You are on page 1of 7

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT GANGGUAN

SISTEM MUSKOLOSKELETAL

A. Fraktur
Fraktur adalah diskontinuitas dari jaringan tulang yang biasanya disebabkan
adanya kekerasan yang timbul secara mendadak. Fraktur dapat terjadi akibat
trauma langsung maupun tidak langsung. Gambaran klinis fraktur meliputi nyeri
diatas atau didekat tulang yang fraktur, pembengkakan (dari darah, linfe dan
eksudat yang menginfiltrasi jaringan dan gangguan sirkulasi.
Fraktur dapat terjadi dengan patahan tulang dimana tulang tetap berda
didalam (fraktur tertutup) atau diluar dari kulit (fraktur terbuka). Fraktur ujung
tulang yang sangat tajam dapat menyebabkan kerusakan jaringan lunak disekitar
patahan tulang, misalnya : otot, saraf, pembuluh darah dan kulit. Fraktur tertutup
sama bahayanya dengan fraktur terbuka karena luka dari jaringan lunak disekitar
patahan tulang menyebabkan perdarahan yang banyak. Sangat penting untuk
mengetahui adanya luka didekat patahan tulang, karena dapat menjadi pintu
masuk dari kontaminasi dengan kuman.
Fraktur tertutup pada femur dapat menyebabkan perdarahan yang banyak,
dan dapat mengancam jiwa. Pada fraktur pelvis dapat pula menyebabkan robekan
pada kandung kencing atau pembuluh darah pelvis yang besar. Keduanya dapat
menyebabkan pendarahan yang patal kedalam abdomen. Pada fraktur yang
multiple dapat mengancam jiwa walaupun tidak terlihat darah yang keluar.

B. Dislokasi
Dislokasi menimbulkan rasa nyeri yang sangat hebat. Dislokasi sendi
umumnya tidak mengancam jiwa, tetapi memerlukan tindakan darurat karena
apabila tidak dilakukan tindakan secepatnya, akan menyebabkan gangguan pada
daerah distal yang mengalami dislokasi. Kebanyakan tindakan yang baik untuk
klien adalah menyanggah dan meluruskan ekstremitas keposisi yang lebih
menyenangkan untuk klien dan membawanya kepelayanan kesehatan yang
terdapat fasilitas ortopedi yang baik.

C. Pengelolaan klien fraktur


Persiapan klien meliputi 2 keadaan berbeda : yang pertama pra RS (pra hospital),
dimana seluruh kejadian idealnya berlangsung dalam koordinasi dengan dokter di
RS. Fase kedua RS (inhospital), dimana dilakukan persiapan untuk menerima
klien sehingga dapat dilakukan resusitasi dalam waktu cepat.

1
1. Tahap pra RS
Yang harus diperhatikan adalah menjaga airway, breathing, control pendarahan
dan shock, imobilisasi klien dan pengiriman ke RS terdekat yang cocok,
sebaiknya kepusat trauma. Harus diusahakan untuk mengurangi waktu tanggap
( respons time). Jangan sampai terjadi bahwa semakin tinggi tingkatan
paramedic semakin lama klien berada di TKP. Saat klien dibawa ke RS harus
ada data tentang waktu kejadian, sebab kejadian, riwayat klien dari mekanisme
kejadian dapat menerangkan jenis perlukaan dan beratnya perlukaan.
2. Fase RS
Saat klien berada di RS segera dilakukan survey primer dan selanjutnya
lakukan resusitasi dengan cepat dan tepat.

