You are on page 1of 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Insiden kolelitiasis (batu empedu) di negara Barat adalah 20% dan banyak
menyerang orang dewasa dan lanjut usia. Kebanyakan kolelitiasis tidak bergejala
dan bertanda.
Angka kejadian penyakit batu empedu dan penyakit saluran empedu di
Indonesia diduga tidak berbeda jauh dengan angka di negara lain di Asia
Tenggara dan sejak tahun 1980-an agaknya berkaitan erat dengan cara diagnosis
dengan ultrasonografi.
Dikenal tiga jenis batu empedu, yaitu batu kolesterol, batu pigmen atau
batu bilirubin, yang terdiri atas kalsium bilirubinat, dan batu campuran. Di negara
Barat, 80% batu empedu adalah batu kolesterol, tetapi angka kejadian batu
pigmen meningkat akhir-akhir ini. Sebaliknya di Asia Timur, lebih banyak batu
pigmen dibanding dengan batu kolesterol, tetapi angka kejadian batu kolesterol
sejak 1965 makin meningkat. Tidak jelas apakah perubahan angka ini betul-betul
oleh karena pravelensi yang berubah. Namun, perubahan gaya hidup, termasuk
perubahan pola makanan, berkurangnya infeksi parasit, dan menurunnya frekuensi
infeksi empedu, mungkin menimbulkan perubahan insiden hepatolitiasis.
Sementara ini, didapat kesan bahwa meskipun batu kolesterol di Indonesia
lebih umum, angka kejadian batu pigmen lebih tinggi dibandingkan dengan angka
yang terdapat di negara Barat, dansesuai dengan angka di negara tetangga seperti
Singapura, Malaysia, Muangthai, dan Filipina. Hal ini menunjukkan bahwa faktor
infeksi empeduoleh kuman gram negatif E.coli ikut berperan penting dalam
timbulnya batu pigmen. Di wilayah ini insiden batu primer saluran empedu adalah
40-50% dari penyakit batu empedu, sedangkan di negara Barat sekitar 5%.
Perbedaan lain dengan negara Barat adalah batu empedu mulai ditemukan
pada usia muda di bawah 30 tahun, meskipun usia rata-rata terserang ialah 40-50
tahun. Pada usi di atas 60 tahun, insiden batu saluran empedu meningkat. Jumlah
penderita perempuan lebih banyak dari pada penderita laki-laki. Meskipun batu
empedu terbanyak ditemukan dalam kantung empedu, sepertiga dari batu batu

1
saluran empedu merupakan batu duktus koledokus. Oleh sebab itu, kolangitis di
negara Barat ditemukan pada berbagai usia, dan merupaan sepertiga dari jumlah
kolesistitis. Batu intrahepatik dan batu primer saluran empedu juga cukup sering
ditemukan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa definisi batu empedu?
1.2.2 Apa tanda dan gejala batu empedu?
1.2.3 Apa penyebab dari batu empedu?
1.2.4 Bagaimana patofisiologi dari batu empedu?
1.2.5 Apa pemeriksaan dignostik pada pasien batu empedu?
1.2.6 Bagaimana perawatan dan penatalaksanaan untuk pasien dengan batu
empedu?
1.2.7 Bagaimana konsep asuhan keperawatan untuk pasien dengan batu empedu?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Mengetahui dan memahami definisi dari batu empedu.
1.3.2 Mengetahui dan memahami tanda dan gejala dari batu empedu.
1.3.3 Mengetahui dan memahami penyebab dari batu empedu.
1.3.4 Mengetahui dan memahami patofisiologi dari batu empedu.
1.3.5 Megetahui dan memahami pemeriksaan dignostik pada pasien batu empedu.
1.3.6 Mengetahui dan memahami perawatan dan penatalaksanaan untuk pasien
dengan batu empedu.
1.3.7 Mengetahui dan memahami konsep asuhan keperawatan untuk pasien
dengan batu empedu.

2
BAB II
KONSEP MEDIS BATU EMPEDU

2.1 Definisi
Kolelitiasis merupakan adanya batu dikandung empedu, atau pada saluran
kandung empedu yang pada umumnya komposisi utamanya adalah kolesterol.
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu
digolongkan atas 3 golongan:

1. Batu Kolesterol
Berbentuk oval, multifoikal atau mulberry dan mengandung lebih dari
70% kolesterol
2. Batu Kalsium Bilirubinan (Pigmen Coklat)
Berwarna coklat/ coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung
kalsuium bilirubinat sebagai komponen utama
3. Batu Pigmen Hitam
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan
kaya akan sisa zat hitam yang tak terektrasi.

