You are on page 1of 42

KEHAMILAN EKTOPIK

Clara Utami Mita Tumanan, Steven Ridwan

A. Pendahuluan

Kehamilan ektopik merupakan penyebab kematian maternal selama

kehamilan trimester pertama, karena janin pada kehamilan ektopik secara

nyata bertanggung jawab terhadap kematian ibu, maka para dokter

menyarankan untuk mengakhiri kehamilan. Hal yang perlu diingat ialah

bahwa pada setiap wanita dalam masa reproduksi dengan gangguan atau

keterlambatan haid yang disertai dengan nyeri perut bagian bawah, perlu

difikirkan dugaan adanya kehamilan ektopik.1

Kehamilan ektopik adalah komplikasi kehamilan di mana embrio

menempel di luar rahim. Frekuensi kehamilan ektopik adalah 1% dari seluruh

kehamilan dan 90% kasus terjadi pada tuba fallopi. Selain di tuba fallopi,

kehamilan ektopik dapat juga terjadi di ovarium, serviks, atau rongga

abdomen. Kehamilan ektopik dengan temuan klinis berupa perdarahan

pervaginam, nyeri perut bawah yang berat, serta cavum douglass yang

menonjol maka dapat didiagnosis dengan kehamilan ektopik terganggu.

Kondisi kehamilan ektopik terganggu merupakan sebuah kondisi

kegawatdaruratan yang dapat terjadi secara tiba-tiba.2,3

1
B. Definisi

Kehamilan ektopik didefinisikan sebagai setiap kehamilan yang terjadi

di luar kavum uteri, yaitu bila sel telur yang dibuahi berimplantasi dan

tumbuh di luar endometrium kavum uteri. Kehamilan ekstrauterin tidak

sinonim dengan kehamilan ektopik karena kehamilan pada pars interstitialis

tuba dan kanalis servikalis masih termasuk dalam uterus tetapi jelas bersifat

ektopik.1

Gambar 1. Lokasi Kehamilan Ektopik4

C. Epidemiologi

Kehamilan ektopik merupakan suatu kondisi risiko tinggi dengan

kehamilan diluar uterus dengan kemungkinan kejadian sekitar 1% hingga 2%

dari total kehamilan dan menimbulkan ancaman yang signifikan pada wanita

usia repoduksi. Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik

berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Frekuensi

2
kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0-14,6%. Angka

kejadian kehamilan ektopik adalah sekitar 1 dan 2% dari total kehamilan di

negara maju, meskipun sekitar 4% di antara mereka teratasi dengan bantuan

teknologi. Angka kejadian kehamilan ektopik di US sekitar 9 %. Di RS Cipto

Mangunkusumo Jakarta angka kejadian kehamilan ektopik pada tahun 1987

ialah 1 di antara 26 persalinan. 1,5

Kehamilan ektopik merupakan penyebab kematian terbanyak pada

trimester pertama pada masa kehamilan dengan angka kejadian sekitar 10%.

Kehamilan ektopik merupakan salah satu penyebab kematian pada masa

kehamilan baik dinegara maju maupun berkembang. Risiko kematian di

antara mereka di negara maju saat ini sekitar 0,1% hingga 0,3% sementara di

negara berkembang sekitar 1% hingga 3%. Kehamilan ektopik masih menjadi

penyebab kematian utama pada ibu hamil di Kanada yaitu berkisar 4% dari 20

kematian ibu pertahun.5

Sekurangnya 95 % implantasi ektopik terjadi di tuba Fallopii. Di tuba

sendiri, tempat yang paling sering adalah pada ampulla, kemudian berturut-

turut pada pars ismika, infundibulum dan fimbria, dan pars intersisialis.

Implantasi yang terjadi di ovarium, serviks, atau cavum peritonealis jarang

ditemukan. Kehamilan abdominal merupakan salah satu jenis kehamilan

ektopik yang memiliki resiko paling tinggi dibandingkan dengan kehamilan

ektopik di tempat lain. Frekuensi kehamilan abdominal 1:10.000 kelahiran

3
hidup. Angka kematian pada kehamilan abdominal adalah 7,7 kali bila

dibandingkan dengan kehamilan tuba dan 90 kali dari kehamilan intrauterine.2

D. Anatomi

a. Uterus

Merupakan organ genitalia vital bagi wanita. Bentuk uterus seperti

buah pir dengan ukuran 7,5x5,5x2,5cm, berat normal sekitar 55-60 gram.

Dapat dibagi 2/3 korpus uteri dan 1/3 serviks uterina.7

Uterus merupakan jaringan dengan susunan otot 3 lapis,

longitudinal, sirkular dan oblika dengan anyaman sedemikian rupa

sehingga dapat menutup pembuluh darah dengan sempurna. Makin ke

arah serviks, jaringan ototnya berkurang dan didominasi jaringan ikat

sehingga terbukanya kanalis bersifat pasif. 7

Fungsi uterus sangat berat, khususnya untuk “prokreasi” dengan

jangka waktu yang panjang, anatara 280-288 hari. Berat uterus hamil

sekiatr 9-12 kilogram. Oleh karena itu uterus harus disanggah dengan kuat

sehingga tidak banyak bergeser dan tetap pada posisinya. Kehamilan

dapar berulang 2 sampai 3 kali sehingga uterus pun harus disanggah

dengan kuat.6

4
Gambar 2. Uterus, vagina and struktur penyokong. 7

Pembuluh darah uterus

Sistem aliran darah uterus berasal dari dua sumber penting yaitu :6

1) Arteri uterina, cabang dari arteri iliaka interna atau arteri

hipogastrika.dipotong secara tegak lurus oleh ureter di dekat serviks.

Jika tidak memperhatikan dapat terjadi komplikasi ureter terpotong

pada saat melakukan histerektomi. Oleh karena itu, ureter harus

disishkan, menuju ke samping atau ke arah vesika urinaria. Arteri

uterina kanan dan kiri mengadakan anstomosis dengan memberikan

5
konstribusi cabangnya menjadi arteri sirkularis, sehingga mampu

memberikan darah yang cukup saat hamil berlangsung.6

2) Arteri ovarika

- arteri ovarika sinistra merupakan cabang arteri renalis

- Arteri ovarika dekstra merupakan cabang aorta

Kedua arteri mengalirkan darah menuju uterus mengadakan

anostomosis yang sempurna sehingga kehamilan dapat

berlangsung beberapa kali.6

Kelenjar limfe korpus uteri

Aliran kelenjar limfe uterus sebagai berikut :6

1) Uterus bagian bawah aliran getah lifenya menuju kelenjar ilika dan

kelenjar sakralis lateralis

2) Dapat melalui ligamentum rotundum, menuju kelenjar life inguinalis

superfisialis dan selanjutnya menuju kelenjar limfe inguinalis

profunda

3) Fundus uteri bersama dengan ovariumdan tuba fallopi melalui

ligamentum infundibulo pelvikum, menuju kelenjar limfe sekitar

aorta. Lebih jarang terjadi metastase melalui aliran getah bening

disebabkan otot rahim yang padat dan kompak.

b. Servix

Merupakan bagian uterus yang menonjol ke dalam vagina yang dibagi

menjadi :6

6
1) portio uteri servicis merupakan bagian serviks yang menonjol ke

vagina. Bagian ini paling sering mendapat trauma dan infeksi sehingga

sebagai kelanjutannya terjadi karsinoma serviks uteri. Kelainan pada

serviks harus dipehatikan sehingga diagnosis pastinya dapat

ditegakkan untuk pengobatan sempurna.

