You are on page 1of 26

LAPORAN KASUS

“TINEA CRURIS ET TINEA KORPORIS”

Disusun Oleh :
Bellina Sarsa Pamela
2013730021

Pembimbing :
dr. Bowo Wahyudi, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BANJAR
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
karunia-Nya, laporan kasus yang berjudul “TINEA CRURIS et TINEA
KORPORIS” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan kasus ini
disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Jakarta yang
bertempat di RSUD kota Banjar.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis banyak memperoleh
bimbingan, petunjuk serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Melalu
kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada yang terhormat:
1. dr. Bowo Wahyudi, Sp.KK, selaku Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin
SMF/Bagian Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah Kota Banjar
yang senantiasa membimbing dan memberikan masukan dalam penyusunan
laporan kasus ini,
2. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan
bantuan yang telah diberikan dalam penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Semoga laporan kasus ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam masalah
kesehatan dan memberi manfaat bagi masyarakat.
Banjar, September 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................Error! Bookmark not defined.
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................5
BAB II LAPORAN KASUS..................................................................................7
2.1 Identitas Pasien.........................................................................................7
2.2 Anamnesis.................................................................................................7
2.3 Pemeriksaan Fisik.....................................................................................9
2.4 Pemeriksaan Penunjang..........................................................................12
2.5 Resume....................................................................................................12
2.6 Diagnosis Kerja.......................................................................................13
2.7 Rencana Pemeriksaan Penunjang............................................................13
2.8 Penatalaksanaan......................................................................................14
2.9 Prognosis.................................................................................................15
BAB III ANALISIS KASUS................................................................................16
BAB IV KESIMPULAN......................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................27

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit yang disebabkan oleh jamur disebut mikosis. Jamur termasuk


tumbuh-tumbuhan yang tidak berklorofil, oleh karena itu harus hidup sebagai
saprofit atau parasit. Di dalam alam terdapat kira-kira 200.000 spesises jamur,
yang tidak semua bersifat pathogen. Dari jumlah tersebut, hanya ± 100 spesies
saja yang patogen bagi manusia1.
Tinea kruris adalah mikosis superfisial atau disebut juga Eczema
marginatum, Dobie itch, Jockey itch, Ringworm of the groin. yang termasuk
golongan dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus.
Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit
yang berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah
genitokrural saja, atau meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut
bagian bawah, atau bagian tubuh yang lain1,2.
Tinea korporis adalah dermatofitosis pada kulit yang tidak berambut.
Kelainan ini dapat bersifat akut dan kronis, lesi kulit dapat terjadi di setiap bagian
tubuh dan bersama sama dengan kelainan pada sela paha (Tinea Korporis et
Kruris atau sebaliknya). Biasanya bentuk yang kronis disebabkan oleh
Tricophyton rubrum yang biasanya dilihat bersama dengan tinea unguinum.2
Indonesia termasuk daerah yang baik bagi pertumbuhan jamur karena
beriklim panas dan lembab. Dalam keadaan demikian ditambah higiene yang
kurang sempurna, infestasi jamur kulit cukup banyak. 1 Menurut Rippon infeksi
jamur dibagi menjadi tiga yaitu infeksi kulit superfisial (pitiriasis versikolor,
piedra dan tinea nigra), infeksi kutan (dermatofitosis, kandidiasis kutis dan
mukosa), dan infeksi subkutan (misetoma, basidiobolomikosis, sporotrikosis dan
kromoblastomikosis). Beberapa penulis yang lain menggabungkan infeksi
superficial dan infeksi kutan menjadi dermatomikosis superficial sehingga hanya
ada dua infeksi jamur meliputi dermatomikosis superfisialis dan mikosis
subkutis2.

5
6

Dermatofita tersebar di seluruh dunia dan menjadi masalah terutama di


negara berkembang. Di berbagai negara saat ini terjadi peningkatan bermakna
dermatofitosis. Mikosis superfisial mengenai lebih dari 20-25% populasi sehingga
menjadi bentuk infeksi yang tersering. Di Indonesia angka yang akurat mengenai
insidensi mikosis superfisialis belum ada. Insidensi di berbagai rumah sakit
pendidikan di Indonesia bervariasi dari yang terendah 2,93% (Semarang) hingga
yang tertinggi 27,6% (Padang). Di Indonesia dermatofitosis menempati urutan
kedua setelah Pityriasis versicolor1.
Dermatofitosis adalah golongan penyakit jamur superfisial yang
disebabkan oleh jamur dermatofita, yakni Trichophyton spp, Microsporum spp,
dan Epidermophyton spp. Ketiga genus jamur ini bersifat mencerna keratin atau
zat tanduk yang merupakan jaringan mati dalam epidermis ( Tinea korporis, Tinea
kruris, Tinea manus et pedis ), rambut ( Tinea kapitis ), kuku ( Tinea
unguinum ).3,4 Oleh karena satu spesies dermatofita dapat menyebabkan kelainan
yang berbeda-beda pada satu individu tergantung dari bagian tubuh yang dikenai,
dan sebaliknya berbagai jenis dermatofita dapat menyebabkan kelainan yang
secara klinis sama apabila mengenai bagian tubuh yang sama, maka dari itu
klasifikasi dermatofitosis lebih didasarkan pada regio anatomis yang terkena dari
jamur penyebabnya, walaupun sebenarnya pendekatan kausatif lebih rasional. 3
Kali ini yang akan dibahas adalah mengenai Tinea Kruris dan Tinea Korporis.
7

