You are on page 1of 13

Hepatitis B carrier asimptomatik

Novy Triandani Limbong

102011095

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510

e-mail: novy.triandani@hotmail.com

Pendahuluan

Dalam 10 tahun terakhir, telah terjadi perubahan besar dalam pengertian, diagnosis, serta
klasifikasi hepatitis B kronik. Perubahan ini sangat besar pengaruhnya terhadap penatalaksanaan
penderita. Salah satu diantaranya adalah perubahan pengertian tentang hepatitis B kronik. Pada
saat ini, definisi hepatitis B kronik adalah adanya persistensi virus hepatitis B (VHB) lebih dari 6
bulan yang masih disertai dengan viremia. Dengan demikian, pemakaian istilah “karier sehat”
tidak dianjurkan lagi karena sulit diterapkan tanpa pemeriksaan virologik.

Anamnesis

Pada umumnya keluhan yang sering dikemukakan pada pasien ialah adanya rasa mual, rasa
lemah dan timbulnyawarna kekuningan pada kulit dan skleramata, serta adanya perubahan warna
air seni menjadi seperti teh?

- Mulailah bertanya sejak kapan keluhan mual dan rasa lemas, tidak nafsu makan? Apakah
keluhan tersebut disertai demam, atau gejala seperti influenza?
- Tanyakan apakah ada perubahan warna pada air seni? Sejak kapan? Warna urine yang
gelap/seperti the menandakan adanya gangguan ekskresi bilirubin ke dalam traktus
gastrointestinal.
- Tanyakan apakah ada perubahan warna tinjanya? Apakah menjadi pucat atau keabu-
abuan? Bila terjadi obstruksi sekresi bilirubin secara menyeluruh, maka waarna tinja
berubah menjadi pucat/ keabu-abuan/acholic (tanpa bilirubin). Tinja Acholic dapat
ditemukan pada hepatitis viral dan paling sering pada obstructive jaundice.
- Tanyakan apakah pasien sadar akan adanya perubahan warna kulit dan skleranya menjadi
kuning? Jaundice dapat disebabkan karena gangguan intrahepatik seperti yang
disebabkan karena gangguan hepatoseluler, dimana terjadi kerusakan hepatosit, atau
kolestatik yang disebabkan gangguan sekresi bilirubin karena kerusakan hepatosit atau
saluran empedu intrahepatik. Hal ini sering dijumpai pada inflamasi sel hepar misalnya
karena hepatitis. Jaundice juga dapat disebabkan karena gangguan ekstrahepatik
dikarenakan sumbatan pada saluran empedu utama, yang biasanya disebabkan karena
batu empedu atau karsinoma pancreas.
- Tanyakan juga apakah pasien merasakan gatal tanpa penyebabyang biasa? Dan apakah
juga dirasakan adanya nyeri didaerah hepar? Gatal sering menyertai ikterus/ jaundice
baik tipe kolestatik maupun obstruksi. Sedang rasa nyari dapat disebabkan karna
peregangan kapsula hepar, kolik empedu atau kanker pancreas.
- Tanuakan juga faktor-faktor resiko yang menyebabkan timbulnya penyakit hati, seperti
a. Hepatitis viral: tanyakan apakah makan makanan dengan sanitasi yang buruk untuk
hepatitis A.
b. Apakah pernah terpapar pada cairan tubuh seperti darah, serum, semen atau saliva
melalui kontak seksual atau pemakaian jarum suntik yang tidak steril (tindik telinga,
tattoo, akupuntur, drug abuse dll) unuk kasus hepatitis B. Tanyakan juga apakah
pernah mendapat transfuse darah atau obat intrravena, untuk kasus hepatitis C.
c. Tanyakan apakah pasien peminum alcohol, apa jenisnya, berapa banyak? Hal ini
penting untuk memastikan adanya alcoholic hepatitis atau alcoholic cirrhosis.
Tanyakan juga kemungkinannya terpapar denga obat yang bersifat hepatotoksik,
cairan tokikik yang digunakan dalam industry atau toksin lingkungan lain, untuk
memastikan adanya toxic liver damage.1

