You are on page 1of 12

3.

netralasi, yaitu proses yang menyebabkan antibodi menutupi tempat-tempat


yang toksik dari agen yang bersifat antigenik

4. lisis, yaitu proses yang menyebabkan beberapa antibodi yang sangat kuat
kadang-kadang mampu langsung menyerang membran sel agen penyebab tersebut

ruptur.

Kerja anibodi yang langsung menyerang agen penyebab penyakit yang bersifat

antigenik sering kali tidak cukup kuat untuk melindungi tubuh terhadap penyebab

penyakit tersebut.

Sistem komplemen pada kerja antibodi

”komplemen” merupakan istilah gabungan untuk menggambarkan suatu sistem yang


terdiri dari kira-kira 20 protein, yang kebanyakan merupakan prekursor enzim. Peran

utama dalam sistem ini adalah 11 protein yang ditandai dengn CI sampai C9, B, dan

D. Biasanya semua protein ini ada diantara protein-protein plasma darah dan juga

ada dianatara protein-protein yang bocor dari kapiler masuk kedalam ruang jaringan.

Biasanya prekursor enzim ini bersifat inaktif, namun juga dapat diaktifkan terutama

oleh jalur klasik .

Jalur Klasik. jalur ini diaktifkan oleh suatu reaksi antigen-antibodi. Yaitu, bila suatu
antibodi berikatan dengan suatu antigen, maka tempat reaktif yang spesifik pada

bagian antibodi “yang tetap” akan terbuka, atau “diaktifkan”, dan bagian ini
kemudian langsung berikatan dengan molekul C1 dari sistem komplemen, memulai

pergerakan “kaskade” rangkaian reaksi, yang diawali dengan pengakrifkan proenzim


C1 itu sendiri. Enzim C1 yang terbentuk kemudian mengaktifkan penambahan jumlah

enzim secara berturut-turut pada tahap sistem berikutnya, sehingga dari awal yang

kecil, terjadilah reaksi penguatan yang sangat besar. Beberapa efek penting tersebut
adalah sebagai berikut;
1. Opsonisasi dan fagositosis. Salah satu produk kaskade komplemen, yaitu C3b,

dengan kuat mengaktifkan proses fagositosis oleh netrofil dan makrofag,


menyebabkan sel-sel ini menelan bakteri yang telah dilekati oleh kompleks antigen
antibodi. proses ini disebut opsonisasi. Proses ini seringkali mampu meningkatkan

jumlah bakteri yang dihancurkan, sampai 100 kali lipat.

2. Lisis. Salah satu produk paling penting dari seluruh produk kaskade komplemen
adalah kompleks litik, yang merupakan kombinasi dari banyak faktor komplemen
3. Aglutinasi. Produk komplemen juga mengubah permukaan organisme yang
menginvasi tubuh, sehingga melekat satu sama lain, dan dengan demikian pemicu

proses aglutinasi.

4. Netralisasi virus. Enzim komplemen dan produk komplemen lain dapat menyerang
beberapa virus dan dengan demikian mengubahnya menjadi nonvirulen.
5. Kemotaksis. Fragmen C5a memicu kemotaksis netrofil dan makrofag, sehingga
menyebabkan sejumlah besar sel fagosit ini bermigrasi ke dalam jaringan yang
berbatasan dengan agen antigenik.

6. Aktivasi sel mast dan basofil. Fragmen C3a, C4a, dan C5a mengaktifkan sel mast dan
basofil, sehingga menyebabkan sel-sel tersebut melepaskan histamin. Heparin dan

beberapa substansi lainnya.

7. Efek peradangan. Disebabkan oleh aktivasi sel mast dan basofil. Ada beberapa
produk komplemen lain yang turut menimbulkan peradangan etempat. Produk-
produk ini menyebabkan (1) aliran darah yang sebelumnya telah meningkat menjadi

semakin meningkat, (2) peningkatan kebocoran protein dari kapiler, dan (3) protein
cairan interstisial akan berkoagulasi dalam ruang jaringan, sehingga menghambat

pergerakan organisme yang melewati jaringan.

Sifat-sifat jhusus sistem Limfosit-T- sel T teraktivasi dan imunitas yang diperantarai sel.

