You are on page 1of 27

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA GANGGUAN SISTEM SYARAF PADA KASUS CEDERA

KEPALA

2.1. Konsep Dasar Penyakit


2.1.1. Pengertian
Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak, secara anatomis, otak di lindungi dari
cedera oleh rambut, kulit kepala, tulang, dan tentorium (helm) yang membungkusnya. Tanpa
perlindungan ini otak akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan.(Muttaqin Arif,2008)
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia
produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalulintas.(Mansjoer Arif 2000)
2.1.2. Anatomi Otak (Pahria Tuti. 1994)

Gambar 1.1 Anatomi Fisiologi Otak (Pahria Tuti. 1994)


Susunan saraf terdiri dari 2 bagian besar yaitu susunan saraf sentral dan susunan saraf perifer.
5

Susunan saraf sentral terdiri dari :


1. Otak
a. Otak besar (cerebrum)
Cerebrum adalah bagian yang terbesar dari otak dibungkus dari sebelah luar dengan cerebral korteks
yang tebalnya kira-kira ¼ inci dan terdiri dari 14 milyar neuron. Ditengah-tengah cerebrum terdapat
basal ganglia yang bekerja sebagai bagian dari sistem ekstrapiramid dan untuk gerakan halus terutama
untuk tangan dan ekstremitas bawah.
Setiap hemisfer serebri dibagi dalam lobus dan Sterdiri dari 4 lobus yaitu: lobus frontal, parietal,
temporal dan oksipital.
Fungsi dari setiap lobus berbeda-beda, lobus frontal: terlihat di dalam mental, emosi dan fungsi fisik.
Bagian anterior mempunyai peran dalam kontrol tinglah laku tidak sadar seperti kepribadian, tingkah
laku sosial, pendapat, dan aktifitas intelektual yang kompleks. Bagian sentral dan posterior mengatur
fungsi motorik. Lobus parietal, menterjemahkan input sensoris, sensasi yang dirasakan pada satu sisi
bagian tubuh yang diterjemahkan melalui lobus parietal bagian kontra lateral. Sensasi somatik yang
diterima adalah nyeri, temperatur, sentuhan, tekanan, dan proprioception (kesadaran dalam
menempatkan posisi dan aktivitas alat). Lobus temporal, menerima input dari tiga indra perasa;
pendengaran, pengecap, dan penciuman dan mempunyai peran dalam proses memori. Lobus oksipital,
mengandung daerah viseral primer dan daerah gabungan visual. Daerah visual primer menerima
informasi dan menafsirkan warna. Daerah gabungan visual memberi arti input visual yang berperan
dalam refleks visual untuk menentukan mata pada sebuah objek diam dan bergerak, mengenal objek
dan mengetahui fungsinya, mengenal rupa-rupa dan perbedaan variasi bentuk hidup.
b. Otak kecil (cerebellum)
Terletak dibawah cerebrum dan mempunyai 2 belah hemisfer lateral dan medial yang disebut dengan
dermis.
Cerebellum bekserja sama dengan cerebrum untuk koordinasi aktivitas otot dan menghasilkan gerakan-
gerakan terampil.
c. Batang Otak
Batang otak terletak dalam dipusat hemisfer dan tersambung dengan tulang belakang hingga medula.
Batang otak terdiri dari : diencephalons, otak tengah, pons dan Medula oblongata.
2. Medula Spinalis
Medula spinalis merupakan sambungan medula oblongata yang turun ke bawah dimulai dari foramen
dan berakhir pada lumbal 2.
Susunan saraf perifer terdiri dari :
a. Susunan saraf somatic
Susunan saraf para simpatis
Terdiri dari 2 bagian yang terdiri dari saraf otonom cranial dan saraf otonom sakral. (Guyton. 1996)

Terdiri dari otak dan sum-sum tulang belakang, urat-urat saraf yang tumbuh dari otak dan sum-
sum tulang belakang melalui serabut saraf.