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Sarip
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 64 Tahun
Alamat : Cicurug, Cijulang-Kota Banjar
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Pedagang
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Tanggal Pemeriksaan : 10 September 2018

2.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis
1) Keluhan Utama
Rasa gatal dan timbul bercak-bercak kemerahan serta bersisik yang bertambah
banyak pada bokong, selangkangan, perut, tangan, dan telinga sejak 5 hari
yang lalu.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang laki-laki berusia 64 tahun datang ke Poliklinik Kulit Kelamin RSUD
Banjar, dengan keluhan gatal yang dirasakan hampir setiap hari, secara terus
menerus, gatal paling sering timbul jika berkeringat atau cuaca panas. Kadang
juga terasa panas dan perih jika digaruk atau terkena gesekan. Keluhan rasa
terbakar disangkal. Keluhan disertai dengan timbul bercak-bercak kemerahan
serta bersisik yang bertambah banyak pada bokong, selangkangan, perut,
tangan dan telinga sejak 5 hari yang lalu.
Keluhan awalnya pada 2 bulan yang lalu yaitu muncul bercak merah dengan
sisik putih sebesar uang logam pada bagian bokong. Bercak tersebut lama
kelamaan bertambah lebar dan meluas kebagian selangkangan, bercak
kemerahan tersebut disertai dengan rasa gatal terutama jika berkeringat dan
cuaca panas. Sekitar beberapa minggu didaerah perut juga terdapat bercak
merah yang makin lama makin membesar serta bertambah banyak dan terasa
gatal. Setelah sekitar beberapa hari ini bercak kemerahan semakin bertambah
banyak yang timbul pada tangan dan telinga. Keluhan ini disertai rasa yang
8

sangat gatal. Rasa gatal bertambah bila berkeringat dan cuaca panas. Selain itu
juga terasa perih jika terkena gesekan. Pasien mengaku sering menggaruk
bercak tersebut dengan tangan, sehingga terdapat beberapa luka bekas garukan
dan perubahan warna menjadi kehitaman. Gatal membaik apabila disiram
dengan air hangat. Keluhan rasa terbakar disangkal.
Pasien mengatakan sempat berobat sebanyak 3 kali yaitu ke Puskesmas di
dekat rumahnya dengan diberikan salep ukuran kecil, kemasan berwarna putih
dengan aturan pakai dioleskan 2 kali sehari, namun pasien lupa nama obatnya
dan obat minum untuk gatalnya dengan aturan pakai 2 kali dalam sehari
minum 1 tablet pasien juga lupa nama obatnya, awalnya sempat menghentikan
rasa gatal pasien, namun gatal tersebut muncul kembali pada saat pasien habis
obat. Selama sakit pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan selain yang
diberikan oleh dokter di Puskesmas. Konsumsi rutin seperti obat antibiotic,
obat kortikosteroid serta obat-obatan imunosupresan juga disangkal.
Pasien mengatakan tidak memiliki alergi terhadap obat ataupun bahan
makanan tertentu.
Pasien menyatakan sebelumnya tidak pernah memiliki riwayat timbulnya
bercak merah gatal sebelumnya. Pasien tidak pernah menderita asma,
hipertensi, penyakit ginjal, hati, DM dan jantung.
Pasien mengatakan jika dalam keluarga ada yang menderita sama gatal seperti
pasien yaitu istri, dan cucu pasien. Yang pertama mengalami sakit gatal adalah
pasien, setelah itu istri pasien dan yang terakhir adalah cucu pasien. Riwayat
keluarga menderita asma, hipertensi, diabetes mellitus, ataupun penyakit
sistemik lainnya disangkal oleh pasien.
Pasien merupakan seorang pedang yang setiap hari beraktifitas diluar rumah
yaitu kepasar dan pasien sering terkena cuaca panas, selain itu pasien juga
sering berkeringat berlebih dan badan terasa lembab. Setiap hari pasien mandi
dan mengganti pakaian dalam dan pakaian luar dua kali sehari namun pasien
jika mandi tidak pernah menggunakan sabun mandi hanya disiram air saja.
Sehabis mandi handuk pasien jarang dijemur di luar rumah. Pasien mengaku
terkadang menggunakan handuk secara bergantian dengan istrinya. Handuk
dicuci 2 minggu sekali. Seprai, selimut, sarung guling dan sarung bantal
pasien jarang diganti, biasanya setiap 1 bulan sekali. Kasur, bantal, dan guling
sudah 2 bulan tidak dijemur. Pasien mencuci pakaiannya sehari-hari
9