Pelepasan sel T yang traktivasi dari jaringan limfoid dan pembentukan sel memori. pada

waktu terpapar dengan antigen yang sesuai, seperti yang ditampilkan oleh makrofag di

dekatnya, limfosit T dari klonlimfosit yang spesifik akan berproliferasi dan melepaskan
banyak sel T yang teraktivitas dan bereaksi secara spesifik bersamaan dengan pelepasan
zntibodi oleh sel B yang teraktivitasi. Perbedaan utamanya adalah bukan antibodi yang

dilepaskan, tetapi seluruh sel T teraktivitas yang terbentuk dan dilepaskan ke dalam
cairan limfe. Dan selanjutnya, sel T ini akan masuk ke dalam sirkulasi dan di sebarkan ke
seluruh tubuh, melewati dinding kapiler masuk ke dalam ruang jaringan, sekali lagi

kembali masuk ke dalam cairan limfe dan darah, dan bersirkulasi ke seluruh tubuh

demikian seterusnya, kadang-kadang berlangsung sampai berbulan-bulan atau bahkan

bertahun-tahun.

Sel memori limfosit-T juga dibentuk melalui cara yang sama seperti pembentukan sel
memori B dalam sistem antibodi. jadi, bila ada suatu klon limfosit T diaktifkan oleh suatu

antigen, maka banyak limfosit yang baru terbentuk disimpan dalam jaringan limfoid

untuk menjadi limfosit T tambahan pada klon yang spesifik itu; dan ternyata, sel-sel

memori ini bahkan menyebar ke seluruh jaringan limfoid di seluruh tubuh. Oleh karena

itu, pada paparan berikutnya terhadap antigen yang sama di bagian tubuh manapun,

terjadi pelepasan sel-sel T teraktivitas yang jauh lebih cepat dan jauh lebih kuat

dibandingkan dengan paparan pertama.

Sel yang Menampilkan Antigen, Protein MHC, dan Reseptor Antigen Pada Limfosit T.

Respons sel-T terhadap antigen bersifat sangat spesifik, sama seperti respons antibodi sel

B, dan paling tidak sama pentingnya dengan peran antibodi dalam melakukan

pertahanan melawan infeksi. Pada kenyataannya, respons imun yang didapat biasanya

membutuhkan bantuan sel T untuk memulainya, dan sel T sungguh berperan penting

untuk membantu melenyapkan patogen yang masuk.

Meskipun limfosit B dapat mengenali antigen yang utuh, limfosit T akan berespons

terhadap antigen hanya bila antigen berkaitan dengan molekul spesifik yang dikenal
sebagai protein MHC pada permukaan sel yang menampilkan antigen (antigen-
presenting cell) di dalam jaringan limfoid. Tiga tipe antigen-presenting cell yang utama
adalah makrofag, limfosit B, dan sel dendritik. Sel dendritik, antigen-presenting cell yang
paling poten, ada di seluruh tubuh, dan fungsi sel ini yang diketahui hanyalah untuk

memperkenalkan antigen kepada sel T. Interaksi yang terjadi pada protein adhesi sel

merupakan hal yang penting memungkinkan sel T berikatan cukup lama dengan antigen-
presenting cell sehingga sel T menjadi sel T teraktivasi.
Protein MHC disandikan oleh sekelompok besar gen yang disebut kompleks
histokompatibilitas mayor (major histocompatibility complex, MHC). Protein MHC
berikatan dengan fragmen pepdita dari protein antigen yang dipecah dipecah di dalam

antigen-presenting cell dan kemudian mengangkutnya ke permukaan sel. Terdapat dua


jenis protein MHC: (1) protein MHC 1, yang memperkenalkan antigen kepada sel T
sitotoksik, dan (2) protein MHC II, yang memperkenalkan antigen kepada sel T pembantu.
Fungsi khusus sel T sitotoksik dan sel T pembantu akan di bicarakan kemudian.

Antigen pada permukaan antigen-presenting cell akan berkaitan dengan molekul

reseptor pada permukaan sel T melalui cara yang sama seperti ikatannya dengan antibodi
protein plasma. Molekul reseptor ini di bentuk dari unit yang dapat berubah (unit

variabel) yang serupa dengan bagian variabel pada antibodi humoral, tetapi bagian

utamanya berikatan kuat dengan membran sel limfosit T. Sel T memiliki 100.000 tempat

reseptor.