2.1.4.
9

Fisiologi Otak
Otak merupakan suatu alat tubuh yang penting, karena merupakan pusat komputer dari semua alat
tubuh, bagian dari saraf sentral yang terletak di dalam rongga tengkorak ( kranium yang di bungkus oleh
selaput otak yang kuat ).
Otak terletak di dalam rongga kranium ( tengkorak ) berkembang dari sebuah tabung yang mulanya
memperlihatkan tiga gejala pembesaran otak awal
a. Otak depan menjadi hemisfer serebri, korpus striatum, thalamus serta hipotalamus.
b. Otak tengah, tegmentum, krus serebrum, korpus kuadrigeminus.
c. Otak belakang, menjadi pons varoli, medula oblongata dan serebrum. (Guyton. 1996)
2.1.5. Etiologi
a) Kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda dan mobil
b) Kecelakaan saat olah raga
c) Cedera kekerasan
d) Benturan
e) Goncangan
2.1.6. Klasifikasi Cedera Kepala
Cedara kepala dapat di klasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan, dan marfologi
cedra.(Mansjoer Arif 2000)
1. Mekanisme: berdasarkan adanya penetrasi durameter
a. Trauma tumpul : kecepatan tinggi (tabrakan mobil)
kecepatan rendah (terjatuh, di pukul)
b. Trauma tembus (luka btembus peluru dan cedra tembus lainnya)
2. Kaparahan cedera
a. Ringan : skala koma Glasgow (Glasgow coma scale, GCS) 14-15
b. Sedang : GCS 9-13
c. Barat : GCS 3- 8
3. Marfologi
a. Fraktur tengkorak : kranium : linear / stelatum ; depresi non depresi terbuka tertutup.
Basis degan atau tanpa kebocoran cairan serebrospinal dengan / tanpa kelumpuhan nervus VII
b. Lesi intrakranial : fokal ; epidural, subdural, intraserebral.
Difus: konsusi ringan, konsusi klasik, bcedra aksonal difus.(Mansjoer Arif, 2000)
2.1.7. Patofisiologi
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi
pataofisilogi dari suatu trauma kepala, cedera atau trauma bisa terjadi karena benturan atau goncangan
dan sering sekali terjadi pada kasus cedera kepala adalah karena jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor
atau sepeda dan mobil, kecelakaan pada saat olah raga, atau cedera kekerasan, dari semua penyebab
dari cedera/trauma kepala di atas, dan apabila salah satu penyebab di atas yang akan menyebabkan
terjadinya cedera kepala sedang karena benturan pada kepala adanya jejas atau terjadi reaksi
peradangan di sekitar kepala, peningkatan suplai darah (peningkatan volume darah) ke daerah trauma,
dan pada area peningkatan permeabilitas kapiler,serta vasodilatasi arterial,semua menimbulkan
peningkatan isi intracranial,dan akhirnya peningkatan tekanan intracranial(TIK) bisa menyebabkan (nyeri
kepala,mual-muntah) dan apabila terjadi mual-muntah asupan nutrisi yang di butuhkan tubuh kurang
atau (nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh) dan bisa menyebabkan kelemahan karena produksi energi
yang menurun(intoleransi aktivitas), dan cedera yang mengenai cedera jaringan otak (medulla
oblongata) akan adanya liquor pada saluran pernafasan dan pola nafas terganggu (bersihan jalan nafas
tidak efektif) ,dan apabila terjadi gangguan pada autoregulasi akan terjadi penurunan aliran darah ke
otak, O2 dan metabolism terganggu asam laktat meningkat (intolerasi aktivitas). pasien dengan kurang
pengetahuan dan informasi tentang penyakit atau pengobatan dan perawatan karena sidrom pasca
trauma bisa mengalami cemas.(Sylvia Anderson Price.2006)

2.1.8. WOC
2.2. Tabel 2

2.1.9. Pengaruh Trauma Kepala (www.google.com)


a. Sistem pernafasan
Karena adanya kompresi langsung pada batang otak --- gejala pernafasan abnormal :
1.Chynestokes
2.Hipervetilasi
3.Apneu
b.System Kardiovaskuler :
1.Trauma kepala --- perubahan fungsi jantung : kontraksi, edema paru, tekanan vaskuler.
2.Perubahan saraf otonom pada fungsi ventrikel : Disatrimia, fibrilasi, takikardia.
3.Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis --- terjadi penurunan kontraktilitas ventrikal --- curah
jantung menurun --- meningkatkan tahanan ventrikel kiri --- edema paru.
c. System Metabolisme :
1.Trauma kepala --- cendrung terjadi retensi Na, air, dan hilangnya sejumlah nitrogen.
2.Dalam keadaan stress fisiologis :
Trauma
ADH dilepas
Retensi Na dan air
Output urine menurun
· Normal kembali setelah 1 – 2 hari
(http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/Kepalateks.html)
2.1.10. Tanda dan Gejala
1. Jika klien sadar (sakit kepala hebat)
2. Muntah proyektil ( muntah nyembur )
3. Papil edema
4. Kesadaran makin menurun
5. Perubahan tipe kesadaran
6. Tekanan darah menurun, bradikardi
7. Suhu tubuh yang sulit dikendalikan
2.1.11. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostic yang diperlukan pada klien dengan cedera kepala, meliputi hal-hal di bawah ini.
1. CT-scan (dengan tanpa kontras)
2. MRI
3. Angiografi serebral
4. EEG berkala
5. Foto rontgen, medeteksi perubahan stuktur tulang (fraktur) perubahan struktur garis
(perdarahan/edema), fragmen tulang.
6. PET, medeteksi perubahan aktivitas metabolism otak
7. Pemeriksaan CFS, lumbal fungsi: dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subaraknoid.
8. Kadar elektrolit, untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan tekanan
intracranial.
9. Skrining toksikologi, untuk medeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan
kesadaran.
10. Analisa gas darah (AGD), adalah salah satu tes diagnostic untuk menentukan status respirasi. Status
respirasi yang dapat di gambarkan melalui pemeriksaan AGD ini adalah status
oksigenasi dan status asam basa.(Muttaqin Arif,2008)
2.1.12. Penatalaksanaan Medis
1. Pemberian oksigen dan glukosa sekalipun
2. Perlu di kontrol kemukinan tekanan intracranial yang meningkat di sebabkan oleh edema serebri.
3. Memerlukan tidakan oprasi
4. Menurunkan tekanan intracranial ini dapat dilakukan dengan cara menurunkan PaC02 dengan
hiperventilasi yang menurunkan asidosis intraserebral dan meningkatkan metabolisme
intraserebral.(Muttaqin Arif, 2008)
2.2. Konsep Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah faktor penting dalam survival pasien dan dalam aspek-aspek pemeliharaan,
rehabilitative, dan preventif perawatan kesehatan. Untuk sampai pada hal ini, profesi keperawatan telah
mengidentifikasi peruses pemecahan masalah yang menggabungakan elemen yang paling diinginkan
dari seni keperawatan dengan elemen yang paling relevan dari system teori, dengan menggunakan
metode ilmiah.( Doenges Marilynn E, 2000)
Dan tahap dalam peroses keperawatan adalah:
1. Tahap pengkajian
2. Tahap diagnosis keperawatan
3. Tahap perencanaan
4. Tahap pelaksanaans
5. Tahap evaluasi
(Alimul Aziz, 2006)
2.2.1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada system persyarafan adalah salah satu komponen dari asuhan
keperawatan yang merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh perawat dalam menggali permasalahan
dari klien. Pengkajian keperawatan tersebut meliputi usaha pengumpulan data, membuktikan data
tentang status kesehatan seorang klien, baik fisik, emosi, pertumbuhan,social, kebudayaan, intelektual,
maupun aspek spiritual. Keahlian dalam melakukan observasi, komunikasi, wawancara, dan
pemeriksaan fisik sangat penting untuk mewujudkan seluruh fase pada asuhan keperawatan.(Msuttaqin
Arif,2008)
Adapun data-data yang perlu dikumpulkan meliputi :
1. Biodata, yang meliputi identitas klien dan keluarga (penanggung jawab) : nama, umur, jenis kelamin,
hubungan pasien dengan penanggung jawab dan lain-lain.

