You are on page 1of 33

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

I. Konsep Dasar Medik


A. Lansia
1. Definisi Lansia
Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan
fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana
di ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan
reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan
kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut,
kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima
keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan
kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004).
Pengertian lansia (lanjut usia) menurut UU No. 4 Tahun 1965 adalah seseorang
yang mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan
hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000)
sedangkan menurut UU No. 12 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia (lanjut usia)
adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun (Depsos, 1999). Usia lanjut
adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena biologis.
Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir dengan kematian
(Hutapea, 2005).
Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pengertian lansia
digolongkan menjadi 4, yaitu:
a. Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun
d. Lansia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
Dari kesimpulan di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
lansia adalah seseoarang yang telah mencapai usia 55 tahun dan mengalami penurunan
kemampuan secara biologis serta mengalami beberapa perubahan dalam
kehidupannya.

4
2. Ciri-ciri Lansia
Menurut Hurlock (Hurlock, 1980: 380) terdapat beberapa ciri-ciri orang lanjut
usia,yaitu:
a. Usia lanjut merupakan periode kemunduran
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
psikologis. Kemunduran dapat berdampak pada psikologis lansia. Motivasi
memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia. Kemunduran pada
lansia semakin cepat apabila memiliki motivasi yang rendah, sebaliknya jika
memiliki motivasi yang kuat maka kemunduran itu akan lama terjadi.
b. Orang lanjut usia memiliki status kelompok minoritas
Lansia memiliki status kelompok minoritas karena sebagai akibat dari sikap
sosial yang tidak menyenangkan terhadap orang lanjut usia dan diperkuat oleh
pendapat-pendapat klise yang jelek terhadap lansia. Pendapat-pendapat klise itu
seperti: lansia lebih senang mempertahankan pendapatnya dari pada mendengarkan
pendapat orang lain.
c. Menua membutuhkan perubahan peran
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami
kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan
atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap orang lanjut usia membuat lansia cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk. Lansia lebih memperlihatkan bentuk
perilaku yang buruk. Karena perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri
lansia menjadi buruk.
3. Teori Proses Menua
a. Teori biologis
1) Teori genetic clock
Teori ini merupakan teori intrinsic yang menjelaskan bahwa di dalam tubuh
terdapat jam biologis yang mengatur gen dan menentukan proses penuaan. Teori
ini menyatakan bahwa menua itu telah terprogram secara genetic untuk spesies
tertentu. Setiap spesies di dalam inti selnya memiliki suatu jam genetik/jam
biologis sendiri dan setiap spesies mempunyai batas usia yang berbeda-beda
yang telah diputar menurut replikasi tertentu sehingga bila jenis ini berhenti
berputar, ia akan mati.

5
2) Teori mutasi somatik
Menurut teori ini, penuaan terjadi karena adanya mutasi somatik akibat
pengaruh lingkungan yang buruk. Terjadi kesalahan dalam proses transkripsi
DNA atau RNA dan dalam proses translasi RNA protein/enzim. Kesalahan ini
terjadi terus menerus sehingga akhirnya akan terjadi penurunan fungsi organ
atau perubahan sel menjadi kanker atau penyakit. Setiap sel pada saatnya akan
mengalami mutasi, sebagai contoh yang khas adalah mutasi sel kelamin
sehingga terjadi penurunan kemampuan fungsional sel (Suhana, 1994;
Constantinides, 1994).
b. Teori nongenetik
1) Teori penurunan sistem imun tubuh (auto-immune theory).
Mutasi yang berulang dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan
sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri. Jika mutasi yang merusak
membran sel, akan menyebabkan sistem imun tidak mengenalinya sehingga
merusaknya. Hal inilah yang mendasari peningkatan penyakit auto-imun pada
lanjut usia (Goldstein, 1989). Dalam proses metabolisme tubuh, diproduksi
suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat
tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit. Sebagai contoh,
tambahan kelenjar timus yang pada usia dewasa berinvolusi dan sejak itu terjadi
kelainan auto-imun.
2) Teori kerusakan akibat radikal bebas (free radical theory)
Teori radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas dan di dalam tubuh
karena adanya proses metabolisme atau proses pernapasan di dalam
mitokondria. Radikal bebas merupakan suatu atom atau molekul yang tidak
stabil karena mempunyai electron yang tidak berpasangan sehingga sangat
reaktif mengikat atom atau molekul lain yang menimbulkan berbagai kerusakan
atau perubahan dalam tubuh. Tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom)
mengakibatkan oksidasi oksigen bahan organik, misalnya karbohidrat dan
protein. Radikal bebas ini menyebabkan sel tidak dapat beregenerasi (Halliwel,
1994). Radikal bebas dianggap sebagai penyebab penting terjadinya kerusakan
fungsi sel. Radikal bebas yang terdapat di lingkungan seperti asap kendaraan
bermotor, asap rokok, zat pengawet makanan, radiasi, sinar ultraviolet yang
mengakibatkan terjadinya perubahan pigmen dan kolagen pada proses menua.

6
3) Teori menua akibat metabolisme
Telah dibuktikan dalam berbagai percobaan hewan, bahwa pengurangan
asupan kalori ternyata bisa menghambat pertumbuhan dan memperpanjang
umur, sedangkan perubahan asupan kalori yang menyebabkan kegemukan dapat
memperpendek umur (Bahri dan Alem, 1989; Boedhi Darmojo, 1999).
4) Teori rantai silang (cross link theory)
Teori ini menjelaskan bahwa menua disebabkan oleh lemak, protein,
karbohidrat, dan asam nukleat (molekul kolagen) bereaksi dengan zat kimia dan
radiasi, mengubah fungsi jaringan yang menyebabkan perubahan pada
membrane plasma, yang mengakibatkan terjadinya jaringan yang kaku, kurang
elastis, dan hilangnya fungsi pada proses menua.
5) Teori Fisiologis
Teori ini merupakan teori intrinsik dan ekstrinsik. Terdiri atas teori
oksidasi stress, dan teori dipakai-aus (wear and tear theory). Di sini terjadi
kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel tubuh lelah dipakai (regenerasi
jaringan tidak dapat mempertahankan kstabilan lingkungan eksternal).
4. Perubahan Biologis pada Lansia
Banyak kemampuan berkurang pada saat orang bertambah tua. Dari ujung
rambut sampai ujung kaki mengalami perubahan dengan makin bertambahnya umur.
Menurut Nugroho (2000) perubahan fisik yang terjadi pada lansia adalah sebagai
berikut:
a. Sel
 Jumlah sel menurun/menjadi sedikit.
 Ukuran sel lebih besar.
 Berkurangnya cairan tubuh dan cairan intra seluler.
 Menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, dan hati.
 Jumlah sel otak menurun.
 Terganggunya mekanisme perbaikan sel.
 Otak menjadi atrofi, beratnya berkurang 5-10%.
 Lekukan otak akan menjadi lebih dangkal dan melebar.
b. Sistem Respirasi
 Otot pernafasan mengalami kelemahan akibat atrofi, kehilangan kekuatan, dan
menjadi kaku.

