Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
I. Latar belakang
Imunisasi merupakan salah satu upaya preventif untuk mendapat tingkat
kesehatan masyarakat yang baik merupakan salah satu tujuan Millenium Development
Goals (MDGS). Melalui imunisasi anak balita, remaja dan ibu hamil diberikan
proteksi untuk mencegah penyakit-penyakit tertentu yang bisa terjadi akan sangat
mengganggu dan menyebabkan penurunan kualitas hidup seseorang.1,2 Setiap tahun
lebih dari 1,4 juta anak di dunia meninggal karena berbagai penyakit yang sebenarnya
dapat dicegah dengan imunisasi. Imunisasi sebagai suatu upaya untuk
menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu
penyakit, sehingga bila suatu saat terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit
atau hanya mengalami sakit ringan dengan melindungi anak terhadap beberapa
Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). PD3I adalah penyakit-
penyakit menular yang sangat potensial untuk menimbulkan wabah dan keamatian
terutama pada balita.3 Sebagai salah satu kelompok yang menjadi sasaran program
imunisasi, setiap bayi wajib mendapatkan imunisasi dasar Lengkap yang terdiri dari :
1 dosis BCG, 3 dosis DPT-HB dan atau DPT-HB-Hib, 4 dosis polio, dan 1 dosis
campak.4
Pencapaian imunisasi bayi yang baik, mencerminkan tingkat kekebalan yang
dapat di capai bayi untuk mencegah terjadinya penyakit-penyakit tertentu yang dapat
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak, dan dapat menyebabkan
kematian bayi-balita. Sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM) kesehatan, suatu
desa/ kelurahan disebut desa/ kelurahan Universal Child Immunization atau UCI yaitu
desa/kelurahan dengan cakupan imunisasi dasar lengkap minimal 80% dari jumlah
bayi (0-11 bulan) yang ada di desa/kelurahan tersebut sudah mendapat imunisasi
dasar lengkap. Target rencana strategi (Renestra) Kementerian Kesehatan untuk
cakupan desa/ kelurahan UCI pada tahun 2014 sebesar 100%. Sedangkan pada tahun
2014 cakupan desa/kelurahan UCI sebesar 81,82% yang berarti belum mencapai
target yang telah ditetapkan. Pada tahun 2014 terdapat lima provinsi memiliki capaian
sebesar 100% yang berarti mencapai target Renstra tahun 2014, yaitu Lampung,
Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, DI Yogyakarta, dan DKI Jakarta. Sedangkan
1
Provinsi Papua memiliki capaian terendah sebesar 13,66%, diikuti oleh Papua Barat
sebesar 34,55%, dan Kalimantan Tengah sebesar 66,93%. Provinsi Maluku sendiri
memiliki capaian pada urutan ke dua puluh dua sebesar 78,36%. 4 Hal ini
menyebabkan Indonesia menjadi salah satu negara prioritas yang diidentifikasi oleh
World Health Organization (WHO) dan United Nations of Children’s Fund
(UNICEF) untuk mencapai akselerasi dalam pencapaian target 100% desa/kelurahan
UCI dan di targetkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) tahun 2015-2019.3
Keberhasilan imunisasi ini tidak lepas dari peran serta petugas kesehatan baik
di posyandu maupun puskesmas. Peran orangtua tentunya memegang peranan utama
dalam terlaksananya program imunisasi dasar. Maka dari itu, penulis merasa perlu
mengkaji lebih lanjut mengenai hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan
keterlibatan anak dalam imunisasi dasar.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merasa perlu melakukan
penelitian terhadap gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar di
Desa Suli, wilayah kerja Puskesmas Suli, Kabupaten Maluku Tengah.
III. Tujuan
Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar di
Desa Suli, wilayah kerja Puskesmas Suli, Kabupaten Maluku Tengah periode 10-13
Januari 2018.
2
Bagi pihak puskesmas, untuk memberi tambahan informasi sebagai bahan acuan
dalam melaksanakan penyuluhan maupun pendidikan kepada masyarakat
mengenai imunisasi dasar selanjutnya.
Bagi peneliti, diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan, wawasan
dan pengalaman langsung dalam pelaksanaan penelitian di lapangan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Imunisasi
a. Definisi Imunisasi
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit sehingga bila suatu saat terpajan
dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.4
b. Tujuan Imunisasi
Tujuan utama imunisasi atau vaksinasi ialah prosedur meningkatkan derajat
imunitas, memberikan imunitas dengan menginduksi respons memori terhadap
pathogen tertentu atau toksin dengan menggunakan preparat antigen non-virulen atau
non-toksik.4 Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 42
Tahun 2013 tentang penyelenggaraan imunisasi tujuan utama penyelenggaran
imunisasi sendiri adalah untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian
akibat penyakit yang dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I).5
c. Jenis Imunisasi5,6,7,8
Berdasarkan jenis penyelenggaraannya, imunisasi dikelompokan menjadi
imunisasi program dan imunisasi pilihan.
