Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
PROLANIS merupakan Program Pengelolaan Penyakit Kronis dengan bentuk
tindakan promotif dan preventif yang terintegrasi. Penyakit yang ditangani oleh
PROLANIS diabetes mellitus dan hipertensi.Program PROLANIS diharapkan
meningkatkan kualitas hidup peserta BPJS melalui pengolaan yang
berkesinambungan.Strategi pelayanan kesehatan bagi penyandang penyakit diabetes
dan hipertensi pada pelayanan kesehatan primer sehingga peran dokter pelayanan
primer sangat penting dalam program PROLANIS.Dokter pelayanan primer juga
diharapkan dapat memberikan pelayanan promotif dan preventif yang komprehensif.
Selain itu mereka memiliki tugas untuk mengedukasi dan meningkatkan kemampuan
peserta PROLANIS untuk memelihara kesehatan pribadinya secara mandiri.14
Pelayanan yang diberikan oleh Dokter Keluarga PROLANIS sepertipelayanan
obat untuk penyakit diabetes pasienselamasatubulan,mengingatkan jadwal konsultasi
dan pengambilan obat, memberi informasi dan pengetahuan tentang penyakit diabetes
secara teratur dan terstruktur, pemantauan status kesehatan secara intensif serta
adanya kegiatan kunjungan rumah (homevisit)bagi peserta. Dokter keluarga akan
memantau kepatuhan pasien terhadap program pengelolaan penyakit kronis ini untuk
mengetahui apakah pasien benar-benar melakukan apa yang direncanakan oleh dokter
keluarga PROLANIS.14
Komitmen peserta dalam mengikutiPROLANIS juga merupakan hal yang
sangat penting. Peserta diharapkan mengikutisegala semua ketentuan pengobatan
yang direncanakan, karena jikatidak ada komitmen maka program ini akan gagal.
Dengan adanya PROLANIS, target peningkatan status kesehatan, pengetahuan,
kemampuan, dankesadaran peserta dalam rangkapemeliharaan kesehatan secara
mandiridapat terwujud secara maksimal. Targetini juga didasarkan pada panduan
klinisyang berlaku.
Indikator keberhasilan program PROLANIS adalah terwujudnya Profil
Kesehatan Peserta melalui pemantauan berkesinambungan terhadap peserta. Hal ini
bertujuan agar jumlah peserta yanghidup sehat dengan penyakit kronis
dapatdioptimalkan dan peserta yang jatuh padafase akut atau penyakit menjadi
semakin parahdapat diminimalisasi.14
Antisipasi untuk menanggulangi timbulnya komplikasi pada pederita DM
harus sudah dimulai dari sekarang, salah satunya adalah dengan memberikan
pelayanan PROLANIS disertai dengan penyuluhan kesehatan pada penderita DM.
Peran PROLANIS sendiri dapat tampak baik secara nyata atau pun secara tidak
2
langsung pada penderita DM terutama dalam menanggulangi angka kesakitan
penderita DM. Penyuluhan kesehatan pada penderita DM juga merupakan suatu hal
yang amat penting dalam mencegah komplikasi atau setidaknya menghambat
perkembangan penyakit ke arah yang lebih berat. Penyuluhan tersebut dapat meliputi
beberapa hal, antara lain tentang DM, pengetahuan mengenai pengaturan diet, latihan
fisik atau senam kaki, minum obat dan juga pengetahuan tentang komplikasi,
pencegahan maupun perawatannya.14
Dalam hal ini diperlukan kerjasama yang baik antara penderita DM dan
keluarganya dengan para pengelola/ penyedia layanan kesehatan yang dapat terdiri
dari dokter, perawat, ahli gizi, dan tenaga lain. Oleh karena itu pada program mini
project ini, kami akan melakukan penelitian mengenai Gambaran Tingkat
Pengetahuan Pasien Diabetes Melitus Terhadap Program Prolanis Di Puskesmas
Kelurahan Pondok Kopi I.
3
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai Gambaran
Tingkat Pengetahuan Pasien Diabetes Melitus Terhadap Program Prolanis di
Puskesmas Kelurahan Pondok Kopi 1.
1.4.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
untuk diadakannya program prolanis di Puskesmas Kelurahan Pondok Kopi 1
sehingga dapat menurunkan angka kejadian dan tingkat keparahan penderita DM ke
arah yang lebih berat.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan2,13
2.1.1 Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan ini terjadi
melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan perabaan. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga.
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui atau kepandaian yang
dimiliki oleh seseorang yang diperoleh dari pengalaman, latihan, atau melalui proses
belajar. Dalam proses belajar seseorang hanya ditentukan memiliki kemampuan
membaca, menulis dan berhitung. Seseorang dituntut memiliki kemampuan
memecahkan masalah, mengambil keputusan, kemampuan beradaptasi, kreatif dan
inovatif, dari kemampunkemampuan tersebut sangat diperlukan untuk mencapai hasil
belajar yang lebih baik.
Pengetahuan merupakan kemampuan kognitif yang paling rendah namun sangat
penting karena dapat membentuk prilaku seseorang.
2.1.2 Tingkat Pengetahuan2,13
Ada 6 tingkatan pengetahuan menurut Bloom (1956) dalam Notoatmodjo
(2007), yang dicakup dalam domain kognitif, yaitu :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
terhadap sesuatu yang spesifik dari keseluruhan bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang
apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,
menyatakan, dan sebagainya.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan terhadap objek yang dipelajari.
5
c. Menerapkan (Application)
Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada kondisi yang sebenarnya. Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai
aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya
dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau obyek ke dalam
komponen-komponen tetapi, masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada
kaitannya satu sama lainnya. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan
kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan,
mengelompokkan, dan sebagainya.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan
kata lain, sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada.
Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, menyesuaikan,
dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu obyek atau materi. Penilaian-
penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
menggunakan kriteria-kriteria yang ada.
6
b. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan
mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang
tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan
cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media
massa.. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan
seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula
pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah
tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak
mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada
pendidikan non formal.
c. Pekerjaan
Menurut Hurlock (1998) bahwa pekerjaan merupakan suatu kegiatan atau
aktivitas seseorang untuk memperoleh penghasilan guna kebutuhan hidupnya sehari-
hari. Lama bekerja merupakan pengalaman individu yang akan menentukan
pertumbuhan dalam pekerjaan.
d. Sumber Informasi
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal
dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga
menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan
tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan
masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media
massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh
besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang. Dalam penyampaian
informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang
berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru
mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya
pengetahuan terhadap hal tersebut.