Beberapa Tipe Sel T dan Berbagai Fungsinya

Kita telah mengetahui dengan jelas ada banyak tipe sel T. Sel ini digolongkan dalam tiga

kelompok utama: (1) sel T pembantu, (2) sel T sitotoksik, dan (3) sel T supresor. Fungsi
tiap-tiap sel ini benar-benar berbeda.

Sel T Pembantu-Perannya dalam Seluruh Pengaturan Imunitas

Sel T pembantu, sejauh ini merupakan sel T yang jumlahnnya paling banyak, biasanya

meliputi lebih dari tiga perempat jumlah sel T. Seperti yang ditunjukan oleh namanya, sel-

sel ini membantu untuk melakukan fungsi sistem imun dengan banyak cara. Pada
kenyataannya, sel-sel ini bertindak sebagai pengatur utama bagi seluruh fungsi imun. Sel-

sel ini melakukan hal tersebut dengan membentuk serangkaian mediator protein, yang
disebut limfokin, yang bekerja pada sel-sel lain dari sistem imun dan sel-sel dalam

sumsum tulang. Limfokin yang penting yang disekresikan oleh sel T pembantu adalah

sebagai berikut:

Interleukin-2
Interleukin-3

Interleukin-4

Interleukin-5

Interleukin-6

Faktor perangsang-koloni granulosit-monosit

Interleukin-y

Fungsi Pengaturan Spesifik oleh Limfokin. Bila tidak terdapat limfokin yang berasal dari
sel T pembantu, maka sistem imun yang tersisa hampir menjadi lumpuh. Pada

kenyataannya, sel T pembantulah yang diinaktivasi atau dihancurkan oleh virus acquired

immunodeficiency syndrome (AIDS), yang membuat tubuh hampir secara total tidak
terlindungi terhadap penyakit infeksi, oleh karena itu, menimbulkan yang sekarang di

kenal dengan efek melemahkan dan mematikan akibat AIDS. Beberapa fungsi pengaturan

spesifik adalah sebagai berikut.

Perangsangan pertumbuhan dan proliferasi sel T sitotolsik dan sel T supresor.

Bila tidak ada sel T pembantu, klon untuk memproduksi sel T sititosik dan sel T sitotoksik
dan sel T supresor diaktifkan sedikit sekali oleh sebgian besar antigen. Limfokin

interleukin-2 khususnya memiliki efek peangsangan yang sangat kuat dalam


menyebabkan pertumbuhan dan proliferasi sel T sitotoksik dan sel T supresor.

Perangsangan pertumbuhan dan diferensiasi sel-B untuk membentuk sel plasma dan

antibodi.

Kerja langsung antigen untuk menghasilkan pertumbuhan sel-B, proliferasi, pembentukan


sel plasma dan sekresi antibodi juga melemah tanpa “bantuan” sel-T pembantu. Hampir
semua interleukin berperan serta dalam berespons sel B, tetapi khususnya interleukin 4, 5,
dan 6. Pada kenyataannya, ketiga interleukin ini memiliki efek yang kuat pada sel B,
sehingga interleukin tersebut disebut sebagai faktor perangsang sel-B atau faktor

pertumbuhan sel-B.

Aktivasi sistem makrofag

Limfokin juga mempengaruhi makrofag. Pertama, limfokin memperlambat atau

menghentikan migrasi makrofag setelah makrofag secara kemotaktik tertarik kedalam


area jaringan yang meradang, dengan demikian menyebabkan pengumpulan makrofag

dalam jumlah yang banyak. Kedua, limfokin tersebut mengaktifkan makrofag untuk

melakukan fagositosis yang jauh lebih efisien, sehingga memungkinkan makrofag untuk

menyerang dan menghancurkan organisme atau agen perusak jaringan lainnya dalam

jumlah yang banyak.

Sel-T sitotoksik

Sel-T sitotoksik merupakan sel penyerang langsung yang mampu membunuh

mikroorganisme dan pada suatu saat bahkan membunuh sel-sel tubuh sendiri. Dengan

alasan tersebut, maka sel ini disebut sel pembunuh. Protein septor pada permukan sel
sitotoksik menyebabkan sel berikatan erat dengan organisme atau sel yang mengandung

antigen spesifik. Setelah berikatan, sel T sitotoksik menyekresikan protein pembentuk-

lubang, yang disebut perforin, yang membuat lubang berbentuk bulat pada membran sel
yang diserang. Kemudian cairan dari ruang interstisial akan mengalir secara cepat
kedalam sel. Selain itu, sel sitotoksik juga melepaskan substansi sitotoksik secara

langsung kedalam sel yang diserang menjadi sangat membengkak dan biasanya tidak

lama kemudian akan terlarut.