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik bisa ditemukan hepatomegali dan nyeri tekan pada hati.
Splenomegali ringan dan limfadenopati dapat ditemui kira-kira 15-20% pasien. Eritema palmar
dan spider nevi bisa ditemukan pada infeksi HBV tetapi jarang. Pada infeksi hepatitis E bisa
ditemukan juga nyeri tekan kuadran kanan atas dan transient spider angiomata.2
Pemeriksaan penunjang

Menurut consensus tatalaksana hepatitis B di Indonesia tahun 2004, pemeriksaan HBV DNA
tidak diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Namun kemudian dalam consensus tatalaksana
hepatitis B di Indonesia tahun 2012, pemeriksaan HBV DNA disebutkan sebagai indicator
morbiditas dan mortalitas yang paling kuat. Pada hepatitis B kronik inaktif akan ditemukan:

- Carrier bisa mempunyai nilai SGOT dan SGPT normal


- HBeAg, HBV DNA (marker infektifitas) negative
- HBsAg dan Anti HBc positif

Pada hepatitis B kronik aktif bisa ditemukan:

- Peningkatan ringan hingga sedang enzim aminotransferase. Kadar SGPT sering lebih
tinggi dibanding SGOT
- Kadar HBV DNA meningkat. HBsAg dan anti HBc positif.
- Hipoalbuminemia dan pemanjangan protombin time (PT) bisa terjadi pada kasus berat
atau fase akhir penyakit.
- HBeAg bisa positif atau negative sehingga berdasarkan status HBe, hepatitis B kronik
aktif dibedakan
a. Hepatitis B kronik eAg positif. Pada jenis ini, eAg positif pertanda replikasi aktif
(infektifitas tinggi), dan serokonversi HBeAg (+) menjadi HBeAg (-) anti HBe positif
dapat menjadi target keberhasilan terapi
b. Hepatitis B kronik eAg negative. Pada jenis ini, serokonversi HBeAg (+) menjadi
HBeAg (-) Anti HBe positif tidak dapat menjadi target keberhasilan terapi sehingga
nilai kuantitatif HBV DNA harus dijadikan parameter indikasi dan keberhasilan terapi
- Biopsy hati (untuk evaluasi fibrosis hati) sebelum terapi eradikasi virus tidak harus
dilakukan menurut Konsensus Tatalaksana Hepatitis B di Indonesia tahun 2004,
sedangkan consensus 2012 menyarankan evaluasi fibrosis hati dengan cara invasive
maupun noninvasive untuk pasien dengan muatan virus tinggi dan peningkatan SGPT
serum minimal yang berumur diatas 30 tahun atau pada pasien berumur <30 tahun
dengan faktor risiko tinggi. APASL 2008 merekomendasikan biopsy hati bila
a. Ada replikasi virus dan SGPT meninggi, atau
b. SGPT high normal dan usia diatas 40tahun

Criteria Diagnosis menurut AASLD 2009 dan Konsensus Nasional Penatalaksanaan Hepatitis B
2012.3,4

1. Hepatitis B kronik
o HBsAg positif > 6 bulan
o HBV DNA serum >20.000 IU/Ml (105 copies/mL)
o Pada hepatitis B kronik HBeAg negative HBV DNA lebih rendah yaitu 2000-
20.000 IU/mL (104 - 105 copies/mL)
o Peningkatan SGOT/SGPT persisten atau intermiten
o Biopsy hati menunjukkan hepatitis kronik dengan nekroinflamasi sedang-berat
2. Carrier HBsAg inaktif
o HBsAg positif > 6 bulan
o HBeAg (-), Anti HBe (+)
o HBV DNA serum < 2000IU/mL
o SGOT/SGPT persisten normal
o Biopsy hati menunjukkan tidak ada tanda-tanda hepatitis kronik
3. Hepatitis B sembuh
o Ada riwayat hepatitis B akut atau kronik, anti HBs (+), Anti HBc (+)
o HBsAg (-)
o HBV DNA tidak terdeteksi
o SGPT normal3,4