1. Imunisasi Program
a. Rutin
a) Imunisasi dasar
b) Imunisasi lanjutan pada batita
c) Imunisasi lanjutan pada anak sekolah
d) Imunisasi lanjutan pada wanita usia subur
b. Imunisasi tambahan
a) Blocklog fighting (upaya aktif melengkapi imunisasi dasar pada anak
yang berumur 1-3 tahun)
b) Pekan imunisasi nasional
c) Catch up campaign campak
d) Crash program (program percepatan)
e) Sub PIN
f) Outbreak response immunization (ORI)
4
c. Imunisasi khusus
2. Imunisasi pilihan
Imunisasi pilihan adalah imunisasi lain yang tidak termasuk dalam
imunisasi wajib, namun penting diberikan pada bayi, anak, dan dewasa di
Indonesia mengingat beban penyakit dari masing-masing penyakit. Yang termasuk
dalam imunisasi pilihan ini adalah:
a. Pneumonia dan meningitis yang disebabkan oleh pneumokokus;
b. Diare yang disebabkan oleh rotavirus;
c. Influenza;
d. Cacar air (varisela);
e. Gondongan (mumps);
f. Campak jerman (rubela);
g. Demam tifoid;
h. Hepatitis A;
i. Kanker leher rahim yang disebabkan oleh Human Papillomavirus;
j. Japanese Enchephalitis;
k. Herpes zoster;
l. Hepatitis B pada dewasa;
5
2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2
3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3
4 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4
9 bulan Campak
a).1 Hepatitis B
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
penyakit hepatitis yang kandungannya adalah HbsAg dalam bentuk cair,
HBsAg (hepatitis B surface antigen) adalah protein yang dilepaskan oleh virus
hepatitis B yang sedang menginfeksi tubuh. Karena itu, protein ini dapat
digunakan sebagai penanda atau marker terjadinya infeksi hepatitis B.
Vaksinasi dimaksudkan untuk mendapat kekebalan aktif terhadap penyakit
Hepatitis B. Vaksin terbuat dari bagian virus bepatitis B yang dinamakan
HbsAg, yang dapat menimbulkan kekebalan tetapi tidak menimbulkan
penyakit. Khusus bagi bayi yang lahir dari seorang ibu pengidap virus
Hepatitis B, harus dilakukan imunisasi pasif memakai immunoglobulin khusus
anti Hepatitis B dalam waktu 24 jam setelah kelahiran. Berikutnya bayi
tersebut harus pula mendapat imunisasi aktif 24 jam setelah lahir, dengan
penyuntikan vaksin Hepatitis B yang sama seperti biasa yaitu intramuskular.
Vaksin hepatitis akan rusak karena pembekuan, juga karena pemanasan.
Vaksin hepatitis paling baik di simpan pada temperatur 2-8oC.5
6
- Jenis vaksin: Inactivated viral vaccine (IVV = HBsAg yang telah
diinaktivasi)
Vaksin rekombinan: HB Vax (MSD), Engerix (smith Kline Becham),
Bimugen (kahatsuka)
Plasma derived: Hepa B: vaksin hepatitis B (biofarma), Hepaccine B
(Cheil Chemical & ford)
- Dosis: 0,5 ml/dosis.
- Jadwal imunisasi:
Disarankan untuk diberikan bersama BCG dan Polio I pada kesempatan
kontak pertama dengan bayi kemudian dilanjutkan pd umur 2 bulan, 3
bulan, dan 4 bulan.
Bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg negatif mendapat ½ dosis anak
vaksin rekombinan atau 1 dosis anak vaksin plasma derived. Dosis
kedua harus diberikan 1 bulan atau lebih setelah dosis pertama.
Bayi yang lahir dari ibu HbsAg positif mendapat 0,5 cc Hepatitis B
immune globulin (HBIG) dalam waktu 12 jam setelah lahir dan 1 dosis
anak vaksin rekombinan atau 1 dosis anak vaksin plasma derived pada
tempat suntikan yang berlainan. Dosis kedua direkomendasikan pada
umur 1-2 bulan dan ketiga 6-7 bulan atau bersama dengan vaksin
campak pada umur 9 bulan.
Bayi yang lahir dari ibu yang tidak diketahui status HBsAgnya
mendapat 1 dosis anak plasma rekombinan atau 1 dosis anak vaksin
plasma derived dalam waktu 12 jam setelah lahir. Dosis kedua
direkomendasikan pada umur 1-2 bulan dan ketiga 6-7 bulan atau
bersama dengan vaksin campak pada umur 9 bulan. Diberikan booster
5 tahun kemudian, dianjurkan pemeriksaan kadar anti HBsAg
sebelumnya.
