You are on page 1of 35

LABORATORIUM RUMAH SAKIT MEMBANGUN KEUNGGULAN BERSAING

(KOMPETITIVE ADVANTAGE) MELALUI KERJASAMA OPERASIONAL (KSO)


DI ERA BPJS
Oleh Hartanto

I. PENDAHULUAN

Era BPJS dengan Sistem Casemix-INACBGs menuntut perubahan pendekatan


Managemen Rumah Sakit sebagai pemberi pelayanan kesehatan dengan cara :
1. Menyusun langkah pelayanan yang lebih detail berdasarkan Clinical
pathway yaitu suatu pemetaan mengenai tindakan klinis untuk diagnosis
tertentu dalam waktu tertentu, yang mendokumentasikan clinical practice
terbaik mulai dari pasien masuk sampai pasien pulang, yang merupakan
integrasi pelayanan medis, pelayanan keperawatan, pelayanan farmasi,
laboratorium dan pelayanan kesehatan lain. Clinical pathway yang
diterapkan dengan baik dapat menjadi alat kendali mutu (quality
assurance); Clinical Pathway bisa digunakan sebagai salah satu alat
mekanisme evaluasi penilaian risiko penilaian risiko untuk mendeteksi
kesalahan aktif (active errors) dan laten (latent/ system errors) maupun
nyaris terjadi (near miss) dalam Manajemen Risiko Klinis (Clinical Risk
Management) dalam rangka menjaga dan meningkatkan keamanan dan
keselamatan pasien (patient safety).
2. Pendekatan Evidance Based Medicine dimana Laboratorium klinik
merupakan bagian penting dari pelayanan kesehatan dengan 80% lebih
diagnosis dokter di Rumah Sakit adalah hasil dari tes laboratorium. Guna
menjalankan pemeriksaan Laboratorium berdasarkan Expertise laboratory
practice dan menuju pemenuhan akreditasi (qualified Quality Assurance)
Laboratorium klinik Rumah Sakit Pemerintah membutuhkan infrastruktur
yang mendukung meliputi; Pemilihan/penentuan Diagnstic Analyzer yang
dedicated, Laboratroy Information system-Midle ware yang mampu
mengakomodir ICD-10, Integrated Queing Managemen system, Registration
and Billing, Fully barcoding, Specimen and sample handling, Quality control
WHO standard, Jaminan pemantapan mutu internal dan external, Jaminan
supply ketersediaan ragensia, Jaminan(free-no charge) berupa ketersediaan
suku cadang, Penyediaan back up unit, Teknisi on call 1 x 24 jam dan Service
maintenance berkala, kalibrasi alat-diagnostic dan up grade system sesuai
dengan kemajuan technology pemeriksaan Laboratorium;
3. Laboratorium Patology Rumah Sakit saat ini pada umumnya masih
menerapkan sistem peralatan laboratorium yang parsial belum
terkonsolidasi-terintegrasi sehingga hal ini berpengaruh signifikan pada
probability dan severity risiko kesalahan pada tahap pra-analitik,
analitik dan post-analitik. Untuk meminimize probability dan severity
risiko pada tahap pra-analitik kesalahan dikurangi dengan penggunaan alat
sentrifugasi yang baik dan benar pada proses preparasi spesimen, distribusi
ke alat dan identifikasi specimen secara otomatik sehingga mengurangi
faktor kesalahan manusia. Pada tahap analitik kesalahan dapat dikurangi
dengan menggunakan alat yang secara otomatis dapat mengidentifikasi dan
melakukan tes sesuai dengan jenis pemeriksaan yang diminta. Pada tahap
post-analitik kesalahan dapat dikurangi dengan menggunakan laboratory
information system (LIS) yang secara otomatis memasukkan hasil
pemeriksaan yang dikerjakan alat otomatis, mencetak hasil dan
mengirimkan ke tempat asal permintaan pemeriksaan laboratorium. Benefit
dari sistem peralatan laboratorium terintegrasi dan otomatis adalah
mengurangi kesalahan identifikasi specimen, efisiensi biaya dengan
memperkecil bahan medis habis pakai (BHP), meningkatkan akurasi dan
ketelitian, dan hasil pemeriksaan lebih cepat selesai, mempersingkat alur
dan waktu pengerjaan specimen dengan mempersingkat waktu distribusi
specimen, efisiensi sumber daya manusia dan meningkatnya mutu hasil
karena SDM memiliki waktu untuk memonitor setiap hasil.
4. Sistem INACBGs dengan klaim pembayaran Casemix, memposisikan
pelayanan laboratorium Rumah Sakit saat ini bukan lagi sebagai revenue
center namun sebagai Cost Center sehingga untuk dapat menjamin
kesinambungan pelayanan, Instalasi Laboratorium Klinik Rumah perlu
membuat analisis tinjauan besaran costing per unit cost yang sesuai dengan
beban biaya pengeluaran dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai
berikut :
1. Investment cost meliputi Gedung-Ruangan Laboratorium, Instrument
Diagnostic Automation Analyzer, sarana penunjang seperti phlebotomy
collection system, transport tube, Laboratory Information System,
Instrument non diagnostic seperti Centrifugasi, microscopis.
2. Operating cost, meliputi Direct cost mencakup tindakan yang dilakukan
dan peralatan diagnostic yang digunakan, reagensia dan consumable.
Semakin sulit tindakan dan semakin canggih peralatan, maka tarif
pelayanan kesehatan tersebut umumnya lebih tinggi. Indirect cost
meliputi pemeliharaan bangunan-Ruangan Laboratorium, AC dan
Maintenance instrument berkala, kalibrasi, listrik dan air.
3. Developing cost meliputi pemeriksaan pengembangan, Biomolekuler,
Pemantapan Mutu Internal dan external.
4. Weight Average Cost of Capital yaitu Beban belanja modal yang
dipengaruhi oleh Nilai waktu dan uang.
5. Jangka waktu BEP (break event point), RoI (Return on Investment),
Depreciation-Amortisation Periode yang berkorelasi pada lama nya
waktu-umur ekonomis.