menggunakan mesin cuci. Sehabis buang air pasien jarang mengeringkan


bagian tubuh yang basah. Pasien mengaku sering menggunakan pakaian
dengan bahan yang tidak menyerap keringat. Pasien tinggal bersama istri,
anak, menantu dan cucu. Istri pasien memiliki gejala yang sama seperti pasien
yaitu bercak kemerahan di bagian selangkangan dan perut bawah. Begitu juga
dengan cucu pasien perempuan berusia 8 tahun memiliki bercak kemerahan di
daerah perut dan tangan. Keluhan istri pasien dan cucu pasien dirasakan sejak
sekitar 1 bulan yang lalu namun tidak diobati. Sementara anak dan menantu
pasien tidak mengalami gejala yang sama. Pasien tinggal di lingkungan padat
penduduk, dimana jarak antar rumah rumah saling berdekatan. Pasien
mengaku tidak mengetahui tetangganya ada yang memiliki gejala yang serupa
dengan pasien. Pasien mengaku membersihkan rumah setiap hari, namun
jarang membuka jendela rumah. Sehingga pasien mengaku rumahnya terasa
panas yang membuat pasien sering berkeringat jika melakukan aktifitas sehari-
hari. Pasien tidak memelihara anjing, kucing, atau ternak lainnya. Pasien jika
beraktifitas diluar rumah selalu menggunakan alas kaki. Keluahan bila digores
dengan benda tumpul menunjukan seperti ada tetesan lilin disangkal.
Kemudian keluhan bagaian yang bercak merah dikelupas satu demi satu
sampai dasarnya akan tampak bintik-bintik perdarahan disangkal, keluhan
timbul lesi-lesi yang sama dengan kelainan psoriasis akibat bekas trauma /
garukan disangkal.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : tampak sakit ringan


Kesadaran : Compos mentis
Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 98 x/menit
Respirasi : 18 x/menit
Temperatur aksila : 36,5 oC

Status General

Kepala Normocephal, rambut berwarna hitam, tidak mudah dicabut.


10

Mata Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), pupil isokor,


edema palpebra (-/-), pegerakan mata ke segala arah baik.
Hidung Epistaksis (-/-), septum deviasi (-), sekret (-/-)
Telinga Normotia, nyeri tekan daun telinga (-/-), serumen (-/-).
Mulut Mukosa bibir lembab (+), stomatitis (-), faring hiperemis (-)
Leher Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thoraks Simetris, tidak terdapat retraksi dinding dada, suara napas
vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-), bunyi jantung I
dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen Datar, supel, BU (+), perkusi timpani, nyeri tekan abdomen
(-), turgor kulit dalam batas normal
Ekstremitas Akral hangat (+), sianosis (-), CRT < 2 dtk, edema pada tepi
kuku (-), onikolisis (-)

Status Dermatologi
Distribusi Regional
A/R Bokong, selangkangan, perut, tangan dan telinga
Lesi Multiple, sirkumskrip, bentuk polisiklik, sebagian
berbentuk bulat dengan sirkumskrip tepi lebih aktif,
sebagian ireguler, permukaan tidak menimbul, dengan
ukuran terkecil 1x1 cm dan terbesar 7 x 5 cm.
Efloresensi Makula eritematosa, skuama halus
11

Gambar 1. Lesi kulit pada bokong Gambar 2. lesi pada perut

Gambar 3. Lesi kulit pada tangan


12

Gambar 4. Lesi kulit pada telinga

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan KOH 10% diambil dari kerokan kulit di tangan dan bokong
pasien dengan preparat kaca obyek, lalu ditutup cover glass dan dilihat dengan
mikroskop pada pembesaran 10 dan 100. Tidak ditemukan hifa pada
pemeriksaan mikroskopis.

