You are on page 1of 19

5

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Sikap Kreatif

Drevdahl mendefenisikan kreativitas sebagai kemampuan untuk memproduksi

komposisi dan gagasan-gagasan baru yang dapat berwujud aktivitas imajinatif

atau sintesis yang mungkin melibatkan pembentukan pola-pola baru dan

kombinasi dari pengalaman masa lalu yang dihubungkan dengan yang sudah ada

pada situasi sekarang (Asrori, 2007). Myron S. Allen mengatakan bahwa

kreativitas adalah perumusan-perumusan dari makna melalui sintesis. Sintesis

merupakan pemaduan dari apa-apa yang telah ada yang melahirkan suatu bentuk

dan isi yang baru (Chandra, 1994).

Torrance mengartikan kreativitas bukan semata-mata merupakan bakat kreatif

atau kemampuan kreatif yang dibawa sejak lahir, melainkan merupakan hasil dari

hubungan interaktif dan dialektis antara potensi kreatif individu dengan proses

belajar dan pengalaman dari lingkungannya. Torrance mengatakan bahwa setiap

individu memiliki potensi kreatif, tetapi dalam kenyataannya tidak semuanya

terwujud menjadi kemampuan dan keterampilan kreatif. Kenyataan ini bisa terjadi

karena sesungguhnya kreativitas tidak muncul dalam kevakuman melainkan

merupakan hasil dari resultan dan interdependensi dengan lingkungan (Munandar,

1999).
Guilford (1959) membedakan antara aptitude dan non-aptitude traits yang

berhubungan dengan kreativitas. Ciri-ciri aptitude (berpikir kreatif) meliputi

kelancaran, fleksibilitas, dan orisinalitas dalam berpikir sedangkan ciri-ciri non-


6

aptitude (sikap kreatif) meliputi kepercayaan diri, keuletan, apresiasi estetik, dan

kemandirian (Munandar, 1999).

Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan

penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi

dan eksternalisasi nilai-nilai (Suprijono, 2010). Sikap merupakan sesuatu yang

dipelajari, dan sikap menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap situasi

serta menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupan. Sikap ini kemudian

mendasari dan mendorong ke arah sejumlah perbuatan yang satu sama lainnya

berhubungan (Slameto, 2010).

Berdasarkan pengertian sikap di atas, maka sikap kreatif adalah kemampuan

menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai kegiatan kreatif. Sikap kreatif

berarti kecenderungan terhadap kegiatan menciptakan sesuatu yang baru dan

berbeda dari yang telah ada sebelumnya. Sikap kreatif tidak hanya dibutuhkan bila

timbul persoalan saja. Khususnya dalam dunia modern yang penuh dengan

perubahan, timbulnya minat untuk mempertanyakan, mempersoalkan,

mengembangkan apa-apa yang telah ada sangat diperlukan. Pengembangan

kreativitas siswa tidak hanya memperhatikan pengembangan kemampuan berpikir

kreatif tetapi juga pemupukan sikap dan ciri-ciri kepribadian kreatif.

Munandar (1999) mengoperasionalisasi sikap kreatif dalam dimensi sebagai

berikut:
7

Tabel 1. Indikator Sikap Kreatif


No. Indikator Keterangan
1. Keterbukaan terhadap pengalaman sikap yang selalu terdorong untuk
baru mengetahui lebih banyak hal, peka
dalam pengamatan, ingin
mengetahui/meneliti, memiliki minat
untuk mencoba benda dan informasi
baru, dan senang menjajaki buku-
buku, peta-peta, gambar-gambar, dan
sebagainya untuk mencari gagasan
baru.

2. Kelenturan dalam berpikir sikap yang terbuka terhadap adanya


perbedaan, tidak kaku terhadap satu
cara pandang, melibatkan diri dalam
tugas-tugas yang majemuk, dan
terdorong untuk mengatasi masalah
yang sulit.
3. Kebebasan dalam ungkapan diri sikap yang tidak membatasi diri dalam
mengungkapkan pikiran maupun
perasaan, melakukan hal-hal yang
diyakini meskipun tidak disetujui
sebagian orang, dan berani
mengajukan pertanyaan atau
mengemukakan masalah yang tidak
dikemukakan orang lain.