Dengan mempertimbangkan hal tersebut diatas sudah selayaknya


Laboratorium klinik Rumah sakit saat ini membutuhkan peralatan/instrument
Diagnostic laboratorium yang dedicated dengan troughput yang besar, cepat dan
tepat, Sistem teknologi informasi (IT)/Sistem Informasi Laboratorium yang
dedicated mulai order klinisi sampai dengan hasil pemeriksaan yang mampu
dibaca oleh klinisi secara online, hingga teknik pengiriman sampel yang unggul
dan terintegrasi agar dapat melayani semua dengan cepat, tepat dan teliti dalam
suatu sistem Managemen LEAN LABORATORY PRACTICE dalam kerangka
LEAN HEALTH CARE. LEAN merupakan sebuah sistem manajemen yang
sepenuhnya berfokus pada efisiensi. LEAN adalah “sebuah filsafat pertumbuhan
jangka panjang lewat upaya peningkatan nilai pelanggan, masyarakat, dan
ekonomi dengan tujuan mengurangi biaya, mempercepat waktu layanan, dan
meningkatkan mutu lewat penghapusan pemborosan secara total” (Boos dan
Frank, 2013:170; Lean Enterprise Institute, 2009). LEAN HEALTH CARE
didefinidikan sebagai “eliminasi pemborosan dalam setiap bidang kegiatan
dengan tujuan mengurangi persediaan, siklus waktu layanan, dan biaya,
sehingga pada akhirnya pelayanan pasien bermutu tinggi dapat diberikan dengan
cara yang se-efisien, se-efektif, dan se-responsif mungkin, sementara tetap
mempertahankan kelayakan ekonomis organisasi” (Doss dan Orr, 2007:2).
Sejumlah bukti empiris terkait manfaat LEAN di rumah sakit antara lain Vliet
et al (2010) melakukan studi pada pada The Cataract Clinic – The Rotterdam
Eye Hospital, bahwa lean menurunkan rawat jalan berulang sebesar 23% dan
meningkatkan akses pasien sebesar 42%. Hari perawatan di ST. Joseph’s
Hospital meningkat dari 1,836 hari menjadi 2,017 hari rawat (Timothy, 2010).
Studi McCulloch et al (2010) menemukan kalau jumlah pasien yang dirujuk
menurun dari 27% menjadi 20%. Di Virginia Mason Medical Center, USA
adalah terjadinya peningkatan proses layanan sekitar 60% sampai 90%,
peningkatan kualitas layanan sekitar 50% sampai 90%, penghematan waktu
tunggu dari 50% sampai 90%.(Purwa Kurnia Sucahya, Implementasi Metode
Lean di Rumah Sakit dalam Upaya Peningkatan Kepuasan Klien, Pusat penelitian
Kesehatan Universitas Indonesia 2014). Dalam kerangka Lean Laboratory
Practice inilah peralatan Diagnostic harus mampu mengerjakan pemeriksaan
laboratorium secara komprehensive, sehingga dapat membantu klinisi dalam
penatalaksanaan pasien secara professional dengan cepat dan akurat.
II. PERUBAHAN DI ERA KOMPETISI
Cara pandang (mind set) kompetisi pada era global C.K Prahalas (1997)
profesor administrasi bisnis pada University of Michigan Business School :
1) Dari Kondisi yang serba nyaman (comfort) menjadi kondisi yang ketat
(competitive). Dulu organisasi-perusahaan dapat hidup nyaman, karena
kompetitornya belum banyak. Saat ini banyak hadir kompetitor baru
dengan berbagai keunggulanya. Yang bisa dilakukan pada kondisi ini adalah
efesiensi tidak didasarkan pada kondisi yang ada (existing game) tetapi di
dasarkan pada penciptaan kondisi baru (inventing new game).
2) Dari Lokal menjadi Global. Perubahan ini mendorong mind set agar tidak
lagi memandang dirinya sebagai pemain lokal karena sekecil apapun entitas
bisnis saat ini akan bersinggungan dengan MNC.
3) Dari diikuti menjadi mengikuti. Perubahan ini mengingatkan bahwa dahulu
konsumen belum banyak pilihan yang spesifik atas suatu produk/jasa
sehinga organisasi-perusahaan dapat mengeluarkan produk-jasa sesuai
keinginan dan kemampuanya. Kini kompetitor bermunculan dengan ragam
produk-jasa yang spesifik sesuai preferensi konsumen.
4) Dari batasan industri yang jelas menjadi tidak jelas. Perubahan ini menuntut
mind set re-definisi line business.
5) Dari stabil menjadi labil. Setiap produk-jasa yang diproduksi saat ini
mengalami siklus daur hidup yang semakin pendek dengan rasio tingkat
kegagalan yang tinggi.
6) Dari tidak langsung menjadi langsung. Konsep lama dengan rantai supply
yang panjang sudah tidak relevan lagi, mind set baru dengan
memperpendek rantai suplly untuk produk-jasa sampai ke konsumen.
7) Dari integrasi vertikal menjadi spesialistik. Untuk dapat bersaing, organisasi
harus bisa lebih efesien sehingga berspesialisasi sesuai core competensinya.
8) Dari berpengetahuan tunggal menjadi multi-knowladge. Perubahan ini
menuntut Manager dan elemen bisnis mempunyai beragam pengetahuan
untuk dapat menjelasakan produk-jasanya kepada konsumen.
Ian somervilee, Managing partner pada the Anderson Center for Though
Leadership, dan John Edwin Mroz, President the Institute for East West Studies
menawarkan 7 (tujuh) kompetensi yang harus dimiliki oleh organisasi
(profite-Non profite) yang disebut dengan New Competencies for a New world
dalam Hesselbein, Smith, dan Bechard,ed 1997 sebagai berikut :
1) Komit pada tujuan organisasi, semua elemen organisasi mengetahui,
memahami dan mengimplementasikan (being passion) pada Visi dan Misi
organisasi.
2) Kepemimpinan-Leadership, Jiwa kepemimpinan di tancapkan pada seluruh
elemen organisasi mulai dari front office-back office.
3) Tim task force, Tim yang dibentuk dengan berbagai latar belakang disiplin
keilmuan/bidang yang bisa bersifat ad-hoc maupun dipermanenkan bekerja
untuk menjadi ice-breaking atas sumbatan/hambatan proses.
4) Partnership, menjalin aliansi “organik” yang merupakan proses
berkelanjutan dengan seluruh stake holder/pemangku kepentingan.
Partnership bertujuan untuk membangun aktivitas rantai nilai (value
Chain) yang lebih efisien yaitu melalui Outsorching atau Co-Sourching.
5) Jaringan pengetahuan, Aktif mengembangkan pengetahuan (knowladge)
baik melalui riset jurnal maupun dari pengalaman empiris yang disebarkan
pada seluruh elemen organisasi.
6) Kompetensi Global, Semua tingkatan-elemen organisasi di beri ruang untuk
meningkatkan kompetensi global, sehingga mempunyai kemampuan akses
kekuatan global untuk memecahkan masalah lokal.
7) Meniscayakan perubahan, Tiada yang abadi kecuali perubahan, sehingga
bertindak dan mengerjakan, membangun kapasitas organisasi untuk terus
menerus melakukan perubahan.
III. KONSEP KERJASAMA OPERASIONAL (KSO) LABORATORIUM
OUTSOURCHING

Sebagaimana telah dibahas pada Bab II tentang tentang perubahan di era


kompetisi, bahwa Rumah Sakit dengan Laboratorium di dalamnya dituntut
untuk menyesuaikan dan beradaptasi dengan perubahan, kususnya dengan
berlakunya BPJS melalui sistem Casemix-INACBGS agar mampu beroperasi
secara efektif dan efesien. Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah dengan
strategi Partnership Outsourcing yang didefinisikan menugaskan pihak diluar
organisasi-entitas bisnis lainya untuk mengerjakan pekerjaan organisasi-entitas
bisnis tersebut dimana pekerja outsouching secara total mewakili kepentingan
klien. Contoh Kerjasama Pemeriksaan Laboratorium Rumah Sakit dengan
Laboratorium lain untuk memberikan jasa-layanan pemeriksaan dengan
resource (mesin diagnostik, analyst, dokter) bukan milik Rumah Sakit.
Kita ketahui bahwa bidang pelayanan laboratorium klinik rumah sakit adalah
bidang yang complicated yang merupakan core services dimana hampir 80%
diagnosis klinisi membutuhkan pelayanan pemeriksaan laboratorium, oleh
karena itu apa bila konsep ini yang akan menjadi pilihan maka akan membawa
dampak pada :
1. Pola kerjasama operasional antara outsourcer (Rumah Sakit) dengan
mitra outsourcing-nya akan memiliki hubungan yang lebih besar bukan
hanya sebatas pembeli dan penjual. Hal ini dikarenakan Rumah Sakit
sebagai outsourcer akan mempercayakan seluruh informasi penting
tentang proses pelayanan Laboratorium Klinik kepada mitra
outsourcing-nya.
2. Rumah Sakit harus benar-benar mengetahui expertise competency mitra
outsourcer yang memahami betul proses bisnis/proses pelayananan
Laboratorium klinik Rumah Sakit;
3. Dalam jangka panjang Rumah Sakit akan menjadi sangat berke-
tergantungan yang tinggi kepada mitra outsourcer.
Selain hal diatas beberapa hal yang dapat menjadi pertimbangan Managemen
Rumah Sakit dalam memilih outsourcing adalah harga yang ditawarkan,
reputasi yang baik dan Pengalaman dari pihak outsourcing (laboratorium
outsource), tenaga kerja yang dimiliki oleh pihak outsorche, pengetahuan dan
kompetensi pihak outsourche mengenai bentuk dari kegiatan bisnis/proses
pelayanan laboratorium klinik di Rumah Sakit mulai dari pre-analitik,analitik
dan post analitik, dan eksistensinya, serta beberapa faktor pendukung lainnya.
Kelemahan KSO Laboratorium Rumah Sakit Model Outsorching adalah :
1) Dengan outsourching, managemen kehilangan kontrol sehari-hari terhadap
bidang yang di outsourchingkan. Kurangnya control-kendali dari
managerial Laboratorium klinik Rumah Sakit terhadap metode
pemeriksaan, consumable dan reagen yang digunakan serta sistem
informasi yang dikembangkan yang umumnya akan terkunci (password)
oleh outsurcer/penyedia outsourcing melalui perjanjian kontrak.
2) Informasi-informasi penting yang berhubungan dengan core business
Rumah Sakit dalam Pelayanan Laboratorium dapat menjadi informasi yang
sensitive, hal ini akan menjadi ancaman bagi Rumah Sakit bila bertemu
dengan pihak mitra outsorcer yang ada oknum nakal. Outsourching dapat
membuka hal sensitive, terutama dalam bidang pajak, audit internal dan
keuangan.
3) Permasalahan pada moral karyawan, pada kasus yang sering terjadi,
karyawan outsourcer yang dikirim menjadi tenaga outsource akan
mengalami persoalan yang penangannya lebih sulit dibandingkan karyawan
tetap.
4) Managerial Laboratorium klinik Rumah Sakit akan ketergantungan dengan
tenaga outsourcer.
5) Kurangnya Managerial Laboratorium klinik dan resource fungsionalnya
dalam proses pembelajaran teknik sistem informasi karena semua sudah
dilayani oleh adalah tenaga outsourcer.
6) Terdapat gap antara karyawan fungsional dan karyawan outsourcer.
7) Akan terjasi Perubahan dalam gaya manajemen.
8) Proses seleksi kerja yang berbeda dapat menimbulkan friksi.
IV. KONSEP KERJASAMA OPERASIONAL (KSO) LABORATORIUM CO-
SOURCHING