2.5 RESUME
Seorang laki-laki berusia 64 tahun datang ke Poliklinik Kulit Kelamin
RSUD Banjar, dengan keluhan rasa gatal dan timbul bercak-bercak
kemerahan serta bersisik yang bertambah banyak pada bokong, selangkangan,
perut, tangan, dan telinga sejak 5 hari yang lalu. Keluhan pertama kali
dirasakan sejak 2 bulan yang lalu, yaitu bercak kemerahan sisik putih sebesar
uang logam pada bagian bokong, bercak tersebut bertambah lebar dan
meluas, keluhan disertai dengan gatal terutama jika berkeringat dan cuaca
panas. Setelah itu keluhan bercak kemerahan semakin banyak dan meluas
pada tangan dan telinga. Pernah diobati namun tidak sembuh. Dalam keluarga
terdapat anggota keluarga yang sakit sama yaitu istri dan cucu pasien yang
tinggal dalam satu rumah. Pasien memiliki kebiasaan beraktifitas diluar
rumah dengan sering terkena cuaca pans, berpakaian tidak menyerap keringat.
Untuk hygiene buruk, baik untuk diri sendiri maupun pada keluarga.
Pemeriksaan Fisik: Dalam Batas Normal
Status Dermatologi
Distribusi Regional
A/R Bokong, selangkangan, perut, tangan dan telinga
Lesi Multiple, sirkumskrip, bentuk polisiklik, sebagian
berbentuk bulat dengan sirkumskrip tepi lebih aktif,
sebagian ireguler, permukaan tidak menimbul, dengan
ukuran terkecil 1x1 cm dan terbesar 7 x 5 cm.
Efloresensi Makula eritematosa, skuama halus
13

Pemeriksaan Penunjang:
Pada pemeriksaan mikroskopis kerokan kulit dengan KOH 10%, tidak
ditemukan hifa.

2.6 DIAGNOSIS KERJA


Diagnosis Banding :
Tinea Kruris + Korporis e.c Trichopyton
Tinea Kruris + Korporis e.c Epidermophyton
Tinea Kruris + Korporis e.c Microsporum
Psoriasis
Ptiriasis Rosea

Diagnosis Kerja : Tinea Kruris et Korporis e.c Trichopyton

2.7 RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Pemeriksaan mikroskopis kerokan kulit dengan menggunakan KOH 10%
ulang
 Lampu Wood
 Pemeriksaan kultur dari kerokan bagian tepi lesi dalam media agar
Sabouroud dektros

2.8 PENATALAKSANAAN
14

Non medikamentosa
Edukasi :
 Menerangkan kepada pasien bahwa penyakit yang diderita oleh
pasien adalah infeksi jamur dan mudah menular.
 Memberikan saran kepada pasien agar mengganti pakaian dalam
yang basah karena keringat.
 Mengurangi kegiatan sehari-hari yang dapat menimbulkan
keringat.
 Menyarankan kepada pasien agar tidak menggaruk-garuk lesi
 Mencuci dan menjemur handuk diluar ruangan agar terkena sinar
matahari sesering mungkin.
 Menyarankan kepada pasien untuk langsung mencuci baju yang
telah dipakai sebelumnnya.
 Memberikan informasi kepada pasien untuk meminum obat tablet
1 kali sehari selama 10 hari, lalu kontrol kembali setelah 10 hari
pengobatan.
Medikamentosa
 Sistemik
Ketokonazole tablet 1 x 200 mg selama 10 hari.
 Topikal
Ketokonazol cream 2% dioleskan pada bagian yang gatal, sehari
digunakan 2 kali selama 10 hari.
2.9 PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : Ad Bonam
Quo Ad Functionam : Ad Bonam
Quo Ad Sanationam : Ad Bonam
BAB III
ANALISA KASUS

3.1 Mengapa pada kasus ini didiagnosis tinea kruris + tinea korporis?
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan dermatologis, dan mikroskopis yang
diperoleh pada pasien ini :
1. Anamnesis
- Usia pasien 64 tahun dengan jenis kelamin laki-laki
- Keluhan timbul bercak-bercak kemerahan dan bersisik halus pada
bokong, selangkangan, perut, tangan, dan telinga
- Keluhan terasa semakin gatal ketika berkeringat dan cuaca panas
- Pasien mengaku sering beraktifitas diluar rumah dan terkena cuaca
panas
- Paisen mengaku sering berkeringat berlebih jika sedang bekerja
- Pada saat mandi pasien tidak menggunakan sabun s
- Sehabis mandi handuk pasien kadang tidak dijemur di luar rumah
- Pasien juga mengaku terkadang menggunakan handuk secara
bergantian dengan istrinya
- Sehabis buang air pasien jarang mengeringkan bagian tubuh yang
basah
- Pasien mengaku sering menggunakan pakaian bahan yang tidak
menyerap keringat
- Hygiene pada diri pasien dan keluarga juga buruk contohnya handuk
dicuci 2 minggu sekali. Seprai, selimut, sarung guling dan sarung
bantal pasien jarang diganti, biasanya setiap 1 bulan sekali. Kasur,
bantal, dan guling sudah 2 bulan tidak dijemur
- Istri dan cucu pasien yang tinggal dalam stu rumah mengalami
keluhan yang sama

