You are on page 1of 11

TUGAS INDIVIDU

PENGEMBANGAN OBAT 1

Oleh

NURBAITI
NIM 1821012028

PROGRAM PASCA SARJANA


PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2018
BAB I. PENDAHULUAN

Indonesia adalah salah satu negara dengan iklim tropis. Dimana, dengan iklim

yang sering berubah-ubah ini banyak masyarakat di wilayah Indonesia yang

mengalami beberapa peyakit, salah satunya adalah malaria. Malaria merupakan

salah satu penyakit menular dan mematikan apabila terlambat dalam

penanganannya yang disebabkan oleh nyamuk anopheles sp. Pada tahun 2015,

Indonesia mengalami angka kejadian malaria adalah 0.85 per 1000 populasi dengan

total 209.413 positif malaria (Depkes, 2016).

Malaria merupakan salah satu penyakit yang berbahaya. Banyak hal yang dapat

dimanfaatkan untuk mengurangi penyakit ini seperti dengan memanfaatkan sumber

alam yang ada yaitu dari tanaman. Dimana, tanaman-tanaman tersebut memiliki

senyawa yang dapat dimanfaatkan sebagai obat dan satu tanaman juga memiliki

senyawa turunan yang juga memiliki aktivitas yang berbeda. Hal ini hanya dapat

dilakukan, oleh peneliti-peneliti muda Indonesia dan kolaborasi dari beberapa

disiplin ilmu.

Menurut Ebadi (2007) dari hasil penelitian pada tahun 1972 di Cina, salah satu

tanaman yang dapat berefek sebagai anti malaria yang resisten terhadap kina dan

turunannya adalah Artemisia annua L. dengan kandungan senyawa artemisinin.

Dari tanaman tersebut memiliki kandungan senyawa lain, yang juga dapat

dimanfaatkan sebagai obat dan dikembangkan untuk yang lainnya. Salah satu

pemanfaatannya yaitu dapat sebagai antikanker, antioksidan dan lainnya.


Diharapkan dimasa depan, telah banyak dikembangkan dari tanaman tersebut,

baik pengembangan dari segi sediaan yang telah beredar sekarang, atau

pengembangan untuk penggunaan obat lainnya. Oleh karena itu, dalam hal untuk

menambah ilmu pengetahuan tentang pengembangan obat, penulis menulis tentang

penemuan dan pengembangan senyawa artemisinin sebagai anti malaria dan efek

lainnya.
BAB II. ISI

2.1 SEJARAH PENEMUAN OBAT

Gambar 1. Marcy J. Dan A. Douglass (2005)

2.2 Sejarah Penemua Artemisinin


a. Penemuan Obat Malaria Baru di berbagai Negara

Pada awal 1960-an, perang antara Vietnam-AS banyak tentara Vietnam

mengalami penyakit malaria serius karena bentuk mutasi Plasmodium falciparum.

Atas permintaan dari pemerintah Vietnam Utara untuk menyediakan obat yang

efektif melawan resisten obat malaria, Cina pada tanggal 23 Mei 1967, mulai

mencari sebuah proyek untuk menemukan obat antimalaria baru; proyek,

bernama“Proyek523”. Proyek tersebut dikelola di seluruh sisem negara dan

melibatkan enam puluh organisasi penelitian dan lebih dari 500 ilmuwan (Zongru

G., 2016).
b. Penemuan Artemisia dan artemisinin

Berdasarkan literatur Zongru G (2016), pada tahun 1969 Institut Materia

Medica Cina (ICMM), dan Pengobatan Tradisional Cina, bergabung dengan

“Kelompok TCM” dari Proyek 523. Pemimpin dari kelompok dari ICMM adalah

You you Tu dan rekannya Yagang Yu dan Guoming Gu dari Akademi Ilmu

Kedokteran Militer (AMMS), dikumpulkan dan menyaring lebih dari 100 resep

sederhana dan majemuk dari sumber dan mencatat obat-obatan rakyat dan TCM, di

mana mereka menemukan Artemisia yang muncul dalam frekuensi tinggi untuk

kemanjuran dalam melawan malaria (tindakan anti-malaria dari Artemisia tercatat

dalam banyak buku ramuan Cina kuno di Dinasti Tang, Song, Yuan, dan Ming).