7
responden. Kedalaman pengatahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat
disesuaikan dengan tingkatan domain di atas.
Adapun pertanyaan yang dapat dipergunakan untuk pengukuran pengetahuan
secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu pertanyaan subjektif
misalnya jenis pertanyaan essay dan pertanyaan objektif misalnya pertanyaan pilihan
ganda (multiple choices), betul-salah dan pertanyaan menjodohkan. Pertanyaan essay
disebut pertanyaan subjektif karena penilaian untuk pertanyaan ini melibatkan faktor
subjektif dari nilai, sehingga nilainya akan berbeda dari seorang penilai yang satu
dibandingkan dengan yang lain dan dari satu waktu ke waktu lainnya.
Pertanyaan pilihan ganda, betul-salah, menjodohkan disebut pertanyaan
objektif, karena pertanyaan-pertanyaan itu dapat dinilai secara pasti oleh penilainya
tanpa melibatkan faktor subjektifitas dari penilai. Pertanyaan objektif khususnya
pertanyaan pilihan ganda lebih disukai dalam pengukuran pengetahuan karena lebih
mudah disesuaikan dengan pengetahuan yang akan diukur dan penilaiannya akan
lebih cepat. Pertanyaan yang dapat dipergunakan untuk pengukuran pengetahuan
secara umum yaitu pertanyaan subjektif dari peneliti.
Proses seseorang menghadapi pengetahuan, menurut Notoatmodjo (2007)
bahwa sebelum orang menghadapi perilaku baru, di dalam diri seseorang terjadi
proses berurutan yakni : Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari
dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus. Interest (merasa tertarik)
terhadap objek atau stimulus tersebut bagi dirinya. Trail yaitu subjek mulai mencoba
melakukan sesuatu sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap
stimulus.
8
Kelainan pada sekresi/kerja insulin tersebut menyebabkan abnormalitas
dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Hiperglikemia kronik pada
diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan
beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.
9
Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang
lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding
dengan bayi lahir dengan BB normal.
10
pemeriksaanglukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Diagnosis
DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200
mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa
lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa,
namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk
dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena
membutuhkan persiapan khusus.
*Pemeriksaan HbA1c (≥6,5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah satu
criteria diagnostic DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah
terstandarisasi dengan baik
11
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung
pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi
glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan
glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).
2. GDPT:Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma
puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan
TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dL.
12
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah
sewaktu atau kadar glukosa darah puasa.
Tabel 2.2 Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM (MG/dL)
Catatan: Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil,
dilakukan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko
lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun
13
atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik
berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, dan
adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan
EDUKASI
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi
aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam
menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku,
dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.
Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala
hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan
kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan
khusus.
14
Protein : 10-20% total asupan energy (pada pasien nefropati perlu
penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/ KgBB perhari atau 10% dari
kebutuhan energy dan 65% hendaknya bernilai biologic tinggi)
Natrium : tidak lebih dari 3000mg, atau sama dengan 6-7 gram garam
dapur
Serat : kurang lebih 25g/hari
Kebutuhan Kalori
Makanan sejumlah kalori dengan komposisi dibagi dalam 3 porsi besar untuk
makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi makanan ringan (10-
15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin
perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang diabetes yang
mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit
penyertanya.
Pilihan Makanan
Pilihan makanan untuk penyandang diabetes dapat dijelaskan melalui piramida
makanan untuk penyandang diabetes
LATIHAN JASMANI
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar,
menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan . Latihan jasmani selain untuk
menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas
15
insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang
dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda
santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur
dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan
jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat
dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan.
TERAPI FARMAKOLOGIS
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk
suntikan.
1. Obat hipoglikemik oral
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:
A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonylurea dan glinid
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion
C. Penghambat glukoneogenesis (metformin)
D. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
E. DPP-IV inhibitor
Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2
macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid
(derivatefenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral
16
dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post
prandial.
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin
Tiazolidindion
Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated
Receptor Gamma (PPAR-g), suatu reseptorinti di sel otot dan sel lemak.Golongan ini
mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein
pengangkut glukosa,sehingga meningkatkan ambilan glukosa di
perifer.Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagaljantung kelas I-
IV karena dapat memperberat edema/retensicairan dan juga pada gangguan faal hati.
Pada pasienyang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauanfaal hati
secara berkala
C. Penghambat glukoneogenesis
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama
dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada
pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta
pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro-
vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping
mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah
makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian metformin secara titrasi pada
awal penggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping obat
tersebut.
D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga
mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbosetidak
menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering
ditemukan ialah kembung dan flatulens.
E. DPP-IV inhibitor
Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormone peptida yang
dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus bila
ada makanan yang
17
masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan perangsang kuat penglepasan
insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon. Namun demikian, secara
cepat GLP-1 diubah oleh enzim dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit
GLP-1-(9,36)-amide yang tidak aktif.
Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan
untuk meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan hal rasional dalam pengobatan
DM tipe 2. Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat
yang menghambat kinerja enzim DPP-4 (penghambat DPP-4), atau memberikan
hormon asli atau analognya (analogincretin=GLP-1 agonis). Berbagai obat yang
masuk golongan DPP-4 inhibitor, mampu menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1
tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif dan mampu merangsang
penglepasan insulin serta menghambat penglepasan glukagon.
Cara Pemberian OHO, terdiri dari:
OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai
respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis optimal
Sulfonilurea: 15 –30 menit sebelum makan
Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan
Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan
Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan suapa pertama
Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.
DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum makan.
2. Suntikan
1. Insulin
2. Agonis GLP-1/incretin mimetic
Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetic
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
18
Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasionalyang tidak terkendali
dengan perencanaan makan
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Agonis GLP-1
Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru
untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang penglepasan
insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang
biasanya terjadi pada pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1
bahkan mungkin menurunkan berat badan. Efek agonis GLP-1 yang lain adalah
menghambat penglepasan glukagon yang diketahui berperan pada proses
glukoneogenesis. Pada percobaan binatang, obat ini terbukti memperbaiki cadangan
sel beta pankreas. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa
sebah dan muntah.
19
3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah.
Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat
dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan
OHO kombinasi (secara terpisah ataupun fixed-combination dalam bentuk tablet
tunggal), harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme
kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan
kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan
insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis di mana insulin tidak
memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga OHO dapat menjadi
pilihan.
Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi
OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang
diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada
umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang
cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan
sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar
glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa
darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan
terapi kombinasi insulin.
Gambar 2.3 Algoritma pengobatan DM tipe 2 tanpa dekompensasi metabolik
20
Kriteria Pengendalian DM
Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian
DM yang baik yang merupakan sasaran terapi. Diabetes terkendali baik, apabila kadar
glukosa darah mencapai kadar yang diharapkan serta kadar lipid dan A1C juga
mencapai kadar yang diharapkan. Demikian pula status gizi dan tekanan darah.
Kriteria keberhasilan pengendalian DM dapat dilihat pada Tabel 6.
Untuk pasien berumur lebih dari 60 tahun dengan komplikasi, sasaran kendali
kadar glukosa darah dapat lebih tinggi dari biasa (puasa 100-125 mg/dL, dan sesudah
makan 145-180 mg/dL). Demikian pula kadar lipid, tekanan darah, dan lain-lain,
mengacu pada batasan kriteria pengendalian sedang. Hal ini dilakukan mengingat
sifat-sifat khusus pasien usia lanjut dan juga untuk mencegah kemungkinan timbulnya
efek samping hipoglikemia dan interaksi obat.
Tabel 2.3, target pengendalian DM
21
2.2.6.Pencegahan3
Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang
memiliki faktor resiko, yakni mereka yang belum terkena tetapi berpotensi untuk
mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa. Materi penyuluhan meliputi
program penurunan berat badan, diet sehat, latihan jasmani dan menghentikan
kebiasaan merokok. Perencanaan kebijakan kesehatan ini tentunya diharapkan
memahami dampak sosio-ekonomi penyakit ini, pentingnya menyediakan fasilitas
yang memadai dalam upaya pencegahan primer
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Program ini dapat dilakukan dengan
pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal
pengelolaan penyakit DM. Penyulihan ditujukan terutama bagi pasien baru, yang
dilakukan sejak pertemuan pertama dan selalu diulang pada setiap pertemuan
berikutnya. Pemberian antiplatelet dapat menurunkan resiko timbulnya kelainan
kardiovaskular pada penyandang Diabetes.
Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah
mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih menlanjut.
Pada pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan kepada pasien dan juga
kelurganya dengan materi upaya rehabilitasi yang dapat dilakakukan untuk mencapai
kualitas hidup yang optimal. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin
sebelum kecacatan menetap, misalnya pemberian aspirin dosis rendah80-325 mg/hari
untuk mengurangi dampak mikroangiopati. Kolaborasi yang baik antar para ahli di
berbagai disiplin, jantung, ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi,
rehabilitasi medik, gizi, pediatrist dll sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan
pencegahan tersier.
22
2.2.7 Penyulit/ komplikasi pada Diabetes Melitus 5,11
2.2.7.1 Komplikasi Akut
1. Ketoasidosis diabetik (KAD)
Merupakan komplikasi akut diabetes yang ditandai dengan peningkatan kadar
glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dL), disertai dengan adanya tanda dan gejala
asidosis dan plasma keton(+) kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300-320 mOs/
mL) dan terjadi peningkatan anion gap.
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia dan cara mengatasinya
Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dL
Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandang diabetes harus selalu
dipikirkan kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia paling sering
disebabkan oleh penggunaan sulfonilurea dan insulin. Hipoglikemia akibat
sulfonilurea dapat berlangsung lama, sehingga harus diawasi sampai seluruh
obat diekskresi dan waktu kerja obat telah habis. Terkadang diperlukan waktu
yang cukup lama untuk pengawasannya (24-72 jam atau lebih, terutama pada
pasien dengan gagal ginjal kronik atau yang mendapatkan terapi dengan OHO
kerja panjang). Hipoglikemia pada usia lanjut merupakan suatu hal yang harus
dihindari, mengingat dampaknya yang fatal atau terjadinya kemunduran
mental bermakna pada pasien. Perbaikan kesadaran pada DM usia lanjut
sering lebih lambat dan memerlukan pengawasan yang lebih lama.
23
Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebardebar, banyak
keringat, gemetar, dan rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing,
gelisah, kesadaran menurun sampai koma).
Hipoglikemia harus segera mendapatkan pengelolaan yang memadai. Bagi
pasien dengan kesadaran yang masih baik, diberikan makanan yang
mengandung karbohidrat atau minuman yang mengandung gula berkalori atau
glukosa 15-20 gram melalui intra vena. Perlu dilakukan pemeriksaan ulang
glukosa darah 15 menit setelah pemberian glukosa. Glukagon diberikan pada
pasien dengan hipoglikemia berat.
Untuk penyandang diabetes yang tidak sadar, sementara dapat diberikan
glukosa 40% intravena terlebih dahulu sebagai tindakan darurat, sebelum
dapat dipastikan penyebab menurunnya kesadaran.
24
3. Neuropati
Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa
hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan
amputasi.
Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan
lebih terasa sakit di malam hari.
Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining
untuk mendeteksi adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi
sederhana, dengan monofilamen 10 gram sedikitnya setiap tahun.
Apabila ditemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang memadai
akan menurunkan risiko amputasi.
Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan duloxetine, antidepresan
trisiklik, atau gabapentin.
Semua penyandang diabetes yang disertai neuropati perifer harus diberikan
edukasi perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki. Untuk
penatalaksanaan penyulit ini seringkali diperlukan kerja sama dengan
bidang/disiplin ilmu lain.
2.3PROLANIS BPJS13
2.3.1. Pengertian PROLANIS BPJS
PROLANIS adalah suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif
yang dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan Peserta, Fasilitas Kesehatan
dan BPJS Kesehatan dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS
Kesehatan yang menderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang
optimal dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien.
Tujuan program ini dalam BPJS adalah untuk mendorong peserta penyandang
penyakit kronis mencapai kualitas hidup optimal dengan indikator 75% peserta
terdaftar yang berkunjung ke Faskes Tingkat Pertama memiliki hasil “baik” pada
pemeriksaan spesifik terhadap penyakit DM Tipe 2 dan Hipertensi sesuai Panduan
Klinis terkait sehingga dapat mencegah timbulnya komplikasi penyakit.Adapun
Program Pengelolaan Penyakit Kronis memiliki karateristik sebagai berikut:
a. Penetapan target kesehatan individual bagi setiap penderita penyakit kronis.