Sebagaimana telah dibahas pada Bab II tentang tentang perubahan di era


kompetisi, bahwa Rumah Sakit dengan Laboratorium di dalamnya dituntut
untuk menyesuaikan dan beradaptasi dengan perubahan, kususnya dengan
berlakunya BPJS melalui sistem Casemix-INACBGS agar mampu beroperasi
secara efektif dan efesien. Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah dengan
strategi Partnership Co-Sourching yang didefiniskan sebagai konsep
Partnership kerjasama Operasional antara dua entitas/organisasi/ institusi
pemerintah dengan pihak lain tanpa pembentukan entitas terpisah. Co-
sourching dalam bentuk kerjasama operasional Laboratorium, hanya 1 (satu)
pihak saja yaitu Rumah Sakit yang memiliki kendali signifikan atas aset sesuai
dengan PSAK 39 (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) dan mengikuti
kaidah :
1. Peraturan Presiden No 38 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan
Usaha (KPBU) dan Peraturan Pemerintah No 23 tahun 2015 tentang
Pengelolaan Keuangan pada Badan Layanan Umum;
2. Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bada
Perencanaan Pembangunan Nasional No 4 tahun 2015 tentang Tata cara
Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam penyediaan
Infrastruktur;
3. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang terakhir diubah dengan Peraturan
Presiden No. 70 Tahun 2012 beserta petunjuk teknisnya serta ketentuan
teknis operasional pengadaan barang/jasa secara elektronik, Pasal (1) ayat
30; pasal (35) ayat tentang Kontes; pasal (1) ayat 36 tentang pekerjaan
komplek; pasal (47) ayat 1-4 tentang metode pemasukan dokumen; pasal
(48) ayat 1-4 tentang metode evaluasi;pasal (56) ayat 1-2 tentang kualifikasi;
pasal 57 tentang tahapan kontes;
4. Peraturan Menteri Keuangan No 08/PMK.02/2006; pasal 1-6 Tentang
Kewenangan Pengadan barang jasa pada Badan Layanan Umum;
5. Peraturan Menteri Keuangan No 33 tahun 2012 tentang Barang Milik Negara
pasal 10 dan perubahanya No 174 tahun 2013;
6. Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2006, tentang Pengelolaan barang milik
Negara.

Pada Pola Kerjasama operasional (KSO) Co-Sourching ini kedua belah pihak
(Rumah Sakit dan Mitra KSO) menyepakati tidak membentuk entitas baru,
pola kerjasama operasional (KSO) lebih diutamakan pada pembagian tugas
pokok dan fungsi dari masing-masing pihak (Rumah Sakit dan Mitra
KSO). Kendali managerial laboratorium mutlak dibawah kewenangan
Managemen Laboratorium Rumah Sakit sedangkan Mitra kerja mempunyai
tupoksi menyediaakan sarana dan prasarana pendukung operasional pelayanan
laboratorium klinik meliputi :
1. Penyediaan (Placement) instrument diagnostic automation (Chemistry-
Serroimunology analyzer, Hematology analyzer, Koagulasi analyzer, Urin
analyzer, BGA-electrolyte Analyzer, Mikrobiology analyzer)
2. Laboratory Information system;
3. Phlebotomy Colection system;
4. Transport Pneumatic tube;
5. Renovasi ruangan sesuai standard mutu;
6. Kewajiban lainya yang menyangkut jaminan suply reagensia-BHP, jaminan
maintenance berkala, jaminan service on call, penempataan liason officer
dan lain-lain.
Model transaksi bisnis KSO LABORATORIUM CO-SOURCHING sampai
dengan saat ini ada 3 model transaksi yaitu :
1. MODEL/KONSEP KSO REAGEN RENTAL
Pada Konsep-Model ini kedua belah pihak menyepakati tidak membentuk
entitas baru, pola kerjasama lebih diutamakan pada pembagian tugas
pokok dan fungsi dari masing-masing pihak. Kendali managerial
laboratorium mutlak dibawah kewenangan Managemen
Laboratorium Rumah Sakit sedangkan Mitra kerja mempunyai tupoksi
menyediaakan sarana dan prasarana pendukung operasional pelayanan
laboratorium klinik meliputi instrument diagnostic automation, Laboratory
Information system, renovasi ruangan standard mutu, dan kewajiban lainya
yang menyangkut, Jaminan maintenance berkala, jaminan service on call
dan jaminan suply reagensia-control-kalibrator namun umumnya Tidak
termasuk Bahan Medis Habis Pakai dan kebutuhan laboratorium lainya.
Proses transaksi berupa perdagangan barang dalam hal ini HNA barang +
PPN, berupa penjualan barang reangensia, control dan calibrator dimana
atas kebutuhan tersebut di supply oleh mitra kerjasama operasional (co-
sourching) selama waktu yang ditentukan (disepakati kedua belah pihak)
dalam bentuk forcasting-purchase-supply-payment. Rumah Sakit membayar
kepada mitra kerjasama operasional senilai harga barang HNA + transaksi
pajak PPN.
Harga Reagensia, Control, Calibrator ditentukan oleh Rumah sakit dengan
membuat Harga Owner Estimate yang terdiri dari komponen: Harga pokok
pembelian (HPP) + Harga investasi Alat + faktor interest selama umur
ekonomis (Weight average cost of capital) + Marginal Contribution;
Pada KSO Reagen Rental Proses transaksi berupa “Jual-Beli” Reagen,
Control, Calibrator dalam HNA+ PPN.
Harga Reagen, Control dan Calibrator belum termasuk :
– Bahan Medis Habis Pakai kebutuhan pelayanan Laboratorium;
– Maintenance Ruangan, Maintenance AC;
– ATK Laboratorium;
– Sarana penunjang lain yang dibutuhkan dalam proses pelayanan
laboratorium.
Oleh karena Pendapatan Rumah Sakit dalam bentuk case mix, sehingga atas
Biaya KSO reagen rental ini sebagai costing, umumnya belum
menggambarkan total biaya KSO yang sesungguhnya.
1. Kelebihan Model ini :
 Rumah Sakit menerima fasilitas-sarana-prasarana laboratorium
(umumnya berupa renovasi ruangan, alat diagnostik, sistem informasi
dan transport tube) dari sumber pendanaan initial investment mitra
KSO bukan dari belanja modal APBN;
 Jaminan supply reagensia, kalibrator dan kontrol serta maintenance
alat diagnostik dari prinsipel/vendor/Konsortium;
 Adanya perasaan “pride” dari dokter laboratorium karena mengelola
sendiri dari “hulu sampai ke hilir” proses pelayanan laboratorium;
 Dokter patology klinik memegang kendali penuh atas Managemen
operasional pemeriksaan-pelayanan laboratorium dari hulu-hilir;
2. Kelemahan Model ini :
 Prinsipal/vendor cenderung hanya berminat KSO, pada pemeriksaan
Laboratorium yang “blue ocean” seperti Kimia klinik, Hematology,
Koagulasi, BGA electrolyte namun tidak berminat pada pemeriksaan
yang “red ocean” seperti pemeriksaan Mikrobiology, Urinalisa dan
Immunology dan Biomolekuler;
 Rumah Sakit harus membuat Owner Estimate (OE) dari Harga
perolehan vendor + initial investment +faktor interest + Weight
average Cost of Capital sesuai umur ekonomis, analisis Break Event
Point, Return On Investment, Sehingga dalam hal ini munculnya
angka Owner Estimate akan menjadi objek pemeriksaan BPK-RI
dan Managemen harus menyiapkan jawaban yang terus
menerus setiap kali hal ini menjadi object auditor Rumah sakit
(Trace-ability).
 Rumah Sakit masih harus membuat anggaran biaya belanja Bahan
Medis Habis Pakai kebutuhan operasional laboratorium seperti
Vaccutainer, EDTA, torniquet, kapas, kertas, ATK dan lain-lain dan
diproses melalui pengadaan barang dan jasa sesuai Perpres 70 tahun
2011 tentang Pengadaan barang dan Jasa. Hal ini membutuhkan
sinkronisasi perencanaan dan pelaksanaan pada banyak bidang
terkait yang umumnya sering terjadi keterlambatan supply dan
menjadi tidak efektif.
 Rumah Sakit mengelola langsung logistik dan inventory,
membutuhkan resource yang kompeten dalam mengimplementasikan
FIFO dan atau FEFO. Risiko besar yang muncul adalah adanya
Reagen, Control, Kalibrator dan Bahan Medis Habis Pakai yang
expired sehingga akan menjadi kerugian rumah sakit. (Managemen
harus menyiapkan jawaban terus menerus setiap kali hal ini
menjadi object auditor Rumah Sakit dan selalu ada pihak yang
bertanggung jawab atas timbulnya kerugian tersebut.).
 Prinsipal/vendor memberi garansi maintenance hanya pada asset
yang ditempatkan (placement) saja, sehingga Rumah Sakit harus
menganggarkan biaya pemeliharaan Alat Diagnostik milik rumah
Sakit, Transport tube milik rumah sakit, Ruangan laboratorium
seperti, AC, kebocoran/kerusakan, dan lain-lain;
 Rumah Sakit berpotensi menerima risiko kenaikan harga Prinsipal
/vendor setiap saat minimal setahun sekali terjadi kenaikan harga
karena faktor inflasi; (relative naik 10%/th);
 Penempatan costing biaya KSO oleh Managemen Keuangan Rumah
sakit akan menjadi “semu” karena Rumah Sakit masih harus
memposting anggaran/biaya pemeliharaan sarana laboratorium dan
belanja operasional Bahan medis habis pakai serta kebutuhan ATK
sehingga tidak menggambarkan kejadian yang sebenarnya pada
sistem Case mix era BPJS dimana laboratorium sebagai cost center.
2. MODEL/KONSEP KSO REVENUE SHARING
Pada konsep-Model ini, kedua belah pihak menyepakati tidak membentuk
entitas baru, pola kerjasama lebih diutamakan pada pembagian tugas pokok
dan fungsi dari masing-masing pihak. Namun Kendali managerial
laboratorium sesuai kompetency tetap dalam kendali penuh dokter patolgy
klinik dan Managemen Laboratorium Rumah Sakit, hanya saja ada untuk
kendali Managemen Logistik-Inventory dan Liaison officer(tenaga
supporting), menjadi kendali bersama managemen Rumah Sakit dan Mitra
KSO. Proses Transaksi bisnis bukan berupa perdagangan barang namun
berupa Jasa bagi hasil (revenue sharing) berlaku PPh pasal 23 (jasa).
Tarif Pemeriksaan Laboratorium umunya mengacu pada tarif SK Direktur
Rumah sakit sebelum berlakunya BPJS (Era “Pay for Services”-hanya sebagai
patokan dasar) dimana di dalam Tarif tersebut ada unsur “Jasa medis dan
Jasa sarana”. %Revenue sharing Rumah Sakit umumnya akan mendekati
ke besaran Jasa Medis pay for services namun ini hanya sebagai patokan saja
karena dengan Sistem Casemix-BPJS sistem “pay for services” telah berubah
menjadi Remunerisasi (Prospective payment system). Pendekatan revenue
Sharing hanya akan fokus pada % Revenue sharing mitra KSO yang
umumnya akan mendekati ke besaran nilai “Jasa sarana” sehingga
memudahkan menagemen keuangan dalam membuat costing dalam
system Casemix-INACBGs.
% Revenue Sharing Mitra KSO didalamnya mengadung komponen :
– Beban biaya Reagen, Control dan Calibrator;
– Beban biaya BMHP
– Beban Biaya Maintenance
– Beban bunga bank (weight average cost of Capital)
– Beban biaya pengembangan (Development for Good Laboratory
Practise);
– Marginal contribution
Revenue mitra KSO diperoleh dari jumlah tindakan pemeriksaan dikalikan
dengan tarif dikalikan prosentase tertentu sesuai yang ditawarkan (bidding)
mintra KSO.
1. Kelebihan Model ini :
 Rumah Sakit menerima fasilitas-sarana-prasarana laboratorium
(umumnya berupa renovasi ruangan, alat diagnostik, sistem informasi
dan transport tube) dari sumber pendanaan initial investment mitra
KSO bukan dari belanja modal APBN;
 Jaminan supply reagensia, kalibrator dan kontrol serta maintenance
alat diagnostik dari prinsipel/vendor/konsortium;
 Mitra KSO mempunyai tanggung jawab menjamin kelancaran seluruh
pelayanan-pemeriksaan Laboratorium, baik yang “blue ocean”
seperti Kimia klinik, Hematology, Koagulasi, BGA electrolyte maupun
pada pemeriksaan yang “red ocean” seperti pemeriksaan
Mikrobiology, Urinalisa dan Immunology dan Biomolekuler,
termasuk didalamnya apabila ada pemeriksaan pengembangan baru
karena kemajuan teknology maka menjadi klausul addendum untuk
diakomodir.
 Rantai supply penyediaan Reagensia, Control, Calibrator dan Bahan
Medis Habis Pakai menjadi responsibility Mitra KSO ini tidak
termasuk objek pemeriksaan Auditor Rumah Sakit.
 Menagemen logistik dan inventory menjadi tupoksi Mitra KSO
sehingga dokter patology klinik tinggal menentukan jenis dan
spesifikasi Bahan medis habis pakai yang diinginkan untuk disediakan
oleh mitra KSO selanjutnya dokter patology klinik dapat
berkonsentrasi pada aspek pemeriksaan-pelayanan laboratorium
sesuai kompetency-keilmuanya tanpa harus memikirkan managemen
logistik, inventory Bahan Medis Habis Pakai kebutuhan operasional
laboratorium seperti Vaccutainer, EDTA, torniquet, kapas, kertas,
ATK dan lain-lain;
 Seluruh asset yang menjadi object KSO (alat dignostik placement dan
atau milik Rumah sakit,Transport tube, AC, printer) pemeliharaannya
menjadi Tupoksi mitra KSO;
 Pendapatan mitra KSO dari % Sharing revenue, akan
memudahkan managemen kuangan Rumah Sakit dalam memposting
biaya/costing pemeriksaan laboratorium setiap bulan, setiap tahun
sesuai dengan kaidah Case mix di era BPJS.
 Umumnya Auditor Rumah Sakit tidak menjadikan biaya KSO model
ini sebagai object audit karena seluruh biaya sudah dicoverage pada %
revenue sharing mitra KSO.