7
 Aktivitas silia menurun.
 Paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih
berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun dengan kedalaman bernafas
menurun.
 Ukuran alveoli melebar (membesar secara progresif) dan jumlah berkurang.
 Berkurangnya elastisitas bronkus.
 Oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg.
 Karbondioksida pada arteri tidak berganti. Pertukaran gas terganggu.
 Refleks dan kemampuan untuk batuk berkurang.
 Sensitivitas terhadap hipoksia dan hiperkarbia menurun.
 Sering terjadi emfisema senilis.
 Kemampuan pegas dinding dada dan kekuatan otot pernafasan menurun seiring
pertambahan usia.
c. Sistem Kardiovaskuler
 Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
 Elastisitas dinding aorta menurun.
 Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan kontraksi dan volume menurun
(frekuensi denyut jantung maksimal= 200-umur).
 Curah jantung menurun.
 Kehilangan sensitivitas dan elastisitas pembuluh darah, efektivitas pembuluh
darah perifer untuk oksigenasi berkurang, perubahan posisi dari tidur ke duduk
(duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65mmHg
(mengakibatkan pusing mendadak).
 Kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi dehidrasi dan perdarahan.
 Tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi dari pembuluh darah
perifer, sistol normal ±170 mmHg, diastol normal ± 95 mmHg.
d. Sistem Persarafan
 Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun.
 Berat otak menurun 10-20% (sel saraf otak setiap orang berkurang setiap
harinya).

8
 Mengecilnya saraf panca indra sehingga mengakibatkan berkurangnya respon
penglihatan dan pendengaran, mengecilnya saraf penciuman dan perasa, lebih
sensitif terhadap suhu, ketahanan tubuh terhadap dingin rendah.
 Kurang sensitif terhadap sentuhan.
 Defisit memori.
e. Sistem Pencernaan
 Kehilangan gigi, penyebab utama periodontal disease yang biasa terjadi setelah
umur 30 tahun. Penyebab lain meliputi kesehatan gigi dan gizi yang buruk.
 Indra pengecap menurun, adanya iritasi selaput lendir yang kronis, atrofi indra
pengecap (±80%), hilangnya sensitivitas saraf pengecap di lidah, terutama rasa
manis dan asin, hilangnya sensitivitas saraf pengecap terhadap rasa asin, asam,
dan pahit.
 Esofagus melebar.
 Rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun), asam lambung menurun,
motilitas dan waktu pengosongan lambung menurun.
 Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
 Fungsi absorbsi melemah (daya absorbsi terganggu, terutama karbohidrat).
 Hati semakin mengecil dan tempat penyimpanan menurun, aliran darah
berkurang.
f. Sistem Genitourinaria
 Ginjal merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh, melalui
urine darah yang masuk ke ginjal, disaring oleh satuan (unit) terkecil dari ginjal
yang disebut nefron (tepatnya di gromerulus). Mengecilnya nefron akibat atrofi,
aliran darah ke ginjal menurun sampai 50% sehingga fungsi tubulus berkurang.
Akibatnya, kemampuan mengonsentrasi urine menurun, berat jenis urine
menurun, proteinuria (biasanya +1), BUN (blood urea nitrogen) meningkat
sampai 21 mg%, nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat.
Keseimbangan elektrolit dan asam lebih mudah terganggu bila dibandingkan
dengan usia muda. Renal plasma flow (RPF) dan glomerular filtration rate
(GFR) atau klirens kreatinin menurun secara linier sejak usia 30 tahun. Jumlah
darah yang difiltrasi oleh ginjal berkurang.

9
 Vesika urinaria. Otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau
menyebabkan frekuensi buang air kecil meningkat. Pada pria lanjut usia, vesika
urinaria sulit dikosongkan sehingga mengakibatkan retensi urine meningkat.
 Pembesaran prostat. Kurang lebih 75% dialami oleh pria usia di atas 65 tahun.
g. Sistem Muskuloskeletal
 Tulang kehilangan densitas (cairan) dan semakin rapuh.
 Gangguan tulang, yakni mudah mengalami demineralisasi.
 Kekuatan dan stabilitas tulang menurun, terutama vertebrata, pergelangan, dan
paha. Insiden osteoporosis dan fraktur meningkat pada area tulang tersebut.
 Kartilago yang meliputi permukaan sendi tulang penyangga rusak dan aus.
 Kifosis.
 Gerakan pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas.
 Gangguan gaya berjalan.
 Kekakuan jaringan penghubung.
 Diskus intervertebralis menipis dan menjadi pendek (tingginya berkurang).
 Persensian membesar dan menjadi kaku.
 Tendon mengerut dan mengalami sklerosis.
 Atrofi serabut otot, serabut otot mengecil sehingga gerakan menjadi lamban,
otot kram, dan menjadi tremor (perubahan pada otot cukup rumit dan sulit
dipahami).
 Komposisi otot berubah sepanjang waktu (myofibril digantikan oleh lemak,
kolagen, dan jaringan parut).
 Aliran darah ke otot berkurang sejalan dengan proses menua.
 Otot polos tidak begitu berpengaruh.
h. Sistem Penglihatan
 Sfingter pupil timbul sklerosis dan respons terhadap sinar menghilang.
 Kornea lebih berbentuk sferis (bola).
 Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa), menjadi katarak, jelas menyebabkan
gangguan penglihatan.
 Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan
lebih lambat, susah melihat dalam gelap.
 Penurunan/hilangnya daya akomodasi, dengan manifestasi presbiopia,
seseorang sulit melihat dekat yang dipengaruhi berkurangnya elastisitas lensa.

10
 Lapang pandang menurun: luas pandangan berkurang.
 Daya membedakan warna menurun, terutama warna biru atau hijau pada skala.
i. Sistem Pendengaran
 Gangguan pendengaran. Hilangnya daya pendengaran pada telinga dalam,
terutama terhadap bunyi suara atau nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit
mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia di atas umur 65 tahun.
 Membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.
 Terjadi pengumpulan serumen, dapat mengeras karena meningkatnya keratin.
 Fungsi pendengaran semakin menurun pada lanjut usia yang mengalami
ketegangan/stress.
 Tinitus (bising yang bersifat mendengung, bisa bernada tinggi atau rendah, bisa
terus menerus atau intermitten).
 Vertigo (perasaan tidak stabil yang terasa seperti bergoyang atau berputar).
j. Sistem pengaturan suhu tubuh
Pada pengaturan suhu hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu thermostat yaitu
menetapkan suatu suhu tertentu. Kemunduran terjadi karena beberapa faktor yang
mempengaruhinya yang sering ditemukan antara lain:
 Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis ±350C ini akibat
metabolisme yang menurun.
 Pada kondisi ini, lanjut usia akan merasa kedinginan dan dapat pula menggigil,
pucat, dan gelisah.
 Keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak
sehingga terjadi penurunan aktivitas otot.
k. Sistem Reproduksi
Wanita
 Vagina mengalami kontraktur dan mengecil.
 Ovarium menciut, uterus mengalami atrofi.
 Atrofi payudara.
 Atrofi vulva.
 Selaput lender vagina menurun, permukaan menjadi halus, sekresi berkurang,
sifatnya menjadi alkali dan terjadi perubahan warna.
Pria

11
 Testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun ada penurunan secara
berangsur-angsur.
 Dorongan seksual menetap sampai usia di atas 70 tahun, asal kondisi
kesehatannya baik.
l. Sistem Endokrin
Kelenjar endokrin adalah kelenjar buntu dalam tubuh manusia yang memproduksi
hormon. Hormon pertumbuhan berperan sangat penting dalam pertumbuhan,
pematangan, pemeliharaan, dan metabolisme organ tubuh. Yang termasuk hormon
kelamin adalah:
 Estrogen, progesterone, dan testosterone yang memelihara alat reproduksi dan
gairah seks. Hormon ini mengalami penurunan.
 Kelenjar pankreas (yang memproduksi insulin dan sangat penting dalam
pengaturan gula darah).
 Kelenjar adrenal/anak ginjal yang memproduksi adrenalin. Kelenjar yang
berkaitan dengan hormon pria/wanita. Salah satu kelenjar endokrin dalam tubuh
yang mengatur agar arus darah ke organ tertentu berjalan dengan baik, dengan
jalan mengatur vasokontriksi pembuluh darah. Kegiatan kelenjar adrenal ini
berkurang pada lanjut usia.
 Produksi hampir semua hormon menurun.
 Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah.
 Hipofisis: pertumbuhan hormon ada, tetapi lebih rendah dan hanya di dalam
pembuluh darah; berkurangnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH.
 Aktivitas tiroid, BMR (basal metabolic rate) dan daya pertukaran zat menurun.
 Produksi aldosteron menurun.
 Sekresi hormon kelamin, misalnya progesterone, estrogen, dan testosterone
menurun.
m. Sistem Integumen
 Kulit menjadi keriput dan mengkerut akibat kehilangan jaringan lemak.
 Permukaan kulit cenderung kusam, kasar, dan bersisik (karena kehilangan
proses keratinasi serta perubahan ukuran dan bentuk sel epidermis).
 Timbul bercak pigmentasi akibat proses melanogenesis yang tidak merata pada
permukaan kulit sehingga tampak berbintik-bintik atau noda cokelat.