4. Kepercayaan terhadap gagasan sikap memiliki keyakinan bahwa


sendiri gagasan sendiri merupakan sesuatu
yang baik dan berani untuk
mengungkapkan hasil pikiran atau
perasaan kepada orang lain.

5. Kemandirian dalam memberi sikap memiliki kemampuan untuk


pertimbangan menentukan penilaian sendiri terhadap
sesuatu hal dan tidak mudah
dipengaruhi oleh orang lain.

Rasa ingin tahu yang tinggi mendorong individu untuk mengeksplorasi

berbagai kemungkinan yang menghambat kehidupannya atau yang dirasakan

adanya kesenjangan dalam kehidupannya. Ketekunan memungkinkan individu

untuk terus berusaha keras agar dapat merumuskan berbagai alternatif pemecahan
8

mengenai hambatan dan kesenjangan dalam hidupnya tanpa mudah bosan. Rasa

percaya diri dapat membekali individu untuk tanpa ragu-ragu

mengkomunikasikan berbagai hipotesis yang telah dirumuskan sehingga gagasan-

gagasannya dapat diketahui oleh individu lain. Rasa tertantang oleh

kemajemukan/kompleksitas dan keberanian mengambil resiko membuat individu

berani dan mampu melakukan modifikasi terhadap berbagai hipotesis atau

gagasan yang telah dirumuskan atau bahkan yang telah dikomunikasikan kepada

orang lain sekalipun. Individu semakin berkembang menuju ke arah permikiran

divergen dalam menghadapi berbagai situasi jika tertantang oleh kemajemukan.

Awalnya, kreativitas dipandang sebagai faktor bawaan yang hanya dimiliki

oleh individu tertentu. Pandangan selanjutnya menyatakan bahwa kreativitas tidak

dapat berkembang secara otomatis tetapi membutuhkan rangsangan dari

lingkungan. Beberapa ahli mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi

perkembangan kreativitas. Munandar (1999) mengemukakan bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi kreativitas adalah:


1. Usia
2. Tingkat pendidikan orang tua
3. Tersedianya fasilitas
4. Penggunaan waktu luang
Clark mengkategorikan faktor-faktor yang mempengaruhi sikap kreatif ke

dalam dua kelompok, yaitu faktor yang mendukung dan yang menghambat

(Asrori, 2007). Faktor-faktor yang dapat mendukung perkembangan sikap kreatif

adalah:
1. Situasi yang menghadirkan ketidaklengkapan serta keterbukaan
2. Situasi yang memungkinkan dan mendorong timbulnya banyak pertanyaan
3. Situasi yang dapat mendorong dalam rangka menghasilkan sesuatu
4. Situasi yang mendorong tanggung jawab dan kemandirian
9

5. Situasi yang menekankan inisiatif diri untuk menggali, mengamati, bertanya,

dan mengkomunikasikan
6. Posisi kelahiran (berdasarkan tes kreativitas, anak sulung laki-laki lebih kreatif

daripada anak laki-laki yang lahir kemudian)


7. Perhatian dari orang tua terhadap minat anaknya, stimulasi dari lingkungan

sekolah, dan motivasi diri

Faktor-faktor yang menghambat berkembangnya sikap kreatif adalah:

1. Ketidakberanian dalam menanggung resiko atau upaya mengejar sesuatu yang

belum diketahui
2. Konformitas terhadap teman-teman kelompoknya dan tekanan sosial
3. Kurang berani dalam melakukan eksplorasi, menggunakan imajinasi, dan

penyelidikan
4. Stereotip peran seks/jenis kelamin
5. Diferensiasi antara bekerja dan bermain
6. Otoritarianisme
7. Tidak menghargai terhadap fantasi dan hayalan

Torrance mengemukakan saran-saran yang dapat dilakukan oleh guru untuk

mendorong tingkah laku kreatif terhadap siswa-siswanya sebagai berikut :

1. Hargailah pertanyaan-pertanyaannya dan gagasan-gagasannya. Kita lebih

mungkin mengembangkan kreativitas ketika kita menunjukkan kepada siswa

bahwa kita menghargai pikiran dan perilaku kreatif. Salah satu caranya adalah

mendorong dan memberi penghargaan (reward) terhadap ide-ide atau respon-

respon yang tidak biasa. Misalnya, kita mengekspresikan kegembiraan ketika

siswa menyelesaikan suatu proyek dengan cara yang unik dan kreatif.