2) Bagian serviks yang berada di atas vagina tertutup oleh perineum

disebut pars supravaginalis servisis uteri

3) Antara korpus uteru dan serviks uteri masih terdapat isthmus uteri

yang akan menjadi segmen bawah rahim. Keregangannya terjadi

secara pasif.

Oleh karena terlalu sering mendapat trauma dan infeksi virus HPV

16-18 dan dapat menimbulkan degenerasi ganas karsinoma serviks uteri,

aliran limfenya harus dapat dikenal sebagai berikut:6

1) isthmus uteri (serviks bahian atas) menuju parametrium kelenjar

limfe iliaka

2) Serviks dengan ureter menuju kelenjar iliaka eksterna

3) Bagian belakang menuju dua tempat, yaitu :


-
Kelenjar limfe hipogastrika
-
Kelenjar limfe obturatoria

c. Ovarium dan Tuba Fallopi

7
Gambar 3. Uterus and Adnexa7

Tuba fallopi dan ovarium dikemukakan dalam satu kesatuan

sebagai berikut:6

1) tuba fallopi berasal dari duktus muleri. Panjangnya sekitar 11-14cm.

Tuba fallopi terdiri dari :

- pars interstisialis : 3-5cm dalam dinding uterus

- Pars istmika, bagian tersempit dengan diameter 2-3mm

- Pars ampula, bagian terlebar dengan diameter 4-10mm

- Pars infundibulum tubae, fimbiae dapat melakukan ovum pick up

mechanisme

2) Otot tuba identik dengan otot polos yaitu :

- longitudinal dan sirkular, yang kedua otot ini dipengaruhi oleh

perbandingan antara esterogen dan progesteron.

- Mukosa berlipat lipat terutama di bagian ampula . epitel kubik

sampai silindris dengan sebagian mempunyai villi

8
- Mempunyai kelenjar yang dapat mengeluarkan cairan

- Villi berfungsi untuk mengalirkan cairan ke arah uterus

- Gerak villli dipengaruhi oleh perbandingan esterogen dan

progesteron. Esterogen menagktifkan gerak villi, sedangkan

progesteron manghambat gerak villi.

3) Sistem pembuluh darah tuba yaitu : ramus tubarius arteri uterina

asenden dan ramus tubarius arteri ovarika, melalui ligamentum

infundibulo pelvikum. Sistem aliran limfe bersama dengan fundus

uteri melalui ligamentum infundibulopelvikum menuju kelenjar limfe

para aorta.

Ovarium terletak di bagian belakang fosaa avarika. Ovarium

berkaitan dengan uterus melalui ligamentum ovarii properium di bagian

belakang ligamentum latum, sistem pembuluh darah berasal dari ramus

ovarika– arteri ovarika dan ramus ovarika—arteri uterina asenden.

Mesovarium adalah bagian dari ligamentum latum yang menghubungkan

ovarium dengan ligamentum latum.

Bagian ovarium yang mengarah ke peritenium tertutup oleh

lapisan epitel kubik atau selindris disebut “epitelium germinativum”.

Ukuran ovarium 1,5x3x2,5cm dengan berat 4-6 gram. Pada korteks folikel

dengan berbagai kematangan yang setiap bulan siap untuk terjadi ovulasi.

Jumlah folikel sekitar ribuan, namun yang mampu dalam siklus primordial

9
sampai graaf folikel, hanya sekitar 600, buah jika wanita tersebut tidak

kawin.

Sistem pembuluh darah

- Ramus ovarika dari arteri uterina dan arteri ovarika

- Berjalan melalui mesovarium yang merupakan lipatan dari

ligamentum latum

- Saat melakukan sterilisasi sistem pembuluh darah perlu

diselamatkan sehingga ovarium tidak kekurangan darah atau

sistem arteri dan venanya rusak

- Kerusakan sistem pembuluh darah akan menganggu kemampuan

untuk mengeluarkan hormon esterogen (terutama) dan progesteron

- Gangguan sistem pembuluh darah dapat menimbulkan gangguan

hormonal sehingga ada kemungkinan wanita akan mengalami

klimakterium dini, minimal gangguan libido. Oleh karena itu saat

melakukan sterilisasi pergunakanlah teknik vasektomi tuba.6

E. Fisiologi Kehamilan Normal

Pada kehamilan normal, telur yang sudah dibuahi akan melalui tuba

falopi menuju ke uterus. Dalam beberapa jam setelah pembuahan terjadi,

mulailah pembelahan zigot. Dalam 3 hari terbentuk kelompok sel yang sama

besarnya dan disebut stadium morula. Dalam ukuran yang sama ini hasil

konsepsi disalurkan terus ke pars ismika dan pars interstitialis tuba (bagian-

bagian tuba yang sempit) dan terus ke arah kavum uteri oleh arus serta getaran

10
silia pada permukaan sel-sel tuba dan kontraksi tuba. Dalam kavum uteri,

hasil konsepsi mencapai stadium blastula. Blastula dilindungi oleh simpai

yang disebut trofoblas, yang mampu menghancurkan dan mencairkan

jaringan. Ketika blastula mencapai rongga rahim, jaringan endometrium

dalam keadaan sekresi. Jaringan endometrium ini banyak mengandung sel-sel

desidua.1

Blastula dengan bagian yang berisi massa sel dalam (inner-cell mass)

akan masuk ke dalam desidua, menyebabkan luka kecil yang kemudian

sembuh dan menutup lagi. Pada saat nidasi terkadang terjadi sedikit

perdarahan akibat luka desidua (tanda Hartman). Nidasi terjadi pada dinding

depan atau belakang uterus (korpus), dekat pada fundus uteri. Blastula yang

berimplantasi pada rahim akan mulai tumbuh menjadi janin.1

Gambar 4. Proses implantasi normal

11
F. Etiologi

Etiologi kehamilan ektopik pada umumnya diyakini disebabkan oleh

adanya kerusakan endothelium dari tuba akibat dari salpingitis yang

menyebabkan desiliasi atau kerusakan histologi lain, walaupun seiring riwayat

infeksi pada tuba tidak didapati. Kerusakan saluran telur menjadi penyebab

utama terjadinya kehamilan ektopik. Kerusakan saluran telur dapat terjadi

sebagai akibat peradangan, infeksi, ataupun pembedahan. Peradangan dan

infeksi bisa menyebabkan obstruksi parsial pada tuba. Obstruksi komplit

terjadi akibat salpingitis, ligasi tuba yang tidak sempurna, pembedahan tuba

dalam penangan fertilitas, salpingektomi parsial, atau kelainan kongenital

berupa atresia pada bagian tengah tuba. Kerusakan pada bagian mukosa atau

fimbriae berperan pada kurang lebih separuh dari kehamilan dalam tuba.