2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk memintak pertolonagan kesehatan tergantung seberapa jauh dampak
dari trauma kepala diserertai penurunan tingakat kesadaran
3. Riwayat kesehatan/keperawatan sekarang
Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian,
trauma langsung ke kepala. Pengkajian yang di dapat, meliputi tingkat kesadran menurun (GCS <15 ),
konvulsi, muntah, takipnea, sakit kepala, wajah simetris atau tidak, lemah, luka di kepala, paralise,
akumulasi secret pada saluran pernapasan, adanya likuor dari hidung dan telinga, serta kejang, adanya
penurunan atau perubahan pada tingakat kesadaran di hubungkan dengan perubahan di dalam
intracranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat
terjadi latargik, tidak responsive, dan koma.
4. Riwayat kesehatan/keperawatan dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi, riwayat cedera kepala
sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, penggunaan obat-obatan antikoagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obatan adiktif, dan konsumsi alkohol berlebihan.

5. Riwayat kesehatan/keperawatan keluarga


Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan dibetes mellitus.(Muttaqin
Arif,2008)
6. Kebutuhan Bio – Psiko – Sosial – Spiritual (Menurut Gordon)
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Tanyakan tentang persepsi terhadap penyakit atau sakit, persepsi terhadap arti kesehatan, persepsi
terhadap penatalaksanaan kesehatan seperti konsumsi tembakau(berapa bantang atau bungkus per
hari), konsumsi alcohol (jumlah dan jenisnya), serta penggunaan obat-obatan, tanyakan juga apakah
terdapat alergi.
b. Pola aktivitas latihan
Tanyakan tentang kemampuan dalam menata diri . tingkat kemampuan skala (0) berarti mandiri; (1)
menggunakan alat bantu; (2) di bantu orang lain; (3) perlu dibantu orang lain dan peralatan; (4)
ketergantungan/tidak mampu. Yang dimaksud aktivitas sehari-hari antara lain makan, mandi,
berpakaian, menggunakan toilet, mobilitas di tempat tidur, brpindah, berjalan, berbelanja, masak, dan
lain-lain.
c. Pola nutrisi
Tanyakan apakah pasien menjalani diet khusus atau menggunakan suplemen tertentu, intruksi diet
sebelumnya, nafsu makan, jumlah makanan, minuman, atau cairan yang masuk, ada atau tidaknya mual-
mual, muntah, stomatitis, fluktuasis berat badan selama enam bulan terakhir (naik/turun), adanya
kesukaran menelan, penggunaan gigi palsu atau tidak, riwayat masalah/penyembuhan kulit, ada
tidaknya ruam, kekeringan, dan lain-lain.
d. Pola eliminasi
Tanyakan tentang kebiasaan defekasi berapa kali/hari, ada tidaknya konstipasi, diare, inkontinensia,
apakah mengalami ostomi, kebisaan buang air besar, ada tidaknya disuria, nokturia, urgensi, hematuri,
retensi, inkontinentia, apakah menggunakan kateter tetap atau kateter eksterna, inkotinentia singkat,
dan lain-lain.
e. Pola tidur dan istirahat
Tanyakan tentang kebisaan tidur dan istirahat, jumlah jam tidur siang atau malam, gangguan selama
tidur (terbangun dini ,insomnia, mimpi buruk dan sebagainya.
f. Pola sensori dan kognitif
Dengan kasus cedera kepala akan mengalami pusing, hilang ingatan kurang dari 30 menit akibat dari
benturan,otak mengalami pergeseran secara tiba-tiba dan beberapa organ yang terdiri dari banyak sel-
sel saraf yang berfugsi motorik atau sensorik, sehingga akan tampak gejala seperti kesadaran menurun
sejenak 10-15 menit,amnesia,serta nyeri kepala.
g. Pola toleransi dan koping terhadap stress
Tanyakan tentang mekanisme koping yang di gunakan pada saat terjadinya masalah atau kebiasaan
menggunakan mekanisme koping serta tingkat toleransi stress yang pernah atau dimiliki.
h. Persepsi diri/konsep diri
Tanyakan tentang persepsi diri pasien dari masalah-masalah yang ada, seperti perasaan cemas, takut,
atau penilaian terhadap diri, mulai dari peran, ideal, konsep, gambaran, dan identitas diri.
i. Pola seksual dan reproduksi
Tanyakan tentang periode mensturasi terakhir (PMT), masalah nensturasi/hormonal, masalah pap
smear, pemeriksaan payudara (perempuan)/testis (laki-laki) sendiri tiap bulan, dan masalah seksual yang
berhubungan dengan penyakit.
j. Pola hubungan dan peran
Tanyakan pekerjaan, status pekerjaan, ketidakmampuan bekerja, berhubungan dengan pasien atau
keluarga, dan peran yang di lakukan.