2. Tunjukkanlah kepada siswa-siswa bahwa gagasan-gagasan mereka itu bernilai.

Caranya dengan mengakui dan menghormati gagasannya serta memberikan

peluang untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasannya. Siswa akan lebih


10

kreatif ketika mereka terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang mereka senangi

dan dapat merasa bangga dengan apa yang sedang mereka kerjakan. Kita

harus sesekali memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengeksplorasi

minat-minat mereka yang akan mereka kejar dengan senang hati tanpa harus

didorong terlebih dahulu.

3. Kadang-kadang berikanlah kesempatan kepada siswa untuk melakukan

sesuatu tanpa ancaman bahwa pekerjaannya itu dinilai. Kita juga dapat

menumbuhkembangkan kreativitas dengan tidak terlalu mementingkan nilai

melainkan memfokuskan perhatian pada kepuasan internal yang disebabkan

oleh usaha-usaha kreatif mereka. Ciptakan rasa aman kepada anak untuk

mengekspresikan kreativitasnya. Supaya kreatif, siswa harus berani

mengambil resiko. Untuk mendorong keberanian mengambil resiko, kita harus

mengizinkan siswa terlibat dalam suatu kegiatan tanpa mengevaluasi performa

mereka. Kita juga dapat mendorong mereka menganggap kesalahan dan

kegagalan sebagai suatu aspek yang tak terelakkan tetapi biasanya hanya

sementara dari proses kreatif.

4. Masukkanlah hubungan sebab akibat di dalam penilaian. Kita dapat membantu

anak memahami divergensi dalam berpikir dan bersikap. Siswa lebih mudah

berpikir kreatif ketika kita menanyakan pertanyaan-pertanyaan tingkat tinggi,

yaitu pertanyaan yang mengharuskan mereka menggunakan informasi yang

telah dipelajari sebelumnya dengan cara yang baru. Pertanyaan-pertanyaan

yang mensyaratkan pemikiran divergen bisa sangat membantu (Slameto,

2010).
11

B. Belajar dan Pembelajaran


Skinner menyatakan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Tujuan orang belajar

untuk mengubah responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar

maka responnya menurun (Dimyati, 2002). Belajar menurut Cronbach adalah

perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman (Suprijono, 2010). Keterlibatan

langsung dituntut dari setiap siswa dalam kegiatan belajar pembelajaran sehingga

siswa memperoleh pengalaman atau berpengalaman. Keterlibatan siswa

diharapkan dapat mewujudkan keaktifan dan kreativitas siswa dalam kegiatan

belajar.
Teori kognitif menyatakan bahwa belajar menunjukkan adanya jiwa yang

sangat aktif, jiwa mengolah informasi yang diterima, tidak sekedar

menyimpannya saja tanpa mengadakan transformasi sehingga anak memiliki sifat

aktif, konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu untuk

mencari, menemukan, dan menggunakan pengetahuan yang telah diperolehnya.

Proses belajar mengajar menuntut anak harus mampu mengidentifikasi,

merumuskan masalah, mencari dan menemukan fakta, menganalisis, menafsirkan,

dan menarik kesimpulan.


Pembelajaran menurut Sanjaya (2008) adalah proses berpikir, belajar berpikir

menekankan kepada proses mencari dan menemukan pengetahuan melalui

interaksi antara individu dengan lingkungan. Pembelajaran menurut makna

leksikal adalah proses, cara, perbuatan mempelajari. Secara umum, pembelajaran

merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang diperoleh melalui

pengalaman individu yang bersangkutan. Guru mengajar diartikan sebagai upaya

mengorganisir lingkungan terjadinya pembelajaran. Guru mengajar dalam


12

perspektif pembelajaran adalah guru menyediakan fasilitas belajar bagi peserta

didiknya untuk mempelajarinya. Jadi, subjek pembelajaran adalah peserta didik

dan pembelajaran berpusat pada peserta didik.