Divertikal pada tuba bisa menyebabkan blastokista terperangkap atau

transportasinya terhalang.8

Infeksi alat genitalia interna khususnya daerah tuba falopii biasanya

diakibatkan oleh penyakit menular sexual akibat makin bebasnya hubungan

seksual pranikah. Umumnya disebabkan oleh Chlamydia trachomatis yang

dapat menyebabkan terjadinya penyempitan lumen tuba.9

Tindakan operasi rekonstruksi maupun rekanalisasi spontan dari

sterilisasi tuba fallopii dapat menyebabkan pembukaan lumen yang tidak

sempurna dan terjadi penyempitan. Akibatnya hasil konsepsi tersangkut dan

12
tumbuh kembang di dalamnya yang berangsur dan menyebabkan terjadinya

kehamilan ektopik.9

Selain akibat peradangan, infeksi maupun pasca pembedahan

kehamilan ektopik dapat diakibatkan oleh adanya kelainan kongenital dari alat

reproduksi interna seperti keadaan tuba fallopii yang memanjang sehingga

dalam perjalanan “blastula” terpaksa melakukan implantasi dan menimbulkan

kehamilan ektopik. Kondisi kongenital lain seperti adanya divertikulum dalam

tuba fallopii sehingga hasil konsepsi dapat melakukan implantasi dan

menimbulkan kehamilan ektopik.9

Adanya desakan dari luar tuba akibat adanya kista ovarium atau

mioma subserosa pada bagian tertentu menyebabkan penyempitan pada lumen

tuba fallopi, sehingga hasil konsepsi tidak dapat lewat sehingga terjadilah

kehamilan ektopik. Desakan juga dapat diakibatkan adanya endometriosis

yang menyebabkan timbulnya perlekatan dengan sekitarnya sehingga

menyebabkan tuba fallopii menyempit dan menimbulkan adanya kehamilan

ektopik.9

Keterlambatan implantasi hasil konsepsi menyebabkan implantasi

terjadi dibagian bawah kavum uteri dalam bentuk plasenta previa dan

kehamilan servikalis. Terjadinya migrasi intraperitoneal spermatozoa atau

ovum dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik pada uterus

rudimenter ataupun kehamilan ovarium.9

13
Kehamilan ektopik sering sekali disertai adanya faktor risiko yang

menyebabkan kerusakan pada tuba dan menghalangi transportasi embrio.

Hasil suatu meta-analisis dari faktor-faktor risiko memperlihatkan faktor-

faktor risiko kehamilan ektopik menurut yang paling sering dari atas kebawah

adalah sebagai berikut:8

1. Pernah mengalami kehamilan ektopik sebelumnya (insiden menjadi 6-8

kali lipat)

2. Pembedahan pada saluran telur/ sterilisasi (insiden menjadi 21 kali lipat)

3. Pemaparan oleh/terkena pengaruh DES dalam kehidupan intrauterine

(insiden menjadi 5 kali lipat)

4. Pemakaian kontrasepsi dalam rahim

5. Riwayat infeksi genitalia interna/ pelvis (insiden 2-4 kali lipat)

6. Infertilitas

7. Pasangan sex yang lebig dari satu orang

8. Pernah mengalami pembedahan dalam pelvis dan atau abdomen

9. Perokok

10. Pembilasan vagina

11. Usia dini (<18 thn) terjadi hubungan sexsual pertama.

14
G. Patofisiologi

Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada

dasarnya sama dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara

kolumner atau interkolumner. Implantasi secara kolumner yaitu telur

berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur

selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati

secara dini dan kemudian diresorpsi. Pada nidasi secara interkolumner telur

bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup, maka

telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai

desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di

tuba tidak sempurna, dengan mudah vili korialis menembus endosalping dan

masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan

pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa

faktor, seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya

perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.1

Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus

luteum graviditas dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek.

Endometrium dapat pula berubah menjadi desidua. Setelah janin mati, desidua

dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian dikeluarkan berkeping-

keping atau dilepaskan secara utuh. Perdarahan pervaginam yang dijumpai

pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus dan disebabkan oleh

pelepasan desidua yang degeneratif.1

15
Tuba bukanlah tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, sehingga

tidak mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar

kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu.

Terdapat beberapa kemungkinan mengenai nasib kehamilan dalam tuba

yaitu:1

1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorpsi

Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati

karena vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi resorpsi total.

Dalam keadaan ini penderita tidak mengeluh apa-apa dan haidnya

terlambat untuk beberapa hari.

2. Abortus ke dalam lumen tuba

Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh

darah oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat

melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan

robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau

seluruhnya. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dan selaputnya

dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah

ostium tuba abdominale. Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan

tuba membesar dan kebiru-biruan (Hematosalping) dan selanjutnya darah

mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba, berkumpul di kavum

douglas dan akan membentuk hematokel retrouterina.

16
3. Ruptur dinding tuba

Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan

biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstitialis

terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan

ruptur ialah penembusan villi koriales ke dalam lapisan muskularis tuba

terus ke peritoneum. Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena

trauma ringan. Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui

ostium tuba abdominale. Bila ostium tuba tersumbat, ruptur sekunder

dapat terjadi. Dalam hal ini, dinding tuba yang telah menipis oleh invasi

trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur

terjadi di arah ligamentum latum dan terbentuk hematoma intraligamenter

antara 2 lapisan ligamentum tersebut. Jika janin hidup terus, dapat terjadi

kehamilan intraligamenter.

Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba,

tetapi bila robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi

dikeluarkan dari tuba. Nasib janin bergantung pada tuanya kehamilan dan

kerusakan yang diderita. Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorpsi

seluruhnya, dan bila besar dapat diubah menjadi litopedion.

Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh

kantong amnion dan dengan plasenta masih utuh kemungkinan tumbuh

terus dalam rongga perut, sehingga terjadi kehamilan ektpik lanjut atau

kehamilan abdominal sekunder. Untuk mencukupi kebutuhan makanan

17
bagi janin, plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan

sekitarnya misalnya ke sebagian uterus, ligamentum latum, dasar panggul

dan usus.