k. Pola nilai dan keyakinan


Tanyakan tentang pantangan dalam agama selama sakit serta kebutuhan adanya rohaniawan, dan lain-
lain. (Alimul Aziz, 2006)
a. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Pengkajian keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan sakit termasuk ekspresi wajah dan posisi
pasien, kesadaran yang meliputi penilaian secara kualitatif seperti kompos mentis, apatis, somnolen,
spoor, koma, delirium, dan kesan status gizi.
2. Pemeriksaan tanda vital
Meliputi nadi (frekuensi, irama,kualitas), tekanan darah, pernapasan (frekuensi, irama, kedalaman, dan
pola pernapasan), serta suhu tubuh.(Alimul Aziz, 2006)
b. Pemeriksaan head to toe
1) Inspeksi
Kepala
:
Perhatikan kesimetrisan muka, tengkorak, warna, dan distribusi rambut serta kulit kepala. Muka
normalnya simetris antara kanan dan kiri. Ketidaksamaan muka dapat merupakan suatu petunjuk
adanya kelumpuhan saraf ketujuh. Bentuk tengkorak yang normal adalah simetris dengan bagian frontal
menghadap ke depan dan bagian parietal menghadap ke belakang. Distribusi rambut sangat bervariasi
pada setiap orang dan kulit kepala normalnya tidak mengalami peradangan, tumor maupun bekas luka /
sikatriks.
Mata
:
Amati bola mata terhadap adanya ptosis, gerakan bola mata, medan pengihatan dan visus. Amati
bentuk dan keadaan kulit pada kelopak mata, catat setiap ada kelainan misalnya adanya kemerahan,
amati pertumbuhan bulu mata dan posisi bulu mata. Amati keadaan konjunctiva dan kantong
konjunctiva bagian bawah, catat bila ada infeksi atau pus atau bila warnanya tidak normal misalnya
anemik. Amati warna iris serta ukuran dan bentuk pupil. Normalnya bentuk pupil adalah sama besar
(isokor). Pupil yang melebar disebut miosis, sedangkan pupil yang melebar disebut midriasis.
Telinga
:
Amati telinga luar, periksa keadaan aurikel terhadap ukuran, bentuk, warna, lesi, dan adanya lesi. Amati
pintu masuk lubang telinga dan perhatikan terhadap ada atau tidaknya peradangan, perdarahan atu
kotoran.
Hidung
:
Amati keadaan kulit hidung terhadap warna dan penbengkakan, amati juga kesimetrisan lubang hidung.
Mulut
:
Amati bibir untuk mengetahui adanya kelainan kongenital, bibir sumbing, warna bibir, ulkus, lesi dan
massa. Amati keadaan setiap gigi mengenai posisi, jarak, gigi rahang atas bawah, ukuran, warna, lesi,
atau adanya tumor. Lanjutkan pengamatan pada lidah dan perhatikan kesimetrisannya, amati mengenai
kelurusan, warna, ulkus, dan kelainan lainnya. Amati selaput lendir mulut mengenai warna, adanya
pembengkakan, tumor, sekresi, peradangan, ulkus dan perdarahan.
Leher
:
Bentuk leher, warna kulit, adanya pembengkakan, jaringan parut dan adanya massa. Warna kulit leher
normalnya sama dengan warna kulit sekitar, dapat menjadi kuning pada semua jenis ikterus, dan
menjadi merah, bengkak, panas dan nyeri tekan bila mengalami peradangan. Inspeksi tiroid dengan cara
pasien disuruh menelan dan amati gerajan kelenjar tiroid pada takik suprasternal. Normalnya gerakan
kelenjar tiroid tidak dapat dilihat kecuali pada orang yang sangat kurus.
Dada
:
Inspeksi bentuk dada dari 4 sisi, depan, belakang, sisi kiri dan kanan pada saat istirahat, saat inspirasi
dan saat ekspirasi. Pada saat inspeksi dari depan perhatikan area pada klavikula, fossa supra dan
infraklavikula, sternum dan tulang rusuk. Dari sisi belakang amati lokasi vertebra servikalis ketujuh,
perhatikan pula bentuk tulang belakang. Inspeksi bentuk dada secara keseluruhan untuk mengetahui
adanya kelainan bentuk dada misalnya barel chest. Amati lebih teliti keadaan kulit dada dan catat setiap
ditemukan adanya pulsasi pada interkostalis atau di bawah jantung, retraksi intrakostalis saat bernafas,
jaringan parut dan setiap ditemukan tanda-tnda menonjol lainnya.
Abdomen
:
Amati bentuk perut secara umum, kontur permukaan perut, dan adanya retraksi, penonjolan dan
adanya ketidaksi metrisan. Amati gerakan-gerakan kulit pada perut saat inspirasi dan ekspirasi. Amati
keadaan kulit mengenai pertumbuhan rambut dan pigmentasi.
Genetalia
:
Inspeksi rambut pubis, perhatikan penyebaran dan pola pertumbuhan pubis. Inspeksi penis mengenai
kulit, ukuran, dan adanya kelainan lain yang nampak. Inspeksi skrotum dan perhatikan bila ada tanda
kemerahan, bengkak, ulkus, eksoriasi, atau nodula. Pada wanita, buka labia mayora dan amati bagian
dalam labia mayora, labia minora, klitoris, dan meatus uretra. Perhatikan setiap ada pembengakakan,
ulkus, keluaran, pembengkakan atau nodula.
Ekstremitas
:
Inspeksi mengenai ukuran otot mialnya pada lengan dan paha. Bandingkan satu sisi dengan sisi yang lain
serta amati mengenai ada dan tidaknya atrofi maupun hipertrofi. Amati kenormalan susunan tulang dan
deformitas. Kaji rentang gerak persendian.