Guru memiliki peranan penting dalam pengembangan pembelajaran yaitu

memberikan bantuan dan dukungan kepada peserta didik yang sedang pada awal

belajar kemudian sedikit demi sedikit mengurangi dukungan atau bantuan tersebut

setelah peserta didik mampu memecahkan masalah dari tugas yang dihadapi. Guru

juga memberi motivasi bagi peserta didik dalam mengaplikasikan pengetahuannya

sehingga dapat membuat peserta didik lebih menyadari proses-proses berpikirnya.

Guru harus bisa menciptakan suasana yang nyaman di kelas sehingga proses

belajar-mengajar di kelas bisa berjalan dengan kondusif.

Ada tiga aspek yang terlibat dalam pembelajaran, yang terdiri dari:

1) Siswa
Siswa merupakan faktor yang paling penting, sebab tanpa siswa tidak akan

ada proses belajar. Siswa adalah subjek yang terlibat dalam kegiatan belajar

mengajar. Dalam kegitan tersebut siswa mengalami tindak mengajar, dan

merespon dengan tindak belajar. Melalui informasi guru tentang sasaran

belajar, maka siswa mengetahui apa arti bahan belajar baginya.


2) Proses Belajar
Proses belajar adalah apa saja yang dihayati siswa apabila mereka belajar,

bukan apa yang harus dilakukan pendidik untuk mengajarkan materi

pembelajaran melainkan apa yang akan dilakukan siswa untuk

mempelajarinya. Belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung.

Belajar harus dilakukan oleh siswa secara aktif, baik individual maupun
13

kelompok, dengan cara memecahkan masalah. Guru bertindak sebagai

pembimbing dan fasilitator.


3) Situasi Belajar
Situasi belajar adalah lingkungan tempat terjadinya proses belajar dan semua

faktor yang mempengaruhi siswa atau proses belajar, seperti pendidik, kelas,

dan interaksi di dalamnya. Guru memiliki peranan penting dalam menciptakan

suasana belajar yang menarik bagi siswa. Setiap guru memiliki kewajiban ikut

menjaga dan mewujudkan pergaulan yang akrab dan tertib serta

mengembangkan sikap kreatif siswa.

C. Model Pembelajaran Kooperatif

Djamarah (1995) menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu

sistem yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait, yaitu saling

ketergantungan positif, interaksi tatap muka dan keterampilan menjalin hubungan

antar pribadi. Model pembelajaran kooperatif akan menciptakan sebuah inovasi

pembelajaran di dalam kelas, di mana siswa akan belajar dan bertanggung jawab

atas pembelajarannya sendiri. Pembelajaran kooperatif bernaung dalam teori

konstruktivisme.
Teori konstruktivisme berpandangan bahwa siswa yang berinteraksi dengan

berbagai objek dan peristiwa sehingga mereka memperoleh dan memahami pola-

pola penanganan terhadap objek dan peristiwa tersebut. Pembelajaran

konstruktivisme menekankan pentingnya lingkungan sosial dalam belajar dengan

menyatakan bahwa integrasi kemampuan dalam belajar kolaboratif dan kooperatif

akan dapat meningkatkan pengubahan secara konseptual. Pembelajaran kooperatif

ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan
14

memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya.

Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan

masalah-masalah yang kompleks. Guru bertindak sebagai fasilitator, memberikan

dukungan tetapi tidak mengarahkan kelompok ke arah hasil yang sudah disiapkan

sebelumnya.
Model pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif yang beranggotakan 4-6

orang untuk menuntaskan materi belajarnya.


b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan

rendah, bila memungkinkan anggota kelompok berasal dari latar belakang

sosial yang berbeda.


c. Penghargaan berorientasi pada kelompok diberikan untuk memotivasi siswa

yang berkemampuan tinggi dalam membantu temannya. Sedangkan bagi

siswa yang berkemampuan rendah berusaha untuk belajar dengan giat hingga

mendapat penghargaan yang terbaik.