D. Survai Primer Pada Klien Fraktur


 Airway (A)
Penilai kelancaran airway pada klien yang mengalami fraktur, meliputi
pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda
asing, fraktur wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur laring dan
trakea. Usaha untuk membebaskan jalan nafas harus melindungi vertebra
servikal karena kemungkinan patahnya tulang servikal harus selalu
diperhitungkan. Dalam hal ini dapat dilakukan chin lift, tetapi tidak boleh
mengakibatkan hiperektensi leher. Cara melakukan chin lift dengan
menggunakan jari-jari satu tangan yang diletakkan dibwah mandibula,
kemudian mendorong dagu ke anterior. Ibu jari tangan yang sama sedikit
menekan bibir bawah untuk membuka mulut dan jika diperlukan ibu jari
dapat diletakkan didalam mulut dibelakang gigi seri untuk mengangkat
dagu, jri tersh juga merupakan tehnik untuk membebaskan jalan nafas.
Tindakan ini dilakukan menggunakan dua tangan masing-masing satu
tangan di belakang angulus mandibula dan menark tangan kedepan bila
tindakan ini dilakukan memakai exmak akan dicapai penutupan sempurna
dari mulut sehingga dapat dilakukan pentilasi yang baik. Jika kesadaran
klien menurun pembebasan jalan nafas dapat dipasang di weedled atau oro
parengean airway dimasukan kedalam mulut dan diletakkan dibelakang
lidah cara terbaik adalah dengan menekan lidaah memakai tongspatel dan
memasukan alat kearah osterior. Alat ini tidak boleh mendorong lidah
kebelakang, karena dapat menyumbat tariks. Pada klien sadar tidak boleh
dipakai alat ini karena dapat menyebabkan muntah dan terjadi aspirasi.
Cara lain dapat dilakukan dengan memasukan guedee secara terbalik

2
sampai menutup pallatum molle, lalu alat diputar terbalik sampai
menyentuh pallatum molle, lalu alat diputar sampai 180 derajat dan letakan
dibawah lidah. Nasofaringeal airway juga merupakan salah satu alat untuk
membebaskan jalan nafas. Alat ini dimasukkan dalam salah satu lubang
hidung yang tidak tersumbat secara perlahan dimasukkan sehingga
ujungnya terletak difaring. Jika pada saat pemasangan mengalami hambatan
berhenti dan pindah kelubang hidung yang satunya. Selama memeriksaa
dan memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan tidak boleh dilakukan
ekstensi, fleksi atau rotasi leher.
 Breathing
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas
yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan
mengeluarkan karbondioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi
fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma dada klien harus
dibuka untuk melihat pernapasan yang baik auskultasi dilakukan untuk
memastikan masuknya udara kedalam paru.
 Circulation (C)
Control pendarahan vena dengan menekan langsung sisi area perdarahan
bersama dengan tekanan jari pada arteri paling dekat dengan area
pendarahan. Curiga hemoragik internal (pleura,pericardial,atau abdomen)
pada kejadian shock lanjut cedera pada dada dan abdomen. Atasi shock,
dimana klien fraktur mengalami kehilangan darah kaji tanda-tanda shock
yaitu penurunan tekanan darah, kulit dingin, lembab, dan nadi halus. Harus
tetap diingat bahwa banyaknya darah yang hilang berkaitan dengan fraktur
femur dan pelvis. Pertahankan tekanan darah dengan infuse IV, Plasma atau
plasma ekspander sesuai indikasi. Berikan transfuse darah untuk terapi
komponen darah sesuai ketentuan setelah tersedia darah. Berikan oksigen
karena obstruksi jantung paru menyebabkan penurunan suplai oksigen pada
jaringan dan menyebabkan kolaps sirkulasi . berikan analgesic sesuai
ketentuan untuk mengontrol nyeri. Pembebatan ekstremitas dan
pengendalian nyeri penting dalam mengatasi syok yang menyertai fraktur.
 Disability/evaluasi neurologi (D)
GCS (Glasgow coma scale) adalah sistem scoring yang sederhana dan
dapat meramal tingkat kesadaran klien. Penurunan kesadaran klien dapat
disebabkan penurunan oksigen atau dan penurunan perfusi keotak, atau
disebabkan perlukaan pada otak. Alcohol dan obat-obatan Dapat
mengganggu tingkat kesadaran klien jika hal tersebut dapat disingkirkan