Melalui skrining yang dipandu bioassay yang sistematis oleh Yu dan Gu, ekstrak

alkohol dari Artemisia ditemukan untuk melakukan aktivitas penghambatan

melawan Plasmodium falciparum hingga 60% - 80%. Namun, hasil dari Yu dan

Gu memberikan nilai yang berharga untuk penyelidikan lebih lanjut.

Kemajuan yang dibuat oleh Youyou Tu, banyak yang terinspirasi oleh metode

rinci penggunaan Artemisia yang dijelaskan dalam buku Ge Hongs kuno "Zhou

Hou Bei Ji Fang". Buku itu berbunyi: untuk pengobatan malaria “segenggam penuh

Artemisia membasahi dua liter air. Lalu di hancurkan, "Dia menyimpulkan bahwa

tidak menggunakan rebusan (dengan mendidih) dapat menyiratkan ketidakstabilan

thermo, yang bersifat lipofilik. Oleh karena itu, ia beralih dari etanol ke eter sebagai

pelarut ekstraksi. Setelah menghilangkan prinsip asam, padatan putih diisolasi dari

ekstraksi eteral netral, yang menggunakan 100% inhibisi terhadap tikus P.

falciparum. Padatan putih kemudian diidentifikasi sebagai artemisinin.


Penemuan artemisinin dari ekstraksi halus tentu memainkan peran penting

dalam membuka sarana terapeutik baru dan menyelamatkan jutaan nyawa dari

penyakit malaria. Ini juga membuat Youyou to menerima Hadiah Nobel Fisiologi

atau Kedokteran. Selain artemisinin, beberapa seskuiterpen lainnya diidentifikasi

dari ekstraksi yang halus, termasuk asam arteannuic, arteannuin A, arteannuin B,

arteannuin C, dan amorphane . Namun, semua senyawa ini memiliki aktivitas anti

malaria yang lemah atau tidak ada.

Gambar 2. Artemisinin (1), asam arteannuic (2), arteannuin A (3),


arteannuin B (4), arteannuin C (5), dan amorphane (6)

Derivatif pertama dihidroartemisinin, diperoleh untuk mengidentifikasi

struktur artemisinin. Senyawa artemisinin tersebut melakukan aktivitas yang lebih

kuat daripada senyawa dihidroartemisinin, hasil yang menunjukkan bahwa

perubahan pada bagian lakton mempertahankan atau meningkatkan aktivitas.

Untuk lebih meningkatkan aktivitas anti-malaria dan stabilitas kimia, Ying Li dan

rekan kerja mensintesis turunan tambahan dengan dua jenis kelompok fungsional:

eter dan ester.


Gambar 3. Tanaman Herba Artemisia annua L. atau kenikir (Anonim, 2010)

Di Indonesia juga terdapat tanaman artemisinin dengan nama Artemisia vulgaris

L. Tanaman tersebut memiliki kekurangan dibandingkan dengan Artemisia annua

L. yaitu kandungan senyawa artemisinin di Indonesia kadarnya lebih kecil yaitu

0.06 % pada daun daripada tanaman yang berasal dari Cina dengan kadar mencapai

1.8%. Pada tanaman artemisia tidak hanya mengandung artemisin saja, tapi

tanaman ini juga mengandung saponin, flavonoid, minyak atsiri, dan polifenol.

Berdasarkan data perkebunan.litbang.pertanian.go.id, tanaman memiliki

kandungan artemisin yang tinggi terdapat pada daun yaitu 89 %. Sedangkan

komponen minyak atsiri yang paling tinggi adalah thujone yaitu 70%, dimana ini

memiliki efek sebagai antioksidan, antijamur dan antimikroba. Serta senyawa

artemisin tersebut juga memiliki derivat-derivatnya yaitu artesunate, artemeter

dan dihidroartemisin.

Gambar 4. Struktur Artemisinin, Artemeter, Dihidroartemisinin dan


Artesunat (Hendry C et al., 2012)
Dari struktur diatas, artemisinin merupakan kelompok seskuiterpen. Dimana

tidak semua nya derivat artemisinin memiliki efek sebagai obat antimalaria. Tapi,

hanya derivat dengan gugus endoperoksida pada strukturnya yang memiliki

aktivitas dan berefek sebagai obat malaria untuk menghambat pertumbuhan

plasmodium falcifarum yang merupakan penyebab penyakit malaria (Oktavina,

D.M, 2002).