Kolelitiasis merupakan penyakit batu empedu yang dapat ditemukan


didalam kandung empedu atau didalam duktus koledokus, atau pada kedua-
duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk didalam
kandung empedu (kolesistolitiasis). Kalau batu kandung empedu ini berpindah
kedalam saluran empedu ekstrahepatik, disebut batu saluran empedu sekunder
atau koledokolitiasis sekunder.

2.2 Tanda Dan Gejala


Sebanyak 75% orang yang memiliki batu empedu tidak memperlihatkan
gejala. Sebagian besar gejala timbul bila batu menyumbat aliran empedu, yang
sering kali terjadi karena bat yang kecil melewati ke dalam duktus koledukus.
Penderita penyakit kandung empedu akibat batu empedu dapat mengalami dua
jenis gejala : Gejalanya bisa bersifat akut atau kronis. Gangguan epigastrium,
seperti rasa penuh, distensi abdomen, dan nyeri yang samar pada kuadran kanan

3
atas abdomen, dapat terjadi. Gangguan ini dapat terjadi setelah individu
mengkonsumsi makanan yang berlemak atau yang digoreng.

1. Rasa nyeri dan Kolik Bilier


Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu
akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas
dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami
kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas yang
menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual
dan muntah dan bertambah hebat dalam waktu beberapa jam sesudah makan
makanan dalam porsi besar. Pasien akn membolak-balik tubuh-tubuhnya
dengan gelisah karena tidak mampu menemukan posisi yang nyaman
baginya. Pada sebagian pasien, rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan
persisten.
Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung
empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya
saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu
akan menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago kosta 9 dan 10
kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran
kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam, dan menghambat
pengembangan rongga dada.
Nyeri pada kolesistitis akut dapat berlangsung sangat hebat sehingga
diperlukan preparat analgesik yang kuat seperti meperidin. Pemberian morfin
dianggap dapat meningkatkan spasme sfingter oddi sehingga perlu dihindari.

2. Ikterus
Ikterus dapat dijumpai di antara penderita penyakit kandung empedu
dengan presentase kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus
koledokus. Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan
menimbulkan gejala yang khas, yaitu : getah empedu yang tidak lagi dibawa
kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini
membuat kulit dan membran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering
disertai gejala gatal gatal yang mencolok pada kulit.

4
3. Perubahan warna urine dan feses
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin berwarna
sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan
tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut “clay-colored”
4. Defisiensi Vitamin
Obstruksi aliran empedu juga mangganggu absorpsi vitamin A, D, E
dan K yang larut lemak. Karena itu, pasien dapat memperlihatkan gejala
difisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berjalan lama. Defisiensi
vitamin K dapat menganggu pembekuan darah yang normal. Bilamana batu
empedu terlepas dan tidak lagi menyumbat duktus sistikus, kandung empedu
akan mengalirkan isinya keluar dan proses inflamasi segera mereda dalam
waktu yang relatif singkat. Jika batu empedu terus menyumbat saluran
tersebut, penyumbatan ini dapat mengakibtkan abses, nekrosis dan perforasi
disertai peritonitis generalisata.

2.3 Penyebab
Menurut Price (2006, 502) Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam
kandung empedu dan jarang dibentuk pada bagian saluran empedu lain. Etiologi
batu empedu masih belum diketahui sepenuhnya; akan tetapi, tampaknya faktor
predisposisi terpenting adalah gangguan metabolisme yang menyebabkan
terjadinya perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi kandung
empedu.
Perubahan komposisi empedu kemungkinan faktor terpenting dalam
pembentukan batu empedu. Sejumlah penyelidikan menunjukkan bahwa hati
penderita batu empedu kolesterol menyekresi empedu yang sangat jenuh dengan
kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu
(dengan cara yang belum dimengerti sepenuhnya) untuk membentuk batu
empedu.
Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi
progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan tersebut. Gangguan
kontraksi kandung empedu, atau spasme sfingter Oddi, atau keduanya dapat
meyebabkan terjadinya stasis. Faktor hormonal (terutama selama kehamilan)

5
dapat dikaitkan dengan perlambatan pengosongan kandung empedu dan
menyebabkan tingginya insiden.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan
batu empedu. Mukus meningkatkan vikositas empedu, dan unsur sel atau bakteri
dapat berperan sebagai pusat presipitasi. Akan tetapi, infeksi mungkin lebih sering
timbul sebagai akibat dari terbentunya batu empedu, dibandingkan sebagai
penyebab terbentuknya batu empedu.

Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun,
semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar
kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain :

1. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)


2. Usia lebih dari 40 tahun .
3. Kegemukan (obesitas).
4. Faktor keturunan
5. Aktivitas fisik
6. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)

2.4 Patofisiologi
Patofisiologi terhadap penyakit batu empedu (cholelitiasis), yaitu:
1. Nyeri
2. Resiko syok (hipovolemik)
3. Ketidakefektifan Nutrisi Krg Dari Kebutuhan Tubuh
Bagan patogenesis batu empedu, dibawah ini yaitu:

6
Proses Degenerasi Penyakit
Penurunan Fungsi Hati Gangguan Metabolisme
Hati

Pengendapan Kolesterol Peradangan Dalam


Sintesis Kolesterol
Sekresi Kolesterol
Meningkat
Kandung Empedu

Batu Empedu

Penyumbatan Aliran Getah


Empedu

RESIKO INFEKSI
Aliran Balik Getah
Distensi Kandung Empedu
Empedu
Port De Entree Pasca
Bedah
Bag.Fundus Menyentuh Iritasi Lumen
Bag.Abdomen Kartilago
Intervensi Pembedahan
Inflamasi
Merangsang Ujung Saraf
Eferen Simpatis
Termostrat Di Enzim Sgot & Sgpt
Hipotalamus Meningkat
Hasilkan Substansi P

Peningkatan Suhu Bersifat Iriatif Di Saluran


Serabut Eferen Hipotalamus Cerna

Hipertermi
Nyeri Hebat Pada Kuadran Merangsang Nervus
Atas & Nyeri Tekan Daerah Vagal
Epigastrium Permeabilitas Kapiler

Menekan S.Parasimpatis

Nyeri Cairan Shif Ke


Peritonium
Penurunan Peristaltik
Resiko Kekurangan
Resiko Syok (Hipovolemik)
Vol.Cairan
Makanan Tertahan Di
Lambung

Ketidakefektifan Nutrisi
Peningkatan Rasa Mual
Krg Dari Kebutuhan
Dan Muntah
7
Tubuh
2.5 Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Price (2006, 503) Diagnosis kolesistitis dan kolelitiasis akut atau
kronis sering didasarkan pada ultrasonografi (USG) yang dapat menunjukkan
adanya batu atau malfungsi kandung empedu. Kolesistitis ajut juga dapat
didiagnosis menggunakan koleskintigrafi, yaitu suatu metode menggunakan agen
radioaktif IV. Selanjutnya pemindaian dilakukan pada saluran empedu untuk
melihat adanya kandung empedu dan pola biliar. Bila tidak tersedia peralatan
USG, digunakan koleistografi oral. ERCP (endoscopic retrograde
cholangiopancreatography) dapat digunakan untuk mendeteksi adanya batu
dalam duktus. Batu empedu dapat terlihat pada foto polos bila mengalami
klasifikasi secara bermakna.

2.6 Perawatan dan Penatalaksanaan


Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non
bedah dan bedah. Ada juga yang membagi berdasarkan ada tidaknya gejala yang
menyertai kolelitiasis, yaitu penatalaksanaan pada kolelitiasis simptomatik dan
kolelitiasis yang asimptomatik.
Pengobatan paliatif atau non bedah untuk pasien ini adalah dengan:
1. Menghindari makanan yang bersalah, seperti dengan kandungan lemak
tinggi yang dapat mengendap sebagai kolesterol di kandung empedu.
2. Asam empedu oral dapat digunakan untuk melarutkan kolesterol pada batu
empedu
3. Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
4. Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
5. Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi
syok.
6. Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)

Sedangkan pengobatan lazim kedua atau bedah keadaan ini adalah:


1) Litrotipsi atau pemecahan batu empedu dengan gelombang syok
ekstrakorporeal yang ditimbulkan dengan jenis elektromagnetik alat-alat
pada pasien dengan:
a. Kolik bilier

8
b. Batu radiolusen
c. Fungsi kandung empedu dengan pengosongan normal
d. Adanya komplikasi, seperti obstruksi dan pankreatitis
2) Pembedahan untuk mengangkat kandung empedu (kolesistektomi) ,
apabila pengobatan paliatif tidak mungkin lagi dikerjakan.
a. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien
dengan kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna
yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2%
pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang
dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah
kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
b. Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun
1990 dan sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara
laparoskopi. 80-90% batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini
karena memperkecil resiko kematian dibanding operasi normal (0,1-
0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada
jantung dan paru. Kandung empedu diangkat melalui selang yang
dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.