12
 Terjadi perubahan pada daerah sekitar mata, tumbuhnya kerut-kerut halus di
ujung mata akibat lapisan kulit menipis.
 Respons terhadap trauma menurun.
 Mekanisme proteksi kulit menurun: produksi serum menurun, produksi vitamin
D menurun, pigmentasi kulit terganggu.
 Kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna kelabu.
 Rambut dalam hidung dan telinga menebal.
 Berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi.
 Pertumbuhan kuku lebih lambat.
 Kuku jari menjadi keras dan rapuh.
 Kuku menjadi pudar, kurang bercahaya.
 Kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk.
 Jumlah dan fungsi kelenjar keringat berkurang.
B. Definisi Demensia
Menurut Grayson (2004), menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar
penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau
kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan
memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari -hari.
Demensia merupakan keadaan ketika seseorang mengalami penurunan daya ingat dan
daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas kehidupan sehari hari (Nugroho,
2008).
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan fungsi vegetatif atau
keadaan yang terjadi. Memori, pengetahuan umum, pikiran abstrak, penilaian, dan
interpretasi atas komunikasi tertulis dan lisan dapat terganggu. (Elizabeth J. Corwin,
2009).
Demensia adalah penurunan fungsi intelektual yang menyebabkan hilangnya
independensi sosial. (William F. Ganong, 2010).
Berdasarkan beberapa pernyataan di atas makan dapat disimpulkan bahwa
dimensia merupakan suatu sindrom klinis berupa kumpulan gejala atau kondisi tertentu
meliputi hilangnya fungsi intelektual dan memori sehingga menyebabkan terjadinya
perubahan kepribadian dan tingkah laku.

13
C. Anatomi Fisiologi
Otak mengendalikan semua fungsi tubuh. Otak merupakan pusat dari keseluruhan
tubuh. Jika otak sehat, maka akan mendorong kesehatan tubuh serta menunjang
kesehatan mental. Sebaliknya, apabila otak terganggu, maka kesehatan tubuh dan mental
bisa ikut terganggu.
Seandainya jantung atau paru-paru berhenti bekerja selama beberapa menit,
manusia masih bisa bertahan hidup, namun jika otak berhenti bekerja selama satu detik
saja maka tubuh akan mati, oleh karena itu mengapa otak disebut sebagai organ yang
paling penting dari seluruh organ di tubuh manusia.
Gambar 2.1: Empat bagian otak

Seperti terlihat pada gambar di atas, otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1. Cerebrum (Otak Besar)
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan
nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum merupakan bagian otak
yang membedakan manusia dengan binatang. Cerebrum membuat manusia memiliki
kemampuan berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan
kemampuan visual. Kecerdasan intelektual atau IQ Anda juga ditentukan oleh kualitas
bagian ini.
Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut Lobus. Bagian
lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut
sulcus. Keempat Lobus tersebut masing-masing adalah: Lobus Frontal, Lobus
Parietal, Lobus Occipital dan Lobus Temporal.
a. Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari Otak Besar.
Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak,
14
kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian, kreativitas,
kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum.
b. Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor perasaan
seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
c. Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan kemampuan
pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.
d. Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan rangsangan
visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap
objek yang ditangkap oleh retina mata.
Apabila diuraikan lebih detail, setiap lobus masih bisa dibagi menjadi beberapa
area yang punya fungsi masing-masing, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.2: Area lobus otak

Selain dibagi menjadi 4 lobus, cerebrum (otak besar) juga bisa dibagi menjadi
dua belahan, yaitu belahan otak kanan dan belahan otak kiri. Kedua belahan itu
terhubung oleh kabel-kabel saraf di bagian bawahnya. Secara umum, belahan otak
kanan mengontrol sisi kiri tubuh, dan belahan otak kiri mengontrol sisi kanan tubuh.
Otak kanan terlibat dalam kreativitas dan kemampuan artistik. Sedangkan otak kiri
untuk logika dan berpikir rasional.
2. Cerebellum (Otak Kecil)
Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan
ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak,

15
diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengkontrol keseimbangan,
koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak Kecil juga menyimpan dan melaksanakan
serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil,
gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya.
Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap
dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya orang
tersebut tidak mampu memasukkan makanan ke dalam mulutnya atau tidak mampu
mengancingkan baju.
3. Brainstem (Batang Otak)
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala
bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang
belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk pernapasan,
denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan
sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat datangnya
bahaya.
Batang otak dijumpai juga pada hewan seperti kadal dan buaya. Oleh karena itu,
batang otak sering juga disebut dengan otak reptil. Otak reptil mengatur “perasaan
teritorial” sebagai insting primitif. Contohnya anda akan merasa tidak nyaman atau
terancam ketika orang yang tidak Anda kenal terlalu dekat dengan anda.
Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a. Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid Brain) adalah bagian teratas
dari batang otak yang menghubungkan Otak Besar dan Otak Kecil. Otak tengah
berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran
pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.
b. Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri badan
menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla mengontrol funsi
otomatis otak, seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
c. Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak bersama
dengan formasi reticular. Pons yang menentukan apakah kita terjaga atau tertidur.
4. Limbic System (Sistem Limbik)
Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang otak ibarat
kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah. Bagian otak ini sama
dimiliki juga oleh hewan mamalia sehingga sering disebut dengan otak mamalia.
Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala, hipocampus dan

16
korteks limbik. Sistem limbik berfungsi menghasilkan perasaan, mengatur produksi
hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa
senang, metabolisme dan juga memori jangka panjang.
Gambar 2.3: Sistem limbik

Bagian terpenting dari Limbik Sistem adalah Hipotalamus yang salah satu
fungsinya adalah bagian memutuskan mana yang perlu mendapat perhatian dan mana
yang tidak. Misalnya Anda lebih memperhatikan anak Anda sendiri dibanding dengan
anak orang yang tidak Anda kenal. Mengapa? Karena Anda punya hubungan
emosional yang kuat dengan anak Anda. Begitu juga, ketika Anda membenci
seseorang, Anda malah sering memperhatikan atau mengingatkan. Hal ini terjadi
karena Anda punya hubungan emosional dengan orang yang Anda benci.
Sistem limbik menyimpan banyak informasi yang tak tersentuh oleh indera.
Dialah yang lazim disebut sebagai otak emosi atau tempat bersemayamnya rasa cinta
dan kejujuran. Carl Gustav Jung menyebutnya sebagai "Alam Bawah Sadar" atau
ketidaksadaran kolektif, yang diwujudkan dalam perilaku baik seperti menolong
orang dan perilaku tulus lainnya.
Perbedaan dua fungsi otak sebelah kiri dan kanan akan membentuk sifat,
karakteristik dan kemampuan yang berbeda pada seseorang. Perbedaan teori fungsi otak
kiri dan otak kanan ini telah populer sejak tahun 1960an, dari hasil penelitian Roger
Sperry.