2) Palpasi
Kepala
:
Untuk mengetahui keadaan rambut, massa, pembengkakan nyeri tekan, keadaan tenglorak dan kulit
kepala.
Mata
:
Untuk mengetahui tekanan bola mata dan untuk mengetahui adanya nyeri tekan. Untuk mengukur
tekanan bola mata secara teliti diperlukan alat tonometri dan di perlukan keahlian khusus.
Telinga
:
Palpasi kartilago telinga luar secara sistematis yaitu dari jaringan lunak kemudian jaringan keras catat
bila ada nyeri. Tekan bagian tragus ke dalam dan tekan pula tulang telinga dibawah daun telinga. Bila
ada peradangan pasien akan merasakan nyeri.
Hidung
:
Palpasi sinus maksilaris, frontalis, dan etmoidalis, perhatikan terhadap adanya nyeri tekan.
Mulut
:
Palpasi pada mulut terutama untuk mengetahui bentuk dan setiap ada kelainan pada mulut yaitu antara
lain meliputi pipi, dasar mulut, palatum, dan lidah.
Leher
:
Palpasi pada leher dilakukan terutama untuk mngetahui keadaan dan lokasi kelenjar limfe, kelenjar
tiroid, dan trakea.
Dada
:
Palpasi dada dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji keadaan kulit pada dinding dada, nyeri tekan,
massa, peradangan, kesimetrisan ekspansi, dan tactil vremitus (vibrasi yang dapat teraba yang
dihantarkan melalui sistem bronkopulmonal selama seseorang berbicara). Area jantung juga dipalpasi
yaitu dilakukan secara sistematis mengikuti struktur anatomi jantung mulai dari area aorta, area
pulmonal, area trikuspidalis, area apikal, dan area epigastrik.
Abdomen
:
Palpasi merupakan metode yang paling akhir pada pengkajian perut. Palpasi dapat dilakukan secara
palpasi ringan atau palpasi dalam. Palpasi ringan untuk mengetahui adanya nyeri tekan, nyeri superfisial
dan adanya massa. Palpasi dalam untuk mengetahui keadaan hepar, lien, ginjal, dan kandung kemih.
Genetalia
:
Pada pria palpasi penis untuk mengetahui adanya nyeri tekan, nodula, dan adanya cairan kental yang
keluar.
Ekstremitas
:
Palpasi pada otot saat istirahat untuk mengetahui tonus otot. Pada saat bergerak secara aktif dan pasif
untuk mengetahui adanya kelemahan, kontraksi tiba-tiba secara involunter dan kehalusan gerakan.
Palpasi tulang untuk mengetahui adanya edema atau nyeri tekan. Palpasi persendian untuk mengetahui
adanya nyeri tekan, gerakan, bengkak, krepitasi, dan nodula
3) Perkusi
Dada
:
Suara atau bunyi perkusi pada paru-paru orang normal selain untuk mengetahui keadaan paru-paru
perkusi juga dapat digunakan untuk mengetahui batas paru-paru dengan organ lain disekitarnya. Perkusi
jantung dilakukan untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung secara kasar.
Abdomen
:
Perkusi dilakukan dengan tujuan untuk mendengarkan /mendeteksi adanya gas, cairan atau massa
didalam perut. Perkusi juga dilakukan untuk mengetahui posisi lien dan hepar. Bunyi perkusi pada perut
orang normal adalah timpani, tetapi bunyi ini dapat menjadi berubah pada keadaan-keadaan tertentu.
Ekstremitas
:
Kaji adanya refleks patella, kekuatan otot bisep dan trisep.
4) Auskultasi
Dada
:
Auskultasi berguna untuk mengkaji aliran udara melalui batang trakeobrankeal dan untuk mengetahui
adanya sumbatan aliran udara. Auskultasi juga berguna untuk mengkaji kondisi paru-paru dan rongga
pleura. Auskultasi juga berguna untuk mengetahui bunyi-bunyi jantung. Bunyi jantung pertama (S1)
timbul akibat penutupan katup mitralis dan trikuspidalis. Bunyi jantung kedua (S2) timbul akibat
penutupan katup aorta dan pulmonalis.
Abdomen
:
Untuk mendengarkan dua suara perut, yaitu suara perut/peristaltik yang disebabkan oleh perpindahan
gas atau makanan sepanjang intestinum, serta suara pembuluh darah.
c. Pemerikaan neurologis
Dilakukan dengan memeriksa respon dari 3 area : membuka mata, respon verbal dan respon motorik.
Skor terendah 3 dan tertinggi 15. Respon motorik dinilai yang terbaik dari kedua sisi.
Respon membuka mata (eye)
Spontan dengan adanya kedipan 4
Dengan suara 3
Dengan nyeri 2
Tidak ada reaksi 1
Respon bicara (verbal)
Orientasi baik 5
Disorientasi (mengacau/bingung) 4
Keluar kata-kata yang tidak teratur 3
Suara yang tidak berbentuk kata 2
Tidak ada suara 1
Respon motorik (motor)
Mengikuti perintah 6
Melokalisir nyeri 5
Menarik ekstremitas yang dirangsang 4
Fleksi abnormal (dekortikasi) 3
Ekstensi abnormal (decerebrasi) 2
Tidak ada gerakan 1
(http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/Kepalateks.html)

