You are on page 1of 5

Arthritis Sepsis

Septik arthritis merupakan hasil dari invasi bakteri di celah sendi, di mana penyebaran
terjadi secara hematogen, inokulasi langsung akibat trauma maupun pembedahan,
atau penyebaran dari osteomileitis atau selulitis yang berdekatan dengan celah sendi.

Epidemiologi
Insiden septik artritis pada populasi umum bervariasi 2-10 kasus per 100.000 orang
per tahun. Insiden ini meningkat pada penderita dengan peningkatan risiko seperti
artritis rheumatoid 28-38 kasus per 100.000 per tahun, penderita dengan protese sendi
40-68 kasus/100.000/tahun (30-70%). Puncak insiden pada kelompok umur adalah
anak-anak usia kurang dari 5 tahun (5 per 100.000/tahun) dan dewasa usia lebih dari
64 tahun (8,4 kasus/100.000 penduduk/tahun). Kebanyakan septik artritis terjadi pada
satu sendi, sedangkan keterlibatan poli artikular terjadi 10-15% kasus. Sendi lutut
merupakan sendi yang paling sering terkena sekitar 48-56%, diikuti oleh sendi
panggul 16-21%, dan pergelangan kaki 8%.

Etiologi
a. luka (menjurus pada osteoarthritis),
b. kelainan-kelainan metabolisme (seperti gout dan pseudogout),
c. faktor-faktor keturunan,
d. infeksi dapat berasal dari bakteri (Staphylococcus aureus dan Haemophilus
influenza, E. coli dan Pseudomonas spp, Neisseria gonorrhoeae, Salmonella
spp, Mycobacterium tuberculosis dan spirochete bacterium), virus (hepatitis
A, B, dan C, parvovirus B19, herpes viruses, HIV (AIDS virus), HTLV-1,
adenovirus, coxsackie viruses, mumps, dan ebola), jamur (histoplasma,
coccidiomyces, dan blastomyces)
e. sebab-sebab yang tidak jelas (seperti rheumatoid arthritis dan systemic lupus
erythematosus).

Patofisiologi

Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal
dari bagian sentral, bagian depan atau daerah epifisial korpus vertebra. Kemudian
terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus.
Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifisis, diskus intervertebralis, dan
vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan menyebabkan
terjadinya kifosis.
Kemudian eksudat ( yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang yang
fibrosis serta basil tuberkulosa ) menyebar ke depan, di bawah ligamentum
longitudinal anterior. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke
berbagai arah di sepanjang garis ligamen yang lemah.
Pada daerah servikal, eksudat terkumpul di belakang fasia paravertebralis dan
menyebar ke lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat
mengalami protrusi ke depan dan menonjol ke dalam faring yang dikenal sebagai
abses faringeal. Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea, esofagus,
atau kavum pleura.
Abses pada vertebra thorakalis biasanya tetap tinggal pada daerah thoraks
setempat menempati daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol dan
fusiform. Abses pada daerah ini dapat menekan medula spinalis sehingga timbul
paraplegia. Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus
psoas dan muncul di bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha. Eksudat
juga dapat menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh
darah femoralis pada trigonum skarpei atau regio glutea.
Kumar membagi perjalanan penyakit ini dalam 5 stadium, yaitu :
1. Stadium Implantasi
Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita
menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6
– 8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak
– anak umumnya pada daerah sentral vertebra.
2. Stadium Destruksi Awal
Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra serta
penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3 – 6
minggu.
3. Stadium Destruksi Lanjut
Pada stadium ini terjadi destruksi yang masif, kolaps vertebra dan terbentuk massa
kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses ( abses dingin ), yang terjadi 2 – 3
bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum
serta kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji
terutama di sebelah depan ( wedging anterior ) akibat kerusakan korpus vertebra,
yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus.
4. Stadium gangguan neurologis
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi, tetapi
terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. gangguan ini
ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa. Vertebra
thorakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan
neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini.Bila terjadi gangguan neurologis,
maka perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia, yaitu :
Derajat I : Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan
aktifitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi
gangguan saraf sensoris.
Derajat II : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita masih
dapat melakukan pekerjaannya.
Derajat III: Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi
gerak/aktivitas penderita serta hipestesi/anestesia
Derajat IV:Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan
defekasi dan miksi. Tuberkulosis paraplegia atau Pott paraplegia
dapat terjadi secara dini atau lambat tergantung dari keadaan
penyakitnya.
5. Stadium deformitas residual
Stadium ini terjadi kurang lebih 3 – 5 tahun setelah timbulnya stadium implantasi.
Kifosis atau gibus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang masif di
sebelah depan.