Berdasarkan Teori :

Tinea kruris adalah penyakit dermatofitosis (penyakit pada jaringan


yang mengandung zat tanduk) yang disebabkan infeksi golongan jamur
dermatofita pada daerah kruris (sela paha, perineum, perianal, gluteus,
pubis) dan dapat meluas ke daerah sekitarnya Tinea kruris disebut juga
eczema marginatum, dhobie itch, ringworm of groin. Biasanya laki-laki
pasca pubertas lebih banyak terkena dibanding wanita, biasanya mengenai
usia 18-25 tahun serta 50-65 tahun1,2.

15
16

Paling banyak mengenai daerah tropis karena tingkat


kelembapannya yang tinggi dan dapat memicu pengeluaran keringat yang
banyak menjadikan faktor predisposisi penyakit ini. Higiene dan sanitasi
yang tidak dijaga dengan baik juga mempengaruhi pertumbuhan infeksi
jamur dermofita. Untuk faktor keturunan tidak ada hubungannya dengan
penyakit ini. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan
dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup. Rasa gatal
akan semakin meningkat jika banyak berkeringat. Erosi dan cairan
keluar biasanya akibat garukan.1,2,5

Tinea corporis mengacu pada dermatofitosis glabrous kulit kecuali


telapak tangan, telapak kaki, dan selangkangan.

- Berdasarkan teori faktor-faktor risiko timbulnya infeksi jamur :


o Iklim panas dan lembab
o Pengeluaran keringat berlebih
o Kontak langsung tidur bersama, jabat tangan. Kontak
tak langsung dengan pakaian, handuk atau apapun
yang sudah berkontak dengan penderita
o Kontak kulit ke kulit dengan penderita atau hewan
peliharaan
o Lebih sering menghabiskan waktu di tempat yang tertutup
dan lembab
o Penggunaan obat-obatan glukokortikoid topikal dalam
jangka waktu yang lama.
o Higiene sanitasi1,5,7

2. Pemeriksaan Dermatologis

Distribusi Regional
A/R Bokong, selangkangan, perut, tangan dan telinga
Lesi Multiple, sirkumskrip, bentuk polisiklik, sebagian
berbentuk bulat dengan sirkumskrip tepi lebih aktif,
sebagian ireguler, permukaan tidak menimbul, dengan
ukuran terkecil 1x1 cm dan terbesar 7 x 5 cm.
Efloresensi Makula eritematosa, skuama halus
17

Berdasarkan Teori :

- Tinea kruris:
Lokalisasi: regio inguinalis bilateral, simetris. Meluas ke
genitokrural, sekitar anus, intergluteal sampai ke gluteus. Dapat
pula meluas ke suprapubis dan abdomen bagian bawah.1,2,5
Efloresensi dan sifat : Makula eritematosa numular sampai
geografis, berbatas tegas dengan tepi lebih aktif terdiri dari
papula atau pustula. Jika kronik makula menjadi hiperpigmentasi
dengan skuama di atasnya.1,7
- Tinea Korporis
Lokalisasi : daerah tidak berambut, badan, dada, lengan, kaki,
dan perut.1,3
Efloresensi dan sifat : lesi berbentuk makula atau plak eritema
atau hiperpigmentasi dengan tepi aktif dan penyembuhan
sentral. Pada tepi lesi dijumpai papula eritematosa. Pada perjalanan
penyakit kronik dapat dijumpai likenifikasi. Gambaran tersebut
dapat polisiklik, ataupun anular.1,7

3. Pemeriksaan Mikroskopis
Pada pemeriksaan mikroskopis kerokan kulit dengan KOH 10%, tidak ditemukan
hifa.

Berdasarkan Teori:

Pada kecurigaan tinea kruris, korporis, spesimen yang digunakan


adalah kerokan kulit. Pengambilan pada kulit yang tidak berambut /
glabrous skin dilakukan dari bagian tepi kelainan hingga mencapai sedikit
di luar kelainan sisik kulit dan kulit dikerok menggunakan pisau tumpul
steril. Untuk pengambilan spesimen dari kulit yang berambut, rambut
terlebih dahulu dicabut, kemudian kulit dikerok untuk memperoleh sisik.2