H. Klasifikasi

1. Kehamilan Pars Interstisialis Tuba

Kehamilan ektopik ini terjadi bila ovum bernidasi pada pars

interstisialis tuba. Keadaan ini jarang terjadi dan hanya satu persen dari

semua kehamilan tuba. Rupture pada keadaan ini terjadi pada kehamilan

lebih tua, dapat mencapai akhir bulan keempat. Perdarahan yang terjadi

sangat banyak dan bila tidak segera dioperasi akan menyebabkan

kematian.1

Tindakan operasi yang dilakukan adalah laparatomi untuk

membersihkan isi kavum abdomen dari darah dan sisa jaringan konsepsi

serta menutup sumber perdarahan dengan melakukan irisan baji (wegde

resection) pada kornu uteri dimana tuba pars interstisialis berada.1

2. Kehamilan ektopik ganda

Sangat jarang kehamilan ektopik berlangsung bersamaan dengan

kehamilan intrauterine. Keadaan ini disebut kehamilan ektopik ganda

(combined ectopic pregnancy). Frekuensinya berkisar 1 di antara 15.000 –

40.000 persalinan. Di Indonesia sudah dilaporkan beberapa kasus. 1 Pada

umumnya diagnosis kehamilan dibuat pada waktu operasi kehamilan

18
ektopik yang terganggu. Pada laparotomi ditemukan uterus yang

membesar sesuai dengan tuanya kehamilan dan 2 korpora lutea.1

3. Kehamilan Ovarial

Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis

kehamilan tersebut ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg,

yakni:1

a. Tuba pada sisi kehamilan harus normal,

b. Kantong janin harus berlokasi pada ovarium,

c. Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovary

proprium,

d. Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantong

janin.

Diagnosis yang pasti diperoleh bila kantong janin kecil dikelilingi

oleh jaringan ovarium dengan trofoblas memasuki alat tersebut. Pada

kehamilan ovarial biasanya terjadi rupture pada kehamilan muda dengan

akibat perdarahan dalam perut. Hasil konsepsi dapat pula mengalami

kematian sebelumnya sehingga tidak terjadi rupture, ditemukan benjolan

dengan berbagai ukuran yang terdiri atas ovarium yang mengandung

darah, vili korialis dan mungkin juga selaput mudigah.1

4. Kehamilan servikal

Kehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovum

berimplantasi dalam kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa

19
nyeri pada kehamilan muda. Jika kehamilan berlangsung terus, serviks

membesar dengan ostium uteri eksternum terbuka sebagian. Kehamilan

servikal jarang melampaui 12 minggu dan biasanya diakhiri secara

operatif oleh karena perdarahan. Pengeluaran hasil konsepsi pervaginam

dapat menyebabkan banyak perdarahan, sehingga untuk menghentikan

perdarahan diperlukan histerektomi totalis.1

Paalman dan Mc ellin (1959) membuat kriteria klinik sebagai

berikut:

a. Ostium uteri internum tertutup,

b. Ostium uteri eksternum terbuka sebagian,

c. Seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoservik,

d. Perdarahan uterus setelah fase amenore tanpa disertai rasa nyeri,

e. Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar dari fundus uteri, sehingga

terbentuk hour-glass uterus

5. Kehamilan ektopik lanjut

Merupakan kehamilan ektopik dimana janin dapat tumbuh terus

karena mendapat cukup zat-zat makanan dan oksigen dari plasenta yang

meluaskan implantasinya ke jaringan sekitar misalnya ligamentum latum,

uterus, dasar panggul, usus dan sebagainya. Dalam keadaan demikian,

anatomi sudah kabur. Kehamilan ektopik lanjut biasanya terjadi sekunder

dari kehamilan tuba yang mengalami abortus atau ruptur dan janin

dikeluarkan dari tuba dalam keadaan masih diselubungi oleh kantung

20
ketuban dengan plasenta yang masih utuh yang akan terus tumbuh terus di

tempat implantasinya yang baru.10

Angka kejadian kehamilan ektopik lanjut di RSCM, Jakarta dari

tahun 1967 – 1972 yaitu 1 di antara 1065 persalinan. Berbagai penulis

mengemukakan angka antara 1 : 2000 persalinan sampai 1 : 8500

persalinan.10

I. Manifestasi Klinis

Gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas dan

penderita maupun dokter biasanya tidak mengetahui adanya kelainan dalam

kehamilan, sampai terjadinya abortus tuba atau ruptur tuba.10

1. Kehamilan ektopik intak ( kahamilan ektopik belum terganggu)

Kehamilan ektopik intak atau kehamilan ektopik yang belum

terganggu sulit untuk diketahui, karena penderita tidak menyampaikan

keluhan yang khas. Amenorea atau gangguan haid dilaporkan oleh 75-

95% penderita. Lamanya amenore tergantung pada kehidupan janin,

sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenore

karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya. Tanda-tanda

kehamilan muda seperti nausea dilaporkan oleh 10-25% kasus.10

Di samping gangguan haid, keluhan yang paling sering

disampaikan ialah nyeri di perut bawah yang tidak khas, walaupun

kehamilan ektopik belum mengalami ruptur. Kadang-kadang teraba tumor

di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Keadaan ini juga

21
masih harus dipastikan dengan alat bantu diagnostik yang lain seperti

ultrasonografi (USG) dan laparoskopi.10

Mengingat bahwa setiap kehamilan ektopik akan berakhir dengan

abortus atau ruptur yang disertai perdarahan dalam rongga perut, maka

pada setiap wanita dengan gangguan haid dan setelah diperiksa dicurigai

adanya kehamilan ektopik harus ditangani dengan sungguhsungguh

menggunakan alat diagnostik yang ada sampai diperoleh kepastian

diagnostik kehamilan ektopik karena jika terlambat diatasi dapat

membahayakan jiwa penderita.10

2. Kehamilan ektopik dengan rupture (kehamilan ektopik terganggu)

Gejala dan tanda kehamilan tuba tergangu sangat berbeda-beda

dari perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai

terdapatnya gejala yang tidak jelas. Gejala dan tanda bergantung pada

lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya

kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi dan keadaan umum penderita

sebelum hamil.1

Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis yang mendadak

atau akut biasanya tidak sulit. Nyeri merupakan keluhan utama pada

kehamilan ektopik terganggu (KET). Pada ruptur tuba, nyeri perut bagian

bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya disertai dengan perdarahan

yang menyebabkan penderita pingsan, tekanan darah dapat menurun dan

nadi meningkat serta perdarahan yang lebih banyak dapat menimbulkan

22
syok, ujung ekstremitas pucat, basah dan dingin. Rasa nyeri mula-mula

terdapat dalam satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke dalam rongga perut,

rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau keseluruh perut bawah dan bila

membentuk hematokel retrouterina menyebabkan defekasi nyeri.1

Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada

kehamilan ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin dan

berasal dari kavum uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan dari uterus

biasanya tidak banyak dan berwarna coklat tua. Frekuensi perdarahan

ditemukan dari 51-93%. Perdarahan berarti gangguan pembentukan Hcg

(human chorionic gonadotropin).1

Yang menonjol ialah penderita tampak kesakitan, pucat dan pada

pemeriksaan ditemukan tanda-tanda syok serta perdarahan rongga perut.