Hal yang paling penting adalah sel pembunuh sitotoksik ini dapat terdorong keluar dari
sel korban setelah sel pembunuh membuat lubang dan mengirimkan substansi sitotoksik,

dan kemudian pindah untuk membunuh lebih banyak sel lagi. Sesungguhnya, bebrapa

sel-sel pembunuh ini dapat menetap selama berbulan-bulan dalam jaringan.


Beberapa sel T sitotoksik bersifat mematikan terhadap sel-sel jaringan yang telah diinvasi
oleh virus, karena banyak partikel virus yang terperangkap dalam membran sel jaringan

dan menarik sel-T sebagai respons terhadap antigenisitas virus. Sel sitotoksik juga

berperan penting dalam penghancuran sel kanker, sel cangkok jantung, atau jenis-jenis

sel lain yang dianggap asing oleh tubuh.

Sel-T supresor

Dibandingkan dengan sel-sel yang lain, perihal sel T supresor masih sedikit yang

diketahui, namun sel ini mempunyai kemampuan untuk menekan fungsi sel T sitotoksik

dan sel T pembantu. Fungsi supresor ini diduga bertujuan untuk mencegah sel sitotoksik

agar tidak menyebabkan reaksi imun yang berlebihan yang dapat merusak jaringan

tubuh sendiri. Dengan alasan inilah, maka sel-sel T pembantu digolongkan sebagai sel T
regular, sel T supresor mungkin berperan penting dalam membatasi kemampuan sistem
imun untuk menyerang jaringan tubuh, yang disebut sebagai toleransi imun.

Sebagian besar Toleransi disebabkan oleh seleksi klon selama proses pengolahan.

Sebagian besar fenomena toloransi diduga timbul terjadi pengolahan pendahuluan


limfosit T di timus dan limfosit B di sumsum tulang. Alasan untuk anggapan ini karena

bila dilakukan penyuntikan suatu antigen yang kuat kedalam janin sewaktu limfosit diolah

lebih dalu di kedua tempat tadi, akan mencegah pembentukan klon limfosit didalam

jaringan limfoid yang bersifat spesifik terhadap antigen yang disuntikkan. Beberapa
percobaan telah membuktikan bahwa limfosit imatur spesifik yang berada dalam timus,

bila terpajan dengan antigen yang kuat, maka sel ini akan menjadi limfoblastik, sangat

berproliferasi, dan kemudian bergabung dengan antigen yang merangsang tadi-suatu


efek yang diduga dapat menyebabkan sel itu sendiri dihancurkan oleh sel epitel timus

sebelum sel limfoid tersebut dapat bermigrasi ke jaringan limfoid dan berkoloni di

dalamnya.

Oleh karena itu, diduga bahwa selama limfosit diolah lebih dahulu di timus dan sumsum
tulang, semua atau sebagian besar klon limfosit tersebut yang bersifat spesifik untuk
merusak jaringan akan dihancurkan sendiri, karena adanya kontak yang terus menerus
dengan antigen tubuh.

Kegagalan mekanisme toleransi menyebabkan penyakit autoimun.

Ada beberapa penyakit spesifik yang disebabkan oleh autoimunitas, antara lain (1)
demam reumatik, yang menyebabkan tubuh menjadi terimunisasi terhadap jaringan
dalam sendi dan jantung, khususnya katup jantung, setelah terpajan dengan toksin
streptokokus jenis tertentu yang memiliki epitop pada struktur molekularnya yang mirip

dengan struktur pada beberapa antigen-sendiri dari tubuh (2) satu tipe glomerulonefritis,

karena orang tersebut menjadi terimunisasi terhadap membran basal glomeruli (3)

miastenia gravis, yang membentuk imunitas terhadap protein reseptor asetilkolin pada
sambungan neuromuskular, sehingga terjadi kelumpuhan (4) lupus eritematosu, yang
disebabkan karena pasien pada saat yang sama terimunisasi terimunisasi terhadap