Sediaan basah dibuat dengan cara meletakkan bahan di atas object


glass, kemudian ditambah 1 – 2 tetes larutan KOH dengan konsentrasi
20%. Setelah menunggu sekitar 15 – 20 menit untuk melarutkan jaringan,
dapat ditambahkan zat warna tertentu, misalnya tinta Parker superchroom
18

blue black dengan tujuan melihat elemen jamur secara lebih nyata. Adapun
waktu ini dapat diperpendek dengan melakukan pemanasan di atas api
kecil.2

Pemeriksaan langsung sediaan basah dikerjakan dengan


mikroskop, umumnya cukup dengan menggunakan pembesaran 10 x 10
dan 10 x 45. Gambaran yang sesuai untuk dermatofitosis pada kulit
adalah ditemukannya hifa, yang nampak sebagai dua garis sejajar
dengan sekat dan cabang, atau spora berderet (artospora) pada kelainan
kulit yang lama dan / atau sudah diobati.8,9

3.2 Mengapa pada kasus ini diambil diagnosis banding Tinea Kruris + Tinea
Korporis e.c Trichopyton, Tinea Kruris + Tinea Korporis e.c
Epidermophyton dan Tinea Kruris + Tinea Korporis e.c Microsporum,
Psoriasis, dan ptiriasis Rosea?

Tanda dan Gejala Tinea Kruris Tinea Korporis


Gatal bertambah ketika berkeringat √ √
Lesi berbatas tegas √ √
Polisklik dengan tepi aktif √ √
Makula eritema, hiperpigmentasi √ √
Skuama √ √
Lesi pada bokong √ -
Lesi pada punggung - √

Berdasarkan Teori:

Trichopyton Epidermophyton Microsporum


- Menyerang - Menyerang kulit - Menyerang kulit
- Penularan
kulit , kuku, dan dan rambut
melalui tanah dan - Penularan hewan
rambut
- Penularan atau tumbuhan ke manusia
- Termasuk E. - Penyebab tinea
manusia ke
Floccosum (infeksi kapitis dan tinea
manusia
- Penyebab dari pada manusia, korporis1
tinea kruris dan penyebab
tinea pedis1 dermatofitosis
19

pada individu tidak


sehat)
- Penyebab umum
tinea korporis,
tinea kruris, tinea
pedis1

Psoriasis

Merupakan penyakit kulit yang bersidat kronik,residif, dan tidak infeksius.


Efloresensi : plakat eritematosa berbatas tegas ditutupi skuama tebal,
berlapis-lapis dan berwarna putih mengkilat. Terdapat tiga fenomena, yaitu
bila digores dengan benda tumpul menunjukan tanda tetesan lilin. Kemudian
bila skuama dikelupas satu demi satu sampai dasarnya akan tampak bintik-
bintik perdarahan, dikenal dengan nama Auspits sign. Adanya fenomena
koebner / atau reaksi isomorfik yaitu timbul lesi-lesi yang sama dengan
kelainan psoriasis akibat bekas trauma / garukan

Ptiriasis rosea

Merupakan peradangan kulit akut berupa lesi papuloskuamosa pada badan,


lengan atas bagian proksimal dan paha atas. Efloresensi : papul / plak
eritematosa berbebntuk oval dengan skuama collarette (skuama halus di
pinggir). Lesi pertama ( Mother patch/Herald patch) berupa bercak yang
besar, soliter, ovale dan anular berdiameter dua sampai enam cm. Lesi
tersusun sesuai lipatan kulit sehingga memberikan gambaran menyerupai
pohon cemara (Christmas tree).10

→ Diagnosis banding tersebut pada kasus dapat disingkirkan sebagai


diagnosis kerja dikarenakan perbedaan penularan sehingga diagnosis kerja
Tinea Kruris + Tinea Korporis e.c Trichopyton dapat ditegakkan.

3.3 Mengapa pemeriksaan yang disarankan untuk pasien adalah


pemeriksaan mikroskopis kerokan kulit dengan menggunakan KOH
10% ulang Lampu Wood pemeriksaan kultur dari kerokan bagian tepi
lesi dalam media agar Sabouraud dektrose?
20

Berdasarkan Teori:

 Pemeriksaan mikroskopis kerokan kulit dengan KOH 10%


Kulit dibersihkan dengan alkohol 70% → kerok skuama dari bagian tepi
lesi dengan memakai scalpel , pinggir gelas, atau selotip → taruh di obyek
glass → tetesi KOH 10-20 % 1-2 tetes → tunggu 10-15 menit untuk
melarutkan jaringan → lihat di mikroskop dengan pembesaran 10-45 kali,
akan didapatkan hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat, dan
bercabang, maupun spora berderet (artrospora) pada kelainan kulit yang
lama atau sudah diobati, dan miselium7
 Pemeriksaan lampu wood
Penggunaan lampu wood bisa digunakan untuk menyingkirkan adanya
eritrasma dimana akan tampak floresensi merah bata.