Pada pemeriksaan ginekologik ditemukan serviks yang nyeri bila

digerakkan dan kavum Douglas yang menonjol dan nyeri raba. Pada

abortus tubabiasanya teraba dengan jelas suatu tumor di samping uterus

dalam berbagai ukuran dengan konsistensi agak lunak. Hematokel

retouterina dapat diraba sebagai tumor di kavum Douglas.1,10

Kesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik

terganggu jenis atipik atau menahun. Kelambatan haid tidak jelas, tanda

dan gejala kehamilan muda tidak jelas, demikian pula nyeri perut tidak

nyata dan sering penderita tampak tidak terlalu pucat. Hal ini dapat terjadi

apabila perdarahan pada kehamilan ektopik yang terganggu berlangsung

23
lambat. Dalam keadaan yang demikian, alat bantu diagnostik sangat

diperlukan untuk memastikan diagnosis.10

Tabel 1. Gambaran klinis kehamilan ektopik(9,11)

Hamil ektopik intak


a. Amenore
b. Rasa tidak nyaman di abdomen bawah
c. Mungkin terdapat perdarahan ringan
d. Pemeriksaan vaginal :
1) nyeri gerak serviks
2) adneksa tegang atau teraba massa
3) masa adneksa terasa nyeri saat palpasi
e. Tanda perdarahan intra abdomen negatif
f. Kesimpulan diagnosis sulit :
1) observasi gambaran darah
2) Konfirmasi dengan pemeriksaan laparoskopi
g. Terapi :
1) Laparoskopi untuk mengangkat hasil konsepsi
2) Menyuntikkan kemoterapi sehingga hasil konsepsi mati dan
direabsorpsi

Hamil ektopik dengan rupture


a. Terdapat trias ruptur hamil ektopik :
1) Amenore
2) Nyeri abdomen mendadak,
3) Terdapat perdarahan
b. Perdarahan pervaginam akibat :
1) deskuamasi endometrium
2) aliran darah melalui tuba fallopii
c. tanda perdarahan abdominal positif yaitu :
1) Tanda cairan intraabdomen
2) Collen sign mungkin positif
3) Palpasi abdomen nyeri akibat iritasi peritoneum
d. Pemeriksaan dalam :
1) Terdapat nyeri goyang serviks
2) Kavum douglas menonjol dan nyeri
3) Perdarahan per vaginam
e. Konfirmasi diagnosis : Fungsi kavum douglas akan terdapat darah
f. Terapi :

24
1) Laparatomi untuk menghentikan sumber perdarahan
2) Menyelamatkan jiwa dari kemungkinan syok irreversible

Kehamilan Ektopik Di Luar Saluran Telur

1. Kehamilan Abdominal

Kehamilan abdominal adalah salah satu varian dari kehamilan

ektopik yang jarang dijumpai tetapi mengancam jiwa. Hal tersebut

terjadi bila gestational sach berimplantasi di luar uterus, ovarium, dan

tuba fallopi. Kehamilan abdominal dapat diagi menadi dua, yaitu

kehamilan abdominal primer dan kehamilan abdominal sekunder.

Kehamilan abdominal primer lebih jarang terjadi dibanding yang

sekunder. 2

Kehamilan abdominal sekunder terjadi bila plasenta dari

kehamilan tuba, kornu dan uterus meluas dan melekat pada jaringan

serosa sekitarnya. Secara khas kehamilan abdominal berawal dari

kehamilan ektopik lainnya yang menyebar keluar dari tuba dan melekat

pada jaringan di sekitarnya. Selain itu, dapat juga terjadi akibat ruptur

bekas insisi seksio caesaria. 2

Kriteria Studdiford untuk menetapkan adanya kehamilan

abdominal primer :

a. Kedua tuba dan ovarium normal tanpa tanda kehamilan baru atau

lama ada disana

25
b. Tidak ada tanda adanya fistula uteroplasenta

c. Adanya kehamilan yang semata berhubungan dengan permukaan

peritoneum dan cukup dini untuk mengeliminir kemungkinan

implantasi sekunder setelah nidasi primer dalam tuba.8

Gejala yang paling sering adalah nyeri abdomen bagian bawah

didahului amenorea dan perdarahan melalui vagina. Kehamilan yang

mampu berlanjut dapat diduga jika ada hemoperitoneum, kesalahan

letak yang menetap dan gerakan janin menimbulkan nyeri pada ibu.8

Pada laparotomi tali pusat dipotong dekat dengan plasenta. Usaha

pengeluran plasenta menyebabkan perdarahan yang melimpah karena

tempat dimana plasenta melekat tidak bisa berkontraksi sebagaimana

dinding uterus. Plasenta yang dibiarkan tertinggal dalam rongga

abdomen bisa menimbulkan komplikasi yang menyulitkan seperti

infeksi, abses, dan wound dehiscence. Involusio plasenta yang

tertinggal bisa dimonitor dengan USG dan pemeriksaan kadar β-hCG

serial. Pada kebanyakan kasus, fungsi plasenta dengan cepat mundur

dan plasenta diresorb. Oleh karena itu sekalipun terdapat komplikasi

yang menyulitkan bila plasenta tidak diangkat dan yang biasanya

berujung kepada dilakukan laparotomy kemudian hari, namun lebih

baik nasibnya daripada terjadi banjir perdarahan yang fatal dari usaha

pelepasan plasenta. Jika plasenta ingin dikeluarkan haruslah lebih

dahulu dilakukan ligasi pada semua pembuluh darah yang mensuplai

26
darah kepada plasenta ditempat itu. Jika ini tidak mungkin dilakukan

lebih baik plasenta dibiarkan tidak diangkat. 8

Prognosis tidak baik karena kematian maternal bisa mencapai 7-8

kali lipat daripada kematian maternal karena kehamilan ektopik lain,

dan angka kematian maternal bisa mencapai 5 per 1000 kasus dan

angkat kematian perinatal 95%. 8

2. Kehamilan Ovarial

Kriteria kehamilan ovarial menurut Spiegellberg : 8

a. Tuba dipihak kehamilan berada dalam keadaan utuh

b. Kantong gestasi harus bertempat pada ovarium

c. Ovarium harus terhubung oleh ligamentum suspensarum ovarii

pada uterus

d. Jaringan ovarium harus ada dalam dinding dari kantong gestasi

3. Kehamilan Heterotopik

Kehamilan heterotopik adalah kehamilan ektopik yang dapat

terjadi bersama dengan kehamilan intrauterin. Kehamilan heterotipik

ini sangat langka, terjadi satu dalam 17.000-30.000 kehamilan ektopik.

Kehamilan heterotopik dapat di bedakan atas :

a. Kehamilan kombinasi (Combined Ectopik Pregnancy) yaitu

kehamilan yang dapat berlangsung dalam waktu yang sama dengan

kehamilan intrautrin normal.