3
kemungkinan hipoksia atau hipopolumia sebagai sebab penurunan
kesadaran, maka trauma kapitis dianggap sebagai penyebabnya, sampai
terbuka sebaliknya.
 Exposure/control lingkungan (E)
Exposure dilakukan di RS tetapi jika perlu dapat membuka pakaian,
misalnya membuka baju untuk melakukan fisi torak. DiRS klien harus
dibuka keseluruhan pakaiannya, untuk evaluasi klien setelah pakaian
dibuka penting agar klien tidak kedinginan. Harus diberikan selimut hangat,
ruang cukup hangat, dan diberikan cairan intravena yang sudah
dihangatkan.

E. Resusitasi
1. Airway
Airway harus dijaga dengan baik pada klien tidak. Jaw thrust atau chin lift
dapat dilakukan atau dapat juga di pakai naso-pharingeal airway pada klien
yang masih sadar.
2. Breathing
Adanya tension peneumotoraks mengganggu pentilasi dan bila dicurigai, harus
segera dilakukan dkompresi(tusuk dengan jarum besar, disusul WSD).
3. Circulation
Syok pada klien truma umumya disebebkan hipovolemia. Pada saat klien
datang diinfus cepat dengan 1,5-2 liter cairan kristaloid sebaiknya RL
hipotemia dapat terjadi pada klien yang diberikan RL yang tidak di hangat kan
atau darah yang masih dingin terutama bila klien dalam keadaan kedinginan
karena tidak di selimuti. Untuk menghangatkan cairan dapat dipakai alat
pemanas cairan.

F. Penatalaksanaan Kedaruratan
1. Infeksi bagian tubuh yang fraktur
a.infeksiadanya laserasi, bengkak, dan demformitas.
b.observasi angulasi, pemendekan dan rotasi.
c.palpasi nadi dista untuk fraktur dan pulsasi semua perifer.
d. kaji suhu dingin, pemucatan, penurunan sensai, atau tidak adnya pulsasi; hal
tersebut menandaakan cedera pada syaraf atau suplai darah terganggu
e. tangani bagian tubuh dengan lembut dan sesedikit mungkin gerakan yang
kemungkinan dapat menyababkan gerakan pada tulang yang fraktur

4
2. berikan bebat sebelum klien dipindahkan; bebat dapat mengurangi nyeri,
memperbaiki sirkulasi, mencegah ceder lebih lanjut, mencegah fraktur tertutup
menjadi fraktur terbuka.
a. imobilisasi sendi diatas dan dibawah daerah fraktur. Temptkan satu tangan
distal terhadap fraktur dan berikan satu penarikan ketika menempatkan tangan
lain diata fraktur untuk menyongkong
b. pembebatan diberikan meluas sampai sendi dekat fraktur
c. periksa tastus vaskuler ekstermitas setelah pembebatan; periksa warna,
susuh, nadi, dan pemucatan kuku`
d. kaji untuk adanya defisit neurologi yang disebsb kan oleh fraktur
e. berikan balutan steril pada fraktur terbuka
3. kaji adanya keluhan nyeri atau tekanan pada area yang mengalami cedera
4. pindahkan klien secara hati-hati dan lembut, untuk meminimalisasi gerakan
yang dapat menyebabkan gerakan pada patah tulang
5. lakukan penanganan pada trauma yang spesifik
a. trauma tulang belakang
b. trauma pelvis
c. trauma femur
d. trauma pangkal paha dan sendi panggul
e. dislokasi panggul
f. trauma lutut
g. trauma tibia dan fibula
h. trauma klavikula
i. trauma bahu
j. trauma siku
k. trauma tangan dan pergelangan tangan
l. trauma kaki dan tangan

G. Survai Sekunder
1. kaji riwayat trauma
Sangat penting untuk mengetahui riwayat trauma pada klien yang gelisah
usahakan mendapatkan riwayat trauma karena riwayat trauma ini menjadi
sangat penting pada trauma ekstermitas, pada beberapa mekanisme yang
menyebabkan pentingnya pada trauma ekstermitas tidak terlihat pada saat
pemeriksaan awal.

