Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai
defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari
epitel sampai stroma (Ilyas, 2014). Ulkus kornea yang luas memerlukan
penanganan yang tepat dan cepat untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya
Ulkus kornea yang sembuh akan menimbulkan jaringan parut kornea dan
3.2 Etiologi
simpleks, infeksi bakteri, jamur atau trauma (Ming, 2013). Penyebab bakteri yang
disebabkan oleh Candida albicans. Terdapat beberapa kondisi yang dapat sebagai
10
11
1. Infeksi
sentral. Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang keluar bersifat
Gambar 3.1 Ulkus kornea bakterialis Gambar 3.2 Ulkus kornea Pseudomonas
c. Infeksi virus : Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering
dijumpai. Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan
epitel yang bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada
bentuk disiform bila mengalami nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus lainnya
Gambar 3.4 Ulkus kornea dendritik Gambar 3.5 Ulkus kornea herpetik
yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh
kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi juga
biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air atau tanah
yang tercemar.
2. Noninfeksi
a. Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH. Bahan asam yang
dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik dan organik anhidrat. Bila
bahan asam mengenai mata maka akan terjadi pengendapan protein permukaan
sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat destruktif. Biasanya
kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali antara lain amonia,
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan
c. Sindrom Sjorgen
yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan defisiensi unsur
film air mata (aquos, musin atau lipid), kelainan permukan palpebra atau kelainan
keadaan lebih lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea
d. Defisiensi vitamin A
vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan gangguan
e. Obat-obatan
g. Pajanan (exposure)
h. Neurotropik
a. Granulomatosa wagener
b. Rheumathoid arthritis
14
3.3 Patofisiologi
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya,
sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama
terjadi di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan
penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil (Mills, 2013).
segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi.
Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma
kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi
pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea.
Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit
sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan
permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah
kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan
fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanya gesekan palpebra (terutama
palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat
iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang
Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini
menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil
dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi
bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma
maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya
jaringan parut.
1. Pada proses yang proresif : dapat terlihat infiltrasi sel leukosit dan limfosit
2. Pada pembentukan jaringan parut akan terdapat epitel, jaringan baru dan
fbroblas.
3.4 Klasifikasi
a. Ulkus marginal
a. Mata merah
c. Fotofobia,
d. Penglihatan menurun,
Tanda:
a. Kekeruhan berwarna putih pada kornea dengan defek epitel yang bila
b. Iris sukar dilihat karena keruhnya kornea akibat edema dan infiltrasi sel
sinekia posterior.
Ulkus yang terbatas, Ulkus akan melebar Infiltrat akan Bila ulkus berbentuk
Berbentuk bulat atau dengan cepat, bahan berwarna abu-abu dendrit akan terdapat
lonjong, purulen berwarna dikelilingi infiltrat hipestesi pada
kuning hijau terlihat halus disekitarnya kornea.
Berwarna putih abu- melekat pada (fenomena satelit).
abu pada anak ulkus permukaan ulkus.
yang supuratif.
Bila proses pada ulkus berkurang maka akan terlihat berkurangnya rasa
sakit, fotofobia, berkurang infiltrat pada ulkus dan defek epitel kornea menjadi
bertambah kecil.
3.6 Diagnosis
yang terjadi. Adapun jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu
1. Anamnesis
dikeluhkan oleh pasien, dapat berupa mata nyeri, kemerahan, penglihatan kabur,
silau jika melihat cahaya, kelopak terasa berat. Adanya riwayat trauma,
kemasukan benda asing, pemakaian lensa kontak, adanya penyakit vaskulitis atau
2. Pemeriksaan fisik
a. Visus
oleh karena adanya defek pada kornea sehingga menghalangi refleksi cahaya yang
b. Slit lamp
Seringkali iris, pupil, dan lensa sulit dinilai oleh karena adanya kekeruhan
ataupun perikornea.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Tes fluoresen
Untuk melihat adanya daerah yang defek pada kornea (warna hijau menunjukkan
daerah yang defek pada kornea, sedangkan warna biru menunjukkan daerah yang
intak).
c. Kultur
beberapa kasus.
3.7 Penatalaksanaan
Ulkus kornea adalah keadaan darurat yang harus segera ditangani oleh
spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea (Kunwar,
2013).
2. Penatalaksanaan medikamentosa:
yang tepat dan cepat sesuai dengan kultur serta hasil uji sensitivitas
diberikan berupa:
A. Antibiotik
luas diberikan dapat berupa salep, tetes atau injeksi subkonjungtiva. Pada
20
B. Anti jamur
dibagi:
Imidazol.
antibiotik.
C. Anti Viral
lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, antibiotik spektrum luas untuk infeksi
sekunder, analgetik bila terdapat indikasi serta antiviral topika berupa salep
D. Anti acanthamoeba
21
atropin karena bekerja lama 1-2 minggu. Efek kerja sulfas atropin:
terjadi midriasis sehinggga sinekia posterior yang ada dapat terle-pas dan dapat
c. Analgetik.
bahwa pemberian nerve growth factor (NGF) secara topikal menginisiasi aksi
penyembuhan luka pada ulkus kornea yang disebabkan oleh trauma kimia, fisik
3. Penatalaksanaan bedah:
a. Flap Konjungtiva
sejak tahun 1800-an. Indikasinya adalah situasi dimana terapi medis atau bedah
22
mungkin gagal, kerusakan epitel berulang dan stroma ulserasi. Dalam situasi
tertentu, flap konjungtiva adalah pengobatan yang efektif dan definitif untuk
pengelolaan ulkus kornea persisten steril. Hal ini mungkin akibat dari denervasi
ke keratitis paparan, anestesi kornea setelah herpes zoster oftalmikus, atau ulserasi
metaherpetik berikut HSK kronis) atau kekurangan sel induk limbal. Penipisan
kornea dekat limbus dapat dikelola dengan flap konjungtiva selama kornea tidak
b. Keratoplasti
3.8 Komplikasi
2. Prolaps iris;
3. Sikatrik kornea;
4. Katarak;
5. Glaukoma sekunder.
3.9 Prognosis
tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu
mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak
ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat
dengan pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua
metode; migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan
pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil dapat
sembuh dengan cepat melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus yang besar,
perlu adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat membentuk jaringan