Working diagnosis Hepatitis B carrier asimtomatik

Proses penemuan virus hepatitis B diawali oleh Blumberg dkk, pada tahun 1965 yang
melakukan penelitian untuk mencari antibody yang timbul terhadap suatu lipoprotein. Mereka
mendapatkan suatu antibody pada 2 orang penderita hemofilia yang sering mendapat transfuse
darah bereaksi dengan suatu antigen yang didapatkan dari seorang aborigin Australia. Pada
waktu itu, ditemukan bahwa antigen tersebut didapati pada 20% penderita hepatitis virus.
Antigen ini dulu dinamakan antigen Australia dan sekarang menjadi HBsAg. Pada 1970, Dane
dkk melihat untuk pertama kalinya dibawah mikroskop electron partikel HBsAg dan partikel
virus Hepatitis B (VHB) utuh yang kini dinamakan partikel Dane.5

Virus hepatitis B (VHB) utuh adalah suatu virus DNA yang berlapis ganda (double
shelled) dengan diameter 42 nm. Bagian luar virus ini terdiri dari HBsAg sedang bagian dalam
adalah nukleokapsid yang terdiri dari HBcAg. Dalam nukleokapsid didapatkan kode genetic
VHB yang terdiri dari DNA untai ganda (double stranded) dengan panjang 3200 nukleotida.

Petanda serologic infeksi VHB. Berikut ini adalah berbagai macam petanda serologic serta
maknanya.

1. HBsAg (Hepatitis B Surface Antigen)


Suatu protein yang merupakan selubung luar partikel VHB. HBsAg yang positif
menunjukkan bahwa pada saat itu yang bersangkutan mengidap infeksi VHB.
2. Anti-HBs
Antibodi terhadap HBsAg, antibody ini baru muncul setelah HBsAg hilang. Anti-HBs
yang positif menunjukkan bahwa individu yang bersangkutan telah kebal terhadap infeksi
VHB baik yang terjadi setelah suatu infeksi VHB alami atau setelah dilakukan imunisasi
Hepatitis B.
3. Anti-HBc
Antibody terhadap protein core. Antibody ini muncul pada semua kasus dengan infeksi
VHB pada saat ini (current infection) atau infeksi pada masa yang lalu (past infection).
Anti-HBc dapat muncul dalam bentuk IgM anti-HBc yang sering muncul pada Hepatitis
B akut. Karena itu, positifnya IgM anti-HBc pada kasus hepatitis akut dapat memperkuat
diagnosis hepatitis B akut. Namun karena IgM nti-HBc bisa kembali menjadi ositif pada
hepatitis kronik denga reaktivasi, IgM anti-HBc tidak dapat dipakai untuk membedakan
hepatitis akut dengan hepatitis kronik secara mutlak.
4. HBeAg
Suatu protein nonstructural dari VHB (bukan merupakan bagian dari VHB) yang
disekresikan ke dalam darah dan merupakan produk gen precore dan gen core.
Didapatkan pada fase awal hepatitis akut atau kronik. Positifnya HBeAg merupakan
petunjuk adanya aktivasi replikasi VHB yang tinggi dari seorang individu HBsAg positif.
5. Anti-HBe
Antibody yang timbul terhadap HBeAg pada infeksi VHB tipe liar. Positifnya anti-HBe
menunjukkan bahwa VHB ada dalam fase nonreplikatif. Berbeda dengan anti-HBc atau
anti-HBs yang bertahan lama, anti-HBe biasanya hilang setelah beberapa bulan atau
tahun.
6. DNA VHB
Positifnya DNA VHB dalam serum menunjukkan adanya partikel VHB yang utuh
(partikel Dane) dalam tubuh penderita. DNA HBV adalah petanda jumlah virus (virus
load) yang paling peka. Belakangan ini pengukuran DNA VHB secara kuantitatif
memegang peran yang sangat penting untuk menentukan tingkat replikasi VHB,
menentukan indikasi terapi antiviral dan menilai hasil terapi.5

Etiologi

Hepatitis B ditransmisi secara hematogen seperti produk darah, pemakai narkoba


suntikan, dan hubungan seksual

Masa inkubasi 15-180 hari (rata-rata 60-90 hari). Viremia berlangsung selama beberapa
minggu sampai bulan setelah infeksi. Sebanyan 1-5% dewasa, 90% neonates dan 50% bayi akan
berkembang menjadi hepatitis kronik dan viremia yang persisten. Infeksi persisten dihubungkan
dengan hepatitis kronik, sirosis dan kanker hati. Distribusi diseluruh dunia, prevalensi karier di
USA <1% di Asia 5-15%. HBV ditemukan di darah, semen, secret servikovaginal, saliva, cairan
tubuh. Cara transmisi.2

