Professional Documents
Culture Documents
KEPALA
Terdiri dari otak dan sum-sum tulang belakang, urat-urat saraf yang tumbuh dari otak dan sum-
sum tulang belakang melalui serabut saraf.
2.1.4.
9
Fisiologi Otak
Otak merupakan suatu alat tubuh yang penting, karena merupakan pusat komputer dari semua alat
tubuh, bagian dari saraf sentral yang terletak di dalam rongga tengkorak ( kranium yang di bungkus oleh
selaput otak yang kuat ).
Otak terletak di dalam rongga kranium ( tengkorak ) berkembang dari sebuah tabung yang mulanya
memperlihatkan tiga gejala pembesaran otak awal
a. Otak depan menjadi hemisfer serebri, korpus striatum, thalamus serta hipotalamus.
b. Otak tengah, tegmentum, krus serebrum, korpus kuadrigeminus.
c. Otak belakang, menjadi pons varoli, medula oblongata dan serebrum. (Guyton. 1996)
2.1.5. Etiologi
a) Kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda dan mobil
b) Kecelakaan saat olah raga
c) Cedera kekerasan
d) Benturan
e) Goncangan
2.1.6. Klasifikasi Cedera Kepala
Cedara kepala dapat di klasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan, dan marfologi
cedra.(Mansjoer Arif 2000)
1. Mekanisme: berdasarkan adanya penetrasi durameter
a. Trauma tumpul : kecepatan tinggi (tabrakan mobil)
kecepatan rendah (terjatuh, di pukul)
b. Trauma tembus (luka btembus peluru dan cedra tembus lainnya)
2. Kaparahan cedera
a. Ringan : skala koma Glasgow (Glasgow coma scale, GCS) 14-15
b. Sedang : GCS 9-13
c. Barat : GCS 3- 8
3. Marfologi
a. Fraktur tengkorak : kranium : linear / stelatum ; depresi non depresi terbuka tertutup.
Basis degan atau tanpa kebocoran cairan serebrospinal dengan / tanpa kelumpuhan nervus VII
b. Lesi intrakranial : fokal ; epidural, subdural, intraserebral.
Difus: konsusi ringan, konsusi klasik, bcedra aksonal difus.(Mansjoer Arif, 2000)
2.1.7. Patofisiologi
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi
pataofisilogi dari suatu trauma kepala, cedera atau trauma bisa terjadi karena benturan atau goncangan
dan sering sekali terjadi pada kasus cedera kepala adalah karena jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor
atau sepeda dan mobil, kecelakaan pada saat olah raga, atau cedera kekerasan, dari semua penyebab
dari cedera/trauma kepala di atas, dan apabila salah satu penyebab di atas yang akan menyebabkan
terjadinya cedera kepala sedang karena benturan pada kepala adanya jejas atau terjadi reaksi
peradangan di sekitar kepala, peningkatan suplai darah (peningkatan volume darah) ke daerah trauma,
dan pada area peningkatan permeabilitas kapiler,serta vasodilatasi arterial,semua menimbulkan
peningkatan isi intracranial,dan akhirnya peningkatan tekanan intracranial(TIK) bisa menyebabkan (nyeri
kepala,mual-muntah) dan apabila terjadi mual-muntah asupan nutrisi yang di butuhkan tubuh kurang
atau (nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh) dan bisa menyebabkan kelemahan karena produksi energi
yang menurun(intoleransi aktivitas), dan cedera yang mengenai cedera jaringan otak (medulla
oblongata) akan adanya liquor pada saluran pernafasan dan pola nafas terganggu (bersihan jalan nafas
tidak efektif) ,dan apabila terjadi gangguan pada autoregulasi akan terjadi penurunan aliran darah ke
otak, O2 dan metabolism terganggu asam laktat meningkat (intolerasi aktivitas). pasien dengan kurang
pengetahuan dan informasi tentang penyakit atau pengobatan dan perawatan karena sidrom pasca
trauma bisa mengalami cemas.(Sylvia Anderson Price.2006)
2.1.8. WOC
2.2. Tabel 2
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk memintak pertolonagan kesehatan tergantung seberapa jauh dampak
dari trauma kepala diserertai penurunan tingakat kesadaran
3. Riwayat kesehatan/keperawatan sekarang
Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian,
trauma langsung ke kepala. Pengkajian yang di dapat, meliputi tingkat kesadran menurun (GCS <15 ),
konvulsi, muntah, takipnea, sakit kepala, wajah simetris atau tidak, lemah, luka di kepala, paralise,
akumulasi secret pada saluran pernapasan, adanya likuor dari hidung dan telinga, serta kejang, adanya
penurunan atau perubahan pada tingakat kesadaran di hubungkan dengan perubahan di dalam
intracranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat
terjadi latargik, tidak responsive, dan koma.