3. Kelemahan Model ini :


 Tim teknis Rumah Sakit masih harus sedikit capek karena harus
membuat Owner Estimate (OE) dari Harga perolehan vendor + initial
investment +faktor interest + Weight average Cost of Capital, analisis
Break Event Point, Return On Investment, namun demikian hal ini
hanya dilakukan sekali saja pada proses pengadaan/kontes, untuk
kedepannya setelah operasional sudah tidak lagi menjadi objek
pemeriksaan Auditor;
 Pada tahap awal dokter patology klinik sedikit agak tidak nyaman
karena karena ada area yang harus berkoordinasi dengan Mitra KSO
khususnya area supply chain-inventory yang selama ini punya kendali
penuh menjadi harus berbagi/berkoordinasi sehingga membutuhkan
waktu untuk sinkronisasi;
 Masa-jangka waktu KSO bergantung pada contraint pada :
o Besarnya Initial investment
o Faktor interest dan Weigh Averege Cost of Capital (WACC)
o Asumsi pertumbuhan jumlah pemeriksaan yang disepakati.
2. MODEL/KONSEP KSO COST PER REPORTABLE REPORT (CPRR)
Pada konsep-Model ini, kedua belah pihak menyepakati tidak membentuk
entitas baru, pola kerjasama lebih diutamakan pada pembagian tugas pokok
dan fungsi dari masing-masing pihak. Namun Kendali managerial
laboratorium sesuai kompetency tetap dalam kendali penuh dokter patology
klinik dan Managemen Laboratorium Rumah Sakit, hanya saja ada untuk
kendali Managemen Logistik-Inventory dan Liaison officer(tenaga
supporting), menjadi kendali bersama managemen Rumah Sakit dan Mitra
KSO. Proses Transaksi bisnis bukan berupa perdagangan barang namun
berupa Jasa COST PER REPORTABLE REPORT (CPRR) sesuai yang
ditawarkan oleh Mitra KSO. Revenue mitra KSO diperoleh dari jumlah
tindakan pemeriksaan dikalikan dengan tarif CPRR yang menjadi lampiran
kontrak.
CPRR = Cost per test approved/diverifikasi (jika hasil belum belum
diapproved, terjadi pengulangan maka belum dihitung). Proses Transaksi
CPRR bukan berupa “Jual-Beli” barang namun berupa “Jasa pelayanan
pemeriksaan per reportable report ” berlaku Pph pasal 23. Besaran
Nilai CPRR, dihitung dan disusun oleh mitra KSO melalui proses Bidding,
dengan mengacu data jumlah test existing dan jumlah test potensial serta
jangka waktu KSO, umumnya akan mendekati besaran tarif Jasa Sarana
pada tarif era pay for service. CPRR= Cost per test di dalamnya mengandung
komponen beban biaya (cost) :
– Beban biaya Reagen, Control dan Calibrator;
– Beban biaya BMHP
– Beban Biaya Maintenance
– Beban bunga bank (weight average cost of Capital)
– Beban biaya pengembangan (Development for Good Laboratory
Practise);
CPRR =cost per test akan membantu memudahkan menagemen
keuangan dalam membuat costing dalam system Casemix INACBGs
1. Kelebihan Model ini :
 Rumah Sakit menerima fasilitas-sarana-prasarana laboratorium
(umumnya berupa renovasi ruangan, alat diagnostik, sistem informasi
dan transport tube) dari sumber pendanaan initial investment mitra
KSO bukan dari belanja modal APBN;
 Jaminan supply reagensia, kalibrator dan kontrol serta maintenance
alat diagnostik dari prinsipel/vendor/konsortium;
 Konsortium mempunyai tanggung jawab menjamin kelancaran
seluruh pelayanan-pemeriksaan Laboratorium yang baik yang “blue
ocean” seperti Kimia klinik, Hematology, Koagulasi, BGA electrolyte
maupun pada pemeriksaan yang “red ocean” seperti pemeriksaan
Mikrobiology, Urinalisa dan Immunology dan Biomolekuler,
termasuk didalamnya apabila ada pemeriksaan pengembangan baru
karena kemajuan teknology maka menjadi klausul addendum untuk
diakomodir oleh konsortium.
 Menagemen logistik-inventory menjadi tupoksi Mitra KSO sehingga
dokter patology klinik tinggal menentukan jenis dan spesifikasi Bahan
medis habis pakai yang diinginkan untuk disediakan oleh mitra KSO
selanjutnya dokter patology klinik dapat berkonsentrasi pada aspek
pemeriksaan-pelayanan laboratorium sesuai kompetency-keilmuanya
tanpa harus memikirkan managemen logistik-inventory.
 Seluruh asset yang menjadi object KSO (alat dignostik placement dan
atau milik Rumah sakit,Transport tube, AC, printer) pemeliharaannya
menjadi Tupoksi mitra KSO;
 Pendapatan mitra KSO dari CPRR x jumlah pemeriksaan setiap
bulan,sehingga akan memudahkan managemen kuangan Rumah Sakit
dalam memposting biaya/costing pemeriksaan laboratorium setiap
bulan, setiap tahun sesuai dengan kaidah Case mix di era BPJS.
 Umumnya Auditor Rumah Sakit tidak menjadikan biaya KSO model
ini sebagai object audit karena seluruh biaya sudah dicoverage di
harga CPRR.
4. Kelemahan Model ini :
 Pada tahap awal dokter patology klinik sedikit agak tidak nyaman
karena karena ada area yang harus berkoordinasi dengan Mitra KSO
khususnya area supply chain-inventory sehingga membutuhkan
waktu untuk menyamakan frekuensi.
 Masa-jangka waktu KSO bergantung pada contraint Nilai waktu
dan uang meliputi :
o CPRR yang ditawarkan investor;
o Besarnya Initial investment;
o Faktor interest dan Weigh Averege Cost of Capital (WACC);
o Asumsi pertumbuhan jumlah pemeriksaan yang disepakati.
V. PERBANDINGAN KONSEP/MODEL KSO LABORATORIUM
5.1. MODEL / KONSEP KSO REAGEN RENTAL