- Lokasi Penyuntikan : Di anterolateral paha. Penyuntikan di bokong
tak dianjurkan karena untuk menghindari kerusakan nervus
ischiadicus.
- Kontra indikasi: defisiensi imun (mutlak) / sakit berat.
- Tanda keberhasilan: Tak ada tanda klinis yang dapat dijadikan
patokan. Namun dapat dilakukan pengukuran keberhasilan melalui
pemeriksaan darah dengan mengecek kadar hepatitis B-nya setelah
7
anak berusia setahun. Bila kadarnya di atas 1000, berarti daya
tahannya 8 tahun; diatas 500, daya tahan 5 tahun; diatas 200 daya
tahan 3 tahun. Tetapi kalau angkanya cuma 100, maka dalam setahun
akan hilang. Sementara bila angkanya 0 berarti si bayi harus disuntik
ulang 3 kali lagi.
- Tingkat kekebalan: Cukup tinggi, antara 94-96%. Umumnya setelah 3
kali suntikan, lebih dari 95% bayi mengalami respons imun yang
cukup.
- Reaksi KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) : Efek samping pada
umumnya ringan, berupa nyeri, bengkak, panas mual, nyeri sendi
maupun otot, walaupun demikian pernah pula dilaporkan adanya
anafilaksis, sindrom Guillain-Barre, walaupun tidak jelas terbukti
hubungan dengannya dengan imunisasi hepatitis B. 5
a).2 BCG (Bacillus Calmette Guerin)
Bacillus Calmette Guerin adalah vaksin hidup yang dibuat dari
Mycobacterium bovis yang dibiak berulang selama 1-3 tahun sehingga didapat
basil yang tidak virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas. Merupakan
imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit tuberkulosis
(TB) berat akibat penyakit TB primer atau ringan yang dapat terjadi walaupun
sudah dilakukan imunisasi BCG. Imunisasi BCG untuk mencegah Meningitis
TB, TB milier (pada seluruh lapangan paru) atau TB tulang.
Imunisasi BCG ini merupakan vaksin yang mengandung kuman TBC
yang telah dilemahkan. Vaksin BCG tidak mencegah infeksi tuberculosis
tetapi mengurangi risiko tuberculosis berat seperti meningitis tuberkulosa dan
tuberculosis milier. Efek proteksi timbul 8-12 minggu setelah penyuntikan.
Efek proteksi bervariasi antara 0-80° %. Hal ini mungkin karena vaksin yang
dipakai, lingkungan dengan Mycobacterium atipik atau faktor pejamu (umur,
keadaan gizi, dll).
Imunisasi ini cukup diberikan satu kali saja. Bila pemberian imunisasi
ini “berhasil,” maka setelah beberapa minggu di tempat suntikan akan timbul
lepuhan kecil atau ulkus. Ulkus yang terbentuk tidak menganggu struktur otot
setempat (dibandingkan pemberian di daerah gluteal lateral atau paha
anterior).
8
Gambar 2. Vaksin BCG
Vaksin BCG berbentuk bubuk kering harus dilarutkan dengan 4 cc
NaCl 0,9%. Setelah dilarutkan harus segera diapakai dalam waktu 3 jam,
sisanya dibuang. Penyimpanan pada suhu < 5ºC terhidar dari sinar matahari.
- Jenis Vaksin: Calmette & Guerin (Biofarma, Pasteur, Glaxo) suatu live
attenuated vaccine (LAV).
- Dosis: 0,05 ml/dosis pada bayi < 1 tahun dan 0,1 ml pada usia anak.
- Usia Pemberian : Optimal diberikan pada umur <2 bulan. Namun untuk
mencapai cakupan yang lebih luas, Kementrian Kesehatan menganjurkan
pemberian BCG pada umur 0 – 12 bulan. Apabila setelah 3 bulan. Perlu
dilakukan uji tuberlikan terlebih dahulu. Vaksin BCG diberikan apabila
uji tuberkulin (-). Apabila tuberkulin tidak memungkinkan, BCG dapat
diberikan namun perlu diobservasi dalam waktu 7 hari. Apabila terdapat
reaksi local cepat di tempat suntikan (accelerated local reaction), perlu
tindakan lebih lanjut (tanda diagnostic tuberculosis).Pada bayi yang
kontak erat dengan penderita TB dengan BTA(+3) sebaiknya diberikan
INH profilaksis dulu, kalau kontaknya sudah teratasi, baru dapat diberi
BCG.
- Lokasi Penyuntikan : secara intrakutan di daerah lengan kanan atas pada
insersio M.deltoideus, sesuai anjuran WHO.