Gambar 5. Arteannuin B dan Deoksiartemisini

Artemisinin efektif untuk yang resisten terhadap kina, serta efek samping kina

dan kloroquin tegrolong berta dibandingkan artemisinin. Oleh sebab itu, WHO

memutuskan menjadikan artemisinin sebagai line terapi dalam pengobatan malaria.

Kombinasi obat artemisinin di Indonesia dalam pengobatan memberantas malaria

adalah artemisinin dengan sulfadoksin atau pirimetamin, dan meflokuin. Kombinasi

artemisinin dengan kloroquin saat ini kurang efektif dalam pengobatan,

dikarenakan parasit nya resistensi terhadap kloroquin.

Obat Artemisinin atau yang dikenal dengan qinghousu salah satu pilihan terapi

untuk penyakit malaria. Tapi, artemisinin memberikan efek yang lambat apabila

digunakan secara monoterapi. Senyawa tersebut memberikan efek bagus apabila

dikombinasi dengan obat malaria lainnya, karena kelebihan yang dimilikinya yaitu

absorbsi obat yang baik, aman, cepat diubah menjadi metabolit aktif, dan

mempunyai waktu paruh yang pendek (Wikara T, 2010).


Artemisinin berkeja sebagai efek antimalaria dengan menjadi pengantar

proses alkilasi. Artemisinin diaktivasi oleh molekul Fe lalu merusak membran

spesifik dari parasit malaria yang terhubung dengan protein (Simamora, D dan

Fitri, L , 2007).

Gambar 5. Mekanisme kerja artemisinin (Simamora, D dan Fitri, L , 2007).

Artemisinin ternyata juga memiliki aktivitas sebagai antikanker, ini terbukti

dari penemuan Henry Lai pada tahun 1995, di University of Washington di Seattle

menyatakan artemisinin memilki aktivitas yang kuat untuk kanker payudara, kanker

pankreas, dan leukimia. Dimana senyawa tersebut bekerja dengan cara cara

membunuh sel kanker penyebabnya tanpa merusak jaringan sel-sel baik

disekitarnya. Jorge Ferreira, PhD seorang ahli peneliti tanaman di United States

Departement Agriculture mengemukakan kombinasi dihidroartemisinin dengan

besi sulfat dapat menghambat pertumbuhan tumor.

Berdasarkan penemuan senyawa artemisinin dari tanaman Artimisia annua L.

yang efektif sebagai antimalaria, ternyata juga telah dibuktikan juga dapat sebagai

antikanker. Dalam hal ini, dapat kita lakukan pengembangan terhadapat senyawa
tersebut, dimana dimasa depan bisa dijadikan obat kemoterapi dan antikanker yang

lebih efektif dengan tidak merusak jaringan sel yang lainnya. Serta juga dapat

dikembangkan sebagai antioksidan alami dengan menjadikan obat fitofarmaka.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2010. Artemisia (Artemisia annua L.)


http://id.wikipedia.org/wiki/artemisia. Diakses 2 November 2013

Ebadi, N. 2007. Pharmacodynamic Basic of Herbal Medicine. CRC Press. London


New York-Washington D.C. 726 p

http://www.depkes.go.id/article/print/16050200003/inilah-fakta-keberhasilan
pengendalian-malaria.html

Hendry C Lai., Seatlle., Sigh, N., Sasaki, T. 2012. Development of Artemisinin


Coumpounds for Cancer Treatment. University Washington : USA.

Marcy J. Baluntas dan A. Douglas Kinghorm. 2005. Drug discovery from


medicinal plants. Life Sciences 78 (2005) 431 – 441.

Oktavina, D.M., 2002. Isolasi dan IdentifikasiProduk Biotransformasi Artemisinin


oleh Galur Mikroorgansime Endofit Artemisia annua. IPB : Bogor.

Simamora, D dan Fitri, L. E., 2007., Resistensi Obat Malaria : Mekanisme dan
Peran Obat Kombinasi Obat Antimalaria., Fakultas Kedokteran Unibraw :
Malang

Wikara Tina., 2010., Tesis : Sintesis Dihidroartemisinin Dan Uji Aktivitas


Antimalaria Secara In Vitro Dengan Proses Hidrogenasi Menggunakan Katalis
Ni/TiO2. Universitas Indonesia : Jakarta

You might also like