17
Gambar 2.4 : Ilustrasi perbedaan otak kanan dan kiri

Otak besar atau cerebrum yang merupakan bagian terbesar dari otak manusia
adalah bagian yang memproses semua kegiatan intelektual, seperti kemampuan berpikir,
menalarkan, mengingat, membayangkan, serta merencanakan masa depan.
Otak besar dibagi menjadi belahan kiri dan belahan kanan, atau yang lebih dikenal
dengan Otak Kiri dan Otak Kanan. Masing-masing belahan mempunyai fungsi yang
berbeda. Otak kiri berfungsi dalam hal-hal yang berhubungan dengan logika, rasio,
kemampuan menulis dan membaca, serta merupakan pusat matematika. Beberapa pakar
menyebutkan bahwa otak kiri merupakan pusat Intelligence Quotient (IQ).
Sementara itu otak kanan berfungsi dalam perkembangan Emotional Quotient
(EQ). Misalnya sosialisasi, komunikasi, interaksi dengan manusia lain serta
pengendalian emosi. Pada otak kanan ini pula terletak kemampuan intuitif, kemampuan
merasakan, memadukan, dan ekspresi tubuh, seperti menyanyi, menari, melukis dan
segala jenis kegiatan kreatif lainnya.
D. Etiologi
Penyebab utama dari penyakit demensia adalah penyakit alzheimer, yang
penyebabnya sendiri belum diketahui secara pasti, namun diduga penyakit Alzheimer
disebabkan karena adanya kelainan faktor genetik atau adanya kelainan gen tertentu.

18
Pada penyakit alzheimer, beberapa bagian otak mengalami kemunduran, sehingga terjadi
kerusakan sel dan berkurangnya respon terhadap bahan kimia yang menyalurkan sinyal
di dalam otak. Di dalam otak ditemukan jaringan abnormal (disebut plak senilis dan
serabut saraf yang semrawut) dan protein abnormal, yang bisa terlihat pada otopsi.
Penyebab kedua dari Demensia yaitu, serangan stroke yang berturut-turut. Stroke
tunggal yang ukurannya kecil dan menyebabkan kelemahan yang ringan atau kelemahan
yang timbul secara perlahan. Stroke kecil ini secara bertahap menyebabkan kerusakan
jaringan otak, daerah otak yang mengalami kerusakan akibat tersumbatnya aliran darah
yang disebut dengan infark. Demensia yang disebabkan oleh stroke kecil disebut
demensia multi-infark. Sebagian penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau
kencing manis, yang keduanya menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak.
Penyebab demensia menurut Nugroho (2008) dapat digolongkan menjadi 3
golongan besar :
1. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal kelainan
yaitu : terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada sistem enzim, atau
pada metabolisme.
2. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat diobati,
penyebab utama dalam golongan ini diantaranya :
a. Penyakit degenerasi spino-serebelar
b. Subakut leuko-ensefalitis sklerotik van Bogaert
c. Khorea Huntington.
3. Sindoma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam golongan ini
diantaranya :
a. Penyakit cerebro kardiovaskuler
b. Penyakit- penyakit metabolik
c. Gangguan nutrisi
d. Akibat intoksikasi menahun
Menurut Boedhi-Darmojo, 2009, penyebab demensia yang reversibel sangat
penting untuk diketahui, karena dengan pengobatan yang baik penderita dapat kembali
menjalankan hidup sehari-hari yang normal. Keadaan yang secara potensial reversibel
atau bisa dihentikan yaitu :
1. Intoksikasi (Obat, termasuk alkohol dan lain-lain).
2. Infeksi susunan saraf pusat.

19
3. Gangguan metabolik :
a. Endokrinopati (penyakit Addison, sindroma Cushing, Hiperinsulinisme,
Hipotiroid, Hipopituitari, Hipoparatiroid, Hiperparatiroid)
b. Hepar, gagal ginjal, dialisis, gagal nafas, hipoksia, uremia kronis, gangguan
keseimbangan elektrolit kronis, hipo dan hiperkalsemia, hipo dan hipernatremia,
hiperkalemia
c. Remote efek dari kanker atau limfoma
4. Gangguan nutrisi :
a. Kekurangan vitamin B12 (anemia pernisiosa)
b. Kekurangan Niasin (pellagra)
c. Kekurangan Thiamine (sindroma Wernicke-Korsakoff)
d. Intoksikasi vitamin A, vitamin D, Penyakit Paget
5. Gangguan vaskuler
a. Demensia multi infark
b. Sumbatan arteri carotis
c. Stroke
d. Hipertensi
e. Arthritis Kranial
E. Manifestasi Klinis
Pada awal perjalanan penyakit, pasien mengalami pegal-pegal, cenderung
mengalami kegagalan dalam melakukan tugas tertentu yang kompleks dan memerlukan
pemecahan masalah. Beberapa hal yang sering ditemui pada demensia adalah :
1. Kemunduran intelektual yang disertai dengan gangguan :
a. Memori (daya ingat)
b. Orientasi : Gangguan orientasi orang, tempat dan waktu tetapi kesadarannya tidak
mengalami gangguan
c. Bahasa : Aphasia, stereotipik, sirkumstansial, gangguan penamaan objek
d. Daya pikir dan daya nilai : Daya pikir lebih lambat, aliran ide dan konsentrasi
berkurang, sudut pandang yang jelek dan kurang, pikiran paranoid, delusi, dll
e. Kapasitas belajar komprehensif : Gangguan otak dalam memproses informasi yang
masuk.
f. Kemampuan dalam perhitungan

20
2. Perubahan emosional
Emosi sering gampang terstimulasi serta tidak dapat mengontrol tawa dan
tangis.
3. Kemunduran kepribadian:
a. Sering egois
b. Kurang bisa mengerti perasaan orang lain, kurang perhatian, introvert
c. Kemunduran kebiasaan pribadi, makan, toilet, kebersihan, dll.
F. Klasifikasi
Demensia dapat dibagi dalam 3 tipe yaitu :
1. Demensia Kortikal dan Sub Kortikal
a. Demensia Kortikal
Merupakan demensia yang muncul dari kelainan yang terjadi pada korteks
serebri substansia grisea yang berperan penting terhadap proses kognitif seperti
daya ingat dan bahasa. Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan demensia
kortikal adalah Penyakit Alzheimer, Penyakit Vaskular, Penyakit Lewy Bodies,
sindroma Korsakoff, ensefalopati Wernicke, Penyakit Pick, Penyakit Creutzfelt-
Jakob.
b. Demensia Subkortikal
Merupakan demensia yang termasuk non-Alzheimer, muncul dari kelainan
yang terjadi pada korteks serebri substansia alba. Biasanya tidak didapatkan
gangguan daya ingat dan bahasa. Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan
demensia kortikal adalah penyakit Huntington, hipotiroid, Parkinson, kekurangan
vitamin B1, B12, Folate, sifilis, hematoma subdural, hiperkalsemia, hipoglikemia,
penyakit Coeliac, AIDS, gagal hepar, ginjal, nafas, dll.
2. Demensia Reversibel dan Non reversibel
a. Demensia Reversibel
Merupakan demensia dengan faktor penyebab yang dapat diobati. Yang
termasuk faktor penyebab yang dapat bersifat reversibel adalah keadaan/penyakit
yang muncul dari proses inflamasi (ensefalopati SLE, sifilis), atau dari proses
keracunan (intoksikasi alkohol, bahan kimia lainnya), gangguan metabolik dan
nutrisi (hipo atau hipertiroid, defisiensi vitamin B1, B12, dll).
b. Demensia Non Reversibel
Merupakan demensia dengan faktor penyebab yang tidak dapat diobati dan
bersifat kronik progresif. Beberapa penyakit dasar yang dapat menimbulkan