- Jadwal imunisasi: Pada kesempatan kontak pertama dengan bayi. Tidak
diperlukan booster, atau segera pada usia < 2 bulan.
- Kontraindikasi:Reaksi uji tuberculin > 5 mm, menderita infeksi HIV atau
dengan resiko tinggi infeksi, imunokompromais akibat pengobatan
kortikosteroid, obat imuno-supresi, mendapat pengobatan radiasi, penyakit
9
keganasan yang mengenai sumsum tulang atau system limfe, anak
menderita gizi buruk, sedang menderita demam tinggi menderita infeksi
kulit yang luas, pernah sakit tuberculosis, kehamilan.
- Efek samping: Pada tempat penyuntikan terjadi ulkus yang lama sembuh,
hal ini terutama bila terjadi suntikan tidak tepat intrakutan, melainkan
subkutan. Pembengka\kan kelenjar regional, yang lambat laun dapat pecah
dan kemudian terbentuk fistel dan ulkus. Infeksi sekunder dari ulkus.
- Cara Penyuntikan
Bersihkan lengan dengan kapas air
Letakkan jarum hampir sejajar dengan lengan anak dengan ujung
jarum yang berlubangmenghadap keatas.
- Suntikan 0,05 ml intra kutan
- Dilakukan hingga timbul benjolan kulit yang pucat dengan pori- pori yang
khas diameter 4-6 mm.
- Tanda Keberhasilan: Muncul lepuhan kecil dan bernanah di daerah bekas
suntikan setelah 4-6 minggu. Tidak menimbulkan nyeri dan tak diiringi
panas. Lepuhan akan sembuh sendiri dan meninggalkan luka parut. Jadi,
meski bisul tak muncul, antibodi tetap terbentuk, hanya saja dalam kadar
rendah. Imunisasi pun tak perlu diulang, karena di daerah endemis TB,
infeksi alamiah akan selalu ada. Dengan kata lain, anak akan mendapat
vaksinasi alamiah. Jika tidak ada lepuhan yang timbul, bisa saja
dikarenakan cara penyuntikan yang salah, mengingat cara
menyuntikkannya perlu keahlian khusus karena vaksin harus masuk ke
dalam kulit. Apalagi bila dilakukan di paha, proses menyuntikkannya
lebih sulit karena lapisan lemak di bawah kulit paha umumnya lebih
tebal.5
10
napas yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasan
yang melengking.
11
khawatir, dapat diberikan vaksin DTP aseluler yang tak menimbulkan
demam. Kalaupun terjadi demam, umumnya sangat ringan.5
a).4 Polio
Imunisasi polio memberikan kekebalan terhadap penyakit
polio. Penyakit ini disebabkan virus, menyebar melalui tinja/kotoran
orang yang terinfeksi. Anak yang terkena polio dapat menjadi lumpuh
layu. Vaksin polio ada dua jenis, yakni :
Inactived Poliomyelitis Vaccine (IPV)
Di Indonesia, meskipun sudah tersedia tetapi Vaksin Polio
Inactivated atau Inactived Poliomyelitis Vaccine (IPV) belum banyak
digunakan. IPV dihasilkan dengan cara membiakkan virus dalam
media pembiakkan, kemudian dibuat tidak aktif (inactivated) dengan
pemanasan atau bahan kimia. Karena IPV tidak hidup dan tidak dapat
replikasi maka vaksin ini tidak dapat menyebabkan penyakit polio
walaupun diberikan pada anak dengan daya tahan tubuh yang lemah.
Vaksin yang dibuat oleh Aventis Pasteur ini berisi tipe 1,2,3 dibiakkan
pada sel-sel VERO ginjal kera dan dibuat tidak aktif dengan
formadehid. Selain itu dalam jumlah sedikit terdapat neomisin,
streptomisin dan polimiksin B. IPV harus disimpan pada suhu 2 – 8o C
dan tidak boleh dibekukan. Pemberian vaksin tersebut dengan cara
suntikan subkutan dengan dosis 0,5 ml diberikan dalam 4 kali berturut-
turut dalam jarak 2 bulan.Untuk orang yang mempunyai kontraindikasi
atau tidak diperbolehkan mendapatkan OPV maka dapat menggunakan
IPV. Demikian pula bila ada seorang kontak yang mempunyai daya
tahan tubuh yang lemah maka bayi dianjurkan untuk menggunakan
IPV.