berbagai jaringan tubuh, penyakit ini menyebabkan kerusakan yang sangat luas dan

sering kali cepat menimbulkan kematian

Imunisasi dengan Injeksi Antigen

Imunisasi telah dipakai selama bertahun-tahun untuk menimbulkan imunitas didapat


terhadap penyakit-penyakit tertentu. Seseorang dapat diimunisasi dengan cara

menyuntikan organisme yang telah mati, yang tidak mampumenimbulkan penyakit lagi,

tetapi masih mempunyai beberapa antigen kimiawi. Tipe imunisasi ini di pakai untuk
melindungi tubuh terhadap demam tifoid, batuk rejan, difteri, dan banyak macam

penyakit bakterial lainnya.

Dapat juga diperoleh imunitas terhadap toksin yang telah diolah dengan bahan kimia,

sehingga sifat toksiknya sudah rusak walaupun antigen yang menimbulkan imunitas tetap
utuh. Cara ini dipakai pada imunisasi terhadap tetanus, botulisme, dan penyakit toksik

lain yang serupa.

Dan, akhirnya, seseorang dapat diimunisasi dengan jalan menginfeksinya dengan

organisme hidup yang sudah “dilemahkan”. Artinya, organisme ini telah ditanam dalam
media biakan khusus atau ditransfer pada serangkaian binatang sampai organisme ini
cukup bermutasi, sehingga organisme ini tidak akan menimbulkan penyakit tapi masih

membawa antigen spesifik yang dibutuhkan untuk imunisasi. Cara ini dipakai untuk

melindungi tubuh terhadap poliomielitis, demam kuning, campak, cacar air dan banyak

penyakit virus lainnya.

Imunitas Pasif

Sampai sejauh ini, semua imunitas didapat yang telah kita bicarakan adalah imunitas aktif.

Yang artinya, tubuh seseorang membentuk antibodi atau sel-T teraktivasi sebagai
respons terhadap antigen asing yang masuk ke dalam tubuh. Tapi, imunitas sementara

pada seseorang dapat dicapai tanpa menyuntikan antigen apa pun. Hal ini didapat

dengan cara pemberian infus antibodi, sel T teraktivasi, atau keduanya dari darah orang
lain atau dari beberapa binatang lain yang telah mempunyai imunitas aktif terhadap

antigen tersebut.

Antibodi ini akan habis dalam waktu 2 sampai 3 minggu dalam tubuh resipien, dan
selama waktu ini, orang tersebut terlindung dari penyakit yang menginvasi. Sel T

teraktivasi bila ditransfusikan dari orang lain maka akan habis dalam waktu beberapa

minggu, tetapi bila ditransfusikan dari seekor binatang maka akan habis dalam waktu

beberapa jam sampai beberapa hari saja. Transfusi antibodi atau limfosit T semacam ini
menimbulkan imunitas yang disebut imunitas pasif.

Alergi dan Hipersensitivitas

Pada beberapa kondisi, salah satu efek samping imunitas yang penting adalah timbulnya
alergi atau jenis hipersensiyivitas lainnya. Ada beberapa tipe alergi dan hipersensitivitas
lainnya, beberapa di antaranya hanya jadi pada orang-orang yang mempunyai
kecenderungan alergi spesifik.

Alergi yang Disebabkan oleh Sel T Teraktivasi: Alergi Reaksi-Lambat


Alergi reaksi-lambat disebabkan oleh sel T teraktivasi dan bukan oleh antibodi. Namun,
pada kontak yang berulang, toksin menyebabkan pembentukan sel T pembantu dan sel
T sitotoksik yang teraktivasi. Kemudian, pada kontak berikutnya, dalam waktu satu hari
atau lebih, sel T teraktivasi dalam jumlah besar akan berdifusi dari sirkulasi darah ke
dalam kulit sebagai respons terhadap toksin dari tumbuhan beracun tadi. Dan, pada
saat yang sama, sel T ini menimbulkan reaksi imun yang diperantarai sel T. Biasanya,
kerusakan terjadi pada area jaringan yang ditempati oleh antigen pemicu, seperti di
kulit pada kasus terkena racun tumbuhan, atau di paru yang menyebabkan edema paru
dan serangan asma pada kasus yang disebabkan oleh beberapa antigen yang ditularkan
lewat udara.

