You are on page 1of 21

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS UVEITIS

KONSEP TEORITIS UVEITIS


1. Definisi
Uveitis adalah inflamasi saluran uvea (Karen Holland,2009, Ensiklopedia Keperawatan, hal: 372)
Uveitis adalah inflamasi kombinasi yang dapat mengenai iris (iritis), korpus siliare (siklitis)
atau koroid (koroiditis) (Harrison, 1999, Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam, volume 1, hal: 123)
Uveitis adalah inflamasi salah satu struktur traktus uvea. Karena uvea mengandung banyak
pembuluh darah yang member nutrisi mata dan karena membatasi bagian mata yang lain, maka
inflamasi lapisan ini dapat mengancam penglihatan. (Brunner Suddarth, 2001 : 2003)
Kesimpulan : uveitis adalah inflamasi saluran uvea yang dapat mengenai iris (iritis),
korpus siliare (siklitis) atau koroid (koroiditis)

2. Klasifikasi
Bentuk uveitis paling sering adalah uveitis anterior akut (iritis), umumnya unilateral dan ditandai
adanya riwayat sakit, fotofobia, dan penglihatan yang kabur ; mata merah (merah sirkumkorneal)
tanpa tahi mata purulent, dan pupil kecil atau irregular.
Penyakit peradangan traktus uvealis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada dewasa
muda dan usia pertengahan. Pada kebanyakan kasus tidak ditemui penyebabnya. Pada uveitis
posterior, retina hampir selalu terinfeksi secara sekunder. Ini dikenal dengan korioretinitis.
a. Uveitis Anterior
1) Uveitis Pada Penyakit Persendian
Umur rata-rata deteksi uveitis adalah 5,5 tahun. Pada kebanyakan kasus onsetnya tidak kentara,
penyakit ini baru ditemukan bila anak itu terlihat mempunyai warna yang berbeda pada kedua
mata, berbeda ukuran atau bentuk pupil, atau timbulnya strabismus. Tidak ada kolerasi anatara
artritis dan uveitis. Uveitis dapat mendahului artritis 3-10 tahun. Lutut adalah sendi yang paling
sering terkena. Tanda utama penyakit ini adalah sel-sel dan kilauan merah dalam kamera anterior,
KP (…….) putih berukuran kecil sampai sedang dengan atau tanpa bintik-bintik fibrin pada
endotel, synechiae posterior, katarak berkomplikasi, aneka bentuk glaucoma sekunder, edema
macular, dan keratopati pita berkapur di akhir perjalanan penyakit.

2) Uveitis Heterokrom (Iridosiklitis Heterokrom Fuch)


Secara patologik iris dan corpus ciliare menunjukkan atrofi sedang, depigmentasi berbentuk
bercak lapis berpigmen, dan infiltrasi difus limfosit dan sel plasma. Yang terkena khas unilateral,
namun dapat bilateral, dan irisnya berlainan warna. Di awal perjalanan penyakit, perbedaan warna
tidak tampak jelas dan paling jelas di siang hari. Dengan slit-lamp atau kaca pembesar, tampak
deposit putih halus tersebar difus merata pada permukaan posterior kornea. Terlihat kilauan (flare)
dan sel-sel dalam kamera anterior dan iris yang sedikit atrofik.

3) Uveitis Terinduksi Lensa


Hingga kini belum ada data yang menyokong bahwa materi lensa itu sendiri yang toksik, sehingga
istilah uveitis fakotoksik hendaknya tidak dipakai lagi untuk menunjukkan uveitis terinduksi lensa.
Uveitis terinduksi lensa merupakan penyakit autoimun sekunder terhadap antigen lensa. Kasus
klasik uveitis terinduksi-lensa terjadi bila lensa mengalami katarak hipermatur. Kapsula lentis
bocor dan materi lensa meresap ke kamera posterior dan anterior, menimbulkan reaksi radang yang
di tandai pengumpulan sel plasma, fagosit mononuclear, dan sedikit sel polimorfonuklear. Mata
memerah, dan sedikit sakit ; pupil kecil ; dan penglihatan sangat menurun(kadang-kadang hanya
sampai persepsi cahaya). Uveitis terinduksi lensa dapat pula terjadi setelah katarak traumatic.