Oral Polio Vaccine (OPV)
Jenis vaksin Virus Polio Oral atau Oral Polio Vaccine (OPV)
ini paling sering dipakai di Indonesia. Vaksin OPV pemberiannya
dengan cara meneteskan cairan melalui mulut. Vaksin ini terbuat dari
virus liar (wild) hidup yang dilemahkan. OPV di Indonesia dibuat oleh
PT Biofarma Bandung. Komposisi vaksin tersebut terdiri dari virus
Polio tipe 1, 2 dan 3 yang masih hidup tetapi sudah dilemahkan
12
(attenuated). Vaksin ini dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan
distabilkan dalam sucrosa. Tiap dosis sebanyak 2 tetes mengandung
virus tipe 1, tipe 2, dan tipe 3 serta antibiotika eritromisin tidak lebih
dari 2 mcg dan kanamisin tidak lebih dari 10 mcg.
Virus dalam vaksin ini setelah diberikan 2 tetes akan
menempatkan diri di usus dan memacu pembentukan antibodi baik
dalam darah maupun dalam dinding luar lapisan usus yang
mengakibatkan pertahan lokal terhadap virus polio liar yang akan
masuk. Pemberian Air susu ibu tidak berpengaruh pada respon antibodi
terhadap OPV dan imunisasi tidak bioleh ditunda karena hal ini.
Setelah diberikan dosis pertama dapat terlindungi secara cepat,
sedangkan pada dosis berikutnya akan memberikan perlindungan
jangka panjang. Vaksin ini diberikan pada bayi baru lahir, 2,4,6,18,
bulan, dan 5 tahun.
13
minggu, bersamaan dengan DPT I,II dan III. Jika BCG dan
Polio I diberikan bersamaan dengan DPT I , polio IV diberikan
4-6 minggu setelah DPT/Polio III.
Booster: dosis V diberikan I tahun setelah dosis IV dan dosis VI
dan VII diberikan pada umur 6 dan 12 tahun.
Kontraindikasi : Defisiensi imun (mutlak), diare (sementara),
tak dapat diberikan pada anak yang menderita penyakit akut
atau demam tinggi (di atas 380C), penyakit kanker atau
keganansan, HIV/AIDS, sedang menjalani pengobatan steroid
dan penobatan radiasi umum.
Efek samping : Tidak ada reaksi klinis. Kemungkinan polio
paralitik yang dapat dievaluasi dari 1 per 8 juta dosis pada anak
yang telah diimunisasi dan 1 per 5 juta dosis pada kontak.5
a).5 Campak
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah
terjadinya penyakit campak pada anak karena penyakit ini sangat
menular. Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan. Vaksin
yang beredar di Indonesia dapat diperoleh dalam bentuk kemasan
kering tunggal atau dalam kemasan kering dikombinasi dengan vaksin
gondong atau bengok (Mumps) dan Rubella.
Bayi baru lahir biasanya telah mendapat kekebalan pasif
terhadap penyakit campak dari. Semakin bertambah umur bayi, makin
berkurang kekebalan pasif tersebut. Waktu berumur 6 bulan biasanya
sebagian dari bayi itu tidak mempunyai kekebalan pasif lagi. Dengan
adanya kekebalan pasif ini sangat jarang seorang bayi menderita
campak pada umur < 6 bulan.5
14
Vaksin campak harus didinginkan. pada suhu yang sesuai (2-
8oC) karena sinar matahari atau panas dapat membunuh virus vaksin
campak. Bila virus vaksin mati sebelum disuntikkan, vaksin tersebut
tidak akan mampu menginduksi respon imun. Imunisasi campak hanya
diberikan satu kali suntikan, dimana tubuh anak dirangsang untuk
membuat antibodi yang menimbulkan kekebalan. Biasanya tidak
terdapat reaksi akibat imunisasi, mungkin terjadi demam ringan dan
tampak sedikit bercak merah pada pipi dibawah telinga pada hari ke
tujuh sampai hari ke delapan setelah penyuntikan. Mungkin pula
terdapat pembengkakan pada tempat suntikan.5,6
- Jenis vaksin: Schwarz (LAV)
- Dosis: 0,5 mL/dosis
- Cara pemberian: SC atau IM
- Jadwal imunisasi:
Imunisasi dasar : diberikan pada umur 9 bulan
Booster: tidak diperlukan, jika sudah mendapatkan MMR
- Kontra indikasi:
Defisiensi imun (mutlak)
Alergi terhadap telur (benar-benar terbukti)
Mendapat injeksi gammaglobulin dalam 6 minggu terakhir
- Efek samping: demam dengan atau tanpa ruam 6-12 hari setelah
diimunisasi pada 15-20% anak.
III. Pengetahuan 9
a. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini adalah setelah orang melakukan
penginderaan objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yakni :
indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba yang sebagian besar
pengetahuan manusia melalui mata dan telinga (Notoadmojo, 2005).