Sintak model pembelajaran kooperatif terdiri dari 6 (enam) fase, yaitu:

Tabel 2. Fase-Fase Model Pembelajaran Kooperatif


Fase Kegiatan guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan pembelajaran Menjelaskan tujuan pembelajaran dan
dan mempersiapkan peserta didik mempersiapkan peserta didik siap
belajar
Fase 2
Menyajikan/menyampaikan informasi Mempresentasikan informasi kepada
peserta didik secara verbal
Fase 3
Mengorganisasikan peserta didik Memberikan penjelasan kepada peserta
dalam kelompok-kelompok belajar didik tentang tata cara pembentukan
tim belajar dan membantu kelompok
melakukan transisi yang efisien
Fase 4
Membantu kerja tim dan belajar Membantu tim-tim belajar selama
peserta didik mengerjakan tugas
Fase 5
15

Evaluasi Menguji pengetahuan peserta didik


mengenai berbagai materi
pembelajaran atau kelompok-kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya
Fase 6
Memberikan penghargaan Mempersiapkan cara untuk mengakui
usaha dan prestasi individu maupun
kelompok

(Suprijono, 2010)

Keuntungan menggunakan pembelajaran kooperatif antara lain adalah sebagai

berikut:

a. Membiasakan supaya terampil dalam berpikir kritis

b. Membangun variasi pemahaman di antara siswa dan guru

c. Menetapkan lingkungan yang baik dalam memberi contoh dan menerapkan

kerja sama

d. Membangun komunitas belajar

e. Membangun kepercayaan diri siswa

f. Menambah ketertarikan

g. Mengembangkan sikap positif dalam diri seorang guru

h. Dapat menggunakan berbagai teknik penilaian

Zamroni mengemukakan bahwa manfaat penerapan belajar kooperatif adalah

dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud input pada

level individual. Belajar kooperatif dapat mengembangkan solidaritas sosial

dikalangan siswa. Pembelajaran kooperatif disusun untuk memfasilitasi siswa

dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam

kelompok. Pembelajaran kooperatif menjadikan siswa berperan ganda yaitu

sebagai siswa dan sebagai guru (Trianto, 2009).


16

D. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD


Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan suatu perencanaan

organisasi kelas umum di mana siswa bekerja sama dalam kelompok kecil yang

mempergunakan cooperative inquiry (penemuan secara bersama), diskusi

kelompok, dan merencanakan secara bersama serta melakukan bersama proyek-

proyek yang ada (Gimin, dkk, 2008). Model pembelajaran ini melibatkan siswa

dalam mengungkapkan gagasan melalui interaksi antar anggota kelompok. Model

pembelajaran ini juga melatih siswa lebih mandiri dalam memberikan jawaban

atau pertimbangan dalam diskusi maupun presentasi hasil kelompok.


Tahapan pembelajaran model kooperatif tipe STAD diawali dengan

penempatan siswa dalam tim belajar beranggotakan 4-5 orang yang merupakan

campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru menyampaikan

pelajaran, dan kemudian siswa bekerja dalam tim mereka memastikan bahwa

seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut, kemudian seluruh siswa

diberikan test tentang materi tersebut, pada saat tes ini mereka tidak

diperbolehkan saling membantu.


Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD didasarkan pada

langkah-langkah kooperatif yang terdiri atas enam langkah atau fase. Fase-fase

dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah:

Tabel 3. Fase-Fase Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD


Fase Kegiatan Guru

Fase 1 Menyampaikan semua tujuan


Menyampaikan tujuan dan motivasi pembelajaran yang ingin dicapai
17

pada pelajaran tersebut dan


memotivasi siswa belajar.
Fase 2
Menyajikan/menyampaikan informasi Menyajikan informasi kepada siswa
dengan jalan mendemonstrasikan
atau lewat bahan bacaan.
Fase 3
Mengorganisasikan siswa dalam Menjelaskan kepada siswa
kelompok-kelompok belajar bagaimana caranya membentuk
kelompok belajar dan membantu
setiap kelompok agar melakukan
transisi secara efisien.
Fase 4
Membimbing kelompok bekerja dan Membimbing kelompok-kelompok
belajar belajar pada saat mereka
mengerjakan tugas mereka.
Fase 5
Evaluasi Mengevaluasi hasil belajar tentang
materi yang telah diajarkan atau
masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6
Memberikan penghargaan Mencari cara-cara untuk menghargai
baik upaya maupun hasil belajar
individu dan kelompok.