27
b. Kehamilan ektopik rangkap (Compound Ectopic Pregnancy) yaitu

terjadinya kehamilan intrauterin setelah lebih dahulu terjadi

kehmilan ektopik yang telah mati atau pun ruptur dan kehmilan

intrauterin yang terjadi kemudian berkembang seperti biasa.13

4. Kehamilan Servikal

Kriteria diagnostik klinis menurut Paalman dan McElin :8

a. Perdarahan uterus tanpa nyeri setelah periode amenorea

b. Serviks yang lembut dan membesar secara disproporsional sampai

berukuran sebanding atau lebih besar daripada korpus uteri

c. Hasil konsepsi terdapat seluruhnya dan melekat kuat pada

endoserviks

d. Ostium uteri internum terasa sempit

J. Diagnosis

Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik

belum terganggu demikian besarnya sehingga sebagian besar penderita

mengalami abortus tuba atau ruptur ruba sebelum keadaan menjadi jelas. Alat

bantu diagnostik yang dapat digunakan ialah ultrasonografi (USG),

laparoskopi atau kuldoskopi.1

Anamnesis: trias klinik klasik dari kehamilan ektopik ialah amenore,

nyeri abdomen, dan perdarahan vagina. Haid biasanya terlambat untuk

beberapa waktu, dan kadang-kadang terdapat gejala subyektif kehamilan

28
muda. Pada beberapa pasien gejala nyeri atau kram abdomen maupun

perdarahan pervaginam tidak ditemukan. 1,4

Pemeriksaan umum: penderita tampak kesakitan dan pucat. Pada

perdarahan dalam rongga perut tanda-tanda syok dapat ditemukan. Pada jenis

tidak mendadak perut bagian bawah hanya sedikit menggembung dan nyeri

tekan. 1

Pemeriksaan ginekologi: tanda-tanda kehamilan muda mungkin

ditemukan. Pergerakan serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat

diraba, maka akan teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor

di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Kavum Douglas yang

menonjol dan nyeri-raba menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Suhu

kadang-kadang naik sehingga menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik.1

Pada kehamilan ektopik subakut didapatkan nyeri abdomen hingga

adanya defans muscular pada 80-95% kasus. Sekitar 75-90 % kasus

menunjukkan adanya gejala ketegangan adneksa bahkan hingga timbul maksa

pada adneksa (50%). Pada beberapa kasus didapatkan adanya pembesaran

uterus hingga perubahan orthostatic, bahkan ditemukan peningkatan suhu

hingga terjadi dehidrasi meskipun dalam angka yang kecil.1,14

Pada kehamilan ektopik yang disertai dengan rupture ditemukan

adanya trias pada pemeriksaan dalam vagina. Ditemukan adanya nyeri goyang

pada servix, Teraba-massa pada adnexa, dan adanya penonjolan cavum

douglass.14

29
Pemeriksaan laboratorium: pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel

darah merah berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik

terganggu, terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Pada

kasus tidak mendadak biasanya ditemukan anemia, tetapi harus diingat bahwa

penurunan hemoglobin baru terlihat setelah 24 jam. Perhitungan leukosit

secara berturut menunjukkan adanya perdarahan bila leukosit meningkat

(leukositosis). Untuk membedakan kehamilan ektopik dari infeksi pelvik

dapat diperhaikan jumlah leukosit. Jumlah leukosit yang lebih dari 20.000

biasanya menunjukkan infeksi pelvik.1

Penting untuk mendiagnosis ada tidaknya kehamilan. Cara yang paling

mudah ialah dengan melakukan pemeriksaan konsentrasi hormon β human

chorionic gonadotropin (β-hCG) dalam urin atau serum. Hormon ini dapat

dideteksi paling awal pada satu minggu sebelum tanggal menstruasi

berikutnya. Konsentrasi serum yang sudah dapat dideteksi ialah 5 IU/L,

sedangkan pada urin ialah 20–50 IU/L. Tes kehamilan negatif tidak

menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena kematian

hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas menyebabkan human chorionic

gonadotropin menurun dan menyebabkan tes negatif. Tes kehamilan positif

juga tidak dapat mengidentifikasi lokasi kantung gestasional. Meskipun

demikian, wanita dengan kehamilan ektopik cenderung memiliki level β-hCG

yang rendah dibandingkan kehamilan intrauterin.1,12

30
Kuldosentesis: ialah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui

apakah terdapat darah dalam kavum Douglas. Cara ini sangat berguna untuk

membuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu. Teknik kuldosentesis

yaitu:8

a. Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi.

b. Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik

c. Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan tenakulum,

kemudian dilakukan traksi ke depan sehingga forniks posterior

ditampakkan

d. Jarum spinal no. 16-18 ditusukkan ke dalam kavum douglas dan dengan

semprit 10 ml dilakukan pengisapan.

Hasil positif bila dikeluarkan darah berwarna coklat sampai hitam

yang tdak membeku atau berupa bekuan-bekuan kecil.

Ultrasonografi: Identifikasi produk kehamilan di tuba falopii sulit

dilakukan dengan menggunakan sonografi abdomen. Jika ditemukan adanya

kantong gestasi pada rongga uterus, kecil kemungkinan adanya kehamilan

ektopik secara bersamaan, namun jika tidak ditemukan adanya kantong

gestasi dan hasil tes kehamilan positif serta ada cairan di cul-de-sac dengan

massa pelvis abnormal maka dapat dipastikan terjadinya kehamilan ektopik.14

Diagnosis pasti kehamilan ektopik melalui pemeriksaan ultrasonografi

transvaginal adalah apabila ditemukan kantung gestasi di luar uterus yang

didalamnya tampak denyut jantung janin. Walaupun demikian, hasil ini masih

31
harus diyakini lagi bahwa ini bukan berasal dari kehamilan intrauterin pada

kasus uterus bikornis. Pada kehamilan ektopik terganggu sering tidak

ditemukan kantung gestasi ektopik. Gambaran yang tampak adalah cairan

bebas dalam rongga peritoneum terutama di kavum Douglasi. Tidak jarang

dijumpai hematokel pelvik yang dalam gambar ultrasonografi akan tampak

sebagai suatu massa echogenik di adneksa yang dikelilingi daerah kistik

(sonolusen) dengan batas tepi yang tidak tegas.14

Gambar 5. Sonogram vagina sebuah kehamilan ektopik. (A) Pada uterus

terlihat endometrial line normal. Akumulasi cairan bebas terlihat di belakang

cul-de-sac (B) Kehamilan ektopik tuba dengan yolk sacnya terlihat sepanjang

kista korpus luteum. 14

Diagnosis Bedah

Kuretase: Diferensiasi antara abortus iminens atau inkomplit dengan

kehamilan tuba pada banyak kasus dapat dilakukan dengan kuretase rawat

jalan. Kuretase pada kasus yang dicurigai abortus inkomplit versus kehamilan

ektopik, bila progesteron serum kurang dari 5ng/ml, kadar β-hCG meningkat

32
abnormal (kurang dari 2000 mU/ml), dan kehamilan uterus tidak terlihat

dengan menggunakan sonografi transvaginal. 14

Laparoskopi: Keuntungan laparoskopi diagnostik antara lain adalah :