- Melalui darah. Penerima produk darah, IVDU, pasien hemodialisis, pekerja kesehatan,
pekerja yang terpapar darah.
- Transmisi seksual
- Penetrasi jaringan (perkutan), atau permukosa, tertusuk jarum, penggunaan ulang alat
medis yang terkontaminasi, penggunaan bersama pisau cukur dan silet, tato, akupuntur,
tindik, penggunaan sikat gigi bersama
- Transmisi maternal-neonatal, maternal-infant
- Tak ada bukti penyebaran fekal-oral.2
Pathogenesis persistensi VHB

Virus hepatitis B (VHB) masuk ke dalam tubuh secara parenteral. Dari perederan darah
partikel Dane masuk ke dalam hati dan terjadi proses replikasi virus. Selanjutnya sel-sel hati
akan memproduksi dan mensekresi partikel Dane utuh, partikel HBsAg bentuk bulat dan tubuler,
dan HBeAg yang tidak ikut membentuk partikel virus. VHB merangsang respon imun tubuh,
yang pertama kali dirangsang adalah respon imun nonspesifik (innate immune response) karena
dapat terangsang dalam waktu pendek, dalam beberapa menit sampai beberapa jam. Proses
eliminasi nonspesifik ini terjadi tanpa retriksi HLA, yaitu dengan memanfaatkan sel-sel NK dan
NK-T.

Untuk proses eradikasi VHB lebih lanjut diperlukan respons imun spesifik, yaitu dengan
mengaktivasi sel limfosit T dan sel limfosit B. aktifasi sel CD8+ terjadi setelah kontak reseptor
sel T tersebut dengan kompleks peptide VHB- MHC kelas I yang ada pada permukaan dinding
sel hati dan pada permukaan dinding Antigen Presenting Cell (APC) dan dibantu rangsangan sel
T CD4+yang sebelumnya sudah mengalami kontak dengan kompleks peptide VHB-MHC kelas
II pada dinding APC. Peptide VHB yang ditampilkan pada permukaan dinding sel hati dan
menjadi antigen sasaran respons imun adalah peptide kapsid yaitu HBcAg atau HBeAg. Sel T
CD8+ selanjutnya akan mengeliminasi virus yang ada di dalam sel hati terinfeksi. Proses
eliminasi tersebut bisa terjadi dalam bentuk nekrosis sel hati yang akan menyebabkan
meningkatnya ALT atau mekanisme sitolitik. Disamping itu dapat juga terjadi eliminasi vitus
intrasel tanpa kerusakan sel hati yang terinfeksi melalui aktivitas Interferon gamma dan Tissue
Necrotic Factor (TNF) alfa yang dihasilkan oleh sel T CD8+ (mekanisme nonsitolitik).

Aktivasi sel limfosit B dengan bantuan sel CD4+ akan menyebabkan produksi antibodi
antara lain anti-HBs, anti-HBc dan anti-HBe. Fungsi anto HBs adalah netralisasi partikel VHB
bebas dan mencegahnya masuk virus kedalam sel. Dengan demikian anti-HBs akan mencegah
penyebaran virus dari sel ke sel. Infeksi kronik VHB bukan disebabkan gangguan produksi anti-
HBs. Buktinya pada pasien hepatitis B kronik ternyata dapat ditemukan adanya anti-HBs yang
tidak bisa dideteksi dengan metode pemeriksaan biasa karena anti-HBs bersembunyi dalam
komplks dengan HBsAg.
Bila proses eliminasi virus berlangsung efisien maka infeksi VHB dapat diakhiri,
sedangkan bila proses tesebut kurang efisien maka terjadi infeksi VHB yang menetap. Proses
inflamasi VHB oleh respons imun yang tidak efisien dapat disebabkan oleh faktor virus ataupun
faktor pejamu.6

Gambaran histopatologik Hepatitis B kronik

Pada segitiga portal terdapat infiltrasi sel radang terutama limfosit dan sel plasma, dapat
terjadi fibrosis yang makin meningkat sesuai dengan derajat keparahan penyakit. Sel radang
dapat masuk ke dalam lobulus sehingga terjadi erosi limiting plate, sel-sel hati dapat mengalami
degenerasi baluning dan dapat terjadi badan asidofil (acidophilic bodies). Pada pasien hepatitis B
kronik jarang didapatkan gambaran kolestasis. Untuk menilai drajat keparahan hepatitis serta
untuk menentukan prognosis, dahulu gambaran histopatologik hepatitis B kronik dibagi menjadi
3 kelompok yaitu:

- Hepatitis kronik persisten (HKP) adalah infiltrasi sel-sel mononuklir pada daerah portal
dengan sedikit fibrosis, limiting plate masih utuh, tidak ada piecemeal necrosis.
Gambaran ini sering didapatkan pada carrier asimtomatik.
- Hepatitis kronik aktif (HKA) adalah adanya infiltrate radang yang menonjol yang
terutama terdiri dari limfosit dan sel plasma yang terdapat didaerah portal. Infiltrate
peradangan ini masuk sampai ke dalam lobulus hati dan menimbulkan erosi limiting plate
dan disertai piecemeal necrosis. Gambaran ini sering tampak pada carrier yang sakit
(simtomatik).
- Hepatitis kronik lobular (HKL) sering dinamakan hepatitis akut yang berkepanjangan.
Gambaran histologik mirip hepatitis akut tetapi timbul lebih dari 3 bulan. Didapatkan
gambaran peradangan dan nekrosiss intralobular, tidak terdapat piecemeal necrosis dan
bridging necrosis.

Klasifikasi di atas telah dipakai berpuluh-puluh tahun oleh para ahli di deluruh dunia tetapi
ternyata kemudian tidak dapat dipertahankan lagi karena terlalu kasar dan hasilnya sering
overlapping. Salah satu klasifikasi histologik untuk menilai aktivitas peradangan yang terkenal
adalah Histological Activity Index (HAI), yang ditemukan Knodell pada tahun 1981, yang dapat
dilihat pada tabel 1.6
Gambaran klinis

Gambaran klinis hepatitis B kronik sangat bervariasi. Pada banyak kasus, tidak
didapatkan keluhan maupun gejala dan hasil pemeriksaan tes faal hati normal. Pada sebagian
lagi, didapatkan hepatomegali, atau bahkan splenomegali, atau tanda-tanda penyakit kronik
lainnya, misalnya eritema Palmaris, spider nevi, dan pada pemeriksaan laboratorium sering
didapatkan kenaikan ALT walaupun tidak selalu. Pada umumnya masih normal kecuali pada
kasus-kasus yang parah.

Secara sederhana manifestasi klinis hepatitis B kronik dapat dikelompokan menjadi 2, yaitu:

1. Hepatitis B kronik aktif


Didapatkan HBsAg positif dengan DNA VHB lebih dari 105 kopi/ml, dan kenaikan ALT
yang menetap atau intermiten. Pada penderita, sering ditemukan tanda-tanda penyakit
hati kronik. Pada biopsy hati, ditemukan gambaran peradangan yang aktif. Menurut status
HBeAg, penderita dikelompokkan menjadi hepatitis B kronik HBeAg positif dan
hepatitis B kronik HBeAg negative.
2. Carrier VHB inaktif (inaktif HBV Carrier state)
Pada kelompok ini, HBsAg positif dan titer DNA VHB rendah, yaitu kurang dari 105
kopi/ml. penderita menunjukkan kadar ALT normal dan tidak didapati keluhan. Pada
pemeriksaan histologik, terdapat kelainan jaringan yang minimal. Sering sulit dibedakan
hepatitis B kronik HBeAg negative karierVHB inaktif karena pemeriksaan DNA
kuantitatif masih jarang dilakukan secara rutin. Dengan demikian perlu dilakukan
pemeriksaan ALT berulang kali untuk waktu yang cukup lama.5

Pemeriksaan biopsy untuk penderita hepatitis B kronik sangat penting terutama untuk
penderita dengan HBeAg positif dengan kadar ALT dua kali lipat nilai normal tertinggi atau
lebih. Biopsi hati diperlukan untuk menegakkan diagnosis pasti dan untuk meramalkan prognosis
serta kemungkinan keberhasilan terapi (respon histologik). Sejak lama diketahui bahwa penderita
hepatitis B kronik dengan peradangan hati yang aktif mempunyai risiko tinggi untuk mengalami
progresi, tetapi gambaran histologik yang aktif juga dapat meramalkan respons yang baik
terhadap terapi imunomodulator atau antiviral.5
Tatalaksana