Pemeriksaan kultur dari kerokan bagian tepi lesi dalam media agar
Sabouraud dektrose
Pemeriksaan kultur dengan Sabouraud Dextrose Agar (SDA) untuk
mengetahui golongan atau spesies daripada jamur. Setelah kurang lebih
dua minggu koloni dari jamur mulai dapat dibaca secara makroskopis.3
Sesuai dengan kasus, untuk dapat menyingkirkan diagnosis banding maka
kita dapat melakukan pemeriksaan mikroskopis kerokan kulit dengan KOH
10% ulang dan SDA ini agar mengetahui apakah tinea korporis + tinea kruris
ini disebabkan oleh Epidermophyton floccosum, Tricophyton rubrum, atau
Microsporum gellinae, walaupun jarang.

3.4 Bagaimana penatalaksanaan pada kasus?

Medikamentosa
 Sistemik
Ketokonazole tablet 1 x 200 mg selama 10 hari.
 Topikal
Ketokonazol cream 2% dioleskan pada bagian yang gatal, sehari
digunakan 2 kali selama 10 hari.
Berdasarkan Teori:

Cara penularan jamur dapat secara langsung maupun tidak


langsung. Penularan langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut yang
21

mengandung jamur baik dari manusia, binatang, atau tanah. Penularan


tidak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi jamur,
pakaian ataupun debu. Agen penyebab juga dapat ditularkan melalui
kontaminasi dengan pakaian, handuk atau sprei penderita atau
autoinokulasi dari tinea pedis, tinea inguium, dan tinea manum. Faktor
suhu dan kelembaban kedua faktor ini sangat jelas berpengaruh terhadap
infeksi jamur, tampak pada lokalisasi atau lokal; tempat yang banyak
keringat seperti pada lipatan paha dan sela-sela jari paling sering terserang
jamur ini. Kebiasaan mengenakan celana ketat dalam waktu yang lama dan
atau bertukar pinjam pakaian dengan orang lain penderita tinea kruris juga
termasuk faktor risiko infeksi awal maupun infeksi berulang tinea kruris
dan korporis.2
Pengobatan medikamentosa pada tinea kruris dan tinea korporis
dapat berupa topikal dan sistemik yaitu:
- Terapi topikal direkomendasikan untuk infeksi lokal karena dermatofit
yang hidup pada jaringan kulit dan ketokonazol krim digunakan untuk
infeksi jamur dengan dosis dan lamanya pengobatan tergantung dari
kondisi pasien.2
- Terapi sistemik dipilih ketokonazol yang merupakan obat antifungi
sistemik pertama yang berspektrum luas dan juga merupakan turunan
imidazol sintetik yang bersifat lipofilik dan larut dalam air pada PH
asam. Obat ini bekerja dengan cara menghambat C-14-dimetilase
(enzim P-450 sitokrom) pembentukan ergosterol membran jamur.
Penghambatan ini menganggu fungsi membrane dan meningkatkan
permeabilitas.1,2
Ketokonazol mempunyai ikatan yang kuat dengan keratin dan
mencapai keratin dalam waktu 2 jam melalui kelenjar keringat eccrine.
Penghantaran akan menjadi lebih lambat ketika mencapai lapisan basal
epidermis dalam waktu 3-4 minggu. Konsentrasi ketokonazol masih
tetap dijumpai, sekurangnya 10 hari setelah obat dihentikan.
Pemakaian ketokonazol belum ditemukan adanya resistensi selama
diobservasi sehingga obat ini sangat efektif dalam pengobatan jamur.2
Efek samping yang sering timbul dalam penggunaan
ketokonazol berupa dispepsia, mual, sakit perut dan diare,sakit kepala,
22

peningkatan enzim hati yang reversibel, gangguan haid, pusing,


parestesia dan reaksi alergi, trombositopenia, alopesia, peningkatan
tekanan intrakranial yang reversibel (seperti edema papil, “bulging
fontanel“ pada bayi).2
Indikasi :

Infeksi pada kulit, rambut dan kuku (kecuali kuku kaki) yang
disebabkan oleh dermatofit dan atau ragi (dermatofitosis,
onikomikosis, Candida perionixis, pitiriasis versikolor, pitiriasis
kapitis, infeksi pitirosporum, folikulitis, kandidosis kronik
mukokutan), bila infeksi ini tidak dapat diobati secara topikal karena
tempat lesi tidak di permukaan kulit atau kegagalan pada terapi
topikal

Infeksi jamur pada rongga pencernaan

Kandidosis vagina kronik dan kandidosis rekuren

Infeksi mikosis sistemik seperti kandidosis sistemik,
parakokidioidomikosis, histoplasmosis, kokidioidomikosis,
blastomikosis.

