Professional Documents
Culture Documents
ARTIKEL
Disusun Oleh:
Izzatul Kamila
170810301244
UNIVERSITAS JEMBER
2018
Abstrak
Abstract
Latar belakang
Pembahasan
Konsep Terorisme
Menurut Kacung Marijan dikutip dari jurnal, menyatakan bahwa kata teror
disebutkan dengan istilah system de terreur yang kali pertama muncul pada tahun
1789 di dalam The Dictionnaire of The Academic Francaise (Marijan, 2003) yang
dikutip dari jurnal. Konteks revolusi Prancis melekat di dalam penggunaan istilah
tersebut. Karena itu, istilah terorisme pada saat itu memiiki konotasi positif, yakni
aksi-aksi yang dilakukan untuk menggulingkan penguasa yang lalim dan aksi-aksi
tersebut berhasil dilakukan. Namun, praktik-praktik terorisme sudah lama terjadi
sejak sekittar 66-67 sebelum Masehi, ketika kelompok ekstrem Yahudi melakukan
aksi teror, termasuk di dalamnya pembunuhan terhadap bangsa Romawi yang
melakukan pendudukan di wilayahnya (kira-kkira di wilayah yang
dipersengketakan oleh Israel dan Palestina sekarang). Sejak saat itu, aksi-aksi
terorisme di berbagai belahan dunia, yang melibatkan beragam etnik dan agama
yang terus terjadi.
Sedangkan menurut Jainuti (2006) yang dikutip dari jurnal, istilah teror
dan terorisme telah menjadi idiomilmu sosial yang sangat terkenal pada dekade
1990-an dan awal 2000-an sebagai bentuk kekerasan agama. Meskipun terorisme,
sesungguhnya bukanlah sebuah istilah baru. Namun tindakan teror telah muncul
sepanjang sejarah umat manusia. Bagaimana putra Adam, Qabil menteror Habil,
karena dinilai menjadi penghambat keinginan Qabil. Beberapa bentuk teror telah
menjadi cara yang umum ntuk mengintimidasi lawan. Orang yang percaya bahwa
dengan tindakan kekerasan, istilah ini mencerminkan makna negatif bagi mereka
yang dijuluki teroris. Dalam pengertian ini teroris disamakan dengan istilah
menyakitkan lainnya dalam khazanah bahasa politik, seperti rasis, fasis, atau
imperialis.
Terorisme merupakan salah satu dari sekian istilah dan konsep di dalam
ilmu sosial yang penuh kontroversi dan perdebatan. Hal ini tidak lepas dari fakta
bahwa upaya untuk mendefinisikan terorisme itu tidak terlepas dari berbagai
kepentingan, termasuk kepentingan ideologi dan politik. Dinilai begitu
kontroversinya, Laqueur (1987) yang dikutip dari jurnal, sampai berpendapat
bahwa sebuah definisi yang komprehensif mengenai terorisme itu tidak ada atau
tidak akan dapat ditemukan di masa mendatang. Padahal, pendefinisian mengenai
terorisme itu cukup penting, bukan hanya untuk kepentingan akademik.
Melainkan juga untuk kepentingan praktis, yakni bagaimana cara mengatasinya.
Memerangi terorisme terorganisasi, misalnya harus memiliki kejelasan apakah
organisasi yang diperangi itu termasuk teroris atau tidak. Kejelasan demikian
tentu saja harus berasal dari definisi yang jelas pula. Tanpa adanya kejeasan,
upaya untuk memerangi itu bisa berdampak kontra produktif. Sebagai sebuah
istilah bahasa, terorisme seharusnya dipahami dengan sangat hati-hati, bukan
menjadi instrumen propaganda. Oleh karena itu, penting untuk memberikan
definisi terorisme yang jelas. Dengan kejelasan definisi ini orang akan mengerti
makna sebenarnya istilah terorisme, dan kemudian merancang hukuman yang
tepat bagi para pelaku teror.
Sementara itu, dalam pandangan Wardaw yang dikutip dari jurnal (1989),
upaya mendefinisikan terorisme tidak terlepas dari masalah moral. Masalah moral
inilah yang berkaitan dengan realitas bahwa di dalam mendefinisikan terorisme itu
tidak terlepas dari suatu penilaian bahwa ada peristiwa-peristiwa kekerasan yang
tidak dijustifikasi disisi lain. Oleh karena itu, upaya untuk mendefinisikan
terorisme tidak terlepas dari kontrovesi.
Menurut sebagian besar aktifis yang tergabung dalam kelompok Tanzim al-
Qaidah di Aceh, faktor-faktor pendorong terbentuknya radikalisme dan terorisme
di Indonesia bukanlah semata-mata untuk kepentingan individu. Sebab, apabila
dimotivasi untuk kepentingan individu, maka semestinya hal apa yang
dilakukannya dan tindakannya tidak menyakitkan baik diri sendiri maupun orang
lain. Adapun faktor-faktor yang mendorong terbentuknya terorisme :
1. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi merupakan motif utama bagi para terorisme dalam
menjalankan misi mereka. Keadaan yang semakin tidak menentu dan
kehidupan sehari-hari yang membuat orang untuk melakukan apa saja.
Dengan demikian pemerintah harus bekerja keras untuk merumuskan
rehabilitasi masyarakatnya. Kemiskinan yang mempengaruhi orang untuk
melakukan tindakan penyimpangan seperti ; membunuh, mengancam
orang, bunuh diri, dan sebagainya.