9
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN BATU EMPEDU

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas
Nama : Tn. A
Umur : 40 tahun
Alamat : Jl. Ngawi, Malang
Jenis Kelamin : laki - laki
Status Perkawinan : Menikah
Agama/suku : Islam/Jawa
Warga Negara : Indonesia
Pekerjaan :-

3.1.2 Riwayat Kesehatan

1) Keluhan Utama
Nyeri abdomen pada kuadran kanan atas, dan mual muntah.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Nyeri ulu hati yang menjalar ke punggung, dan nyeri bertambah hebat setelah
makan disertai mual dan muntah.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Klien belum pernah menderita penyakit kolelitiasis.
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah
memiliki riwayat penyakit sebelumnya.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga klien tidak ada yang menderita penyakit kolelitiasis.

3.1.3 Pemeriksaan Umum

Pada hasil pemeriksaan fisik abdomen didapatkan:


1. Inspeksi : datar, eritem (-), sikatrik (-)
2. Auskultasi : peristaltik (+)

10
3. Perkusi : timpani
4. Palpasi : supel, nyeri tekan (+) regio kuadran kanan atas, hepar-lien
tidak teraba, massa (-)
5. Sistem endokrin
Kantung empedu terlihat dan teraba oleh tangan  terjadi pembengkakan
pada kandung empedu.

3.1.4 Pemeriksaan Pola

a. Aktivitas/istirahat
- Gejala : kelemahan
- Tanda : gelisah
b. Sirkulasi
- Tanda : takikardi, berkeringat
c. Eliminasi
- Gejala : perubahan warna urine dan feses
- Tanda : distensi abdomen, terba masssa pada kuadran atas, urine pekat
dan gelap, feses warna tanah liat, steatorea
d. Makanan/cairan
- Gejala : anereksia, mual/muntah
Tidak toleran terhadap lemak dan makanan “pembentuk lemak.
Regurgitas berulang, nyeri epigastrium, tidak dapt makan, flatus
dyspepsia
- Tanda : kegemukan, adanya penurunan berat badan
e. Nyeri/kenyamanan
- Gejala : nyeri berat atas abdomen, dapat menyebar ke punggung atau
bahu kanan
Kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makan
Nyeri mulai tiba-tiba dan biasanya memuncak dalam 30 menit
- Tanda : nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas
ditekan; tanda Murphy positif
f. Pernapasan
- Tanda : peningkatan prekuensi pernapasan

11
Pernapasan tertekan ditandai oleh napas pendek, dangkal
g. Keamanan : demam, menggigil
- Ikterik, dengan kulit berkeringat dan gatal (pruritus)
Kecendrungan perdarahan (kekurangn vitamin K)

3.2 Analisa Data

Data Etiologi Masalah Keperawatan


DS : Pasien mengeluh Sumbatan empedu / Nyeri
nyeri di daerah ulu hati kolelitiasis

DO : nyeri tekan di Aliran balik cairan empedu


epigastrium ke hepar

Proses radang di sekitar


hepatobilier

Infeksi

Nyeri
DS : - Penurunan peristaltik Penurunan volume cairan
DO : pasien lemah, mata karena efek kolelitiasis
cowong, turgor kulit buruk
Makanan tertahan di dalam
lambung

Peningkatan rasa mual


Mual / muntah

Penurunan volume cairan

DS : Pasien mengatakan Penurunan peristaltik Nutrisi kurang dari


perutnya tidak enak karena karena efek kolelitiasis kebutuhan tubuh
mual muntah
Makanan tertahan di dalam
DO : Distensi abdomen lambung

Peningkatan rasa mual


Mual / muntah

12
Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh

3.3 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis: obstruksi/spasme duktus,
proses inflamasi, iskemia jaringan/nekrosis.
2. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah, distensi,
dan hipermotilitas gaster.
3. Risiko tinggi perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, berhubungan
dengan memaksa diri atau pembatasan berat badan sesuai aturan; mual/muntah.

3.4 Intervensi

1.Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis: obstruksi/spasme duktus,


proses inflamasi, iskemia jaringan/nekrosis.

Intervensi Rasional
 Observasi dan catat lokasi, beratnya  Membantu membedakan penyebab
(skala 0-10) dan karakter nyeri nyeri dan memberikan informasi
(menetap, hilang timbul, kolik). tentang kemajuan/perbaikan
 Tingkatkan tirah baring, biarkan penyakit, terjadinya komplikasi,
pasien melakukan posisi yang dan keefektifan intervensi.
nyaman.  Meningkatkan istirahat,
 Kolaborasi : Pertahankan status memusatkan kembali perhatian,
puasa, masukan / pertahankan dapat meningkatkan koping.
penghisapan NG sesuai indikasi.  Tirah baring pada posisi fowler
 Kolaborasi : Berikan obat sesuai rendah menurunkan tekanan
indikasi; antikolinergik. intraabdomen.
 Membuang secret gaster yang
merangsang pengeluaran
kolesistokinin dan kontraksi

13
kandung empedu.
 Menghilangkan reflex
spasme/kontraksi otot halus dan
membantu dalam manajemen
nyeri.

2. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah, distensi,


dan hipermotilitas gaster.

Intervensi Rasional
 Pertahankan masukan dan haluaran  Memberikan informasi tentang
akurat, perhatikan haluaran kurang status cairan/volume sirkulasi dan
dari masukan, peningkatan berat kebutuhan penggantian.
jenis urine. Kaji membrane  Muntah berkepanjangn, aspirasi
mukosa/kulit, nadi perifer, dan gaster, dan pembatasan pemasukan
pengisian kapiler. oral dapat menimbulkan deficit
 Awasi tanda / gejala natrium, kalium dan klorida.
peningkatan/berlanjutnya  Menurunkan sekresi dan motilitas
mual/muntah, kram abdomen, gaster.
kelemahan, kejang, kejang ringan,  Menurunkan mual dan mencegah
kecepatan jantung tak teratur, muntah.
parestesia, hipoaktif atau tak adanya  Mempertahankan volume sirkulasi
bising usus, depresi pernapasan. dan memperbaiki
 Kolaborasi : Pertahankan pasien ketidakseimbangan.
puasa sesuai keperluan.
 Kolaborasi : Berikan antimetik.
 Kolaborasi : Berikan cairan IV,
elektrolit, dan vitamin K.

14
3. Risiko tinggi perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, berhubungan
dengan memaksa diri atau pembatasan berat badan sesuai aturan; mual/muntah.

Intervensi Rasional
 Kaji distensi abdomen, sering  Tanda non-verbal ketidaknyamanan
bertahak, berhati-hati, menolak berhubungan dengan gangguan
bergerak. pencernaan, nyeri gas.
 Perkirakan/hitung pemasukan  Mengidentifikasi kekurangan /
kalori juga komentar tentang napsu kebutuhan nutrisi. Berfokus pada
makan sampai minimal masalah membuat suasana negative
 Berikan suasana menyenangkan dan mempengaruhi masukan.
pada saat makan, hilangkan  Untuk meningkatkan napsu
rangsangan berbau. makan/menurunkan mual.
 Kolaborasi : Konsul dengan ahli  Berguna dalam membuat kebutuhan
diet/tim pendukung nutrisi sesuai nutrisi individual melalui rute yang
indikasi. paling tepat.
 Tambahkan diet sesuai toleransi,  Memenuhi kebutuhan nutrisi dan
biasanya rendah lemak, tinggi meminimalkan rangsangan pada
serat, batasi makanan penghasil kandungan empedu.
gas dan makanan/makanan tinggi
lemak.

15
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kolelitiasis merupakan penyakit batu empedu yang dapat
ditemukan didalam kandung empedu atau didalam duktus koledokus, atau
pada kedua-duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol,
terbentuk didalam kandung empedu (kolesistolitiasis).
Kolelitiasis digolongkan menjadi tiga yaitu Batu Kolesterol, Batu
Kalsium Bilirubinan (Pigmen Coklat), Batu Pigmen Hitam.
Kolelitiasis merupakan suatu keadaan dimana terdapat batuempedu
di dalam kandung empedu (vesika felea) dari unsure – unsurepadat yang
membentuk cairan empedu yang memiliki ukuran bentuk dan komposisi
yang bervariasi.mengandung empedu yang pada umumnya komposisi
utamanya adalah kolesterol.

4.2 Saran
Sebagai perawat profesional diharapkan mampu melakukan
tindakan Asuhan Keperawatan yang tepat dan sesuai prisedur. Selaim itu
pasien juga diharapkan dapat mengetahui labih lanjut tentang penyakit
kolelitiasis dan dapat menghindari makanan yang dapat menyebabkan
penyakit. Misalnya engan mengkonsumsi makanan yang mengandung
lemak.

16
DAFTAR PUSTAKA

Grace, P. A. & Borley, N. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta: PT. Gelora
Aksara Pratama
Inayah, I. 2005. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pencernaan. Jakarta: Salemba Medika
Price, S.A. & Wilson, L.M. 2006. Patofisologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, E/6, Vol.1. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Sjamsuhidayat, R, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidayat, Ed.3.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan NANDA NIC-NOC

17

You might also like