TUPOKSI Benefit yang diterima RS


NO DESKRIBSI Remark
RS Mitra KSO
Penyediaan Laboratory Information system,
1 meliputi Hard ware dan Soft ware Aplikasi- v Tidak mengeluarkan Belanja Modal. Strenght RS
Phlebotomy labeling automation system
2 Penyediaan Instrumen Diagnostik Analyzer v Tidak mengeluarkan Belanja Modal. Strenght RS
3 Penyediaan/instalment Transport pneumatic tube v Tidak mengeluarkan Belanja Modal. Strenght RS
4 Renovasi Ruangan Laboratorium v Tidak mengeluarkan Belanja Modal. Strenght RS
5 Maintenance dan kalibrasi alat v Decreasing cost Strenght RS
6 Maintenance AC Ruangan laboratorium v RS menganggarkan sendiri Weakness RS

7 Penyediaan Bahan habis pakai v RS menganggarkan sendiri Weakness RS


Kemudahan proses Rantai
supply, One stop service
hanya untuk reagensia,
8 Supply Reagensia, Calibratoror, Control v 1 Kontrak KSO
control dan
kalibrator,namun weakness
untuk BMHP
RS menganggarkan sendiri biaya
9 Supply Bahan Medis Habis Pakai v operasional/belanja BHP
Weakness RS
RS menganggarkan sendiri biaya
10 Supply ATK laboratorium v operasional/belanja BHP
Weakness RS
Managemen Laboratorium meliputi :
1. Penentuan Spesifikasi Analyzer-reagensia
2. Managemen Keuangan Managemen Laboratorium mempunyai
11 3. Managemen Logistic-Inventory v kendali teknis namun kendali rantai Strenght RS & Weakness
4. Managemen Sumber daya (Listrik, air, telp, supply ada di pihak mitra KSO
jasa Dokter,Analyst)
Kepemilikan Initial Outlay-fix asset setelah
Standar ruangan dan fasilitas
kerjasama
laboratorium qualified to ISO 15189
1. Laboratory information system (Hard ware-
Memiliki Sistem Informasi
12 software aplikasi) v Laboratorium yang mampu
Strenght RS
2. Transport Pneumatic tube
mengakomodir ICD-10 INA-CBGs dan
3. Renovasi Ruangan Laboratorium
Trace ability to ISO 15189
Tidak ada perpindahan asset namun up
Kepemilikan Initial Outlay –Moveable asset
13 (Diagnostic Analyzer)
grade Analyzer sesuai kemajuan Strenght RS
teknology-free
Flexible sesuai dengan besarnya Initial
14 Jangka waktu Kerjasama Investment berbanding lurus dengan 3-7 tahun
kapasitas/jumlah/volume pemeriksaan
15 Pola Pendapatan /Revenue
Costing biaya KSO belum
menggambarkan kondisi
Biaya KSO yang sebenarnya
1. Rumah Sakit Casemix Prospective payment system sebagaimana costing di
INACBGs (ada biaya lain
yang masih dianggarkan
sendiri oleh RS)
Penjualan
Reagen,
2. Mitra KSO
Control,
Calibrator
RS mengelola Logistik dan inventory,
membutuhkan resource yang kompeten
dalam mengimplementasikan FIFO
/FEFO. Risiko Reagen expired menjadi
16 Jenis Transaksi Beli Jual
kerugian rumah sakit. (menjadi object
HNA + PPN
auditor Rumah Sakit)
5.2. MODEL / KONSEP KSO REVENUE SHARING
Dengan mengacu pada Tarif pemeriksaan Laboratorium sebelum berlakunya INA-CBGs terdiri dari komponen Jasa Medis dan Jasa
sarana, maka pendekatan Costing menuju pada besarnya Jasa Sarana berupa prosesntase atas Tarif dikalikan jumlah
pemeriksaan sedangkan Jasa medis yang dahulu sebagai pay for services pada Sistem INA-CBGs telah berganti menjadi
prosepective paiment system (Remunerisasi).

TUPOKSI Benefit yang diterima RS


NO DESKRIBSI Remark
RS Mitra KSO
1 Penyediaan Laboratory Information system, meliputi
Tidak mengeluarkan Belanja
Hard ware dan Soft ware Aplikasi-Phlebotomy labeling v Modal.
Strenght RS
automation system
2 Tidak mengeluarkan Belanja
Penyediaan Instrumen Diagnostik Analyzer v Modal.
Strenght RS
3 Tidak mengeluarkan Belanja
Penyediaan/instalment Transport pneumatic tube v Modal.
Strenght RS
4 Tidak mengeluarkan Belanja
Renovasi Ruangan Laboratorium v Modal.
Strenght RS
5 Maintenance Alat, kalibrasi alat, transport tube v Decreasing cost Strenght RS
6 Maintenance AC Ruangan laboratorium v Decreasing cost Strenght RS
7 Penyediaan Bahan habis pakai v Decreasing cost Strenght RS
8 Supply Reagensia, Calibratoror, Control v Strenght RS,
Supply Bahan Medis Habis Pakai v 1 Kontrak KSO Kemudahan proses
Rantai supply, One
Supply ATK laboratorium v Stop Services
9 Managemen Laboratorium meliputi :
1. Penentuan Spesifikasi Analyzer-reagensia
Laboratorium Memiliki counter-
2. Managemen Keuangan
3. Managemen Sumber daya (Listrik, air, telp, jasa
part/pendampingan dari Mitra Strenght RS
v KSO yang berpengalaman.
Dokter,Analyst)