2. Faktor Sosial
Orang-orang yang mempunyai pikiran keras di mana terdapat kelompok
garis keras yang bersatu mendirikan Tanzim al-Qaidah Aceh. Dalam
keseharian hidup yang kita ktor jalani tedapat pranata sosial yang
membentuk pribadi kita menjadi sama. Situasi ini sangat menentukan
kepribadian seseorang dalam melakukan setiap kegiatan yang dilakukan.
Sistem sosial yang dibentuk oleh kelompok radikal atau garis keras
membuat semua orang yang mempunyai tujuan sama dengannya dapat
mudah berkomunikasi dan bergabung dalam garis keras atau radikal.
3. Faktor Ideologi
Faktor ini yang menjadikan seseorang yakin dengan apa yang
diperbuatnnya. Perbuatan yang mereka lakukan berdasarkan dengan apa
yang sudah disepakati dari awal dalam perjanjiannya. Dalam setiap
kelompok mempunyai visi dan misi masing-masing yang tidak terlepas
dengan ideologinya. Dalam hal ini terorisme yang ada di Indonesia dengan
keyakinannya yang berdasarkan jihad yang mereka miliki.
Dampak-dampak Terorisme Terhadap Pertahanan Negara
Selain itu keamanan Negara juga mulai ditingkatkan oleh aparat militer,
semua itu dilakukan dalam rangka mengatasi maslaah teroris yang mengancam
keamanan Negara Indonesia. Semakin hari kesiapan aparat penegak hukum untuk
mengatasi masalah terorisme terus ditingkatkan. Setidaknya hal tersebut juga
menjamin sedikit rasa aman bagi masyarakat Indonesia yang resah akan adanya
aksi teroris di Negara ini.
Adanya rasa saling tidak percaya antar umat beragama yang diawali oleh aksi
dari teror yang mengatas namakan agama menjadikan citra salah satu agama
menjadi buruk di mata umat beragama lain. Dari hal tersebut yang dikhawatirkan
adalah menurunnya rasa saling menghormati antar umat beragama di Indonesia
yang selanjutnya dapat mengurangi rasa kesatuan dan persatuan dari rakyat
Indonesia. Kemudian dari segi keamanan dan kenyamanan yang terusik akibat
adanya aksi terorisme. Kita tahu bahwa Indonesia memiliki banyak tempat wisata
yang sudah terkenal bahkan sampai ke manca Negara dan kemungkinan sudah
menjadi incaran para teroris untuk melakukan aksinya, sehingga banyak para
wisatawan yang mengurungkan niatnya untuk mengunjungi tempat-tempat wisata
yang ada di Indonesia. Hal inilah yang membuat masyarakat Indonesia merasa
cemas untuk melakukan aktifitas, selain itu hal tersebut juga berpengaruh pada
pendapatan Negara dari wisatawan-wisatawan asing menjadi berkurang.
Selanjutnya pada Sila kedua yaitu Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.
Menjadi warga Indonesia yang adil dan beradab merupakan suatu keharusan.
Beradab dapat dimaknai sebagai memiliki karakter yang baik, tentunya dengan
menjadi manusia yang adil dan memiliki karakter yang baik. Degan demikian
kesejahteraan dan kenyamanan hidup rakyat Indonesia akan tercapai. Adil dapat
dimaknai dengan menempatkan segala sesuatu pda tempatnya, tidak melanggar
aturan, menjaga tingkah laku agar sesuai dengan norma, agama, adat istiadat, dan
budaya. Tidak ada budaya yang membunuh orang yang tidak bersalah itu
dihalalkan, tidak ada norma agama yang mengajarkan pengikutnya untuk
membunu. Begitu juga dengan islam, dimana salah satu prinsip hukumnya adalah
menjaga nyawa (hifdzun naf). Maka dari itu tindakan terorisme sangat
bertentangan dengan Pancasila sebagai falsafah negara dan agama Islam. Faham
inilah yang harus ditanam sejak dini agar penerus bangsa memiliki pendirian yang
kuat dalam menangkal terorisme dan radikalisme.
Pada hakekatnya para teroris memiliki keyakinan bahwa apa yang mereka
lakukan itu benar. Mereka mengatasnamakan agama sebagai kedok kejahatan
mereka. Padahal jika kita cermati, hal demikianlah yang dapat mengadu domba
satu agama dan agama yang lain, yang tentunya juga akan merusak citra Islam di
mata agama lain. Tentu hal demikian bukan hanya menjadi musuh bangsa, selain
itu terorisme dapat merusak pertahanan Negara sehingga jika terus dibiarkan
tanpa adanya usaha dalam memberantasnya maka Negara kita akan hancur
terutama ideologi Pancasila, karena kita tahu bahwa terorisme juga memiliki
tujuan untuk mengubah ideologi Pancasila. Dari berbagai fakta yang dijelaskan di
atas merupakan kendala tersendiri bagi bangsa Indonesia jadi musuh kita semua
sebagai umat muslim. Pertanyaanya apakah Indonesia mampu mengatasi masalah
tersebut? jawabannya ada pada diri kita sendiri, sebagai warganegara Indonesia
dalam mengamalkan nilai-nilai Pancasila sehingga masalah-masalah di atas dapat
diberantas keberadaannya. Sebagai generasi penerus bangsa seharusnya kita dapat
menjaga eksistensi Pancasila dengan cara mengamalkan dan mematuhi sendi-
sendi Pancasila
Saran
Prajarto, Nunung. 2004. Terorisme dan Media Massa: Debat Keterlibatan Media.
Yogyakarta:Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Vol 8, No.1:37-49
http://bgazacha.blogspot.com/2012/06/dampak-terorisme-terhadap-
pertahanan.html