Nilai GCS = (E+V+M) = 15 (terbaik) dan 3 (terburuk)

d. Pemeriksaan Laboratorium.
Hematokrit (normalnya pada pria : 40-48 %, wanita :37-43 %) periksa darah perifer lengkap, trombosit
(normal : 150.000-400.000 /UL), kimia darah : glukosa (normal :60-400 mg/dl) dan kratinin (normal : 1-2
gr/24 jam).masa protrombin atau masa tromboplastin parsial (normal : 30-40”), skrining toksikologi dan
kadar alkohol bila perlu. (Mansjoer, arif. 2000).
e. Therapy medik
1. Dexametason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema, sesuai berat ringannya trauma.
2. Monitol 20% atau glukosa atau gliserol 10% untuk pengibatan anti edema.
3. Anti bitika (penicilin),
4. Metronidazol
5. Dextrose 5 %, ringer laktat
f. Foto rontgen
Pada cedera kepala perlu dibuatkan foto rontgen kepala dan kolumna vertebralis servikalis. Foto
kolumna vertebralis servikalis dibuat sedikitnya anterior-posterior dan lateral untuk melihat adanya
fraktur atau dislokasi. Pada foto polos tengkorak mungkin dapat ditemukan garis fraktur atau fraktur
impresi. Tekanan kranial yang tinggi mungkin menimbulkn impressiones digitatae.
g. CT Scan
Dengan pemeriksaan ini kita dapat melihat ke dalam rongga tengkorak. Potongan-potongan melintang
tengkorak bersama isinya tergambar dalam foto dengan jelas.

1. Analisa data
Tabel 2.3 Analisa data
No
Data
Etiologi
Problem
1
2
3

4
5

DS :
- klien mengatakan “saya merasa nyeri pada kepala hilang timbul rasanya seperti ditusuk-tusuk
nyerinya bertambah jika bangun dan saya terasa mual-mual”

DO :
- Klien tampak menahan nyeri/tampak meringis
P: cedera kepala sedang (CKS)
Q: nyeri tekan
R: di sekitar trauma (benturan)
S: pada angka 4 (sedang) (0-10)
T: hilang timbul
- Kesadaran apatis
- Tanda-tanda vital
- TD 100/80 mmHg, nadi 80x/menit, RR 20x/menit, Suhu 36,50C
- GCS E4 V2 M3

DS :
- Klien mengatakan “saya sulit dalam bernapas”
DO :

- Klien tampak kesulitan dalam bernafas


- Adanya sputum/liquor pada saluran nafas
DS :
- klien mengatakan “saya tidak bisa beraktivitas seperti biasa Cuma bisa berbaring lemah ditempat
tidur dan semua kebutuhan yang saya butuhkan di bantu oleh keluaraga”

DO :
- Klien tampak lemah.
- Klien tampak berbaring lemah di atas tempat tidur.
- Klien tampak dibantu dalam ADL (aktivity daily living).
- Skala kemampuan
DS :
- Klien mengatakan ”saya khawatir dengan kondisi saya saat ini
DO :
- klien tampak gelisah
- klien selalu bertanya tentang keadaannya dan kapan dibolehkan pulang.

DS :
- klien mengatakan “saya merasa mual-mual” .
DO:
- klien tampak tidak pernah mau makan sejak masuk RS klien hanya makan roti tapi tidak dihabiskan.
- Klien tidak menghabiskan makanan yang disediakan oleh Rumah sakit dan hanya dimakan 1 sendok.
- Minum antara 1-2 gelas sehari total minum klien 200-400cc

cedera kepala

adanya jejas di sekitar kepala


reaksi peradangan
vasodilatasi
peningkatan suplai darah(peningkatan volume darah) ke daerah trauma
peningkatan TIK
nyeri kepala
Trauma (benturan)
Cedera jaringan otak(medulla oblongata)

Gangguan pola nafas tidak efektif

Adanya liquor pada saluran pernafasan

Bersihan jalan nafas tidak efektif

Cedera kepala

Gangguan autoregulasi
Aliran darah ke otak

O2 menurun

asam laktat

intoleransi aktivitas
Kurangnya informasi
Dan pengalaman tentang penyakit yang diderita klien

Cemas

Peningkatan tekanan itrakranial (TIK)


mual-muntah
asupan nutrisi kurang
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Nyeri
kepala
Bersihan jalan nafas tidak efektif