10 RS menerima guarantee supply


Managemen Inventory dan penempatan Liaisson officer v pelayanan laboratorium tanpa Strenght RS
harus memikirkan fungsi logistik
11 Kepemilikan Initial Outlay-fix asset setelah kerjasama Standar ruangan dan fasilitas
1. Laboratory information system (Hard ware-software laboratorium qualified to ISO
aplikasi) 15189; Memiliki Sistem Informasi
2. Transport Pneumatic tube
v Laboratorium yang mampu
Strenght
3. Renovasi Ruangan Laboratorium mengakomodir ICD-10 INA-CBGs
dan Trace ability to ISO 15189
12 Tidak ada perpindahan asset
Kepemilikan Initial Outlay –Moveable asset (Diagnostic
Analyzer)
V V namun up grade Analyzer sesuai Strenght
kemajuan teknology-free
13 Flexible sesuai dengan besarnya
Initial Investment berbanding
Jangka waktu Kerjasama lurus dengan 3-7 tahun
kapasitas/jumlah/volume
pemeriksaan
14 Pola Pendapatan :
Rumah Sakit Casemix Prospective payment system
% Pemeriksaan Laboratorium
Mitra KSO Revenue sebagai Costing sesuai sistem
Sharing INA-CBGs
15 Jasa Pemeriksaan Laboratorium
sebagai Costing memudahkan
managemen keuangan
Sharing Sharing memposting sesuai sistem
Transaksi
revenue revenue Casemix INA-CBGs, Transaksi
berupa jasa , proses rantai supply
di mitra KSO tidak masuk ranah
objek Auditor Rumah Sakit
5.3. MODEL / KONSEP KSO COST PER REPORTABLE REPORT (CPRR)
Dengan mengacu pada Tarif pemeriksaan Laboratorium sebelum berlakunya INA-CBGs terdiri dari komponen Jasa Medis dan Jasa
sarana, maka pendekatan Costing menuju hanya pada Jasa Sarana sebagai Tarif per pemeriksaan (Cost Per Reportable
Report-CPRR).

TUPOKSI
NO DESKRIBSI Benefit yang diterima RS Remark
RS Mitra KSO
Penyediaan Laboratory Information system, meliputi
Tidak mengeluarkan Belanja
1 Hard ware dan Soft ware Aplikasi-Phlebotomy labeling v Modal.
Strenght RS
automation system
Tidak mengeluarkan Belanja
2 Penyediaan Instrumen Diagnostik Analyzer v Modal.
Strenght RS
Tidak mengeluarkan Belanja
3 Penyediaan/instalment Transport pneumatic tube v Modal.
Strenght RS
Tidak mengeluarkan Belanja
4 Renovasi Ruangan Laboratorium v Modal.
Strenght RS
5 Maintenance Alat, kalibrasi alat, transport tube v Decreasing cost Strenght RS
6 Maintenance AC Ruangan laboratorium V Decreasing cost Strenght RS
7 Penyediaan Bahan habis pakai V Decreasing cost Strenght RS
8 Supply Reagensia, Calibratoror, Control V Strenght RS,
Supply Bahan Medis Habis Pakai v 1 Kontrak KSO Kemudahan proses
Rantai supply, One
Supply ATK laboratorium v Stop Services
Managemen Laboratorium meliputi :
1. Penentuan Spesifikasi Analyzer-reagensia
Laboratorium Memiliki counter-
2. Managemen Keuangan
9 3. Managemen Sumber daya (Listrik, air, telp, jasa
part/pendampingan dari Mitra Strenght RS
v KSO yang berpengalaman.
Dokter,Analyst)

RS menerima guarantee supply


10 Managemen Inventory dan penempatan Liaisson officer v pelayanan laboratorium tanpa
harus memikirkan fungsi logistik Strenght RS
Standar ruangan dan fasilitas
Kepemilikan Initial Outlay-fix asset setelah kerjasama
laboratorium qualified to ISO
1. Laboratory information system (Hard ware-software
15189
aplikasi);
11 2. Transport Pneumatic tube;
v Memiliki Sistem Informasi Strenght
Laboratorium yang mampu
3. Renovasi Ruangan Laboratorium
mengakomodir ICD-10 INA-CBGs
dan Trace ability to ISO 15189
Tidak ada perpindahan asset
Kepemilikan Initial Outlay –Moveable asset (Diagnostic
12 Analyzer)
namun up grade Analyzer sesuai Strenght
kemajuan teknology-free
Flexible sesuai dengan besarnya
Initial Investment berbanding
13 Jangka waktu Kerjasama lurus dengan 3-7 tahun
kapasitas/jumlah/volume
pemeriksaan
14 Pola Pendapatan :
Rumah Sakit Casemix Prospective payment system
Mitra KSO CPRR Berlaku PPh pasal 23
Jasa Pemeriksaan Laboratorium
sebagai Costing memudahkan
Jasa per managemen keuangan
layanan memposting sesuai sistem
15 Pola Transaksi Casemix Casemix INA-CBGs, Transaksi
(Pay for
service) berupa jasa , proses rantai supply
di mitra KSO tidak masuk ranah
objek Auditor Rumah Sakit
VI. FREQUENCE ASK BY QUESTIONCE (FAQ)
1. KSO Laboratorium secara parsial yang dilakukan langsung dengan prinsipal
(Kontrak RS-Prinsipal) akan memperoleh harga Reagensia, Kalibrator dan
Kontrol lebih murah;
Jawab :
Tidak benar-karena kesimpulan tersebut semu, hal ini disebabkan :
a. Era BPJS dengan Casemix-INACBGS, saat ini Laboratorium masuk
category Cost Center bukan revenue center, sehingga seluruh aspek
biaya harus dilihat secara komprehensive dalam proses pelayanan
laboratorium.
b. Pemeriksaan Laboratorium yang komperhensive meliputi :
- Investment cost meliputi Gedung-Ruangan Laboratorium, Instrument
Diagnostic Automation Analyzer, sarana penunjang seperti phlebotomy
collection system, transport tube, Laboratory Information System,
Instrument non diagnostic seperti Centrifugasi, microscopis.
- Operating cost, meliputi Direct cost mencakup tindakan yang dilakukan
dan peralatan diagnostic yang digunakan, reagensia dan consumable.
Semakin sulit tindakan dan semakin canggih peralatan, maka tarif
pelayanan kesehatan tersebut umumnya lebih tinggi. Indirect cost
meliputi pemeliharaan bangunan-Ruangan Laboratorium, AC dan
Maintenance instrument berkala, kalibrasi, listrik dan air.
o Variable cost berupa reagensia, Kalibrator, kontrol, Bahan Medis
Habis Pakai, ATK laboratorium serta maintenance cost sarana
dan prasarana ;
o Fix cost berupa jasa medis dokter, analyst dan pekarya serta
konsumsi listrik dan air;
- Developing cost meliputi pemeriksaan pengembangan, Biomolekuler,
Pemantapan Mutu Internal dan external.
- Weight Average Cost of Capital yaitu Beban belanja modal yang
dipengaruhi oleh Nilai waktu dan uang.
- Jangka waktu BEP (break event point), RoI (Return on Investment),
Depreciation-Amortisation Periode yang berkorelasi pada lama nya
waktu-umur ekonomis.
Jadi Harga reagensia kalibrator dan kontrol baru merupakan satu bagian
dari struktur biaya pemeriksaan laboratorium;
c. Pada KSO Laboratorium secara parsial, Rumah Sakit masih harus
menanggung biaya-biaya :
a. Biaya Sewa Pakai Sistem Informasi Laboratorium dan maintenance
cost Transport tube, kalupun biaya ini akan di share (Urunan para
prinsipal/vendor) maka masing-masing prinsipal/vendor punya
kebijakan yang berbeda dalam hal biaya yang bukan merupakan
tupoksinya sehingga hal ini akan rawan friksi saling lempar tanggung
jawab.
b. Biaya Bahan Medis Habis Pakai, ATK laboratorium dan Maintenance
AC, bocor dan lain-lain;
c. Belanja Modal Transport tube jika akan melakukan pengembangan;
d. Biaya pengembangan pemeriksaan baru;
e. Biaya mutu laboratorium;
d. Pada KSO Laboratorium secara parsial akan menyebabkan Risiko
kenaikan Harga sepihak setiap saat (Umumnya 1-2 x setahun) sebagai
kebijakan prinsipal karena faktor inflasi;
e. Apabila terjadi trouble-permasalahan teknis, maka Rumah Sakit akan
berhubungan dengan banyak pihak karena banyak prinsipal/vendor
tanpa ada leadernya;
f. Rumah Sakit harus menyiapkan effort yang lebih dalam hal menyiapkan
Dokumen Legal meliputi kontrak, tagihan pembayaran , verifikasi
dokumen yang harus disiapkan dengan masing-masing vendor/prinsipal.
2. Apabila KSO laboratorium terpadu dengan Konsorsium maka pihak
konsortium yang menentukan semua merk dan jenis alat yang akan dipakai.
Jawab :
Tidak Benar, karena umumnya dapat diatur di dalam penyusunan
Kerangka Acuan Kerja sebagai dasar pembagian Tugas Pokok dan Fungsi
yang dituangkan dala Syarat-syarat umum Kontrak mitra KSO akan
mengakomodir preferensi end user (dokter patology klinik).
3. Proses Kontes/lelang pengadaan Mitra KSO membutuhkan waktu lama
sedangkan Rumah Sakit dikejar dateline dengan habisnya masa KSO dengan
vendor/prinsipal existing
Jawab :
Proses Penyusunan dokumen kontest/Request for proposal (RFP) meliputi
tahapan :
1) Penyusunan TOR/KAK oleh kepala instalasi Laboratorium 2 hari
2) Penyampaian TOR/KAK oleh kepala instalasi lab kepada
Direktur Utama Rumah Sakit 1 hari
3) Approval/Disposisi Direktur Utama atas TOR/KAK 1 hari
4) Disposisi TOR/KAK kepada ULP 1 hari
5) ULP menyusun dokumen/jadwal kontes 1 hari
6) Proses penguman kontest s/d kontrak 26 hari
Jumlah 31 hari
7) Proses Renovasi ruangan, Instalasi, Transport tube,
Installment Laboratory information system, analyzer baru 150 hari
8) Soft Launching
Jadi apabila terdapat Kontrak KSO existing yang sudah akan habis masa
berlakunya dapat segera dikomunikasikan dengan bagian legal/Hukum dan
Organisasi Rumah Sakit, untuk di addendum/perubahan dengan
memasukan klausul “ apabila Rumah Sakit sudah melaksankan kontest KSO
laboratorium terpadu dan sudah menentukan pemenangnya maka Kontrak
KSO existing akan berhenti dengan sendirinya tanpa syarat (Unconditional)”
sehingga pelayanan operasional existing tetap terjaga”.
VII. ANALISIS KSO POLA REAGEN RENTAL PARSIAL DENGAN BANYAK VENDOR/PRINSIPAL