Alergi pada Orang “Alergik” dengan Antibodi IgE yang Berlebihan

Beberapa orang mempunyai kecenderungan “alergik”. Alergi semacam ini disebut alergi
atopik karena disebabkan oleh respons sistem imun yang tidak lazim. Kecenderungan
alergi ini diturunkan secara genetis dari orang tua ke anak, dan di tandai dengan adanya
sejumlah besar antibodi IgE dalam darah. Antibodi ini disebut reagin atau antibodi
tersensitisasi untuk membedakannya dengan antibodi IgG yang lebih umum. Bila suatu
alergen (yang didenfinisikan sebagai suatu antigen yang bereaksi secara spesifik dengan
antibodi reagin IgE tipe spesifik) memasuki tubuh, maka terjadi reaksi alergen-reagin,
dan kemudian terjadi reaksi alergi.

Sifat khusus antibodi IgE (reagin) adalah adanya kecenderungan yang kuat untuk
melekat pada sel mast dan basofil. Sesungguhnya, satu sel mast atau basofil dapat
meningkatkan sampai setengah juta molekul antibodi IgE. Bila suatu antigen (alergen)
yang mempunyai banyak tempat ikatan kemudian berikatan dengan beberapa antibodi
IgE yang melekat pada membran sel mast atau basofil, mungkin disebabkan oleh efek
fisik dari molekul antibodi yang dapat merubah membran sel. Subtansi-subtansi ini
menyebabkan beberapa efek seperti dilantasi pembuluh darah setempat: penarikan
eosinofil dan netrofil menuju tempat yang reaktif; peningkatan permeabilitas kapiler
dan hilangnya cairan kedalam jaringan; dan kontraksi sel otot polos lokal. Karena itu,
dapat terjadi berbagai respons jaringan, bergantung pada macam jaringan tempat reaksi
alergen-reagin terjadi. Bermacam-macam reaksi alergi yang disebabkan oleh pola ini
adalah sebagai berikut.

Anafilaksis

Bila suatu alergen spesifik disuntikkan secara langsung kedalam sirkulasi, maka alergen
tersebut dapat bereaksi dengan basofil dalam darah dan sel mast pada jaringan yang
terletak teapt diluar pembuluh darah kecil jika basofil dan sel mast tersebut telah
disentisitasi oleh pelekatan reagin IgE. Oleh karena itu, terjadilah reaksi alergi yang luas
diseluruh sistem pembuluh darah dan jaringan yang berikatan erat.

Basofil dan sel mast yang teraktivasi juga melepaskan suatu campuran leukotrin yang
disebut substansi anafilaksis bereaksi-lambat. Leukotrien-leukotrien ini dapat
menyebabkan spasme otot polos bronkiolus, sehingga menimbulkan serangan seperti
asma dan kadang-kadang menimbulkan kematian akibat mati lemas.

Urtikaria .

Urtikaria timbul akibat masuknya antigen ke area kulit yang spesifik dan menimbulkan
realsi setempat yang irip reaksi anafilaksis. Histamin yang dilepaskan setempat akan
menimbulkan : (1) vasodilatasi yang menyebabkan timbulnya red flare (kemerahan) dan
(2) peningkatan permeabilitas kapiler setempat sehingga dalam beberapa menit
kemudian akan terjadi pembengkakan setempat yang terbatas jelas.

Hay fever

Pada hay fever, reaksi alergen-reagin terjadi dalam hidung. Histamin yang dilepaskan
sebagai respons terhadap reaksi, menimbulkan dilatasi pembuluh darah intranasal
setempay, sehingga menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan
peningkatanbpermeabilitas kapiler. Kedua efek ini menimbulkan kebocoran cairan yang
cepat ke dalam rongga hidung dan kedalam jaringan hidung yang lebih dalam dan
saluran hidung menjadi bengkak dan penuh dengan sekret
Asma

Reaksi alergen-reagin terjadi didalam bronkiolus paru. Ditempat ini, produk paling
penting yang dilepaskan dari sel mast tampaknya adalah substansi anakfilaksis bereaksi-
lambat, yang menimbulkan spasme otot polos bronkiolus. Akibatnya orang tersebut
mengalami kesukaran bernafas sampai produk reaktif dari reaksi alergik dihilangkan.

You might also like