25
b. Penanganan kesehatan per individual peserta penderita penyakit kronis fokus pada
upaya promotif dan preventif untuk mencegah episode akut.
c. Edukasi dan upaya meningkatkan kesadaran dan peran serta Peserta penderita
penyakit kronis terhadap perawatan kesehatannya secara mandiri.
d. Penerapan protokol pengobatan yang berdasaran evidence base medicine.
e. Peningkatan fungsi gate keeper pada tingkat Rawat Jalan Tingkat Pertama dalam
rangka pengendalian biaya pelayanan rujukan.
2.3.2. Sasaran PROLANIS
Sasaran Prolanis adalah seluruh peserta Askes Sosial penderitapenyakit kronis
Diabetes Mellitus dan Hipertensi. Tahapannya, peserta harus mendaftar dahulu di
Kantor Cabang PT Askes (Persero) terdekat atau di Puskesmas dan Dokter keluarga
tempat peserta terdaftar. Setelah mendaftar, peserta akan mendapatkan Dokter
Keluarga Prolanis atau Dokter di Puskesmas Prolanis yang dipilih serta buku
pemantauan status kesehatan. Dokter Keluarga/Puskesmas di sini berperan sebagai
gatekeeper yang tidak hanya memilih pasien untuk dirujuk ke spesialis terkait, tetapi
diharapkan juga dapat memberikan pelayanan komprehensif dan terfokus pada upaya
promotif dan preventif. Dokter Keluarga/Dokter Puskesmas akan bertindak sebagai
manajer kesehatan bagi penderita penyakit kronis ini. Dokter keluarga juga akan
berperan sebagai konsultan bagi peserta yang memberikan bimbingan, edukasi, dan
peningkatan kemampuan peserta untuk melakukan pemeliharaan atas kesehatan
pribadinya secara mandiri. Dokter akan memantau kondisi dan status kesehatan
peserta Prolanis secara rutin serta bisa memberikan resep obat kronis pada level
Rawat Jalan Tingkat Pertama.
2.3.3. Mekanisme PROLANIS BPJS
Pelayanan Program Pengelolaan Penyakit Kronis bersifat komprehensif
(menyeluruh) meliputi :
a. Upaya promotif; penyuluhan/informasi berbagai media, konsultasi, dan reminder
aktifitas medis
b. Upaya preventif; imunisasi, penunjang diagnostik, kunjungan rumah (home visite),
konseling
c. Upaya kuratif; pemeriksaan dan pengobatan penyakit pada Rawat Jalan Tingkat
Pertama, Rawat Jalan Lanjutan, Rawat Inap Lanjutan serta pelayanan obat
d. Upaya rehabilitatif; penanganan pemulihan dari penyakit kronis
26
Pelayanan PROLANIS di fasilitas kesehatan primer lebih fokus pada
pelayanan promotif dan preventif meliputi :
a. Pemberian konsultasi medis, informasi, edukasi terkait penyakit kronis kepada
penderita dan keluarga
1) Kunjungan ke rumah pasien
2) Penyuluhan penyakit kronis
3) Pelatihan bagi tata cara perawatan bagi penderita
b. Pemantauan kondisi fisik peserta kronis secara berkesinambungan
c. Pemberian resep obat kronis dan kemudian peserta mengambil obatpada Apotek
yang ditunjuk
d. Pemberian surat rujukan ke Fasilitas yang lebih tinggi untuk kasus-kasus yang tidak
dapat ditanggulangi di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama / Primer.
e. Penanganan terapi penyakit kronis dan peresepan obat kronis sesuai Panduan Klinis
penanganan penyakit kronis yang berlaku
f. Membuat dokumentasi status kesehatan per Pasien terhadap setiap pelayanan yang
diberikan kepada tiap pasien
g. Membuat jadwal pemeriksaan rutin yang harus dijalani oleh peserta
2.3.4. Langkah-Langkah Pelaksanaan
Sebelum melaksanakan PROLANIS, ada beberapa langkah yang harus
dilakukan sebelum aktivitas PROLANIS itu sendiri:
1. Melakukan identifikasi data peserta sasaran berdasarkan:
a. Hasil Skrining Riwayat Kesehatan dan atau
b. Hasil Diagnosa DM dan HT (pada Faskes Tingkat Pertama maupun RS)
2. Menentukan target sasaran
3.Melakukan pemetaan Faskes Dokter Keluarga/ Puskesmas berdasarkan distribusi
target sasaran peserta
4. Menyelenggarakan sosialisasi Prolanis kepada Faskes Pengelola
5. Melakukan pemetaan jejaring Faskes Pengelola (Apotek, Laboratorium)
6. Permintaan pernyataan kesediaan jejaring Faskes untuk melayani peserta
PROLANIS
7. Melakukan sosialisasi PROLANIS kepada peserta (instansi, pertemuan
kelompok pasien kronis di RS, dan lain-lain)
8. Penawaran kesediaan terhadap peserta penyandang Diabetes Melitus Tipe 2 dan
Hipertensi untuk bergabung dalam PROLANIS
27
9. Melakukan verifikasi terhadap kesesuaian data diagnosa dengan form kesediaan
yang diberikan oleh calon peserta Prolanis
10. Mendistribusikan buku pemantauan status kesehatan kepada peserta terdaftar
11. Melakukan rekapitulasi data peserta terdaftar
12. Melakukan entri data peserta dan pemberian flag peserta PROLANIS
13. Melakukan distribusi data peserta Prolanis sesuai Faskes Pengelola
14. Bersama dengan Faskes melakukan rekapitulasi data pemeriksaan status
kesehatan peserta, meliputi pemeriksaan GDP, GDPP, Tekanan Darah, IMT,
HbA1C. Bagi peserta yang belum pernah dilakukan pemeriksaan, harus segera
dilakukan pemeriksaan
15. Melakukan rekapitulasi data hasil pencatatan status kesehatan awal peserta per
Faskes Pengelola (data merupakan luaran Aplikasi P-Care)
16. Melakukan Monitoring aktifitas PROLANIS pada masing-masing Faskes
Pengelola:
a. Menerima laporan aktifitas PROLANIS dari Faskes Pengelola
b. Menganalisa data
17. Menyusun umpan balik kinerja Faskes PROLANIS
18. Membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional/ Kantor Pusat
28
Langkah - langkah
Mendorong Faskes Pengelola melakukan identifikasi peserta terdaftar sesuai
tingkat severitas penyakit DM Tipe 2 dan Hipertensi yang disandang. b.