4. Riwayat kesehatan/keperawatan dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi, riwayat cedera kepala
sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, penggunaan obat-obatan antikoagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obatan adiktif, dan konsumsi alkohol berlebihan.
2) Palpasi
Kepala
:
Untuk mengetahui keadaan rambut, massa, pembengkakan nyeri tekan, keadaan tenglorak dan kulit
kepala.
Mata
:
Untuk mengetahui tekanan bola mata dan untuk mengetahui adanya nyeri tekan. Untuk mengukur
tekanan bola mata secara teliti diperlukan alat tonometri dan di perlukan keahlian khusus.
Telinga
:
Palpasi kartilago telinga luar secara sistematis yaitu dari jaringan lunak kemudian jaringan keras catat
bila ada nyeri. Tekan bagian tragus ke dalam dan tekan pula tulang telinga dibawah daun telinga. Bila
ada peradangan pasien akan merasakan nyeri.
Hidung
:
Palpasi sinus maksilaris, frontalis, dan etmoidalis, perhatikan terhadap adanya nyeri tekan.
Mulut
:
Palpasi pada mulut terutama untuk mengetahui bentuk dan setiap ada kelainan pada mulut yaitu antara
lain meliputi pipi, dasar mulut, palatum, dan lidah.
Leher
:
Palpasi pada leher dilakukan terutama untuk mngetahui keadaan dan lokasi kelenjar limfe, kelenjar
tiroid, dan trakea.
Dada
:
Palpasi dada dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji keadaan kulit pada dinding dada, nyeri tekan,
massa, peradangan, kesimetrisan ekspansi, dan tactil vremitus (vibrasi yang dapat teraba yang
dihantarkan melalui sistem bronkopulmonal selama seseorang berbicara). Area jantung juga dipalpasi
yaitu dilakukan secara sistematis mengikuti struktur anatomi jantung mulai dari area aorta, area
pulmonal, area trikuspidalis, area apikal, dan area epigastrik.
Abdomen
:
Palpasi merupakan metode yang paling akhir pada pengkajian perut. Palpasi dapat dilakukan secara
palpasi ringan atau palpasi dalam. Palpasi ringan untuk mengetahui adanya nyeri tekan, nyeri superfisial
dan adanya massa. Palpasi dalam untuk mengetahui keadaan hepar, lien, ginjal, dan kandung kemih.
Genetalia
:
Pada pria palpasi penis untuk mengetahui adanya nyeri tekan, nodula, dan adanya cairan kental yang
keluar.
Ekstremitas
:
Palpasi pada otot saat istirahat untuk mengetahui tonus otot. Pada saat bergerak secara aktif dan pasif
untuk mengetahui adanya kelemahan, kontraksi tiba-tiba secara involunter dan kehalusan gerakan.
Palpasi tulang untuk mengetahui adanya edema atau nyeri tekan. Palpasi persendian untuk mengetahui
adanya nyeri tekan, gerakan, bengkak, krepitasi, dan nodula
3) Perkusi
Dada
:
Suara atau bunyi perkusi pada paru-paru orang normal selain untuk mengetahui keadaan paru-paru
perkusi juga dapat digunakan untuk mengetahui batas paru-paru dengan organ lain disekitarnya. Perkusi
jantung dilakukan untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung secara kasar.
Abdomen
:
Perkusi dilakukan dengan tujuan untuk mendengarkan /mendeteksi adanya gas, cairan atau massa
didalam perut. Perkusi juga dilakukan untuk mengetahui posisi lien dan hepar. Bunyi perkusi pada perut
orang normal adalah timpani, tetapi bunyi ini dapat menjadi berubah pada keadaan-keadaan tertentu.