21
demensia ini adalah penyakit Alzheimer, Parkinson, Huntington, Pick, Creutzfelt-
Jakob, serta vaskular.
3. Demensia Pre Senilis dan Senilis
a. Demensia Pre Senilis
Merupakan demensia yang dapat terjadi pada golongan umur lebih muda
(onset dini) yaitu umur 40-50 tahun dan dapat disebabkan oleh berbagai kondisi
medis yang dapat mempengaruhi fungsi jaringan otak (penyakit degeneratif pada
sistem saraf pusat, penyebab intra kranial, penyebab vaskular, gangguan metabolik
dan endokrin, gangguan nutrisi, penyebab trauma, infeksi dan kondisi lain yang
berhubungan, penyebab toksik (keracunan), anoksia).
b. Demensia Senilis
Merupakan demensia yang muncul setelah umur 65 tahun. Biasanya terjadi
akibat perubahan dan degenerasi jaringan otak yang diikuti dengan adanya
gambaran deteriorasi mental.
Demensia berdasakan penyebab yang mendasari :
1. Demensia pada Penyakit Alzheimer
Merupakan penyebab demensia yang paling sering ditemukan pada sekitar 50
% kasus demensia. Penyakit Alzheimer merupakan penyakit degeneratif primer pada
otak tanpa penyebab yang pasti. Dapat terjadi pada umur kurang dari 65 tahun (onset
dini) dengan perkembangan gejala yang cepat dan progresif, atau pada umur di atas
65 tahun (onset lambat) dengan perjalanan penyakit yang lebih lambat. Pada penyakit
ini terjadi deposit protein abnormal yang menyebabkan kerusakan sel otak dan
penurunan jumlah neuron hippokampus yang mengatur fungsi daya ingat dan mental.
Kadar neurotransmiter juga ditemukan lebih rendah dari normal.
Gejala yang ditemukan pada penyakit Alzheimer adalah 4A yaitu:
a. Amnesia : Ketidakmampuan untuk belajar dan mengingat kembali informasi baru
yang didapat sebelumnya.
b. Agnosia : Gagal mengenali atau mengidentifikasi objek walaupun fungsi
sensorisnya masih baik.
c. Aphasia : Gangguan berbahasa yaitu gangguan dalam mengerti dan mengutarakan
kata – kata yang akan diucapkan.
d. Apraxia : Ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas motorik walaupun fungsi
motorik masih baik (contohnya mampu memegang gagang pintu tapi tak tahu apa
yang harus dilakukannya).

22
2. Demensia Vaskular
Merupakan penyebab kedua demensia yang terjadi pada hampir 40 % kasus.
Demensia ini berhubungan dengan penyakit serebro dan kardiovaskuler seperti
hipertensi, kolesterol tinggi, penyakit jantung, diabetes, dll. Biasanya terdapat riwayat
TIA sebelumnya dengan perubahan kesadaran. Demensia ini terjadi pada umur 50-60
tahun tetapi lebih sering pada umur 60-70 tahun. Gambaran klinis dapat berupa
gangguan fungsi kognitif, gangguan daya ingat, defisit intelektual, adanya tanda
gangguan neurologis fokal, aphasia, disarthria, disphagia, sakit kepala, pusing,
kelemahan, perubahan kepribadian, tetapi daya tilik diri dan daya nilai masih baik.
3. Demensia pada penyakit lain
Adalah demensia yang terjadi akibat penyakit lain selain Alzheimer dan
vaskuler yaitu :
a. Demensia pada penyakit Pick
b. Demensia pada penyakit Huntington
c. Demensia pada penyakit Creutzfelt-Jakob
d. Demensia pada penyakit Parkinson
e. Demensia pada penyakit HIV-AIDS
f. Demensia pada alkoholisme.
G. Patofisiologi
Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang dijumpai pada
penyakit demensia. Serabut neuron yang kusut (masa kusut neuron yang tidak berfungsi)
dan plak senile atau neuritis (deposit pritein beta-amiloid, bagian dari suatu protein besar,
protein precusor amiloid (APP)). Kerusakan neuron tersebut terjadi secara primer pada
korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak. Perubahan serupa juga
dijumpai pada tonjolan kecil jaringan otak normal lansia. Sel utama yang terkena
penyakit ini adalah menggunakan neurotransmitter asetilkolin. Secara biokomia,
produksi asetilkolion yang mempengaruhi aktivitas menurun. Asetilkolin terutama
terlibat dalam proses ingatan.
Kerusakan serebri terjadi bila pasokan darah keotak terganggu. Infark, kematian
jaringan otak, terjadi dengan kecepatan yang luar biasa. Infark serebri kecil-kecil
multiple-infark. Pusing, sakit kepala dan penurunan kekuatan fisik dan mental adalah
tanda-tanda awal penyakit. Pada lebih dari setengah kasus, penyakit ini muncul sebagai
kebingungan yang mendadak. Kemudian diikuuti kehilangan ingatan yang mendadak.

23
Kemudian diikuti kehilangan ingatan bertahap. Pasien bisa mengalami halusinasi dan
menunjukkan tanda-tanda delirium, bisa terjadi gangguan bicara.
H. Komplikasi
1. Peningkatan risiko infeksi di seluruh bagian tubuh :
a. Ulkus Dekubitus
b. Infeksi saluran kencing
c. Pneumonia
2. Thromboemboli, infark miokardium.
3. Kejang
4. Kontraktur sendi
5. Kehilangan kemampuan untuk merawat diri
6. Malnutrisi dan dehidrasi akibat nafsu makan kurang dan kesulitan menggunakan
peralatan
7. Kehilangan kemampuan berinteraksi
8. Harapan hidup berkurang
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Portabel Demensia
Untuk keperluan penapisan, pemeriksaan psikometrik sederhana misalnya
dengan menggunakan pemeriksaan mini status mental (Mini mental State
Examination/MMSE) akan membantu menentukan gangguan kognitif yang harus
ditindaklanjuti dengan pemeriksaan lain.
2. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis demensia ditegakkan berdasarkan penilaian menyeluruh, dengan
memperhatikan usia penderita, riwayat keluarga, awal dan perkembangan gejala serta
adanya penyakit lain (misalnya tekanan darah tinggi atau kencing manis). Dilakukan
pemeriksaan kimia darah standar. Pemeriksaan CT scan dan MRI dimaksudkan untuk
menentukan adanya tumor, hidrosefalus atau stroke. Jika pada seorang lanjut usia
terjadi kemunduran ingatan yang terjadi secara bertahap, maka diduga penyebabnya
adalah penyakit Alzheimer. Diagnosis penyakit Alzheimer terbukti hanya jika
dilakukan otopsi terhadap otak, yang menunjukkan banyaknya sel saraf yang hilang.
Sel yang tersisa tampak semrawut dan di seluruh jaringan otak tersebar plak yang
terdiri dari amiloid (sejenis protein abnormal). Metode diagnostik yang digunakan
untuk mendiagnosis penyakit ini adalah pemeriksaan pungsi lumbal dan PET
(positron emission tomography), yang merupakan pemerisaan skening otak khusus.