Pengetahuan atau kognitif yang merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan
fisik dalam menumbuhkan rasa percaya diri maupun dengan dorongan sikap perilaku
15
setiap orang sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimulasi
terhadap tindakan seseorang.
b. Tingkat Pengetahuan
Setelah ada beberapa definisi pengetahuan yang telah diuraikan di atas,
pengetahuan yang dicakup kognitif mempunyai 6 tingkatan yakni :
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai pengikat suatu materi yang sah dipelajari
sebelumnya, termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengikat kembali
(recal) terhadap suatu spesifik dari seluruh badan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima, oleh suatu sebab itu tahu merupakan tingkat pengetahuan
yang paling rendah.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara
besar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi
tersebut secara benar, menyebarkan contoh, menyimpulkan dan meramalkan
obyek yang dipelajari tersebut.
3. Aplikasi (Aplication)
16
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Seseorang 9
Menurut Notoadmojo, faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya
pengetahuan yaitu :
1. Kecerdasan
Intelegensi (kecerdasan) merupakan kemampuan yang dibawa sejak
lahir, yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu. Orang
berpikir menggunakan inteleknya atau pikirannya, cepat atau tidaknya dan
terpecahkan tidaknya suatu masalah tergantung kemampuan intelegensinya. Salah
satu faktor yang mempengaruhi penerimaan pesan dalam suatu komunikasi
adalah taraf intelegensi seseorang. Secara Common sense dapat dikatakan bahwa
orang-orang yang lebih intelegen akan lebih mudah menerima suatu pesan. Dari
uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa orang yang mempunyai taraf intelegensi
tinggi akan mempunyai pengetahuan yang baik dan sebaliknya.
2. Pendidikan
Tugas dari pendidikan adalah memberikan atau meningkatkan
pengetahuan, menimbulkan sifat positif serta memberkan atau meningkatkan
ketrampilan masyarakat atau individu tentang aspek-aspek yang bersangkutan,
sehingga dicapai suatu masyarakat yang berkembang. Pendidikan dapat berupa
pendidikan formal dan non-formal. Sistem pendidikan yang berjenjang
diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan melalui pola tertentu. Jadi tingkat
pengetahuan seseorang terhadap suatu obyek sangat ditentukan oleh tingkat
pendidikannya.
3. Pengalaman
Menurut teori determinan perilaku yang disampaikan WHO (World
Health Organitation), menganalisa bahwa yang menyebabkan seseorang itu
berperilaku tertentu salah satunya disebabkan karena adanya pemikiran dan
perasaan dalam diri seseorang yang terbentuk dalam pengetahuan, persepsi, sikap,
kepercayaan-kepercayaan dan penilaian-penilaian seseorang terhadap obyek
tersebut, dimana seseorang dapat mendapatkan pengetahuan baik dari
pengalaman pribadi maupun pengalaman orang lain.
17
4. Informasi
Teori depensi mengenai efek komunikasi massa, disebutkan bahwa
media massa dianggap sebagai informasi yang memiliki peranan penting dalam
proses pemeliharaan, perubahan dan konflik dalam tatanan masyarakat, kelompok
atau individu dalam aktivitas sosial dimana media massa ini nantinya akan
mempengaruhi fungsi cognitive, afektif dan behavior. Pada fungsi kognitif
diantaranya adalah berfungsi untuk menciptakan atau menghilangkan ambiguitas,
pembentukan sikap, perluasan sistem, keyakinan ambiguitas, pembentukan sikap,
perluasan sistem, keyakinan masyarakat dan penegasan atau penjelasan nilai-nilai
tertentu.
Media ini menjadi tiga yaitu media cetak yang meliputi booklet, leaflet,
rubik yang terdapat pada surat kabar atau majalah dan poster. Kemudian media
elektronik yang meliputi televisi, radio, video, slide dan film serta papan
(bilboard) (Notoadmojo, 2003 : 63).
5. Kepercayaan
Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai arah yang
berlagu bagi obyek sikap, sekali kepercayaan itu telah terbentuk, maka ia akan
menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari
obyek tertentu (Saifudin A, 2002 ).
18
BAB III
METODE PENELITIAN
I. Rancangan Penelitian
a. Jenis Desain Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian deskriptif
menggunakan data primer.
b. lokasi
Lokasi penelitian ini di lakukan di Posyandu bayi dan balita Di Desa Suli,
wilayah kerja Puskesmas Suli yatiu Posyandu Henia, Posyandu Tial-Larike, dan
Posyandu Kayu Manis.
c. Waktu penelitian
Penelitian dilakukan sejak tanggal 10-13 januari 2018
19
III. Etika Penelitian
Sebelum dilakukan penelitian responden akan menandatangani format
persetujuan sebagai responden dalam penelitian ini, hal ini dilakukan sebelum peneliti
menyerahkan kuesioner untuk dilakukan wawancara.