b. Uveitis Intermediate (Pars Planitis, Siklitis Menahun)


Merupakan bentuk peradangan yang tidak mengenai uvea anterior atau posterior secara langsung.
Sebaliknya, ini mengenai zona intermediate mata. Terutama terjadi pada orang dewasa mda
dengan keluhan utama melihat “bintik-bitik mengapung” di dalam lapangan penglihatannya. Pada
kebanyakan kasus, kedua mata terkena. Tidak ada distribusi perbedaaan pria maupun wanita.
Tidak terdapat rasa sakit, kemerahan, maupun fotofobia. Pasien mungkin tidak menyadari adanya
masalah dalam matanya, namun dokter melihat adanya kekeruhan dalam vitreus, yang sering
menutupi pars planainferior, dengan oftalmoskop.
Pada kebanyakan pasien, penyakit ini tetap stationer atau berangsur membaik dalam waktu 5
sampai 10 tahun. Pada beberapa pasien timbul edema macular kistoid dan parut macular permanen,
selain katarak subkapsular posterior. Pada kasus berat dapat terjadi pelepasan membran-membran
siklitik dan retina.
Kortikosteroid adalah satu-satunya pengobatan yang menolong namun hanya dipakai pada
kasus yang berat, terutama bila penglihatan menurun sekunder akibat edema macular. Mula-mula
dipakai kortikostreoid topical, jika gagal suntikan sub-Tenon atau retro-bulber dengan
kortikosteroid mungkin efektif. Pengobatan demikian meningkatkan resiko timbulnya katarak.
Untungnya kebanyakan pasien menyembuh setelah operasi katarak.
c. Uveitis Posterior
1) Toksoplasmosis Ocular
Pasien retinokoroiditis toxoplasma menyatakan keluhan melihat benda mengambang, penglihatan
kabur, dan fotofobia.
2) Histoplasmosis
Pasien biasanya datang dengan menunjukkan bercak-bercak khas pada perifer fundus. Bercak-
bercak ini adalah daerah-daerah kecil, bulat atau lonjong tak teratur, tanpa pigmen, kadang-kadang
dengan batas berpigmen halus. Bercak ini lebih kecil dan berpigmen lebih sedikit disbanding lesi
korioretinal yang telah sembuh. Biasanya terdapat atrofi peripapiler dan hiperpigmentasi.
3) Toksokariasis Okuler
Toksokariasis adalah infeksi oleh Toxocara cati (parasite usus pada kucing) dan Toxocara
canis (parasite usus pada anjing). Larva migran visceral adalah infeksi sistemik disseminate pada
anak muda. Larva migran visceral jarang mengenai mata.
Anak-anak terkena penyakit ini karena berhubungan erat dengan binatang peliharaan dank
arena memakan makanan yang terkontaminasi kotoran yang berisi ovum Toxocara. Telur yang
termakan membentuk larva yang menembus mukosa usus dan masuk ke dalam siskulasi sitemik,
dan akhirnya sampai di mata. Parasite ini tidak menginfeksi saluran cerna manusia.
4) Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)
Uveitis posterior ditemukan pada pasien dengan AIDS. Manifestasi okuler adalah bintik “cotton-
wool”, perdarahan retina, sarcoma Kaposi, pada permukaan mata dan adneksa, dan kelainan neuro-
oftalmologik pada penyakit intracranial.
d. Uveitis Difus
Merupakan kondisi terdapat infiltrasi sel kurang lebih merata dari semua unsur di traktus uvealis.
1) Oftalmia Simpatika (Uveitis Simpatika)
Merupakan uveitis granulomatosa bilateral yang menghancurkan, yang timbul 10 hari sampai
beberapa tahun setelah cedera mata tembus di daerah corpus ciliare, atau setelah kemasukan benda
asing. 90% kasus terjadi dalam 1 tahun setelah cedera. Penyebabnya tidak diketahui, namun
penyakitnya agaknya berkaitan dengan hhipersensitivitas terhadap beberapa unsur dari sel-sel
berpigmen di uvea.