24
J. Penatalaksanaan
Walaupun penyembuhan total pada berbagai bentuk demensia biasanya tidak
mungkin, dengan penatalaksaan yang optimal dapat dicapai perbaikan hidup sehari-hari
dari penderita. Prinsip utama penatalaksanaan penderita demensia adalah sebagai
berikut:
1. Optimalkan fungsi dari penderita
a. Obati penyakit yang mendasarinya (hipertensi, penyakit parkinson)
b. Hindari pemakaian obat yang memberikan efek samping pada SSP
c. Akses keadaan lingkungan, kalau perlu buat perubahan
d. Upayakan aktivitas mental dan fisik
e. Hindari situasi yang menekan kemampuan mental, gunakan alat bantu memori bila
memungkinkan
f. Persiapkan penderita bila akan berpindah tempat
g. Tekankan perbaikan gizi
2. Kenali dan obati komplikasi
a. Mengembara dan berbagai perilaku merusak
b. Gangguan perilaku lain
c. Depresi
d. Agitasi atau agresivitas
e. Inkontinensia
3. Upayakan perawatan berkesinambungan
a. Re-akses keadaan kognitif dan fisik
b. Pengobatan gangguan medik
4. Upayakan informasi medis bagi penderita dan keluarganya
a. Berbagai hal tentang penyakitnya
b. Kemungkinan gangguan/kelainan yang bisa terjadi
c. Prognosis
5. Upayakan informasi pelayanan sosial yang ada pada penderita dan keluarganya
a. Berbagai pelayanan kesehatan masyarakat
b. Nasihat hukum dan/keuangan
6. Upayakan nasihat keluarga untuk :
a. Pengenalan dan cara atasi konflik keluarga
b. Penanganan rasa marah atau rasa bersalah
c. Pengambilan keputusan

25
d. Kepentingan-kepentingan hukum/masalah etik
7. Peran keluarga
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan lansia penderita
demensia yang tinggal di rumah. Hidup bersama dengan penderita demensia bukan
hal yang mudah, tapi perlu kesiapan khusus baik secara mental maupun lingkungan
sekitar. Pada tahap awal demensia penderita dapat secara aktif dilibatkan dalam proses
perawatan dirinya. Membuat catatan kegiatan sehari-hari dan minum obat secara
teratur. Ini sangat membantu dalam menekan laju kemunduran kognitif yang akan
dialami penderita demensia.
Keluarga tidak berarti harus membantu semua kebutuhan harian lansia,
sehingga lansia cenderung diam dan bergantung pada lingkungan. Seluruh anggota
keluargapun diharapkan aktif dalam membantu lansia agar dapat seoptimal mungkin
melakukan aktifitas sehari-harinya secara mandiri dengan aman. Melakukan aktivitas
sehari-hari secara rutin sebagaimana pada umumnya lansia tanpa demensia dapat
mengurangi depresi yang dialami lansia penderita demensia.Merawat penderita
dengan demensia memang penuh dengan dilema, walaupun setiap hari selama hampir
24 jam mengurus mereka, mungkin mereka tidak akan pernah mengenal dan
mengingat siapa kita, bahkan tidak ada ucapan terima kasih setelah apa yang kita
lakukan untuk mereka.
Kesabaran adalah sebuah tuntutan dalam merawat anggota keluarga yang
menderita demensia. Tanamkanlah dalam hati bahwa penderita demensia tidak
mengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Merekapun berusaha dengan keras untuk
melawan gejala yang muncul akibat demensia.
Saling menguatkan sesama anggota keluarga dan selalu meluangkan waktu
untuk diri sendiri beristirahat dan bersosialisasi dengan teman-teman lain dapat
menghindarkan stress yang dapat dialami oleh anggota keluarga yang merawat lansia
dengan demensia.
Pada suatu waktu lansia dengan demensia dapat terbangun dari tidur malamnya
dan panik karena tidak mengetahui berada di mana, berteriak-teriak dan sulit untuk
ditenangkan. Untuk mangatasi hal ini keluarga perlu membuat lansia rileks dan aman.
Yakinkan bahwa mereka berada di tempat yang aman dan bersama dengan orang-
orang yang menyayanginya. Duduklah bersama dalam jarak yang dekat, genggam
tangan lansia, tunjukkan sikap dewasa dan menenangkan. Berikan minuman hangat
untuk menenangkan dan bantu lansia untuk tidur kembali.

26
Lansia dengan demensia melakukan sesuatu yang kadang mereka sendiri tidak
memahaminya. Tindakan tersebut dapat saja membahayakan dirinya sendiri maupun
orang lain. Mereka dapat saja menyalakan kompor dan meninggalkannya begitu saja.
Mereka juga merasa mampu mengemudikan kendaraan dan tersesat atau mungkin
mengalami kecelakaan. Memakai pakaian yang tidak sesuai kondisi atau
menggunakan pakaian berlapis-lapis pada suhu yang panas.
Seperti layaknya anak kecil terkadang lansia dengan demensia bertanya sesuatu
yang sama berulang kali walaupun sudah kita jawab, tapi terus saja pertanyaan yang
sama disampaikan. Menciptakan lingkungan yang aman seperti tidak menaruh benda
tajam sembarang tempat, menaruh kunci kendaraan ditempat yang tidak diketahui
oleh lansia, memberikan pengaman tambahan pada pintu dan jendela untuk
menghindari lansia kabur adalah hal yang dapat dilakukan keluarga yang merawat
lansia dengan demensia di rumahnya. (Kusumawati, 2007).
II. Konsep Dasar Keperawatan
A. Pengkajian
1. Pengkajian umum
Secara umum untuk melakukan pengkajian pasien lansia dengan demensia, kita
dapat menggunakan tehnik mengobservasi prilaku pasien dan wawancara langsung
kepada pasien dan keluarganya. Observasi yang kita lakukan terutama untuk mengkaji
data objective demensia. Ketika mengobservasi prilaku pasien untuk tanda-tanda
seperti :
a. Kurang konsentrasi
b. Kurang kebersihan diri
c. Rentan terhadap kecelakaan: jatuh
d. Tidak mengenal waktu, tempat dan orang
e. Tremor
f. Kurang kordinasi gerak
g. Aktiftas terbatas
h. Sering mengulang kata-kata.
Berikut ini adalah aspek psikososial yang perlu dikaji oleh perawat :
a. Apakah lansia mengalami kebingungan
b. Kecemasan
c. Menunjukkan afek yang labil
d. Datar atau tidak sesuai

27
e. Bila data tersebut peroleh, data subjective didapatkan melalui wawancara.
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan tanda dan gejala yang ditemukan pada saat pengkajian, maka
ditetapkan diagnosa keperawatan :
1. Sindrom stress relokasi berhubungan dengan perasaan tidak berdaya, gangguan status
kesehatan psikososial, tidak ada persiapan untuk masuk rumah sakit, perubahan dalam
aktivitas kehidupan sehari-hari, kurangnya sistem dukungan yang adekuat.
2. Perubahan proses pikir berhubungan dengan : perubahan fisiologis, kehilangan
memori/ingatan, gangguan tidur, konflik psikologis, gangguan penilaian.
3. Perubahan persepsi-sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi dan/
atau integrasi sensori (penyakit neurologi, tidak mampu berkomunikasi, gangguan
tidur, nyeri), stress psikologi ( penyempitan pandangan perceptual disebabkan
kecemasan), pembatasan lingkungan secara terapeutik (isolasi, perawatan intensif,
tirah baring), pembatasan lingkungan social (institusional, panti jompo), stigma
(gangguan jiwa, keterbelakangan mental), angguan kimiawi (endogen, eksogen).
4. Resiko terhadap cidera berhubungan dengan: kurangnya pendidikan tentang
keamanan, riwayat trauma terdahulu, kurangnya penglihatan, ketidakmampuan
mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan, disorientasi, bingung, ganguan dalam
pengambilan keputusan, kesulitan keseimbangan, kelemahan, otot tidak terkoordinasi,
aktifitas kejang
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan
Keperawatan Hasil
1 Sindrom stress Setelah dilakukan  Jalin hubungan saling
relokasi berhubungan tindakan keperawatan mendukung dengan
dengan perasaan selama 3x4 jam pasien
tidak berdaya, diharapkan sindrom  Orientasikan pada
gangguan status stress relokasi dapat lingkungan dan rutinitas
kesehatan diatasi dengan kriteria baru
psikososial, tidak ada hasil :  Kaji tingkat stresor
persiapan untuk  Mengidentifikasi (seperti penyusaian diri,
masuk rumah sakit, perubahan krisis perkembangan,
perubahan dalam  Mampu beradaptasi peran keluarga, akibat
aktivitas kehidupan pada perubahan perubahan status
sehari-hari, lingkungan dan kesehatan)
kurangnya sistem aktivitas kehidupan  Tempatkan pada ruangan
dukungan yang sehari-hari pribadi jika mungkin dan
adekuat bergabung dengan orang