20
sehingga jika terjadi kesalahan maka upaya perbaikan dapat segera
dilaksanakan.
b. Pengkodean (coding)
Usaha mengklarifikasi jawaban-jawaban yang ada menurut macamnya, menjadi
bentuk yang lebih ringkas dengan menggunakan kode.
c. Pemasukan Data (entry)
Memasukan data ke dalam perangkat komputer sesuai dengan kriteria.
d. Pembersihan Data (cleaning data)
Data yang telah di masukan kedalam komputer diperiksa kembali untuk
mengkoreksi kemungkinan kesalahan.
2. Teknik Analisis Data
Pada penelitian ini digunakan analisa univariat yaitu analisa yang dilakukan
terhadap setiap variabel dari hasil penelitian dalam analisa ini hanya menghasilkan
distribusi dan persentase dari tiap variabel yang diteliti yaitu variabel pengetahuan
Hasil penelitian dapat dinyatakan dalam bentuk distribusi frekuensi jawaban dari
responden untuk setiap item pertanyaan dijumlahkan kemudian dibagi dengan
jumlah jawaban benar dikali 100% hasilnya berupa persentase.
Rumus yang digunakan:
Keterangan :
P : Persentase
X : Jumlah jawaban responden
N : Jumlah jawaban benar
21
VII. Kerangka Kerja
Adalah langkah-langkah dalam aktifitas ilmiah yang dilakukan dalam melakukan penelitian.
Populasi
Seluruh ibu yang datang pi posyandu bayi dan balita desa suli, wilayah kerja
puskemas suli sejak tanggal 10-13 januari 2018
Sampel
Seluruh ibu yang mempunyai bayi usia 0 – 12 bulan di wilayah kerja puskemas
suli sejak tanggal 15-19 Januari 2018
Teknik Sampling
Accidental sampling
Pengumpulan data
Kesimpulan
22
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Data Umum
1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Tabel : Distribusi responden berdasarkan umur ibu di Desa Suli, wilayah kerja
Puskesmas Suli, Kabupaten Maluku Tengah.
No Umur Frekuensi Presentase
1 < 20 tahun 0 0%
2 20-35 tahun 17 77%
3 >35 tahun 5 23%
Jumlah 22 100 %
23
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar
responden berumur 20 – 35 tahun ( 77% ), sebagian kecil responden berumur > 35
tahun ( 23 % ) dan tidak terdapat responden yang berumur <20 tahun.
2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Tabel : Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Desa Suli, wilayah kerja
Puskesmas Suli, Kabupaten Maluku Tengah
No Pendidikan Frekuensi Prosentase
1 Dasar (SD,SMP) 1 4%
2 Menengah (SMA, Sederajat) 14 64%
3 Tinggi (Diploma, Sarjana) 7 32%
Jumlah 22 100%
24
3 3 1 5%
4 4 0 0%
5 5 0 0%
Jumlah 0 0%
1 Ya 22 100 %
2 Tidak 0 0%
Jumlah 22 100 %
1 Ya 22 0%
2 Tidak 0 100 %
Jumlah 22 100 %
1 Kurang 0 0%
25
2 Cukup 0 0%
3 Baik 22 100%
Jumlah 22 %
26
BAB V
PEMBAHASAN
I. Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Dasar di Desa Suli, Wilayah Kerja
Puskesmas Suli, Kabupaten Maluku Tengah
Pengetahuan tentang imunisasi dasar di dalam rumah adalah informasi yang
dimiliki oleh seorang ibu tentang imunisasi dasar bayi usia 0-12 bulan. Dari hasil
penelitian didapatkan dari total 22 responden mempunyai tingkat pengetahuan yang baik
tentang imunisasi dasar lengkap yaitu sebesar 100%. Pada tahun 2015 terdapat penelitian
yang dilakukan pada Puskesmas Teupah Barat di Aceh mempunyai tingkat pengetahuan
imunisasi dasar lengkap baik sebesar 100%,10 sedangkan di Puskesmas Bandem tahun
2014 Hasil penelitian menunjukkan 88,9% ibu memiliki tingkat pengetahuan yang rendah
mengenai imunisasi dasar lengkap. Berdasarkan survey yang telah dilakukan di
Puskesmas Bebandem di wilayah kerjanya pada tahun 2013 di dapatkan prevalensi
imunisasi pada bayi yang tidak mencapai target yang ditentukan. Pada tahun 2008,
terdapat wabah campak di wilayah kerja Puskesmas Bebandem dimana terdapat beberapa
balita yang terserang campak, sehingga WHO ikut turun tangan dalam mengatasi hal
ini.11
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk sikap
dan perilaku seseorang. Pengetahuan yang baik tentang imunisasi dasar lengkap
diharapkan menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat penyakit yang
dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I).