TUPOKSI Benefit yang diterima RS


NO DESKRIBSI Remark
RS Mitra KSO
1 Weakness RS jika ada
Dibayar patungan oleh
pemeriksaan pengembangan
prinsipal/vendor
yang membutuhkan alat,
Penyediaan Laboratory Information system, meliputi (prinsipal/vendor) disini tidak
Hard ware dan Soft ware Aplikasi
V ada leadernya sehingga
jaringan LAN pada diagnostik
baru, membutuhkan waktu,
berpotensi saling lempar
legal dan dokumen baru
tanggung jawab)
tersendiri.
RS harus menyiapkan kontrak
2 Penyediaan Instrumen Diagnostik Analyzer v dengan banyak vendor/prinsipal
Banyak vendor/prinsipal
Weakness RS jika ada
pemeriksaan pengembangan
jalur baru RS harus
Dianggarkan sendiri oleh RS
3 Penyediaan/instalment Transport pneumatic tube V sebagai biaya modal
mengalokasikan biaya modal
baru, membutuhkan waktu,
legal dan dokumen baru
tersendiri
4 Renovasi Ruangan Laboratorium Tidak ada Weakness RS
5 Maintenance dan kalibrasi alat Diagnostik v
Weakness RS, menjadi objek
6 Maintenance AC Ruangan laboratorium v RS menganggarkan sendiri,
pemeriksaan BPK-RI
7 Penyediaan Bahan habis pakai v RS menganggarkan sendiri Weakness RS, menjadi objek
pemeriksaan BPK-RI
8 Kontrak KSO Reagen rental langsung dengan
Masing-masing vendor/prinsipal, maka:
a. Kontrak supply Kimia Klinik 1 dokumen kontrak sendiri Weakness RS, menjadi objek
v pemeriksaan BPK-RI
b. Kontrak supply Immunology 1 dokumen kontrak sendiri Weakness RS, menjadi objek
v pemeriksaan BPK-RI
c. Kontrak supply Hematology 1 dokumen kontrak sendiri Weakness RS, menjadi objek
v pemeriksaan BPK-RI
d. Kontrak supply Urinalisa 1 dokumen kontrak sendiri Weakness RS, menjadi objek
v pemeriksaan BPK-RI
e. Kontrak Supply BGA-electrolyte 1 dokumen kontrak sendiri Weakness RS, menjadi objek
v pemeriksaan BPK-RI
RS menganggarkan biaya modal
Weakness RS, menjadi objek
f. Kontrak penyediaan Transport tube v dan melalui proses pengadaan 1
pemeriksaan BPK-RI
dokumen kontrak sendiri
g. Kontrak penyediaan Laboratory Information RS menganggarkan Jasa Sewa Weakness RS, menjadi objek
system
v pakai LIS pemeriksaan BPK-RI
9 Supply Bahan Medis Habis Pakai RS menganggarkan sendiri biaya Weakness RS, menjadi objek
v operasional/belanja BHP pemeriksaan BPK-RI
10 Supply ATK laboratorium RS menganggarkan sendiri biaya Weakness RS, menjadi objek
v operasional/belanja BHP pemeriksaan BPK-RI
11 Managemen Laboratorium meliputi :
Laboratorium Memiliki counter-
1. Penentuan Spesifikasi Analyzer-reagensia
part/pendampingan dari Mitra
2. Managemen Keuangan
KSO yang beragam (Banyak
3. Managemen Logistic-Inventory v perusahaan) sehingga berisiko
Weakness RS
4. Managemen Sumber daya (Listrik, air, telp, jasa
menimbulkan friksi saling
Dokter,Analyst)
lempar tanggung jawab