a. Diagnosis definitif pada kebanyakan kasus

b. Sekaligus untuk mengangkat massa ektopik dengan laparoskopi operatif

c. Menyuntikkan agen kemoterapi ke dalam massa ektopik secara langsung

Visualisasi pelvis secara lengkap mungkin tidak dapat dilakukan bila

ada radang pelvis atau perdarahan aktif. Kadang-kadang, identifikasi

kehamilan tuba dini yang tidak ruptur sulit dilakukan, sekalipun tubanya dapat

terlihat dengan jelas.14

Laparotomi: Tindakan ini lebih disukai jika wanita tersebut secara

hemodinamik tidak stabil, atau kalau tidak mungkin dilakukan laparoskopi.

Laparotomi hendaknya tidak ditunda saat melakukan laparoskopi pada

seorang wanita yang jelas mengalami perdarahan abdominal yang

memerlukan terapi definitif segera. Laparoskopi lebih murah, dan masa

pemulihannya pascaoperasi lebih singkat. 14

K. Diagnosis Banding

1. Abortus Iminens

Bila anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien memberi kesan

kehamilan, terutama bila ini dikonfirmasikan oleh tes kehamilan positif

untuk human chorionic gonadotropin (hCG), kemungkinan kehamilan

intrauterin yang terancam untuk menjadi abortus atau dalam proses

33
abortus harus dipertimbangkan. Satu gambaran diferensiasi yang mungkin

antara abortus intrauterine dan kehamilan ektrauterin adalah interval

waktu antara siklus haid terakhir dan mulai timbulnya nyeri abdomen atau

perdarahan pervaginam. Pada kehamilan tuba, gejala-gejala dapat timbul

dini 6-7 minggu setelah siklus haid terakhir, sementara gejala-gejala

abortus intrauterin tidak mungkin menjadi jelas hingga 10-12 minggu

setelah siklus terakhir. 15

Uterus yang berisi suatu kehamilan intrauterin lebih mungkin

untuk menjadi lebih besar dan lunak daripada uterus yang berhubungan

dengan kehamilan ektrsuterin. Pada kasus abortus iminens nyeri

cenderung menjadi kurang hebat dan berlokasi di garis tengah daripada di

daerah adneksa. 15

Perdarahan pervaginam yang dihubungkan dengan abortus

inkomplit umumna lebih banyak daripada perdarahan pervaginam yang

dihubungkan dengan kehamilan ektopik. Lebih lanjut, pada abortus

seluruh perdarahan adalah ekstrenal dan derajat anemia mencerminkan

kehilangan darah eksternal. Pada kehamilan ektopik ada perdarahan

intraperitoneal yang ekstensif dan kehilangan darah eksternal yang

minimal. Bilamana beratnya anemia tidak dapat diterangkan oleh

kehilangan darah eksternal, perdarahanan tersembunyi, baik

intraperitoneal atau retroperitoneal, harus dipertimbangkan. 15

34
2. Infeksi Pelvis

Pada kasus-kasus infeksi pelvis, nyeri dan rasa sakit lebih

mungkin bilateral. Pasa kasus infeksi akut, suhu tubuh yang meningkat

lekositosis dan peningkatan laju endap darah membantu dalam diagnosis.

Abses tuboovarial yang dipalpasi biasanya jauh lebih besar daripada rasa

penuh adneksa yang dihubungkan dengan suatu kehamilan ektopik. 15

L. Tatalaksana

Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi.

Dalam tindakan demikian beberapa hal perlu diperhatikan dan

dipertimbangkan yaitu:1

1. Kondisi penderita saat itu

2. Keinginan penderita akan fungsi reproduksinya

3. Lokasi kehamilan ektopik

4. Kondisi anatomik organ pelvis

Berdasarkan kriteria kehamilan ektopik, terapinya dapat dijabarkan

sebagai berikut :9,14

1. Hamil ektopik intak

a. Operasi laparoskopi

b. Pemberian terapi medikamentosa dengan metrotreksat/lainnya

Konsep terapi kehamilan ektopik dengan medikamentosa

adalah mematikan vili koliaris sehingga tidak menimbulkan destruksi

ke sekitarnya, dengan harapan akan diresorpsi, tanpa, menimbulkan

35
jaringan ikat dan lumen tuba falopii tetap terbuka dengan fungsi utama

yang masih normal. Metrotreksat dianggap kemoterapi yang paling

tepat oleh karena sensitif terhadap sel trofoblas.

Syarat pemberian metrotreksat adalah :

a. Hamil ektopik dengan GS < 3 cm

b. Tidak terdapat perdarahan aktif atau darah pada CD kurang dari 100 cc

c. hCG < 1500 mIU/ml

d. tidak terdapat detak jantung (relatif)

Metrotreksat dapat diberikan secara intravena dengan dosis 20-

25 mg per hari atau dengan dosis 50 mg/m2 dengan interval sehari.

Metrotreksat juga dapat diberikan secara transvaginal langsung dengan

dosis 10 mg (jika trofoblas masih aktif 40 mg/7 hari kemudian).

Tabel 2. Protocol pemberian metrotreksat

Hari Pemeriksaan/Pemberian Pengobatan


Metrotreksat :
1 50 mg/m2
Titer Hcg
4 Tentukan titer hCG
7 Tentukan titer hCG
Perlu diperhatikan syarat pemberian metrotreksat diantaranya :

a. Gambaran darahnya :
1) Hb lebih dari 10 gr%
2) Leukosit diatas 5000/ml
3) Bleeding-chlotting time normal

36
b. Fungsi ginjal dan hati dalam batas normal

Sebaiknya setelah mendapatkan metrotreksat dilakukan evaluasi

gambaran darah lengkap dan fungsi ginjal serta hati.

2. Ruptur kehamilan ektopik subakut

a. Laparoskopi diagnostik dan diikuti terapi

b. Laparatomi

3. Ruptur kehamilan ektopik dengan gejala akut abdomen

a. Laparotomi untuk mengangkat sumber perdarahan

Teknik laparotomi pada kehamilan ektopik abdominal10

1. Laparotomi

1) Insisi dinding perut harus dilakukan dengan hati-hati karena selaput

ketuban, omentum, usus, dan terutama plasenta dengan oembuluh

darah yang besar dapat langsung terletak di bawah peritoneum.

Apabila plasenta terletak tepat di bawah insisi, maka insisi harus

diperlebar sampai di daerah yang relative avaskuler.