HBeAg HBV DNA SGPT Strategi terapi


+ <20.000 ≤2x bann Efikasi terapi rendah. Observasi saja. Pertimbangkan terapi bila SGPT
IU/mL (105 meningkat. Pertimbangakan biopsy bila usia > 40 th, SGPT persisten
copy/mL) tinggi >2x bann, riwayat keluarga hepatoma.
Pertimbangkan terapi bila HBV DNA > 20.000 IU/mL dan hasil biopsy
inflamasi sedang/berat atau sirosis.
+ >20.000 >2x bann Terapi bila HBsAg menetap 3-6bln pertimbangkan biopsi bila
IU/mL terkompensasi, segera terapi bila dekompensasi.
Terapi awal: INFα/pegINFα, LAM, ADV, ETV, TDF ATAU LdT
Target terapi: serokonversianti HBe
Lama terapi:
- INF-α: 16 minggu
- Peg-INFα: 48 minggu
- LAM/ADV/ETV/LdT/TDF: minimum 1 tahun, lanjutkan 6 bulan
setelah serokonversi.
- >2000 >2x bann Terapi awal: INFα/pegINFα, LAM, ADV, ETV, TDF, LdT
IU/mL Target terapi: tidak ditetapkan
Lama terapi:
- INFα/pegINFα: 1 tahun
- LAM/ADV/ETV/LdT/TDF: > 1 tahun

- >2000 1-2x bann Pertimbangkan terapi bila hasil biopsy inflamasi sedang/berat atau sirosis
IU/mL
- <2000 ≤bann Observasi, terapi bila HBV DNA atau SGPT meningkat
IU/mL
± Terdeteksi Sirosis Terkompensasi: terapi bila HBV DNA >2.000 IU/mL
HBV DNA < 2.000 IU/mL pertimbangkan terapi bila SGPT meningkat
Dekompensasi: terapi transplantasi
± Tidak Sirosis Terkompensasi: observasi
terdeteksi Dekompensasi: transplantasi

Gambar 1. Tatalaksana hepatitis B kronik menurut AASLD PRACTICE GUIDELINE.7


HBeAg (+)

DNA virus <2x104 DNA HBV >2x104


IU/mL IU/mL

ALT normal ALT 1-2x batas atas ALT 2-5x batas atas ALT >5X batas atas
ALT normal
normal normal normal

pengobatan terdapat indikasi


tidak diberikan tidak diberikan tidak dberikan diberikan bila mulai terapi
pengobatan. pantau pengobatan. pantau pengobatan. kenaikkan ALT Bila DNA HBV
DNA HBV, HBeAg, DNA HBV, HBeAg, pantau DNA HBV, menetap >3bulan <2x105 IU/mL &
dan ALT dan ALT HBeAg, dan ALT atau terdapat risiko tidak ada tanda
dekompensasi dekompensasi, bisa
dipantau 3-6 bulan
untuk timbulnya
serokonversi
spontan HBeAg

respon
pertimbangkan biopsi hati atau
pemeriksaan fibrosis non invasif pada
pasin > 30th dengan riwayat KHS atau
sirosis dalam keluarga tidak respon
bila terdapat inflamasi atau fibrosis
pantau DNA HBV ,
derajat sedang atau lebih, terapi
HBeAg, dan ALT 1-3
bulan setelah terapi

pertimbangkan
strategi terapi lain

Gambar 2. Algoritma penatalaksanaan hepatitis B dengan HBeAg positif.7

Epidemiologi

Hepatitis B kronik merupakan masalah kesehatan yang besar, terutama di Asia, karena di
wilayah ini tedapat sedikitnya 75% dari seluruhnya 300 juta individu HBsAg positif-menetap
diseluruh dunia. Di Asia sebagain besar penderita hepatitis B kronik mendapatkan infeksi pada
masa perinatal. Kebanyakan penderita ini tidak mengalami keluhan ataupun gejala sampai
akhirnya terjadi penyakit hati kronik.7
Prognosis dan komplikasi

Infeksi hepatitis B yang didapat pada masa perinatal biasanya asimptomatik dan pada
90% kasus menjadi kronik. Sebaliknya infeksi hepatitis B yang didapat di masa dewasa hanya 5
% menjadi kronik, sedangkan 95% sembuh sempurna yang ditandai dengan menghilangnya
HBsAg dan terbentuknya Anti HBs. Pada hepatitis B kronik prognosis untuk hilangnya virus
amat sukar.

