi teknik Kasai dan bedah cangkok hati.
Bedah dekompresi portoentereostomi ini sebaiknya dilakukan sebelum bayi berumur dua
bulan. Apabila usia bayi lebih dari tiga bulan, transplantasi hati lebih baik daripada hasil
terbaik operasi dekompresi. Saat ini, indikasi tersering untuk melakukan tersering untuk
melakukan transplantasi hati adalah usia bayi telah terlalu tua untuk bedah Kasai.
- Atresia bilier adalah keadaan penyakit yang serius dan dapat menyebabkan cirrhosis
13
hepatis, hipertensi portal, karsinoma hepatoseluler, dan kematianterjadi sebelum umur 2
tahun.
-Nutrisi pada pasien Atresia bilier harus diperhatikan terutama untuk lemak, asam lemak
esensial yang mudah diabsorbsi dan pemberian protein dan kalori yang baik.
- Operasi
1. Kasai prosedur
Tujuannya untuk mengangkat daerah yang mengalami atresia dan menyambung hepar
langsung ke usus halus sehingga sehingga cairan empedu dapat lansung keluar ke usus halus
disebut juga Roux-en-Y hepatoportojejunostomy.
2.Transplantasi hati.
Dilakukan pada keadaan Kasai prosedur tidak berhasil, atresia total atau dengan komplikasi
cirhosis hepatis

3.10 Komplikasi penyakit ateresia billier


1.Cirrhosis bilier yang progresif
2.Hipertensi portal da/atau perdarahan dari varses oesopagus ini terlihat pada 40% anak
dibawah 3 tahun
3. Yang paling sering komplikasi dari Kasai prosedur adalah asending kholangitis,infeksi
bakteri. Pada keadaan normal bakteri ada dalam usus dan bergerak keatas melalui Roux-en-y
menyebabkan infeksi.

3.11 Prognosis penyakit ateresia billier


Tergantung beberapa faktor
- Umur pada waktu dioperasi ,lebih awal lebih baik (60-80 hari )setelah lahir
- Gambaran anatomi duktus biliaris ekstra hepatal
- Ukuran duktus biliaris daerah ekstra hepatal
- Ada tidaknya Cirrhosis hepatis
- Adanya Kolangitis
- Kemungkinan dapat dilakukannya transplantasi

14
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Atresia Bilier adalah suatu keadaan dimana saluran empedu tidak terbentuk atau tidak
berkembang secara normal.
Fungsi dari sistem empedu adalah membuang limbah metabolik dari hati dan mengangkut
garam empedu yang diperlukan untuk mencerna lemak di dalam usus halus.Pada atresia
bilier terjadi penyumbatan aliran empedu dari hati ke kandung empedu.Hal ini bisa
menyebabkan kerusakan hati dansirosis hati, yang jika tidak diobati bisa berakibat fatal.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.Pada pemeriksaan
perut, hati teraba membesar.
Pemeriksaan yang biasa dilakukan:
Pemeriksaan darah (terdapat peningkatan kadarbilirubin)
USG perut
Rontgen perut (tampak hati membesar)
Kolangiogram
Biopsihati
Laparotomi(biasanya dilakukan sebelum bayi berumur2 bulan).

4.2 Daftar Pustaka


1) De Jong, Sjamsuhidajat.2013.Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 3.Jakarta:EGC(hlm 263-267)
2) Sadler, T.W.2012.Langman Embriologi Kedokteran edisi 10.Jakarta:EGC(hlm 251-254)
3) Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.2007.Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak.Percetakan Infomedika
Jakarta(hlm517-522)
4) Soetikno,D Rista.Pustaka UNPAD Atresia Biliarispdf.<www.unpad.go.id>

15

You might also like