2) Omentum dapat menutupi dan melekat pada kantung janin, sebab itu

harus dibebaskan

3) Kantung janin dibuka dengan hati-hati di daerah yang sedikit

pembuluh darahnya

4) Bayi harus dilahirkan dengan hati-hati dan dihindari penarikan tali

pusat yang berlebihan untuk mencegah perdarahan.

5) Tali pusat dipotong dekat pada insersinya di plasenta dan diikat

37
2. Penanganan plasenta

a. Penilaian plasenta pada saat operasi sangat penting untuk memperoleh

kesan tentang kemungkinan terjadinya perdarahan

b. Plasenta hendaknya ditinggalkan apabila melekat pada alat-alat vital

atau apabila diramalkan perdarahan yang dapat terjadi akan tidak dapat

dikuasai

c. Plasenta hanya dikeluarkan apabila perdarahan akan mulai dikuasai,

apabila perlu dengan sekaligus mengangkat organ-organ tempat

plasenta berimplantasi (misalnya uterus, adneksa, atau omentum).

Plasenta harus dikeluarkan seluruhnya, karena pengangkatan sebagian

plasenta akan menimbulkan perdarahan banyak.

d. Plasenta yang ditinggalkan akan mengalami autolisis dan diresorpsi

dalam waktu beberapa bulan atau tahun

e. Plasenta yang ditinggalkan dapat menimbulkan penyulit seperti

perlekatan, ileus, tumor intraabdominal yang berasal dari plasenta yang

nekrotik, dan sebagainya, yang mungkin perlu dilakukan laparotomi

ulang. Walaupun demikian, sikap meninggalkan plasenta jauh lebih

berbahaya dan sering fatal.

3. Pembedahan konservatif

Dimana integritas tuba dipertahankan. Pembedahan konservatif

mencakup 2 teknik yang kita kenal sebagai salpingostomi dan

salpingotomi. Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil

38
konsepsi yang berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga

distal tuba fallopii. Pada prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15

mm pada tuba tepat di atas hasil konsepsi, di perbatasan antimesenterik.

Setelah insisi hasil konsepsi segera terekspos dan kemudian dikeluarkan

dengan hati-hati. Perdarahan yang terjadi umumnya sedikit dan dapat

dikendalikan dengan elektrokauter. Insisi kemudian dibiarkan terbuka

(tidak dijahit kembali) untuk sembuh per sekundam. Prosedur ini dapat

dilakukan dengan laparotomi maupun laparoskopi. Pada dasarnya prosedur

salpingotomi sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa pada

salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur menyebutkan bahwa

tidak ada perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan perlekatan

tuba pascaoperatif antara salpingostomi dan salpingotomi.

4. Pembedahan radikal

Dimana salpingektomi dilakukan, Salpingektomi diindikasikan

pada keadaan-keadaan berikut ini:

a. Kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu),

b. Pasien tidak menginginkan fertilitas pascaoperatif,

c. Terjadi kegagalan sterilisasi,

d. Telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya,

e. Pasien meminta dilakukan sterilisasi,

f. Perdarahan berlanjut pascasalpingotomi,

g. Kehamilan tuba berulang,

39
h. Kehamilan heterotopik,

i. Massa gestasi berdiameter lebih dari 5 cm.

Metode ini lebih dipilih daripada salpingostomi, sebab

salpingostomi dapat menyebabkan jaringan parut dan penyempitan lumen

pars ismika yang sebenarnya sudah sempit.

M. Prognosis

Prognosis kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan

diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Akan tetapi, bila pertolongan

terlambat, angka kematian dapat tinggi. Risiko kematian akibat kehamilan di

luar uterus lebih besar daripada kehamilan yang memberi hasil lahir hidup

atau yang diberhentikan secara sengaja. 1,14

Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik

bersifat bilateral. Kemungkinan untuk kembali hamil dengan baik akan

berkurang setelah kehamilan ektopik. Sebagian perempuan menjadi steril

setelah mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka

kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antara 0-14,6%. Untuk

perempuan dengan jumlah anak yang sudah cukup, sebaiknya pada operasi

dilakukan salpingektomi bilateralis dan sebelumnya perlu mendapat

persetujuan suami dan isteri.1

Diagnosis yang lebih dini, baik kelangsungan hidup ibu maupun

konservasi kapasitas reproduksi dapat ditingkatkan.14

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, S., 2008, Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kebidanan, Jakarta

Pusat: Yayasan Bina Pustaka.

2. Kurniawan, A., Mutiara H., 2016, Kehamilan Ektopik Di Abdomen dalam

Jurnal Medula Unila Volume 5, Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung.

3. Dewi, TP., Risilwa, M., 2017, Kehamilan Ektopik Terganggu: Sebuah

Tinjauan Kasus dalam Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Volume 17, Banda

Aceh: Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala.

4. Kriswedhani, GAP., Carolia Novita., 2016, Kehamilan Ektopik dalam Jurnal

Medula Unila Volume 5, Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung.

5. Barash, JH., Buchanan, EH., Hillson, C., 2014, Diagnosis and Management of

Ectopic Pregnancy, Philadelphia: American Academy of Family Physicians.

6. Manuaba, IBG., 2004. Dasar-dasar teknik operasi ginekologi. EGC : Jakarta.

Hal : 28-66

7. Netter, Frank H., 2014. Intercative atlas of human anatom. EGC : Jakarta. Hal

: 343, 344, 367

8. Hariadi, R., 2004. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Himpunan Kedokteran

Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia: Surabaya. Hal:

336-359

41
9. Manuaba, IBG., 2007. Pengantar Kuliah Obsetri: Kehamilan Ektopik. EGC :

Jakarta. Hal. 701-719.

10. Prawirohardjo, S., 2007, Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Bedah Kebidanan,

Yayasan Bina Pustaka: Jakarta Pusat.

11. Lomboan, PS., Mamengko, L., Watania, J., 2015. Gambaran Kehamilan

Ektopik Terganggu di RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado Periode 1

Januari 2012-3 Desember 2013 dalam Jurnal E-Clinic Volume 3. Fakultas

Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Hal 624-628.

12. Murray, H., Baakdah, H., Bardell, T., Tulandi, T., 2005. Diagnosis and

Treatment of Ectopic Pregnancy, CMA Media Inc. (CMAJ): Whangsinton

DC.

13. Bangun R., 2009. Karateristik Ibu Penderita Kehamilan Ektopik Terganggu

(KET) di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2003-

2008 (SKRIPSI). Fakultas Kesehatan Masyarakat universitas Sumatera Utara:

Medan.

14. Cunningham, dkk., 2010. Obsetri Williams: Kehamilan Ektopik. EGC:

Jakarta. Hal. 257-275

15. Taber, B., 1994. Kehamilan Ektopik dalam Kapita Selekta Kedaruratan

Obsetri dan Ginekologi. EGC: Jakarta. Hal 182-200.

42

You might also like