5
2. kaji seluruh tubuh
Dengan pemeriksaan fisik dari kepala sampai kaki secara sistematis, infeksi
adanya laserasi, bengkak dan deformitas.
3. kaji kemungkinan adanya fraktur multipel:
a. trauma pada tungkai akibat jatuh dari ketinggian
b. trauma pada lutut saat pasien jatuh dengan posisi duduk dapat disertai dengan
trauma panggul
c. trauma pada lengan sering menyebabkan trauma pada siku
d. trauma pada lutut dan proksimal fibula sering menyebabkan trauma pada
tungkai bawah, maka lutu dan tungkai bawah harus dilakukan evaluasi bersamaan
e. trauma apapun yang mengenai bahu harus diperhatikan secara seksama karena
dapat melibatkan leher, dada atau bahu
4. kaji adanya nyeri pada area frakrut dan dislokasi
5. kaji adanya krepitasi pada area fraktur
6. kaji adanya perdarahan dan syok, terutama pada fraktur dan femur pelvis
7. kaji adanya sindrom kompartemen. Fraktur terbuka atau tertutup, atau komresi,
dapat menyebabkan perdarahan atau hematoma pada daerah yang tertutup
8. kaji tanda-tanda vital secara kontinu

H. Diagnosa Keperawatan

1. gangguan perfusi jaringan b/d diskontinuitas tulang

2. risti terjadinya syok hipovolemik b/d fraktur

3. gangguan rasa nyaman ; nyeri b/d adanya robekan jaringan pada area fraktur

4.gangguan mobilitas fisik b/d fraktur dan nyeri

I. Rencana/Intervensi

1. gangguan perfusi jaringan b/d diskontinuitas tulang


a. Kaji tanda-tanda vital tiap 2 jam
b. Observasi dan periksa bagian yang luka atau cedera
c. Kaji kapilari refil tiap 2 jam
d. Kaji adanya tanda-tanda gangguan perfusi jaringan; keringet dingin pada
ekstermitas bawah, kulit sianosis, baal.
e. Amati dan catat pulsasi pembuluh darah dan sensasi (NVD) sebelum dan
sesudah manipulasi dan pemasaran splinting.

6
f. Luruskan persendian dengan hati-hati dan seluruh splint harus terpasang
dengan baik.

2. Risiko tinggi terjadinya syok hipovolemik b/d fraktur pada tulang panjang dan
pelvis akan dibahas pada askep klien syok.

3. Gangguan rasa nyaman; nyeri b/d adanya robekan jaringan lunak pada area
cedera.
a. Kaji rasa nyeri pada area sekitar fraktur.
b. Atur posisi klien sesuai kondisi, untuk fraktur ekstermitas bawah sebaiknya
posisi akan lebih tinggi dari badan
c. Ajarkan relaksasi untuk mengurangi nyeri
d. Kaji tanda-tanda vital tiap 2 jam
e. Berikan terapi analgetik untuk mengurangi nyeri

4. Gangguan mobilisasi fisik b/d fraktur dan nyeri


a. Kaji tingkat kemampuan mobilisasi fisik
b. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
c. Ajarkan secara bertahap dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
d. Dorong melakukan aktivitas dengan menggunakan alat bantu
e. Libatkan keluarga dalan pemenuhan kebutuhan sehari-hari
f. Lakukan imobilisasi sendi dibawah atau diatas pada area fraktur
g. Apabila ada kemungkinan terjadi fraktur tulang belakang, selalu lakukan
splinting pada long spineboard

J. Evaluasi Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan teratasi
2. syok hipovolemik tidak terjadi/teratasi
3. rasa nyaman klien terpenuhi
4. klien dapat melakukan mobilitas fisik secara bertahap

You might also like