Perkembangan hepatitis B kronik menjadi sirosis hepatis terjadi rata-rata 2-5% pertahun
pada eAg (+) dan 8-10% pada eAg (-). Sirosis lebih banyak terjadi pada HBV DNA yang tinggi.
Gagal hati terjadi pada 3,3% sirosis setiap tahunnya. Angka kematian hepatitis B kronik tanpa
sirosis adalah 0-2%, bila ada sirosis 14-20%, dan sirosis dekompensasi meningkat menjadi 70-
80% dalam 5 tahun.8

Pencegahan

Imunisasi pasif (hepatitis B immune globulin) yang dibuat dari plasma manusia yang
mengandung anti HBs titer tinggi, dapat member proteksi cepat untuk jangka waktu 3-6 bulan.
HBIg diberikan dalam waktu 48 jam setelah terpapar. Bila diberikan lebih dari 48 jam,
efikasinya akan menurun. Dosisnya 0,06 mL/kg, secara IM, di deltoid atau gluteus. Bila
diberikan bersama vaksin hepatitis B, lokasi penyuntkan harus terpisah. Pemberian HBLg
bersama vaksin hepatitis B member proteksi yang lebih baik.

Imunisasi aktif, vaksin hepatitis B menggunakan HBsAg dengan tehnologi rekombinan


ragi. Untuk vaksinasi dewaa diberikan 3 dosis pada bulan 0, 1, dan 6. Bila respon antibody
terbentuk, maka perlindungan akan terjadi selama minimal 20 tahun. Booster hanya diperlukan
pada pasien imunokompromais dengan titer anti HBs < 10 mU/mL.7

Kesimpulan

Hepatitis B kronik terbagi menjadi hepatitis B kronik aktif dan hepatitis B carrier inaktif.

Dimana hepatitis B carrier inaktif tidak menimbulkan gejala penyakit kronik, sehingga sering
tidak disadari oleh penderita kalau mereka sakit hepatitis B virus. Untuk pemeriksaan lebih lanjut
diperlukan cek kadar HBV DNA dan biopsy hati apabila ada indikasi untuk biopsy. Untuk
pemberian terapi juga tergantung dari hasil pemeriksaan HBV DNA, SGPT, dan hasil dari
biopsy.

Daftar pustaka

1. Yasavati KH. Anamnesis penyakit hepatobilier. Dalam:Santoso M, Kartadinata H,


Yuliani IW, Widjaja WH, Yasavati KH, Rumawas MA. Buku panduan keterampilan
klinik Jilid IV. Edisi 2. Jakarta: Biro publikasi FK UKRIDA; 2011.hlm.21-2.
2. Sanityoso A. Hepatitis virus akut. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B. Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam Jilid I. Edisi V. Jakarta:
Internal Publshing; 2010.hlm.644-52.
3. Perhimpunan peneliti hati Indonesia. Konsensus tatalaksana hepatitis B di Indonesia,
Jakarta; FKUI;2004.hlm.23-25.
4. Perhimpunan peneliti hati Indonesia. Consensus tatalaksana hepatitis B di Indonesia.
Jakarta; FKUI;2012.hlm.3-7
5. Soemohardjo S. Hepatitis virus B. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2008.hlm.44-9.
6. Soemohardjo S, Gunawan S. Hepatitis B kronik. Dalam: Sudoyono AW, Setiyohadi B.
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam Jilid I. Edisi V.
Jakarta: Internal Publshing; 2010.hlm.653-60.
7. Suzanna N. Bahan ajar gastrohepatologi. Edisi ke-1. Jakarta: Biro publikasi FK
UKRIDA; 2012.hlm.143-51.
8. Akbar NH. Hepatitis B. Dalam: Sulaiman HA, Akbar HN, Lesmana LA, Noer HMS.
Buku ajar ilmu penyakit hati. Jakarta: Jaya abadi; 2007.hlm.201-10.

You might also like