Manifestasi Klinis
Pasien dengan Artrits Septic Akut di tandai dengan adalah nyeri sendi hebat,
bengkak sendi, kaku dan gangguan fungsi sendi, demam dan kelemahan
umum. Gejala-gejala dari septic arthritis termasuk demam, kedinginan, begitu juga
nyeri, pembengkakan, kemerahan, kekakuan, dan kehangatan sendi.

Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto rontgen
Misalnya pada tuberculosis tulang belakang akan dijumpai hilangnya sudut
anterior superior atau inferior dari badan vertebra dan hilangnya rongga antar
vertebra.
2. Tes darah
Tes darah terhadap titer anti- stafilococus dan anti – streptolisisn hemolisin,
tifoid, paratifoid, dan bruselosis dapat membantu penegakan diagnosis pada
kasus sulit dan pada pusat-pusat dengan pusat yang memadai. Leukosit kadang
meningkat sampai 50.000/mm3 (nilai normal : 4.000-10.000/mm3). Pada
pemeriksaan darah akan didapatkan laju endap darah yang meningkat.
Pengecatan gram dan kultur juga merupakan pemeriksaan yang penting. Pada
pewarnaan gram biasanya dapat diberikan antibiotik pertama sambil
menunggu hasil sensitivitas kultur.
3. Biopsi jarum
Juga dapat bermanfaat pada kasus sulit, namun membutuhkan pengalaman
serta pemeriksaan histology yang baik.
4. Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini terutama untuk melihat jaringan lunak yaitu diskus
intervertebralis dan ligamentum flavum serta lesi dalam sum-sum tulang
belakang.
5. Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan CT Scan dengan mielografi. Pemeriksaan mielografi dilakukan
bila terdapat gejala-gejala penekanan sum-sum tulang belakang.
6. Analisa cairan sendi
Pemeriksaan cairan sendi merupakan pemeriksaan yang rumit. Ketika gejala
klinis telah tampak, maka pada cairan sendi akan tampak keruh atau purulen.
7. USG
Digunakan untuk mendeteksi cairan sendi yang terletak lebih dalam.
Gambaran khas dari septik arthritis pada pemeriksaan USG berupa
non-echo-free effusion yang berasal dari bekuan darah. USG dapat digunakan
sebagai panduan dalam melakukan aspirasi dan drainase serta untuk
memonitor status kompartmen intrartikuler, kapsul sendi, tidak mahal, dan
mudah digunakan, tetapi pemeriksaan ini sangat tergantung dari operator yang
mengerjakannya.

Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan pada septik arthritis akut:
1. Drainase sendi harus adekuat
2. Antibiotik harus diberikan untuk mengurangi efek sistemik dari sepsis
3. Sendi harus diistirahatkan dalam posisi stabil