12 Kepemilikan Initial Outlay-fix asset setelah


kerjasama Standar ruangan dan fasilitas
4. Laboratory information system (Hard ware- laboratorium Un-qualified to
software aplikasi)
v ISO 15189 dan JCI
Weakness RS
5. Transport Pneumatic tube
6. Renovasi ruangan tidak ada
13 Tidak ada perpindahan asset
Kepemilikan Initial Outlay –Moveable asset
namun up grade Analyzer sesuai
(Diagnostic Analyzer)
kemajuan teknology-free
14 Jangka waktu Kerjasama Terbatas 3 th
15 Pola Pendapatan :
Weakness RS karena KSO
Rumah Sakit Casemix Prospective payment system
Semu
Penjualan
Mitra KSO
Reagen
VIII. KESIMPULAN
1. Casemix-INA-CBGs sebagai sistem pengelompokan berdasarkan ciri
klinis yang sama dan sumber daya yang digunakan dalam pengobatan
Casemix-DRG (Diagnosis Related Group) dengan menggunakan Clinical
pathway based yaitu ICD-10 (International Classification Deaseas) untuk
diagnosa 14.500 kode dan ICD–9CM Untuk prosedur/tindakan 7.500
kode.
2. Dalam mengimplementasikan Sistem Casemix-INA-CGBs Rumah Sakit
sebagai pemberi pelayanan kesehatan perlu menyusun langkah
pelayanan yang lebih detail berdasarkan Clinical pathway mulai dari
pasien masuk sampai pasien pulang, yang merupakan integrasi pelayanan
medis, pelayanan keperawatan, pelayanan farmasi, laboratorium dan
pelayanan kesehatan lain. Clinical pathway yang diterapkan dengan baik
dapat menjadi alat kendali mutu (quality assurance) pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit. Hal ini dimungkinkan karena biaya-costing
yang dikeluarkan dari pemberi pelayanan kepada pasien khususnya
pemeriksaan laboratorium dapat dihitung selaras dengan casemix-
coding-costing.
3. Laboratorium klinik Rumah sakit saat ini membutuhkan
peralatan/instrument Diagnostic laboratorium yang dedicated dengan
troughput yang besar, cepat dan tepat, Sistem teknologi informasi
(IT)/Sistem Informasi Laboratorium yang dedicated mulai order klinisi
sampai dengan hasil pemeriksaan yang mampu dibaca oleh klinisi secara
online, hingga teknik pengiriman sampel yang unggul dan terintegrasi
agar dapat melayani semua dengan cepat, tepat dan teliti dalam suatu
sistem Managemen LEAN LABORATORY PRACTICE dalam kerangka
LEAN HEALTH CARE.
4. Sesuai dengan Permenkes No 43 tahun 2013 tentang Cara
Penyelenggaraan Laboratorium yang Baik Proses pelayanan
laboratorium terdiri dari 3 tahapan alur kerja yaitu pra-analitik,
analitik dan post-analitik.
5. Umunya Laboratorium Patology Rumah Sakit masih menerapkan sistem
peralatan laboratorium yang masih bersifat parsial belum terkonsolidasi
sehingga berpengaruh signifikan pada probability dan severity risiko
kesalahan pada tahap pra-analitik, analitik dan post-analitik yang
dapat diminimalizir dengan melaksanakan Revitalisasi sarana dan
prasarana Laboratorium;
6. Model KSO Laboratorium dengan Model KSO Reagen rental adalah
model KSO yang semu karena tidak/belum mencerimankan kondisi
biaya (Costing) pemeriksaan laboratorium yang sebenarnya hal ini
tidak/kurang selaras dengan konsep Costing pada sistem Casemix INA-
CBGs dan pola pembelian model ini masih menjadi objek
pemeriksaan Auditor Rumah Sakit;
7. Model KSO Revenue sharing dan Cost Per Reportable Report (CPRR)
mampu mencerminkan kondisi biaya pemeriksaan Laboratorium yang
sebenarnya yang di take over oleh mitra KSO, sehingga biaya KSO yang
muncul memberikan gambaran yang sebenarnya atas seluruh Costing
pemeriksaan Laboratorium Rumah sakit, hal ini selaras dengan konsep
Costing pada sistem Casemix INA-CBGs dan atas biaya-biaya yang
ditakeover oleh mitra KSO sudah tidak termasuk objek pemeriksaan
Auditor Rumah Sakit.
DAFTAR PUSTAKA
1. Undang- undang No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
2. Undang undang no 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan;
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 411/Menkes/PER/III/2010 tentang
Laboratorium Klinik;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 tahun 2013 tentang Cara
Penyelenggaraan Laboratorium Klinik Yang Baik;
5. B.Mulyono, Strategic Prioritization in Clinical Laboratory Services Using
SFAS Technique by Means of SWOT Matrix, Indonesian Journal of Clinical
Pathology and Medical Laboratory, Vol. 13, No. 2, Maret 2007: 93-96;
6. Timan IS. “Laboratorium Pusat RS. Cipto Mangunkusumo. Profil dan
Laporan 2010”. RSCM, Jakarta 2010;
7. Aman AK. ”Instalasi Laboratorium patologi Klinik RSUP. H. Adam Malik,
Medan, 2010;
8. I Made Arimba, “KSO-SIMRS” diunduh dari : http://www.madecerik.net, 4
Februari 2012;
9. Forum Helpdesk, “Direktorat PPK BLU Direktorat Perbendaharaan Negara’,
2 Januari 2015;
10. Lusia M, “Penentuan Jasa Pelayanan Laboratorium dalam persiapan
pemberlakukan BPJS Kesehatan,” Program Pendidikan Dokter Spesialis
Program Studi Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Iniversitas Diponegoro
RSUP Dr Kariadi Semarang, tahun 2013;
11. ISO 15189-2009; Badan Sertifikasi Nasional (BSN)-Standar Nasional
Indonesia (SNI) Laboratroium Medik – persyaratan khusus untuk mutu dan
kompetensi, Jakarta 2009;
12. Wyn@Health, Laboratory Information System, Wynacom, PT, Jakarta 2015;
13. AM Vianey Norpatiwi, Aspek value added Rumah Sakit sebagai Badan
layanan Umum;
14. Dyah Nur Hidayah, Dyah Ernawati, S.Kep.Ns,M.kes, Jurnal Accuracy
Analysis of Primary Diagnosis code based on patient BPJS cause unverified in
Permata Hospital Medika Semarang Januari 2014 ;
15. dr Windi Pertiwi, MMR, Clinical pathway, Jakarta 2014;
16. http://www.kiu-consula.com/clinical-pathway-dalam-ina-cbgs/Casemix for
Beginners: Concepts and Applications in Developing Countries UKM ITCC –
KIUC 2014;
17. Hartanto, business plan Kerjasama Operasional co-sourching Laboratorium
Klinik RSUP H. Adam Malik 2014.
18. Hartanto, Analisys strategy distributor farmasi dengan pendekatan Blue
Ocean strategy dan Balanced Scorecard pada line bisnis Kerjasama
Laboratorium PT Indofarma Global Medika”, STEI IPWIJA, 2013.
19. Gasperz, Vincent. 2007, Lean Six Sigma for Manufacturing and Service
Industries, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta;
20. Silvester, K., Lendon, R., Bevan, H., Steyn, R. and Walley, P. (2004), “Reducing
waiting times in the NHS: is lack of capacity the problem?”, Clinician in
Management, Vol. 12 No. 3, pp. 105-11);
21. Riyono; pengendalian mutu laboratorium klinik dilihat dari aspek mutu hasil
analisis laboratorium klinik; Surakarta, 2006;
22. Iriana A Nicolic and Harald Maikisch. “Public Private Partnerships And
Collaboration in the health sector, An overview wirh case studies from recent
European experience, October 2006;
23. Dwi Mardiatmo N H, dkk, Jurnal Implementasi Sistem Informasi Rumah
Sakit, UNDIP Semarang, 2013;
24. Henny Hendarty dkk di dalam Jurnal Pemanfaatan Sistem Informasi untuk
Pengelolaan Medik dan Jasa Kesehatan di Klinik, CommIT, Vol. 2 No. 1 Mei
2008, http://msi.binus.ac.id/files/2013/05/0201-09;
25. Widoatmodjo. Sawidji,:Remodeling The Business” ed2 Oktober 2009,
Gramedia Pustaka, Jakarta;
26. Buletin BUK Kementrian Kesehatan, “INA-CBGs ;Untuk pelayanan Rumah
Sakit lebih baik”, edisi Mei tahun 2013;
27. PERSI, Outlook Managemen Rumah Sakit- di era JKN, Bagaimana
Kebutuhan Pengembangan Managemen Rumah Sakit dan Bagaimana
hubungan Rumah Sakit dengan Dinas Kesehatan, tahun 2014;
28. Anoniym. Laboratory Integration.Laboratory Answer. Diunduh dari :
http://www.labanswer.com/Laboratory System Integration.asp, 20 September
2010;
29. Anonym.Mayo White paper.Mayo,USA. Diunduh dari :
http://www.laanswer.com/Laboratory System Integration.asp 18 September
2010;
30. http://research.fk.ugm.ac.id/;
PROFIL PENULIS
Hartanto lahir di Lampung, 13 September 1970, menyelesaiakan Pendidikan di
STEI IPWIJA Kampus Jl Gatot Subroto Gedung Adhi Graha lantai 14 Jakarta
selatan, dengan thesis Analisis Strategi Distributor Farmasi dengan pendekatan
Blue Ocean Strategi dan Balanced Scorecard pada Line Bisnis Kerja sama
Laboratorium PT Indofarma Global Medika, Program Magister Managemen,
STEI IPWIJA Jakarta, 2013.
Kompetensinya pada bidang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, berupa
Sertificate Ahli Pengadaan Nasional Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/jasa
Pemerintah Republik Indonesia/LKPP November 2012. Pengalaman profesi
lainya, menyusun makalah pada event ASEAN Network for Clinical Laboratory
Standardization and Harmonization (ANCLS), dengan judul Complete
Laboratory Integration System, di Hotel Borobudor Jakarta, 28-30 September
2010; dan menjadi Narasumber “Quality Assurance Up date for Customer
Satisfaction” seminar ilmiah oleh Persatuan Ahli Teknologi Laboratorium
Kesehatan Indonesia (PATELKI), Bandung, 11 Desember 2010;
Kompetensinya dalam managemen proyek diperoleh dari program Magister
Managemen Universitas Gajah Mada (MM-UGM)-Ikatan Ahli Managemen
Proyek Indonesia (IAMPI), Oktober 2015.
Referensi Pengalaman Proyek KSO di Rumah Sakit antara lain :
1) Kerjasama Operasi (KSO) Pelayanan Dialisys RSUD Badung Bali tahun 2015 –
2019;
2) Kerjasama Operasi (KSO) Laboratorium Patologi Klinik (laboratorum
terintegrasi) RSUP Sanglah tahun 2015 – 2019;
3) Kerjasama Operasi (KSO) Laboratorium Patologi Klinik (laboratorum
terintegrasi) RSUP. H. Adam Malik tahun 2015 – 2019;
4) Kerjasama Operasi (KSO) Laboratorium Patologi Klinik (laboratorum
terintegrasi) RSUP. M. Hoesin Palembang tahun 2012 – 2017;
5) Kerjasama Operasi (KSO) Laboratorium Patologi klinik (Laboratorium
terintegrasi) RSUD. Syaiful Anwar Malang tahun 2012 – 2017.
6) Kerjasama Operasi (KSO) Laboratorium Patology Klinik (laboratorium
terintegrasi) RSUP. Sanglah Denpasar Bali 2015 – 2020;

Pengalaman organisasi profesi di GAKESLAB (Gabungan Pengusaha Alat


Kesehatan dan Laboratorium) Pusat Jakarta KTA No. 135/GAKESLAB/DKI
Kepengurusan 2015 – 2019 sebagai Sekretaris Bidang Usaha Laboratorium.
Saat ini masih aktif di PT Indofarma Global Medika sebagai Manager KSO
Laboratorium, untuk diskusi dan konsultasi dapat dihubungi di 0818-07183798
email kso.kpbu@gmail.com

You might also like