Memfasilitasi koordinasi antara Faskes Pengelola dengan Organisasi Profesi/Dokter
Spesialis diwilayahnya
a. Memfasilitasi penyusunan kepengurusan dalam Klub
b. Memfasilitasi penyusunan kriteria Duta PROLANIS yang berasal dari peserta.
Duta PROLANIS bertindak sebagai motivator dalam kelompok Prolanis
(membantu Faskes Pengelola melakukan proses edukasi bagi anggota Klub).
c. Memfasilitasi penyusunan jadwal dan rencana aktifitas Klub minimal 3 bulan
pertama
d. Melakukan Monitoring aktifitas edukasi pada masing-masing Faskes Pengelola:
1) Menerima laporan aktifitas edukasi dari Faskes Pengelola
2) Menganalisis data
e. Menyusun umpan balik kinerja Faskes PROLANIS
f.Membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional/Kantor Pusat dengan tembusan
kepada Organisasi Profesi terkait diwilayahnya
3. Reminder melalui SMS Gateway
Definisi
Reminder adalah kegiatan untuk memotivasi peserta untuk melakukan
kunjungan rutin kepada Faskes Pengelola melalui pengingatan jadwal konsultasi ke
Faskes Pengelola tersebut
Sasaran
Tersampaikannya reminder jadwal konsultasi peserta ke masing-masing
Faskes Pengelola
Langkah – langkah:
a. Melakukan rekapitulasi nomor Handphone peserta PROLANIS/Keluarga peserta
per masing-masing Faskes Pengelola
b. Entri data nomor handphone kedalam aplikasi SMS Gateway
c. Melakukan rekapitulasi data kunjungan per peserta per Faskes Pengelola
d. Entri data jadwal kunjungan per peserta per Faskes Pengelola
e. Melakukan monitoring aktifitas reminder (melakukan rekapitulasi jumlah peserta
yang telah mendapat reminder)
29
f. Melakukan analisa data berdasarkan jumlah peserta yang mendapat reminder
dengan jumlah kunjungan
g. Membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional/Kantor Pusat
4. Home Visit
Definisi
Home Visit adalah kegiatan pelayanan kunjungan ke rumah Peserta
PROLANIS untuk pemberian informasi/edukasi kesehatan diri dan lingkungan bagi
peserta PROLANIS dan keluarga
Sasaran:
Peserta PROLANIS dengan kriteria :
a. Peserta baru terdaftar
b. Peserta tidak hadir terapi di Dokter Praktek Perorangan/Klinik/Puskesmas 3 bulan
berturut-turut
c. Peserta dengan GDP/GDPP di bawah standar 3 bulan berturut-turut (PPDM)
d. Peserta dengan Tekanan Darah tidak terkontrol 3 bulan berturut-turut (PPHT)
e. Peserta pasca opname
Langkah – langkah:
a. Melakukan identifikasi sasaran peserta yang perlu dilakukan Home Visit
b. Memfasilitasi Faskes Pengelola untuk menetapkan waktu kunjungan
c. Bila diperlukan, dilakukan pendampingan pelaksanaan Home Visit
d. Melakukan administrasi Home Visit kepada Faskes Pengelola dengan berkas
sebagai berikut:
1) Formulir Home Visit yang mendapat tanda tangan Peserta/Keluarga peserta yang
dikunjungi
2) Lembar tindak lanjut dari Home Visit/lembar anjuran Faskes Pengelola
e. Melakukan monitoring aktifitas Home Visit (melakukan rekapitulasi jumlah peserta
yang telah mendapat Home Visit)
f. Melakukan analisa data berdasarkan jumlah peserta yang mendapat Home Visit
dengan jumlah peningkatan angka kunjungan dan status kesehatan peserta
g. Membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional/Kantor Pusat
30
BAB III
METODE PENELITIAN
Keterangan :
Variabel diteliti
31
3.4 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Posbindu RW 02, 03 dan 04, Poslansia RW 02, 03
dan 04 yaitu dalam wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Pondok Kopi I, Kecamatan
Duren Sawit, Kota Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta.
3.6.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pasien Diabetes Melitus yang
datang berobat ke Poli umum, yang hadir pada Posbindu dan Poslansia di wilayah
kerja Kelurahan Pondok Kopi I. Teknik pengambilan sampel yaitu dengan mengambil
sampel yang datang berobat ke Poli umum, yang hadir pada Posbindu dan Poslansia
di wilayah kerja Kelurahan Pondok Kopi I dengan kriteria eksklusi adalah warga
yang tidak bersedia menjadi dalam responden penelitian ini, dan warga yang memiliki
keterbatasan, gangguan mental mayor. Adapun kriteria inklusi yaitu : pasien Diabetes
Melitus yang datang berobat ke Poli umum,yang hadir pada Posbindu dan Poslansia
di wilayah kerja Kelurahan Pondok Kopi 1 yang bersedia menjadi responden dalam
penelitian ini.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Jumlah sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah 20% dari populasi terjangkau. Berdasarkan data terbaru
jumlah kasus Diabetes Melitus yang terdapat di wilayah kerja Kelurahan Pondok
32
Kopi 1 selama tahun 2016 dan 2017 adalah 107 pasien sehingga minimal jumlah
sampel yang digunakan sebanyak 21 orang. Pada penelitian ini didapatkan sampel
sebanyak 21 orang.
33
1. Editing
Editing yakni pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner,
apabila ada jawaban-jawaban yang belum lengkap, kalau memungkinkan
perlu dilakukan pengambilan data ulang untuk melengkapi data-data
tersebut.
2. Scoring
Setelah semua kuesioner diedit atau disunting, selanjutnya penilaian
untuk memberikan skor hasil kuesioner guna memudahkan pemetaan hasil
penelitian.
3. Data Entry
Data yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang
dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program atau
“software” komputer.
4. Cleaning
Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai
dimasukkan, perlu diperiksa kembali untuk melihat kemungkinan adanya
kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian
dilakukan pembetulan atau koreksi.
Data yang diperoleh diolah secara manual dengan scoring dan bantuan
software yaitu Microsoft Word dan Microsoft Excel. Untuk menganalisis data,
digunakan analisis univariat.
34
BAB IV
GAMBARAN KOMUNITAS
35
merata dan terjangkau.
Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan
masyarakat.