A. Terapi Umum
Analgetik dan dan pembidaian dari sendi yang terkena pada posisi maksimal
dan senyaman mungkin untuk mengurangi nyeri. Adanya fokus infeksi dan kondisi
medis harus diindetifikasi dan diterapi sesuai penyakit yang ditemukan. Penggantian
cairan dan kecukupan nutrisi mungkin diperlukan.
B. Terapi Khusus
Terapi definitif yang diperlukan berupa drainase dari pus yang terdapat di
sendi dan memberikan terapi antibiotik yang efektif. Teknik dari drainase tergantung
dari sendi yang terkena, stadium infeksi, dan respon dari pasien. Walaupun sendi yang
terinfeksi dapat didrainase dengan hasil yang memuaskan melalui aspirasi berulang,
namun pada sendi panggul dan mungkin sendi yang lain yang sulit dilakukan drainase
maka harus dilakukan artrotomi sesegera mungkin setelah teridentifikasi dari septik
atritritis. Indikasi lain dari drainase dengan teknik pembedahan adalah septik arthritis
dimana pusnya terlokalisir, gagal dalam terapi nonoperatif, infeksi yang telah
berlangsung lama, dan infeksi sendi pasca pembedahan atau luka penetrasi.
Antibiotik parenteral diindikasikan untuk septik arthritis. Jika kuman tidak
tampak pada pewarnaan gram dan sebelumnya pasien adalah seorang dewasa sehat,
maka diagnosa kerjanya adalah arthritis gonokokus, dan penisilin dapat menjadi
pilihan terapi. Anak-anak di bawah 4 tahun mempunyai insiden yang signifikan
terhadap arthritis akibat H. influenza. Pada orang dewasa, dimana pada pewarnaan
gram ditemukan bakteri gram negatif, maka pilihan terapinya adalah sefalosporin atau
penisilin beta laktamase dan aminoglikosida. Infeksi yang disebabkan oleh
H.influenza, Streptococcus, Neisseria, memiliki respon terapi yang baik dan lebih
cepat, sehingga pemberiannya dapat dipersingkat (< 2 minggu). Sedangkan, pada
infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus dan bakteri basili gram negatif, respon
terapi lebih lambat sehingga membutukan waktu yang lebih panjang yaitu sekitar 4-6
minggu. Pada infeksi sendi panggul dan bahu, pasien immunocompromise, pasien
dengan respon terapi jelek akan membutuhkan pengobatan yang lebih lama pula.
Ketika kuman telah teridentifikasi dari hasil kultur, maka pilihan antibiotik
harus sesuai dengan hasil yang telah ditemukan. Hasil kultur dan respon klinis
sesudah itu digunakan untuk memastikan regimen antibiotik. Antibiotik parenteral
diteruskan dengan dosis tinggi sampai inflamasi mereda secara signifikan. Tambahan
antibiotik oral selama 3-4 minggu biasanya diperlukan setelah pemberian antibiotik
parenteral. (1) Sebagian klinisi menyatakan bahwa pemberian antibiotik parenteal
harus diteruskan setidaknya sampai suhu dan kadar CRP mencapai nilai mormal
dengan terapi maintenance 4-6 minggu.(4) Injeksi penisilin G 10 juta unit per 24 jam
diberikan pada arthritis gonokokus dan diteruskan sampai perbaikan klinis dicapai
secara signifikan. Saat tanda lokal teratasi, antibiotik dapat diubah ke ampisilin oral, 4
kali 500 mg per hari selama 7 hari.

Komplikasi
Komplikasi terdiri dari destruksi sendi, osteomielitis, dan penyebaran ke
tempat lain baik secara langsung ataupun secara hematogen. Semakin cepat diagnosis
dan diterapi dilaksanakan, maka kemungkinan terjadinya komplikasi akan semakin
kecil. Komplikasi yang dapat ditimbulkan termasuk kerusakan sendi berupa
osteoarthritis. Pada anak-anak, keterlibatan dari growth plates dapat meningkatkan
progresifitas dari deformitas dan pemendekan dari segment yang terkena. Selain itu,
komplikasi lain seperti dislokasi sendi, epifisiolisis, ankilosis, dan osteomielitis.
Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya proses
granulasi di bawah kulit yang disebut subcutan nodule, pada otot dapat terjadi myosis
( proses granulasi jaringan otot) , pada pembuluh darah terjadi tromboemboli, dan
terjadi spenomegali. Komplikasi lanjutnya adalah penyakit degeneratif pada sendi,
dislokasi permanen dan fibrous ankylosis.

You might also like