(Trianto, 2009)
Guru memberikan penghargaan kelompok setelah melakukan evaluasi. Skor

kelompok dihitung berdasarkan nilai rata-rata perkembangan yang akan

disumbangkan anggota kelompok. Nilai perkembangan individu yang diperoleh

terdiri dari tiga tingkatan yang diberikan untuk penghargaan kelompok. Nilai

perkembangan individu dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 4. Perhitungan Perkembangan Skor Individu


18

No. Skor Tes Nilai Perkembangan


1 Lebih 10 poin di bawah skor dasar 5
2 10 poin sampai 1 poin di bawah skor dasar 10
3 Sampai 10 poin di atas skor dasar 20
4 Lebih 10 poin di atas skor dasar 30
5 Pekerjaan sempurna 30

(Slavin, 2005)
Skor kelompok dapat dilihat dengan cara mencatat nilai perkembangan dengan

jumlah anggota kelompok dan membagi nilai perkembangan dengan jumlah

anggota kelompok yang ada. Nilai prestasi kelompok dikelompokkan sebagai

berikut:

Tabel 5. Perhitungan Perkembangan Skor Kelompok


No. Rata-rata skor Kualifikasi
1 0 < x ≤ 10 Kelompok Baik
2 10 < x ≤ 20 Kelompok Hebat
3 20 < x ≤ 30 Kelompok Super

Guru memberikan hadiah atau penghargaan kepada masing-masing kelompok

sesuai dengan prestasinya setelah masing-masing kelompok atau tim memperoleh

predikat.

E. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Pokok

Bahasan Termokimia

Ilmu kimia adalah cabang dari ilmu pengetahuan alam yang mempelajari

tentang materi dan perubahannya serta energi yang menyertai perubahan tersebut.

Mata pelajaran kimia di SMA kelas XI IPA terdiri dari beberapa pokok bahasan.

Pokok bahasan Termokimia merupakan salah satu pokok bahasan yang dipelajari

di kelas XI IPA dan terdiri dari beberapa sub pokok bahasan. Pokok bahasan
19

Termokimia memerlukan penalaran, partisipasi, dan perhatian serta pemahaman

yang baik karena pokok bahasan ini menyangkut teori dan hitungan sehingga

diperlukan model pembelajaran yang berorientasi pada pemahaman suatu materi

melalui kerja sama dan diskusi kelompok, yaitu model pembelajaran kooperatif

tipe STAD.

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan model pembelajaran

yang menuntut siswa agar kreatif karena siswa mencari dan memahami sendiri

materi yang ditugaskan oleh guru sebagai hasil daya pikir yang bersifat mandiri.

Siswa juga menjadi kreatif ketika mereka saling berbagi informasi atau jawaban

atas masalah yang ada melalui forum diskusi. Kesempatan untuk berkomunikasi

secara bebas dan terarah akan menunjang peningkatan sikap kreatif siswa.

Beberapa tahap pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah

sebagai berikut:

1. Tahap penyampaian tujuan dan motivasi

Tahap ini merupakan tahap menumbuhkan minat dan ketertarikan siswa untuk

terlibat dalam pembelajaran. Tahap ini juga dapat mengaktifkan siswa dengan

cara memberi pertanyaan kepada siswa mengenai pengetahuan yang berkaitan

dengan lingkungan sehari-hari. Siswa diberi kebebasan untuk mengungkapkan

gagasannya dalam menjawab pertanyaan. Pemberian motivasi bertujuan untuk

memancing rasa keingintahuan siswa.

2. Tahap penyampaian informasi atau materi


20

Guru menyampaikan informasi sebab informasi ini merupakan isi akademik.

Pemberian informasi akan membekali siswa dalam pengerjaan LKS yang akan

ditugaskan kepada siswa.

3. Tahap pengorganisasian siswa dalam kelompok-kelompok belajar

Guru membagi siswa dalam kelompok yang terdiri dari 4-5 orang yang

heterogen. Pembagian anggota kelompok harus didasarkan pada perbedaan

akademis, jenis kelamin, dan etnis.

4. Tahap belajar dalam kelompok

Siswa memahami pengetahuan yang diberikan oleh guru dengan mengerjakan

LKS melalui diskusi kelompok. Setiap siswa akan saling bertukar pikiran

untuk menyelesaikan soal-soal dalam LKS sehingga meningkatkan interaksi

antar siswa. Guru harus menjelaskan bahwa peserta didik harus saling bekerja

sama di dalam kelompok. Penyelesaian tugas kelompok harus merupakan

tujuan kelompok. Tiap anggota kelompok memiliki akuntabilitas individual

untuk mendukung tercapainya tujuan kelompok.