Intoleransi aktivitas
Cemas

Pemenuhn kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

2.2.2. Prioritas Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang biasanya muncul adalah :
1. Tidak efektifnya jalan napas berhubungan dengan adnya likuqor pada saluran pernapasan di tandai
dengan:
DS : klien mengatakan ”saya sulit dalam bernapas”
DO : klien tampak kesulitan dalam bernapas, adanya
sputum/liquort pada saluran napas.
2. Gangguan rasa nyaman : nyeri kepala berhubungan dengan peningkastan TIK di tandai dengan:
DS: klien mengatakan ”saya merasa nyeri pada kepala hilang timbul rasanya seperti di tusuk-tusuk
nyerinya bertambah jika bangun dan saya terasa mual-mual”.
DO: klien tampak menahan nyeri/tampak meringis
P : cedera kepala sedang (CKS)
Q : nyeri tekan
R : di sekitar trauma (benturan)
S : pada angka 4 (sedang) (0-10)
Kesadaran apatis, tanda-tanda vital (TD: 100/80 mmhg, nadi: 80x/menit, RR: 20x/menit, Suhu: 36,5, GCS
E4 V2 M3.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan menurunnya kemampuan motorik dan kelemahan fisik
ditandai dengan :
DS: klien mengatakan ”saya tidak bisa beraktivitas seperti biasa cuma bisa berbaring lemah di tempat
tidur dan semua kebutuhan yang saya butuhkan di bantu oleh keluarga”.
DO: klien tampak lemah, klien tampak berbaring lemah di atas tempat tidur, klien tampak dibantu dalam
ADL (Aktiviti daily living).
4. Cemas berhubungan dengan situasi dan kondisi ditandai dengan:
DS: klien mengatakan ”saya khawatir dengan kondisi saya saat ini
DO: klien tampak gelisah, klien selalu bertanya tentang keadaannya dan kapan di bolehkan pulang.
5. Resiko pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan TIK yang menyebabkan mual-muntah ditandai dengan:
DS: klien mengatakan ”saya merasa mual-mual”
DO: klien tampak tidak pernah mau makan sejak masuk RS klien hanya makan roti tapi tidak dihabiskan,
klien tidak menghabiskan makanan yang disediakan oleh rumah sakit

2.2.3. Rencana Keperawatan


Setelah merumuskan diagnosa keperawatan selanjutnya menetapkan rencana tindakan keperawatan.
rencana keperawatan merupakan pedoman tindakan tertulis yang digunakan dalam memberikan
pelayanan keperawatan kepada klien.
Adapun rencana Keperawatan pada klien dengan cedera kepala adalah:
a) Diagnosa Keperawatan nyeri akut
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil
1) Klien tenang
2) Nyeri kepala, pusing dan vertigo hilang
Rencana Keperawatan
1) Observasi mengenai lokasi, intensitas, penyebab dan tingkat kegawatan dan keluhan - keluhan
klien
Rasional : Untuk memudahkan menentukan intervensi
2) Ajarkan teknik relaksasi seperti nafas dalam dan relaksasi otot
Rasional: latihan relaksasi dapat mengurangi ketegangan saraf dan mengurangi rasa nyeri dan latihan
nafas dalam membantu pemasukan oksigen untuk oksigenasi otak.
3) Atur posisi kepala lebih tinggi + 15o – 45o
Rasional : Posisi kepala lebih tinggi dapat memperlancar peredaran darah dari kepala untuk mencegah
peningkatan TIK.
4) Kurangi stimulasi yang tidak menyenangkan dari luar
Rasional: Respon yang tidak menyenangkan dapat menambah ketegangan saraf.
5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat analgetik
Rasional: Obat analgetik dapat mengurangi rasa nyeri dan
Pusing
b) Diagnosa Keperawatan jalan nafas tidak efektif
Tujuan : Jalan nafas kembali efektif
Kriteria hasil :
1) Nafas dalam batas normal
2) Bunyi nafas normal tidak stridor, ronchi dan wheezing
3) Tidak ada pernafasan cuping hidung
4) Tidak ada retraksi/gerakan dada simetris
Rencana Keperawatan
1) Observasi kecepatan kedalaman, frekuensi, irama dan bunyi nafas
Rasional : Perubahan berguna dalam menunjukkan adanya komplikasi pulmonal dan luasnya bagian
otak yang terkena
2) Atur posisi semi fowler (150 – 450)
Rasional : Akan mengurangi penekanan isi rongga perut terhadap diafragma sehingga ekspansi paru
tidak terganggu.
3) Lakukan penghisapan lendir, catat warna, sifat dan bau sekret
Rasional : Dengan dilakukannya penghisapan lendir maka jalan nafas akan bersih dan akumulasi sekret
dapat dicegah
4) Anjurkan dan ajarkan untuk latihan nafas dalam
Rasional :Latihan nafas dalam berguna untuk mencegah terjadinya atelektasis.
5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi oksigen
Rasional : Pemberian oksigen dapat meningkatkan oksigen otak untuk mencegah hipoksia.
6) Monitor pemberian oksigen
Rasional : Mencegah terjadinya pemberian oksigen yang berlebihan, iritasi saluran nafas.
c) Diagnosa Keperawatan intoleransi aktivitas
Tujuan : Mampu melaksanakan aktivitas fisik ADL
Kriteria hasil :
1) Mampu mempertahankan fungsi gerak
2) Tidak terjadi dekubitus
Rencana Keperawatan
1) Koreksi tingkat kemampuan mobilisasi dengan skala 0 – 4
(0): klien tidak tergantung pada orang lain
(1): klien butuh sedikit bantuan
(2):klien butuh bantuan / pengawasan / bimbingan sederhana
(3): klien butuh bantuan / peralatan yang banyak
(4):klien sangat tergantung pada pemberian pelayanan
Rasional : Untuk menentukan aktivitas dan bantuan yang diberikan.
Bantu klien melakukan gerakan-gerakan sendiri secara pasif dan aktif
Rasional : Mempertahankan fungsi sendi dan mencegah koordinasi gerakan tonus otot
2) Observasi terus kemampuan gerakan motorik,keseimbangan, koordinasi gerakan tonus otot
Rasional : Untuk melihat penurunan atau peningkatan fungsi neurologis
3) Berikan motivasi dan latihan pada klien dalam pemenuhan kebutuhan ADLnya
Rasional: Untuk meningkatkan semangat hidup klien agar mandiri dalam pemenuhan ADLnya
4) Anjurkan keluarga klien untuk turun membantu melatih dan memberikan motivasi.
Rasional : Meningkatkan percaya diri klien
5) Lakukan kolaborasi dengan tim kesehatan lain (fisioterapi) dalam terapi fisik.
Rasional: Dengan memberikan terapi fisik akan melatih pasien untuk belajar sendiri.
d) Diagnosa Keperawatan cemas
Tujuan : kebutuhan rasa aman klien dan keluarga terpenuhi
Kriteria hasil :
1) Klien dapat menyadari dan menerima musibah yang menimpa
2) Klien mempunyai rasa optimis terhadap kesembuhannya
Rencana Keperawatan
1) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga mengenai kondisi, rencana keperawatan dan
prognosa klien secara interdependent
Rasional : Untuk membantu pengambilan keputusan dan perencanaan
2) Libatkan keluarga dalam pengambilan keputusan dan perencanaan
Rasional : Memungkinkan keluarga klien menjadi bagian integral dari program yang dijalani.
e) Diagnosa Keperawatan pemenuhan kebutuhan nutrisi
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
1) Tanda-tanda mual muntah tidak ada
2) Tidak terjadi penurunan berat badan
Rencana
keperawatan
1) Observasi kemampuan mengunyah, menelan klien
Rasional: Dapat menentukan pilihan cara pemberian jenis makanan
2) Observasi distensi abdomen dan bising usus
Rasional: Bising usus perlu diketahui untuk menentukan pemberian makanan dan mencegah komplikasi.
3) Timbang berat badan
Rasional : Bising usus perlu diketahui untuk menentukan pemberian makanan dan mencegah
komplikasi.
4) Motivasi untuk makan dalam porsi sedikit-sedikit tapi sering
Rasional: Memudahkan proses perencanaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi
5) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain tentang gizi yang sesuai kondisi klien.
Rasional: Makanan yang diberikan membantu klien dalam mempercepat penyembuhannya (Doenges
Marilynn. 2000)