Pengobatan profilaksis pada pasien yang mekanisme pertahanan
tubuhnya menurun (genetik, disebabkan penyakit atau obat) yang
berhubungan dengan meningkatnya risiko infeksi jamur.1,2

Kontra indikasi :

 Penderita penyakit hati akut atau kronik.


 Hipersensitif terhadap ketokonazol
 Pada pemberian peroral, ketokonazol tidak boleh diberikan bersama-
sama dengan terfenadine, astemizole, cisapride dan triazolam.
 Wanita hamil1,2

Ketokonazol sistemik tersedia dalam sediaan tablet 200 mg. Dosis


yang dianjurkan pada dewasa adalah 200-400 mg perhari. Lama
pengobatan untuk tinea kruris dan tinea korporis selama 10 hari - 2
minggu. Karena keunggulan ketokonazol sebagai obat berspektrum luas,
tidak resisten, efek samping minimal dan harga yang terjangkau maka
obat ini paling banyak digunakan dalam pengobatan antifungi.2
23

3.5 Bagaimana prognosis pada kasus ?

Prognosis pada kasus :

 Quo Ad Vitam : Ad Bonam  Tidak ada gejala atau tanda


yang mengarah pada ancaman kematian. Keadaan umum, kesadaran
dan tanda vital pasien masih dalam batas normal.2
 Quo Ad Functionam : Ad Bonam  Tinea menimbulkan lesi kulit
yang tidak mengganggu fisiologis kulit secara bermakna.2
 Quo Ad Sanationam : Ad Bonam  Dengan menghilangkan
faktor presdiposisi maka penyakit ini dapat diobati secara tuntas dan
sembuh.2

Berdasarkan Teori:
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta
syarat pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi (antara lain
higiene), maka penyakit ini dapat diobati dan memberikan prognosis yang
baik. Prognosis penyakit ini baik dengan diagnosis dan terapi yang tepat
asalkan kelembapan dan kebersihan kulit selalu dijaga.2
24

BAB IV
KESIMPULAN

Diagnosis kerja pada kasus ini adalah Tinea Kruris + Tinea Korporis.
Penegakan diagnosis didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan dermatologis serta
pemeriksaan mikroskopis kerokan kulit pada lesi KOH 10% namun tidak
didapatkan hifa. Terapi diberikan dengan edukasi untuk meningkatkan higienitas,
terapi topikal dan sistemik. Ketokonazol digunakan sebagai obat pilihan utama
untuk pengobatan tinea karena berspektrum luas, tidak resisten, efek samping
minimal dan harga yang terjangkau maka obat ini paling banyak digunakan dalam
pengobatan antifungi. Prognosis pada kasus ini baik dengan diagnosis dan terapi
yang tepat serta kelembapan dan kebersihan kulit selalu dijaga.
25

DAFTAR PUSTAKA

1. Verma, Shannon. Heffernan, Michael P. Superficial Fungal Infection: in


Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th edition vol.2. The Mc Graw
Hill Companies; 2008. p.1807-1821.
2. Budimulja, Unandar. Mikosis In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi
Keenam. Jakarta: Balai Pustaka FKUI; 2013. p. 89-104
3. Richardson, Warnock DW. Dermatophytosis in Fungal Infection: Diagnosis
and Management. Oxfort: Blackwell;1997. p.59-61
4. Gunawan G.S. Nafrialdi S.R. Farmakologi dan Terapi. Departemen
Farmakologi dan Terapeutik. Jakarta: FKUI; 2007. p.457-465
5. Djuanda, Adhi, dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi Keenam. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI; 2010.p.89-105
6. Sandra, Widyati. Dermatofitosis dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
edisi Ketujuh. Jakarta; Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.p.109-116
7. Siregar RS. Atlas Berwarna. Saripati Penyakit Kulit edisi Ketiga. Penyakit
Jamur: Tinea. Jakarta: EGC; 2014.p.17-20, 29-31
8. Gawkrodger, David J. Dermatology : An Illustrated Colour Text. Third
Edition. London: Churchill-Livingstone; 2000.p.54-55.
9. Nugroho, S.A. Siregar, R.S. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis Mikosis
Superfisialis. Edisi Kedua. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2004. p.99-107.
10. Blauvelt, Andrew. Pityriasis Rosea In: Dermatology in General Medicine
Fitzptrick’s. The McGraw-Hill Compsnies, Icn. 2008; 362-26.
26

You might also like