4.1.4 Tujuan
Tujuannya adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan
nasional, yakni meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang yang tinggal di wilayah kerja puskesmas, agar terwujud
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia
Sehat 2016.
4.1.5 Fungsi
Ada tiga fungsi Puskesmas, yaitu :
Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan.
Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau
penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat
dan dunia usaha di wilayah kerjanya. Disamping itu puskesmas aktif
memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan
setiap program pembangunan di wilayah kerjanya. Puskesmas
mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit
tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan,
dengan indikator:
a. Tersedianya air bersih
b. Tersedianya jamban yang sehat
c. Tersedianya larangan merokok
d. Adanya dokter kecil untuk SD atau PMR untuk SMP
Pusat Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan perorangan, warga dan masyarakat ini
diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya
sosial budaya masyarakat setempat mempunyai indikator :
a. Tumbuh kembang, Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat
b. Tumbuh dan kembangnya LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)
c. Tumbuh dan berfungsinya kesehatan masyarakat.
Pusat Pelayanan Kesehatan Strata Pertama
a. Promosi kesehatan masyarakat
36
b. Kesehatan lingkungan
c. KIA ( Kesehatan Ibu dan Anak )
d. KB ( Keluarga Berencana )
e. Perbaikan gizi masyarakat
f. P2M ( Pengendalian Penyakit Menular )
g. Pengobatan dasar
Pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh puskesmas meliputi:
Pelayanan Kesehatan Perorangan
Pelayanan yang bersifat pribadi (Private Goods) dengan tujuan
utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan,
tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit.
Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Pelayanan yang bersifat publik (Public Goods) dengan tujuan
utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah
penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan.
4.1.6 Azas
Azas penyelenggaraan dikembangkan dari ketiga fungsi puskesmas. Dasar
pemikirannya adalah pentingnya menerapkan prinsip dasar dari setiap fungsi
puskesmas dalam menyelenggarakan setiap upaya puskesmas, baik upaya
kesehatan wajib maupun upaya kesehatan pengembangan.
Azas Pertanggungjawaban Wilayah
a. Menggerakkan pembangunan berbagai sektor tingkat kecamatan
sehingga berwawasan kesehatan.
b. Memantau dampak berbagai upaya pembangunan terhadap
kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.
c. Membina setiap upaya kesehatan strata pertama yang
diselenggarakan oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah
kerjanya.
d. Menyelenggarakan upaya kesehatan strata pertama (primer) secara
merata dan terjangkau di wilayah kerjanya.
Azas Pemberdayaan Masyarakat
a. KIA : Posyandu, Polindes, Bina Keluarga Balita (BKB)
37
b. Pengobatan : Posyandu, Pos Obat Desa (POD)
c. Perbaikan Gizi : Panti Pemulihan Gizi, Keluarga Sadar Gizi
(Kadarzi)
d. Kesehatan Lingkungan : Kelompok Pemakai Air (Pokmair), Desa
Percontohan Kesehatan Lingkungan (DPKL), PSN DBD
e. UKS : Dokter Kecil, Saka Bakti Husada (SBH), Pos Kesehatan
Pesantren (Poskestren), Jumantik Sekolah
f. Kesehatan Usia Lanjut : Posyandu Usila, Panti Wreda
g. Kesehatan Kerja : Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK)
h. Kesehatan Jiwa : Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat
(TPKJM)
i. Pembinaan Pengobatan Tradisional : Tanaman Obat Keluarga
(TOGA), Pembinaan Pengobatan Tradisional (Battra).
Azas Keterpaduan
Ada dua macam keterpaduan yang perlu diperhatikan yakni :
a. Keterpaduan Lintas Program
Contoh keterpaduan lintas program antara lain :
1) Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) : Keterpaduan KIA
dengan P2M, gizi, promosi kesehatan & pengobatan.
2) UKS : Keterpaduan kesehatan lingkungan dengan promosi
kesehatan, pengobatan, kesehatan gigi, kesehatan reproduksi
remaja, kesehatan jiwa dan kesehatan lingkungan.
3) Posyandu : keterpaduan KIA dengan KB, gizi, P2M, Kesehatan
jiwa & promosi kesehatan.
b. Keterpaduan Lintas Sektor
Upaya ini memadukan penyelenggaraan program puskesmas
dengan program dari sektor terkait tingkat kecamatan, termasuk
organisasi kemasyarakatn dan dunia usaha. Contoh keterpaduan
lintas sektoral antara lain : KIA yakni keterpaduan sektor kesehatan
dengan camat, lurah/kepala desa, organisasi profesi, organisasi
kemasyarakatan, Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) &
Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB). Selain itu juga
memadukan program UKS, perbaikan gizi, kesehatan kerja, dan
kesehatan lingkungan.
38
Azas Rujukan
Untuk membantu puskesmas menyelesaikan berbagai masalah
kesehatan dan juga untuk meningkatkan efisiensi, maka
penyelenggaraan setiap program puskesmas harus ditopang oleh azas
rujukan.
a. Rujukan Medis
Apabila suatu puskesmas tidak mampu menangani suatu
penyakit tertentu, maka puskesmas tersebut dapat merujuk ke sarana
pelayanan kesehatan yang lebih mampu (baik vertikal maupun
horizontal). Rujukan upaya kesehatan perorangan dibedakan atas :
1) Rujukan Kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan sikap medis
(contoh : operasi) dan lain-lain.
2) Rujukan Bahan Pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan
laboratorium yang lebih lengkap.
3) Rujukan Ilmu Pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga yang
lebih kompeten untuk melakukan bimbingan tenaga puskesmas dan
atau menyelenggarakan pelayanan medis spesialis di puskesmas.
b. Rujukan Kesehatan
1) Rujukan sarana dan logistik, antara lain peminjaman peralatan
fogging, peminjaman alat laboratorium kesehatan, peminjaman alat
audio visual, bantuan obat, vaksin, bahan habis pakai dan bahan
pakaian.
2) Rujukan tenaga, antara lain tenaga ahli untuk penyidikan kejadian
luar biasa, bantuan penyelesaian masalah hukum kesehatan,
gangguan kesehatan karena bencana alam.
3) Rujukan operasional, yakni menyerahkan sepenuhnya kewenangan
dan tanggung jawab penyelesaian masalah kesehatan masyarakat
dan atau penyelenggaraan kesehatan masyarakat kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Rujukan operasional diselenggarakan
apabila puskesmas tidak mampu.