28
 Mempertahankan terdekat dalam aktivitas
rasa berharga pada perawatan, waktu makan
diri dan identitas dsb
pribadi yang positif.  Tentukan jadwal
 Membuat pernyataan aktivitas yang wajar dan
positif tentang masukan dalam kegiatan
lingkungan yang rutin
baru  Identifikasi kekuatan
 Memperlihatkan klien yang dimiliki
penerimaan terhadap sebelumnya
perubahan  Berikan penjelasan dan
lingkungan dan informasi yang
penyesuaian menyhenangkan
kehidupan mengenai
 Mampu kegiatan/pristiwa
menunjukkan rentang  Catat tingkah laku,
perasaan yang munculnya perasaan
sesuai/tidak cemas curiga/paranoid, mudah
 Tidak menyimpan tersinggung dan defensif
pengalaman  Pertahankan keadaan
menyakitkan tenang , tempatkan
 Menggunakan dalam lingkungan yang
bantuan dari sumber memberikan kesempatan
yang tepat selama untuk beristirahat
waktu pengaturan  Atasi tingkah laku
pada lingkungan agresif dengan
baru. pendekatan yang tenang
 Gunakan sentuhan jika
tidak mengalami
paranoid/sedang
mengalami agitasi sesaat
 Rujuk kesumber
pendukung perawatan
diri

2 Perubahan proses Setelah dilakukan  Kembangkan lingkungan


pikir berhubungan tindakan keperawatan yang mendukung dan
dengan : perubahan selama 3x4 jam hubungan klien-perawat
fisiologis, kehilangan diharapkan toleran yang terapeutik
memori/ingatan, terhadap perubahan  Kaji derajat gangguan
gangguan tidur, proses pikir dengan kognitif, bicarakan
konflik psikologis, kriteria hasil: dengan keluarga
gangguan penilaian.  Mampu mengenai perubahan
memperlihatkan prilaku
kemampuan kognitif  Lakukan pendekatan
untuk menjalani dengan cara perlahan dan
konsekuensi kejadian tenang
yang menegangkan  Tatap wajah ketika
berbicara dengan pasien

29
terhadap emosi dan  Gunakan suara yang
pikiran tentang diri. agak rendah dan
 Mampu berbicara dengan
mengembangkan perlahan pada pasien
strategi untuk  Gunakan kata-kata
mengatasi anggapan pendek, kalimat dan
diri yang negatif. instruksi sederhana
 Mampu mengenali (tahap demi tahap) dan
perubahan dalam ulangi instruksi tersebut
berpikir atau tingkah sesuai kebutuhan
laku dan faktor  Dengarkan dengan penuh
penyebab. perhatian pembicaraan
 Mampu pasien, interprestasikan
memperlihatkan pertanyaan, arti dan kata,
penurunan tingkah beri kata yang benar
laku yang tidak  Hindari kritikan,
diinginkan, ancaman argumentasi dan
dan kebingungan. konfrontasi negatif
 Gunakan distraksi,
bicarakan tentang
kejadian yang
sebenarnya saat psien
mengungkapkan ide
yang salah, jika tidak
meningkatkan
kecemasan
 Fokuskan tingkah laku
yang sesuai, berikan
penguatan positif,
gunakan sentuhan
dengan bijaksana,
berikan perhatian pada
setiap respon individu
 Berikan kesempatan
untuk saling memiliki
dan dimiliki secara
personal
 Bantu pasien
menemukan hal yang
salah dalam
penempatannya, berikan
label gambar/hal yang
dimiliki, jangan
menentang

3 Perubahan persepsi- Setelah dilakukan  Kembangkan lingkungan


sensori berhubungan tindakan keperawatan yang suportif dan
dengan perubahan selama 3x4 jam hubungan perawat –klien
persepsi, transmisi diharapkan perubahan terapeutik

30
dan/ atau integrasi persepsi sensori dapat  Bantu klien untuk
sensori (penyakit diatasi dengan kriteria memahami halusinasi
neurologi, tidak hasil:  Beri informasi tentang
mampu  Mengalami sifat halusinasi,
berkomunikasi, penurunan hubungannya dengan
gangguan tidur, halusinasi stressor/ pengalaman
nyeri), stress  Mengembangkan emosional yang
psikologi ( strategi psikososial traumatik, pengobatan,
penyempitan untuk mengurangi dan cara mengatasi
pandangan perceptual stress atau mengatur  Kaji derajat sensori atau
disebabkan perilaku gangguan persepsi dan
kecemasan),  Mendemonstrasikan bagaimana hal tersebut
pembatasan respon yang sesuai mempengaruhi klien
lingkungan secara stimulasi termasuk penurunan
terapeutik (isolasi,  Perawat mampu penglihatan dan
perawatan intensif, mengidentifikasikan pendengaran
tirah baring), factor eksternal  Ajarkan strategi untuk
pembatasan yang berperan mengurangi stress
lingkungan social terhadap perubahan  Anjurkan untuk
(institusional, panti kemampuan menggunakan kaca mata
jompo), stigma persepsi sensori. atau alat bantu
(gangguan jiwa, pendengaran sesuai
keterbelakangan keperluan.
mental), angguan  Berikan lingkungan yang
kimiawi (endogen, tenang dan tidak kacau
eksogen). jika diperlukan ( music
yang lembut,
gambar/dinding cat
sederhana)
 Berikan sentuhan dan
perhatian
 Berikan perhatian dalam
indah secara berkala (
musik dan cerita
peristiwa yang
menyenangkan, foto)

4 Resiko terhadap Setelah dilakukan  Kaji derajat gangguan


cidera berhubungan tindakan keperawatan kemampuan, tingkah laku
dengan: kurangnya selama 3x4 jam impulsive dan penurunan
pendidikan tentang diharapkan cidera tidak presepsi visual. Bantu
keamanan, riwayat terjadi dengan kriteria keluarga
trauma terdahulu, hasil: mengidentifikasi resiko
kurangnya  Meningkatkan terjadinya bahaya yang
penglihatan, tingkat aktifitas mungkin timbul.
ketidakmampuan  Dapat beradaptasi  Hilangkan sumber
mengidentifikasi dengan lingkungan bahaya lingkungan.
bahaya dalam umtuk mengurangi  Alihkan perhatian saat
lingkungan, resiko cidera perilaku

31
disorientasi, bingung,  Tidak mengalami teragitasi/berbahaya,
ganguan dalam trauma/cidera seperti memanjat pagar
pengambilan  Keluarga mengenali tempat tidur.
keputusan, kesulitan potensial  Kaji efek samping obat,
keseimbangan, dilingkungan dan tanda keracunan (tanda
kelemahan, otot tidak mengidentifikaksi ekstra piramida, hipotensi
terkoordinasi, tahap-tahap untuk ortostatik, gangguan
aktifitas kejang memperbaikinya penglihatan, gangguan
gastrointestinal).
 Hindari penggunaan
restrain terus menerus.
Berikan kesempatan
keluarga tinggal bersama
klien selama periode
agitasi akut