5. Tahap presentasi kelompok

Siswa dituntut untuk mempertanggungjawabkan hasil diskusi kelompoknya di

depan kelas. Kelompok lainnya diberi kesempatan untuk menanggapi atau

menanyakan hal yang kurang dipahami.

6. Tahap evaluasi
21

Siswa mengerjakan soal evaluasi secara individu untuk mengetahui

pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari. Nilai evaluasi masing-

masing siswa akan menentukan nilai kelompoknya.

7. Tahap penghargaan kelompok


Penghargaan kelompok diberikan untuk memotivasi siswa memperoleh

pencapaian maksimal terhadap materi yang akan disumbangkan pada

kelompoknya lewat evaluasi.

F. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Terhadap Sikap

Kreatif Siswa

Sikap kreatif mengarah pada komunikasi yang bebas dan terarah sebagai

akibat dari rasa ingin tahu yang timbul dan juga mengarah pada kemampuan

untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi atau unsur-unsur

yang ada. Usaha untuk meningkatkan sikap kreatif siswa bukan suatu pekerjaan

yang mudah. Guru harus mampu menciptakan kondisi belajar yang dapat

meningkatkan pemahaman siswa sehingga siswa memiliki minat dalam kegiatan

kreatif. Salah satu cara yang tepat adalah dengan penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD.

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah pembelajaran dimana siswa

secara kelompok terlibat langsung dalam penyelidikan dan penyelesaian suatu

materi untuk mencapai pemahaman yang maksimal sesuai dengan konsep atau

materi yang dipelajari.


Sikap kreatif yang dapat dikembangkan melalui penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah:

1. Tahap penyampaian tujuan dan motivasi


22

Guru memberi pertanyaan kepada siswa mengenai pengetahuan yang telah ada

sebelumnya atau mengkaitkan pengetahuan dengan lingkungan sekitar. Siswa

diberi kebebasan untuk mengungkapkan gagasannya dalam menjawab

pertanyaan. Guru juga memberi motivasi untuk memancing rasa

keingintahuan siswa sehingga siswa lebih terbuka terhadap pengalaman baru.

2. Tahap belajar dalam kelompok


Siswa mulai mencari penyelesaian LKS yang diperoleh dalam kelompok.

Siswa bisa berkomunikasi, bebas dalam menyampaikan pendapatnya tanpa

rasa takut, dan menghargai pendapat orang lain pada saat diskusi. Siswa juga

dituntut berpikir fleksibel agar dapat menerima perbedaan pendapat dalam

diskusi.
3. Tahap presentasi kelompok
Sikap kreatif yang dapat dikembangkan pada tahap ini adalah kelenturan

dalam berpikir dan kemandirian dalam memberi pertimbangan karena siswa

harus bisa mempertahankan argumen yang mereka anggap benar dalam

diskusi kelompoknya. Tahap presentasi juga dapat mengembangkan rasa

percaya diri siswa ketika menyajikan hasil diskusi kelompoknya.

4. Tahap evaluasi
Siswa mengerjakan evaluasi secara mandiri karena tidak bergantung pada

orang lain, maka setiap siswa dituntut untuk percaya terhadap jawabannya

sendiri.

Sikap kreatif siswa dapat dikembangkan melalui model pembelajaran

kooperatif tipe STAD karena siswa dilibatkan dalam memberikan banyak gagasan

atau usul terhadap suatu materi, siswa diajar untuk menghargai gagasan orang
23

lain, memiliki kemandirian dalam memberi pertimbangan untuk menyelesaikan

masalah, dan rasa percaya diri pada siswa sebab ide-ide mereka dicobakan untuk

memahami masalah yang sedang dikerjakan.

G. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang serta tinjauan teori yang telah diuraikan di atas,

maka hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:


“Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dapat Meningkatkan

Sikap Kreatif Siswa Pada Pokok Bahasan Termokimia di Kelas XI IPA SMAN 3

Pekanbaru”.

You might also like