39
teknis dan administratif. Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi dua,
yakni:
Upaya Kesehatan Wajib
Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan
berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang
mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan
masyarakat, yaitu:
a. Upaya promosi kesehatan
b. Upaya kesehatan lingkungan
c. Upaya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana
d. Upaya perbaikan gizi mayarakat
e. Upaya pencegahan dan pengendalian penyakit menular
f. Upaya pengobatan
Upaya Kesehatan Pengembangan
Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang
ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di
masyarakat serta yang disesuaikan dengan kemampuan Puskesmas, yakni:
a. Upaya kesehatan sekolah
b. Upaya kesehatan olahraga
c. Upaya perawatan kesehatan masyarakat
d. Upaya kesehatan kerja
e. Upaya kesehatan gigi dan mulut
f. Upaya kesehatan jiwa
g. Upaya kesehatan mata
h. Upaya kesehatan usia lanjut
i. Upaya pembinaan pengobatan tradisional
Wilayah kerja Puskesmas meliputi satu kecamatan atau sebagian dari
kecamatan. Faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografik dan
infrastruktur lainnya merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan
wilayah kerja Puskesmas.
Penyelenggaran pelayanan kesehatan oleh Puskesmas meliputi :
a. Promotif ( peningkatan kesehatan )
b. Preventif ( upaya pencegahan )
40
c. Kuratif ( pengobatan )
d. Rehabilitatif ( pemulihan kesehatan )
41
4.2.4 Struktur Organisasi
KA. PKM KEL
P. KOPI I
dr. Amalia
Wkl.Manajemen
Aan Aulya
DOCUMENT CONTROL
S. Pondelu
POSYANDU/GI KIA
UMUM ZI Emi Darmawati
Malikatun S. Pondelu
KB
PERKESMAS Devi Ratna Sari
Raziah
LOKET LOKET
Malikatun Malikatun
LANSIA P2ML
Raziah Sugiyati Lestari
KESLING
S. Pondelu
TIM KPLDH
42
Sebelah Barat: Berbatasan dengan kelurahan Malaka Sari
43
b. Jumlah KK Setiap RW
WNI
No. RW.
Lk Pr Jumlah
1 2 886 64 950
2 3 879 128 1.007
3 4 866 37 903
Jumlah 2.631 229 2.860
44
4.5 Sumber Daya Manusia
Jumlah pegawai Puskesmas Kel. Pondok Kopi I berjumlah 10 orang yang
terdiri dari 6 orang pegawai otonom, 4 oang pegawai honorer, dengan rincian :
Dokter Umum : 1 orang
Bidan : 2 Orang
Perawat : 1 Orang
Tata usaha : 2 Orang
PHL : 2 Orang
Kebersihan : 1 Orang
Keamanan : 1 Orang
45
4.7 Data Kesehatan Primer
Jumlah kasus Diabetes Melitus yang ditangani di Puskesmas Pondok
Kopi 1 selama tahun 2015 dan 2016 berturut-turut sebanyak62 dan 45 kasus,
dengan proporsi 30orang laki-laki dan perempuan 32 orang pada tahun 2016,
dan 13 orang laki-laki dan 32 orang perempuan pada tahun 2017.Berikut ini
tabel kasus Diabetes Melitus selama 2015 dan 2016 dengan pengelompokan
berdasarkan jenis kelamin dan tabel pasien Diabetes Melitus selama tahun
2016 dan 2017 dengan pengelompokan berdasarkan RW.
RW 02 RW 03 RW 04
2016 - 2017 2016 - 2017 2016 - 2017
L 4 31 10
P 12 39 11
TOTAL 16 70 21
Tabel 4.5 Jumlah Kasus Diabetes Melitus Tahun 2016 - 2017 Berdasarkan Wilayah
RW
di Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Kopi I
46
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Usia Responden
Usia 30 - 45
9%
Usia > 60
24%
Usia 45 - 60
67%
47
Berikut ini adalah gambaran karakteristik pasien Diabetes Melitus di
Puskesmas Kelurahan Pondok Kopi I berdasarkan jenis kelamin :
Jenis Kelamin
Laki - laki
37%
Perempuan
63%
Tingkat Pendidikan
SMA
SD 24%
43%
SMP
33%
48
Berdasarkan grafik 5.3 dari 21 responden, terdapat 5 orang (24%) dengan
tingkat pendidikan SMA, 7 orang (33%) berpendidikan SMP dan 9 orang
(43%) yang berpendidikan SD.
Pekerjaan
Tidak
berkerja
Pensiun 14% Wiraswasta
10% 19%
IRT
57%
49
Tingkat Pengetahuan
Baik
14%
Cukup
18%
Kurang
68%
100%
90%
80%
70%
60%
Kurang
50%
Cukup
40% Baik
30%
20%
10%
0%
SD SMP SMA
50
kelompok dengan tingkat pendidikan SMA, 2 responden memiliki pengetahuan
baik, 2 responden memiliki pengetahuan cukup dan 1 responden memiliki
tingkat pengetahuan kurang.
5.2 Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan pasien
Diabetes Melitus di wilayah Kelurahan Pondok Kopi I terhadap Prolanis.
Responden dalam penelitian ini berjumlah 21 orang dari berbagai latar belakang
pendidikan dan pekerjaan, meskipun dengan distribusi yang tidak merata.
Pengetahuan pasien tentang Prolanis adalah semua informasi yang diterima
responden mengenai upaya agar pasien Diabetes Melitus di wilayah kerja
puskesmas pondok Kopi I mendapat pengobatan yang optimal dan
berkesinambungan karena adanya Prolanis. Untuk meningkatkan pengetahuan
masyarakat mengenai Prolanis ini diperlukan intervensi yang pada akhirnya
dimaksudkan untuk mengubah sikap dan perilaku seseorang atau kelompok agar
menerapkan pola hidup sehat dan mengubah persepsi yang salah menjadi
persepsi yang lebih tepat. Intervensi tersebut dapat berupa penyuluhan kesehatan,
diskusi kelompok yang mendalam tentang penyebab, gejala, cara pencegahan
dan cara pengobatan penyakit Diabetes Melitus. Dengan meningkatnya
pengetahuan mengenai sebuah penyakit, diharapkan dapat mengubah sikap
ditandai meningkatknya partisipasi masyarakat dalam mencegah, mendiagnosis
dini penyakit Diabetes Melitus, serta mempertahankan pengobatan secara
berkesinambungan .