D. Implementasi
Menurut Setiadi,(2012) dalam buku Konsep & Penulisan Asuhan Keperawatan,
implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan.
E. Evaluasi
Menurut Setiadi,(2012) dalam buku Konsep & Penulisan Asuhan Keperawatan,
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencaan tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya.
F. Contoh Kasus
1. Ringkasan Hasil Pemeriksaan Pasien
No Pemeriksaan Hasil
1 Activity of Daily Living (ADL) dengan Instrumen Indeks 19
Barthel Modifikasi
2 Instrumental Activities of Daily Living (IADL) Lawton 8
3 Resiko Jatuh Pasien Lanjut Usia 3
4 Geriatric Depression Scale (GDS) 13
5 Mini Cog dan Clock Drawing Test (CDT4)* 3
6 Mini Mental State Examination (MMSE)*
7 Abbreviated Mental Test (AMT)* 10
8 Mini Nutritional Assesment (MNA) 7

32
2. Diagnosa Keperawatan
a. Sindrom stress relokasi berhubungan dengan perasaan tidak berdaya, gangguan
status kesehatan psikososial, tidak ada persiapan untuk masuk rumah sakit,
perubahan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, kurangnya sistem dukungan yang
adekuat.
b. Perubahan proses pikir berhubungan dengan : perubahan fisiologis, kehilangan
memori/ingatan, gangguan tidur, konflik psikologis, gangguan penilaian.
c. Resiko terhadap cidera berhubungan dengan: kurangnya pendidikan tentang
keamanan, riwayat trauma terdahulu, kurangnya penglihatan, ketidakmampuan
mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan, disorientasi, bingung, ganguan dalam
pengambilan keputusan, kesulitan keseimbangan, kelemahan, otot tidak
terkoordinasi, aktifitas kejang
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil Keperawatan

1 Sindrom stress relokasi Setelah dilakukan  Jalin hubungan


berhubungan dengan tindakan keperawatan saling mendukung
perasaan tidak berdaya, selama 3x4 jam dengan pasien
gangguan status diharapkan sindrom  Orientasikan pada
kesehatan psikososial, stress relokasi dapat lingkungan dan
tidak ada persiapan untuk diatasi dengan kriteria rutinitas baru
masuk rumah sakit, hasil :  Kaji tingkat stresor
perubahan dalam  Mengidentifikasi (seperti penyusaian
aktivitas kehidupan perubahan diri, krisis
sehari-hari, kurangnya  Mampu beradaptasi perkembangan,
sistem dukungan yang pada perubahan peran keluarga,
adekuat lingkungan dan akibat perubahan
aktivitas kehidupan status kesehatan)
sehari-hari  Tempatkan pada
 Mempertahankan ruangan pribadi jika
rasa berharga pada mungkin dan
diri dan identitas bergabung dengan
pribadi yang orang terdekat
positif. dalam aktivitas
 Membuat perawatan, waktu
pernyataan positif makan dsb
tentang lingkungan  Tentukan jadwal
yang baru aktivitas yang wajar
 Memperlihatkan dan masukan dalam
penerimaan kegiatan rutin
terhadap perubahan

33
lingkungan dan  Identifikasi
penyesuaian kekuatan klien yang
kehidupan dimiliki sebelumnya
 Mampu  Berikan penjelasan
menunjukkan dan informasi yang
rentang perasaan menyhenangkan
yang sesuai/tidak mengenai
cemas kegiatan/pristiwa
 Tidak menyimpan  Catat tingkah laku,
pengalaman munculnya perasaan
menyakitkan curiga/paranoid,
 Menggunakan mudah tersinggung
bantuan dari dan defensif
sumber yang tepat  Pertahankan
selama waktu keadaan tenang ,
pengaturan pada tempatkan dalam
lingkungan baru. lingkungan yang
memberikan
kesempatan untuk
beristirahat
 Atasi tingkah laku
agresif dengan
pendekatan yang
tenang
 Gunakan sentuhan
jika tidak
mengalami
paranoid/sedang
mengalami agitasi
sesaat
 Rujuk kesumber
pendukung
perawatan diri

2 Perubahan proses pikir Setelah dilakukan  Kembangkan


berhubungan dengan : tindakan keperawatan lingkungan yang
perubahan fisiologis, selama 3x4 jam mendukung dan
kehilangan diharapkan toleran hubungan klien-
memori/ingatan, terhadap perubahan perawat yang
gangguan tidur, konflik proses pikir dengan terapeutik
psikologis, gangguan kriteria hasil:  Kaji derajat
penilaian.  Mampu gangguan kognitif,
memperlihatkan bicarakan dengan
kemampuan keluarga mengenai
kognitif untuk perubahan prilaku
menjalani  Lakukan
konsekuensi pendekatan dengan
kejadian yang cara perlahan dan
menegangkan tenang

34
terhadap emosi dan  Tatap wajah ketika
pikiran tentang diri. berbicara dengan
 Mampu pasien
mengembangkan  Gunakan suara yang
strategi untuk agak rendah dan
mengatasi berbicara dengan
anggapan diri yang perlahan pada
negatif. pasien
 Mampu mengenali  Gunakan kata-kata
perubahan dalam pendek, kalimat dan
berpikir atau instruksi sederhana
tingkah laku dan (tahap demi tahap)
faktor penyebab. dan ulangi instruksi
 Mampu tersebut sesuai
memperlihatkan kebutuhan
penurunan tingkah  Dengarkan dengan
laku yang tidak penuh perhatian
diinginkan, pembicaraan pasien,
ancaman dan interprestasikan
kebingungan. pertanyaan, arti dan
kata, beri kata yang
benar
 Hindari kritikan,
argumentasi dan
konfrontasi negatif
 Gunakan distraksi,
bicarakan tentang
kejadian yang
sebenarnya saat
psien
mengungkapkan ide
yang salah, jika
tidak meningkatkan
kecemasan
 Fokuskan tingkah
laku yang sesuai,
berikan penguatan
positif, gunakan
sentuhan dengan
bijaksana, berikan
perhatian pada
setiap respon
individu
 Berikan kesempatan
untuk saling
memiliki dan
dimiliki secara
personal

35
 Bantu pasien
menemukan hal
yang salah dalam
penempatannya,
berikan label
gambar/hal yang
dimiliki, jangan
menentang

3 Resiko terhadap cidera Setelah dilakukan  Kaji derajat


berhubungan dengan: tindakan keperawatan gangguan
kurangnya pendidikan selama 3x4 jam kemampuan,
tentang keamanan, diharapkan cidera tingkah laku
riwayat trauma terdahulu, tidak terjadi dengan impulsive dan
kurangnya penglihatan, kriteria hasil: penurunan presepsi
ketidakmampuan  Meningkatkan visual. Bantu
mengidentifikasi bahaya tingkat aktifitas keluarga
dalam lingkungan,  Dapat beradaptasi mengidentifikasi
disorientasi, bingung, dengan resiko terjadinya
ganguan dalam lingkungan umtuk bahaya yang
pengambilan keputusan, mengurangi resiko mungkin timbul.
kesulitan keseimbangan, cidera  Hilangkan sumber
kelemahan, otot tidak  Tidak mengalami bahaya lingkungan.
terkoordinasi, aktifitas trauma/cidera  Alihkan perhatian
kejang  Keluarga saat perilaku
mengenali teragitasi/berbahaya,
potensial seperti memanjat
dilingkungan dan pagar tempat tidur.
mengidentifikaksi  Kaji efek samping
tahap-tahap untuk obat, tanda
memperbaikinya keracunan (tanda
ekstra piramida,
hipotensi ortostatik,
gangguan
penglihatan,
gangguan
gastrointestinal).
 Hindari penggunaan
restrain terus
menerus. Berikan
kesempatan
keluarga tinggal
bersama klien
selama periode
agitasi akut

36

You might also like