Ekstremitas
:
Kaji adanya refleks patella, kekuatan otot bisep dan trisep.
4) Auskultasi
Dada
:
Auskultasi berguna untuk mengkaji aliran udara melalui batang trakeobrankeal dan untuk mengetahui
adanya sumbatan aliran udara. Auskultasi juga berguna untuk mengkaji kondisi paru-paru dan rongga
pleura. Auskultasi juga berguna untuk mengetahui bunyi-bunyi jantung. Bunyi jantung pertama (S1)
timbul akibat penutupan katup mitralis dan trikuspidalis. Bunyi jantung kedua (S2) timbul akibat
penutupan katup aorta dan pulmonalis.
Abdomen
:
Untuk mendengarkan dua suara perut, yaitu suara perut/peristaltik yang disebabkan oleh perpindahan
gas atau makanan sepanjang intestinum, serta suara pembuluh darah.
c. Pemerikaan neurologis
Dilakukan dengan memeriksa respon dari 3 area : membuka mata, respon verbal dan respon motorik.
Skor terendah 3 dan tertinggi 15. Respon motorik dinilai yang terbaik dari kedua sisi.
Respon membuka mata (eye)
Spontan dengan adanya kedipan 4
Dengan suara 3
Dengan nyeri 2
Tidak ada reaksi 1
Respon bicara (verbal)
Orientasi baik 5
Disorientasi (mengacau/bingung) 4
Keluar kata-kata yang tidak teratur 3
Suara yang tidak berbentuk kata 2
Tidak ada suara 1
Respon motorik (motor)
Mengikuti perintah 6
Melokalisir nyeri 5
Menarik ekstremitas yang dirangsang 4
Fleksi abnormal (dekortikasi) 3
Ekstensi abnormal (decerebrasi) 2
Tidak ada gerakan 1
(http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/Kepalateks.html)
d. Pemeriksaan Laboratorium.
Hematokrit (normalnya pada pria : 40-48 %, wanita :37-43 %) periksa darah perifer lengkap, trombosit
(normal : 150.000-400.000 /UL), kimia darah : glukosa (normal :60-400 mg/dl) dan kratinin (normal : 1-2
gr/24 jam).masa protrombin atau masa tromboplastin parsial (normal : 30-40”), skrining toksikologi dan
kadar alkohol bila perlu. (Mansjoer, arif. 2000).
e. Therapy medik
1. Dexametason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema, sesuai berat ringannya trauma.
2. Monitol 20% atau glukosa atau gliserol 10% untuk pengibatan anti edema.
3. Anti bitika (penicilin),
4. Metronidazol
5. Dextrose 5 %, ringer laktat
f. Foto rontgen
Pada cedera kepala perlu dibuatkan foto rontgen kepala dan kolumna vertebralis servikalis. Foto
kolumna vertebralis servikalis dibuat sedikitnya anterior-posterior dan lateral untuk melihat adanya
fraktur atau dislokasi. Pada foto polos tengkorak mungkin dapat ditemukan garis fraktur atau fraktur
impresi. Tekanan kranial yang tinggi mungkin menimbulkn impressiones digitatae.
g. CT Scan
Dengan pemeriksaan ini kita dapat melihat ke dalam rongga tengkorak. Potongan-potongan melintang
tengkorak bersama isinya tergambar dalam foto dengan jelas.
1. Analisa data
Tabel 2.3 Analisa data
No
Data
Etiologi
Problem
1
2
3
4
5
DS :
- klien mengatakan “saya merasa nyeri pada kepala hilang timbul rasanya seperti ditusuk-tusuk
nyerinya bertambah jika bangun dan saya terasa mual-mual”
DO :
- Klien tampak menahan nyeri/tampak meringis
P: cedera kepala sedang (CKS)
Q: nyeri tekan
R: di sekitar trauma (benturan)
S: pada angka 4 (sedang) (0-10)
T: hilang timbul
- Kesadaran apatis
- Tanda-tanda vital
- TD 100/80 mmHg, nadi 80x/menit, RR 20x/menit, Suhu 36,50C
- GCS E4 V2 M3
DS :
- Klien mengatakan “saya sulit dalam bernapas”
DO :
DO :
- Klien tampak lemah.