2.2.4. Pelaksanaan
Tahap pelaksanan yang merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan, merupakan tahap
dimana peran perawat merealisasikan rencana keperawatan ke dalam tindakan keperawatan yang nyata
langsung pada klien. Tindakan keperawatan itu sendiri merupakan pelaksanaan dari rencana tindakan
yang telah ditentukan dengan maksud agar kebutuhan klien terpenuhi secara optimal.
Di dalam tahap pelaksanaan ini, perawat tidak hanya melakukan tindakan keperawatan saja, tetapi juga
melaporkan tindakan yang telah dilakukan tersebut, sekaligus dengan respon klien, dan
mendokumentasikan ke dalam catatan perawatan klien.
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tahap pelaksanaan pada dasarnya harus disesuaikan dengan
intervensi yang ada pada tahap perencanan. Namun tidak selamanya hal tersebut dapat dilakukan,
tergantung pada beberapa faktor, faktor tersebut antara lain: keadaan klien, fasilitas atau alat yang ada,
pengorganisasian pekerjaan perawat, ketersediaan waktu serta lingkungan fisik di mana keperawatan
tersebut dilakukan.

2.2.5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap kelima dan terakhir dalam proses keperawatan, evaluasi dalam proses pencapaian
tujuan serta pengkajian rencana keperawatan. Evaluasi merupakan aspek yang penting dari proses
keperawatan, karena kesimpulan yang didapatkan dari evaluasi menentukan apakah intervensi
keperawatan dihentikan, dilanjutkan atau di ubah ( dimodifikasi ).
Tolak ukur yang digunakan untuk mencapai tujuan pada tahap evaluasi ini adalah kriteria-kriteria yang
telah di buat pada tahap perencanaan. Dengan patokan pada kriteria tersebut, dinilai apakah masalah
teratasi seluruhnya atau sebagian atau belum sama sekali atau malah timbul masalah baru, jika masalah
telah teratasi atau timbul masalah baru, maka intervensi keperawatan diubah atau dimodifikasi.
Penilaian dan kesimpulan tersebut dituangkan dalam catatan perkembangan klien dan diuraikan
berdasarkan SOAPIER yaitu :
S : keluhan subyektif
O : data objektif yang tampak
A : analisa terhadap pencapaian tujuan
P : planning
I : implementasi
E : evaluasi ulang
R : revisi tindakan
(Doenges Marilynn E. 2000)

DAFTAR PUSTAKA

A. Alimun Aziz Hidayat. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia.EGC. Jakarta.

Doenges Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan keperawatan. Pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3. EGC. Jakarta.

Guyton. (1996). Fisiologi Manusia. Edisi III.EGC. Jakarta.


(http://biospottrott.blogspot.com/2007 12 01 archive.html).
(http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/Kepalateks.html
HudaK. Carolyn.M. (1996). Keperawatan Kritis. Volume II. EGC. Jakarta.
Pahria. (1994). Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. EGC. Jakarta.
Mansjoer Arif. (2008). Kapita Selekta Kedokteran.Edisi 3. Penerbit Media Aesculapius FKUI. Jakarta.
Muttaqin Arif. (2008). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan gangguan sistem persarafan.
Salemba Medika. Jakarta.

Suddarth dan Brunner.(2001). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 2. EGC. Jakarta.

Sylvia Anderson price. (2006). Patofisiologi konsep klinik peroses-peroses penyakit. EGC. Jakarta.

Widaydo Wahyu. (2007). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persyarapan. Trans
Info Media. Jakarta.

You might also like