Tingkat pengetahuan adalah bagian dari perilaku yang dipengaruhi oleh faktor
internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, persepsi, inteligensia, dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal
adalah faktor sosial dan budaya seperti strata sosial, status ekonomi, adat-
istiadat, kepercayaan dan kebiasaan masyarakat. Oleh karena itu perbedaan
wilayah juga dapat memengaruhi tingkat pengetahuan dari masyarakatnya.
Dari penelitian ini didapatkan bahwa sebagian besar dari pasien Diabetes Melitus
di Puskesmas Kelurahan Pondok Kopi I(68% dari total responden) memiliki
tingkat pengetahuan yang buruk terhadap pengetahuan Prolanis. Perbedaan
tingkat pengetahuan masyarakat tentang Prolanis disebabkan oleh keberagaman
51
karakteristik masyarakatnya, seperti: usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
adat-istiadat, pekerjaan, status sosial dan ekonomi.
Tingkat pendidikan merupakan salah satu yang sangat berperan penting
memengaruhi tingkat pengetahuan masyarakat. Menurut Notoatmodjo, semakin
tinggi pendidikan seseorang semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya.
Responden dengan latar belakang pendidikan yang tinggi akan lebih mudah
untuk menerima dan memahami informasi yang diberikan oleh petugas
kesehatan. Latar belakang pendidikan pada penelitian ini sebagian besar adalah
Sekolah Dasar. Pada penelitian ini kategori tingkat pengetahuan buruk sebagian
besar memiliki latar belakang pendidikan SD (80%).
Pada penelitian ini sebagian besar responden sudah mendapatkan penyuluhan
mengenai prolanis pada saat posbindu maupun poslansia. Namun sebagian besar
tingkat pengetahuan responden terhadap prolanis masih buruk. Hal ini mungkin
disebabkan karena waktu yang singkat pada saat kunjungan ke puskesmas,
posbindu dan poslansia yang dikarenakan jumlah pasien yang banyak sehingga
menjadi tidak efektif. Oleh karena itu penting untuk dilakukan penyuluhan
tentang prolanis dalam satu waktu dan tempat agar edukasi mengenai prolanis
untuk pasien Diabetes Melitus efektif dan efisien. Selain edukasi melalui
penyuluhan, konseling juga perlu dilakukan terhadap pasien Diabetes
Melitusbagaimana cara agar dapat mengikuti prolanis termasuk untuk membantu
untuk memenuhi syarat menjadi anggota prolanis. Metode konseling bisa
dilakukan dengan cara melakukan kunjungan rumah kepada pasien Diabetes
Melitus di Puskesmas Kelurahan Pondok Kopi I secara berkala.
52
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Hasilmini project yang dilakukan untuk menilai gambaran tingkat pengetahuan
masyarakat terhadap prolanis pada penderita diabetes melitus di Puskesmas
Kelurahan Pondok Kopi I ini dapat disimpulkan bahwa 68% responden memiliki
tingkat pengetahuan yang kurang baik.
Kemudian, bila dinilai dari aspek pendidikan, tampak bahwa responden dengan
tingkat pengetahuan kurang paling banyak dimiliki responden dengan latar belakang
tingkat pendidikan SD sebesar 43%. Sedangkan sebagian besar (57%) dari responden
dengan tingkat pendidikan SMA dan SMP memiliki pengetahuan yang cukup lebih
baik. Responden dengan latar belakang pendidikan yang tinggi akan lebih mudah
untuk menerima dan memahami informasi yang diberikan oleh petugas kesehatan.
6.2 Saran
6.2.1 Untuk Masyarakat
Agar mengikuti penyuluhan tentang Penyakit Diabetes Melitus dan
Prolanis untuk meningkatkan pengetahuan dan memperluas informasi
baik dengan bertanya kepada tenaga kesehatan, maupun mengambil
informasi dari media maupun lingkungan sosial.
Agar meningkatkan kewaspadaan diri dan perhatian terhadap diri
sendiri agar rutin berobat ke puskesmas atau ke fasilitas kesehatan
lainnya.
Agar mendukung peran kader kesehatan sebagai perpanjangan tangan
tenaga kesehatan di Puskesmas Pondok Kopi 1.
6.2.2 Untuk Dinas Kesehatan DKI Jakarta
Membuat programyang lebih efektif dan meningkatkan program yang
sudah ada dalammeningkatkan pengetahuan dan kesadaran,
6.2.3 Untuk Tenaga Kesehatan Puskesmas Kelurahan Pondok Kopi 1
a. Meningkatkanpengetahuan masyarakat terhadap penyakit Diabetes
Melitus dan Prolanis.
53
b. Menggalakkan kesadaran akan deteksi dan pentingnya pengobatan
penyakit Diabetes Melitus secara berkesinambungan, serta mengubah
stigma yang salah di masyarakat tentang Diabetes Melitus.
c. Membuat program aktif dalam menjaring pasien Diabetes Melitus
dengan home visit dan edukasi agar pasien dapat mengerti dan
mengikuti prolanis dengan mudah, guna menekan angka morbiditas
dan mortalitas Diabetes Melitus.
d. Mengoptimalisasikan peran kader dalam deteksi dini kasus di
masyarakat dan dokter internsip dalam menjalankan program yang
dicanangkan sejak perencanaan program.
54
DAFTAR PUSTAKA
1. Suyono, Slamet. 2009. Diabetes Melitus di Indonesia. In: Sudoyo, Aru W.,
Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K., Siti Setiati. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Ed 5. Jakarta. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
9. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Penterjemah:
Irawati, Ramadani D, Indriyani F. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,
2006.
55
10. Fang ZY, Prins JB, Marwick TH: Diabetic cardiomyopathy: evidence,
mechanisms, and therapeutic implications. Endocr , 2004
11. Fauci et al.. Harrison’s : Principles of Internal Medicine. 17th Edition. USA
:The McGraw-Hill Companies. p. 2008
12. Dunning T., 2005, Medication Knowledge And Self Management By People
With 2 Diabetes, Department of Endocrinology and Diabetes, The University
of Melbourne, Australia.
56
Lampiran : Kuesioner
IDENTITAS
Nama :
Jenis Kelamin :
Usia :
Alamat :
Pendidikan Terakhir :
Pekerjaan :
No HP :
Berikan tanda silang (X) pada salah satu jawaban yang menurut anda benar.
Prolanis
57
Lampiran : Foto Kegiatan dan Presentasi Mini Project
58