- Klien tampak berbaring lemah di atas tempat tidur.
- Klien tampak dibantu dalam ADL (aktivity daily living).
- Skala kemampuan
DS :
- Klien mengatakan ”saya khawatir dengan kondisi saya saat ini
DO :
- klien tampak gelisah
- klien selalu bertanya tentang keadaannya dan kapan dibolehkan pulang.
DS :
- klien mengatakan “saya merasa mual-mual” .
DO:
- klien tampak tidak pernah mau makan sejak masuk RS klien hanya makan roti tapi tidak dihabiskan.
- Klien tidak menghabiskan makanan yang disediakan oleh Rumah sakit dan hanya dimakan 1 sendok.
- Minum antara 1-2 gelas sehari total minum klien 200-400cc
cedera kepala
Cedera kepala
Gangguan autoregulasi
Aliran darah ke otak
O2 menurun
asam laktat
intoleransi aktivitas
Kurangnya informasi
Dan pengalaman tentang penyakit yang diderita klien
Cemas
Nyeri
kepala
Bersihan jalan nafas tidak efektif
Intoleransi aktivitas
Cemas
2.2.4. Pelaksanaan
Tahap pelaksanan yang merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan, merupakan tahap
dimana peran perawat merealisasikan rencana keperawatan ke dalam tindakan keperawatan yang nyata
langsung pada klien. Tindakan keperawatan itu sendiri merupakan pelaksanaan dari rencana tindakan
yang telah ditentukan dengan maksud agar kebutuhan klien terpenuhi secara optimal.
Di dalam tahap pelaksanaan ini, perawat tidak hanya melakukan tindakan keperawatan saja, tetapi juga
melaporkan tindakan yang telah dilakukan tersebut, sekaligus dengan respon klien, dan
mendokumentasikan ke dalam catatan perawatan klien.
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tahap pelaksanaan pada dasarnya harus disesuaikan dengan
intervensi yang ada pada tahap perencanan. Namun tidak selamanya hal tersebut dapat dilakukan,
tergantung pada beberapa faktor, faktor tersebut antara lain: keadaan klien, fasilitas atau alat yang ada,
pengorganisasian pekerjaan perawat, ketersediaan waktu serta lingkungan fisik di mana keperawatan
tersebut dilakukan.
2.2.5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap kelima dan terakhir dalam proses keperawatan, evaluasi dalam proses pencapaian
tujuan serta pengkajian rencana keperawatan. Evaluasi merupakan aspek yang penting dari proses
keperawatan, karena kesimpulan yang didapatkan dari evaluasi menentukan apakah intervensi
keperawatan dihentikan, dilanjutkan atau di ubah ( dimodifikasi ).
Tolak ukur yang digunakan untuk mencapai tujuan pada tahap evaluasi ini adalah kriteria-kriteria yang
telah di buat pada tahap perencanaan. Dengan patokan pada kriteria tersebut, dinilai apakah masalah
teratasi seluruhnya atau sebagian atau belum sama sekali atau malah timbul masalah baru, jika masalah
telah teratasi atau timbul masalah baru, maka intervensi keperawatan diubah atau dimodifikasi.
Penilaian dan kesimpulan tersebut dituangkan dalam catatan perkembangan klien dan diuraikan
berdasarkan SOAPIER yaitu :
S : keluhan subyektif
O : data objektif yang tampak
A : analisa terhadap pencapaian tujuan
P : planning
I : implementasi
E : evaluasi ulang
R : revisi tindakan
(Doenges Marilynn E. 2000)
DAFTAR PUSTAKA
Doenges Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan keperawatan. Pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3. EGC. Jakarta.
Suddarth dan Brunner.(2001). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 2. EGC. Jakarta.
Sylvia Anderson price. (2006). Patofisiologi konsep klinik peroses-peroses penyakit. EGC. Jakarta.
Widaydo Wahyu. (2007). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persyarapan. Trans
Info Media. Jakarta.