27
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai tingkat pengetahuan ibu mengenai imunisasi
dasar, didapatkan hasil bahwa seluruh responden (100%) memiliki tingkat pengetahuan
yang baik mengenai imunisasi dasar.
B. Saran
1. Bagi Peneliti
Diharapkan untuk memperluas wawasan tentang imunisasi agar penelitian selanjutnya
dapat lebih baik dan lebih bermanfaat.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dengan hasil penelitian ini, dapat memperkaya data mengenai program
imunisasi dasar untuk kemajuan program kesehatan selanjutnya.
Diharapkan dapat dilakukan penelitian tentang imunisasi dasar lengkap dengan
variabel yang lebih banyak dan sampe, yang lebih banyak.
3. Bagi Tenaga Kesehatan
Diharapkan bagi petugas kesehatan untuk lebih meningkatkan kinerja dan promosi
kesehatan tentang imunisasi dasar lengkap agar masyarakat memiliki pengetahuan yang
baik tentang imunisasi dasar lengkap diharapkan menurunkan angka kesakitan, kecacatan
dan kematian akibat penyakit yang dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I).
4. Bagi Masyarakat
Diharapkan bagi masyarakat untuk lebih aktif berpartisipasi dalam program-program
kesehatan sehingga dapat meningkatkan taraf hidup keluarga dan masyarakat sekitarnya.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. IDAI. Pentingnya Imunisasi untuk Mencegah Wabah, Sakit Berat, Cacat, dan
Kematian Bayi – Balita (Bagian 1). Jakarta. 2015
2. WHO. Immunization. 2016
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor: 482/Menkes/SK/2010.
Tentang Gerakan Akselarasi Imunisasi Nasional Universal Child Immunization 2010-
2014. Menteri Kesehatan. Jakarta;2010.
4. Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Bakti Husada: Jakarta; 2014.
5. INFODATIN. Situasi imunisasi di Indonesia. PUSDATIN: Jakarta.2017. ISSN 2442-
7659
6. Permenkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 tahun
2017.
7. Direktorat Surveilens,Imunisasi,Karantina dan Kesehatan Matra Direktorat Jenderal
PP & PL Kemenkes RI. Program Imunisasi Ibu Hamil, bayi, dan batita di Indonesia.
Bakti husada: Jakarta.2015
8. Bart KJ. Praktek-praktek imunisasi. Dalam: Nelson WE. Nelson Ilmu kesehatan anak.
Edisi 5. 2000. Jakarta:ECG.hal 1248-57
9. Notoatmodjo, S. (2005) Metode Penelitian Kesehatan, edisi revisi, Rineke Cipta.
Jakarta.
10. Ibhalwisam A. Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Dasar pada
Warga Pengunjung Puskesmas Teupah Barat. Aceh; 2015.
11. Gondowardojo YBB, Wirakusama IB. Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Ibu
Mengenai Pemberian Imunisasi Dasar Pada Bayi di Wilayah kerja Puskesmas
Bebandem tahun 2014. 2014
29
LAMPIRAN
30
PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Nama :
Umur :
Alamat :
Berdasarkan penjelasan yang telah diberikan, bersama ini saya menyatakan tidak
keberatan untuk menjadi responden dalam penelitian dengan judul Gambaran Tingkat Pengetahuan
Ibu mengenai Imunisasi Dasar di Puskesmas Suli, Kabupaten Maluku Tengah.
Demikian pernyataan ini saya buat, tanpa ada paksaan dan tekanan dari penulis.
31
KUESIONER
Nama :
Nomor :
Petunjuk pengisian
Pilihlah salah satu jawaban yang tersedia dengan memberi tanda huruf pada kotak di sebelah jawaban
yang anda pilih.
I. Karakteristik responden
1) Usia
a. < 20 tahun
b. 20 – 35 tahun
c. > 35 tahun
2) Pendidikan
3) Pekerjaan
c. Wiraswasta / swasta
d. PNS
a. Ya
32
b. Tidak
a. Ya
b. Tidak
1) Suatu cara untuk meningkatkan kekebalan tubuh pada bayi agar terhindar dari penyakit
disebut….
a. Imunisasi
b. Imun
c. Posyandu
a. Diare
b. Demam Berdarah
c. Campak
a. Supaya anak tidak terjangkit penyakit infeksi atau hanya mengalami sakit ringan
a. Diteteskan ke telinga
b. Disuntikkan ke paha
c. Diteteskan ke mata
a. Usia sekolah
b. Usia 1 tahun
33
c. Sejak Lahir
c. Menyembuhkan penyakit
b. Vitamin
c. Obat
a. BCG
b. Polio
c. DPT
34
DOKUMENTASI KEGIATAN PENYULUAN IMUNISASI DASAR DAN
PEMBAGIAN KUISIONER
35
36