2) Uveitis Tuberculosis
Uveitis tuberculosis jauh lebih sering didiagnosis secara klinik daripada membuktikan penyakit
ini dengan menemukan bacilli tuberkel dalam jaringan. Meskipun infeksi itu dikatakan ditularkan
dari focus primer di tempat lain, tuberculosis uvea jarang ditemukan pada pasien tuberculosis paru
aktif.

3) Sarkoidosis
Merupakan penyakit granulomatosa menahun yang belum diketahui penyebabnya, ditandai
banyak nodul kutan dan subkutan, juga pada visera dan tulang, dan eksaserbasi dan remisi secara
periodic.
4) Onkoserkiasis
Disebabkan oleh Onchocerca volvulus dan penyebab utama kebutaan. Onchocerca
volvulus ditularkan oleh Simulium damnosum, lalat hitam yang bersarang di daerah berarus deras
– karenanya diberi istilah “buta sungai”.
5) Sistiserkosis
Disebabkan oleh termakannya telur Taenia solium atau oleh peristalsis terbaik pada kasus
obstruksi usus karena cacing pita dewasa. Bentuk larva (Cysticercus cellulosae) adalah yang paling
umum memasuki mata manusia.
Berdasarkan patologi, dapat dibedakan dua jenis besar uveitis : yang non-granulomatosa
(lebih umum) dan granulomatosa.
a. Non-granulomatosa
- Umumnya tidak ditemukan organisme pathogen dank arena berespon baik terhadap terapi
kortikosteroid, diduga peradangan ini adalah semacam fenomena hipersensitifitas.
- Terutama timbul di bagian anterior traktus, yakni iris dan corpus ciliare. Terdapat reaksi radang,
dengan terlihatnya infiltrasi sel-sel limfosit dan sel plasma dalam jumlah cukup banyak dan sedikit
sel mononuclear. Pada kasus berat dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion di dalam
kamera okuli anterior.
b. Granulomatosa
- Umumnya mengikuti invasi mikroba aktif ke jaringan oleh organisme penyebab
(mis., Myobacterium tuberculosis atau Toxoplasma gondii). Meskipun begitu pathogen ini jarang
ditemukan, dan diagnosis etiologik pasti jarang ditegakkan.
- Dapat mengenai sembarang bagian traktus uvealis namun lebih sering pada uvea posterior.
Terdapat kelompok nodular sel-sel epithelial dan sel-sel raksasa yang dikelilingi limfosit di daerah
yang terkena.
- Berlangsung berbulan-bulan sampai tahunan, kadang dengan remisi dan eksaserbasi, dan dapat
menimbulkan kerusakan permanen dengan penurunan penglihatan nyata walau dengan
pengobatan terbaik.
Meskipun ada usaha untuk menggolongkan semua bentuk uveitis menurut lokasi dan
morfologinya, perlu disadari kemungkinan adanya saling tumpang tindih. Jadi sarkoidosis dapat
menunjukkan tuberkel-tuberkel non-perkijuan nyata, atau dapat terlihat sebagai uveitis difusa.

3. Etiologi
a. Uveitis Anterior
Autoimun
- Artritis Rheumatoid Juvenilis
- Spondylitis Ankilosa
- Sindrom Reiter
- Colitis Ulserativa
- Uveitis Terinduksi-Lensa
- Sarkoidosis
- Penyakit Crohn
- Psoriasis
Infeksi
- Sifilis
- Tuberculosis
- Lepra (Morbus Hansen)
- Herpes Zoster
- Herpes Simpleks
- Onkoserkiasis
- Adenovirus
Keganasan
- Sindrom Masquerade
Retinoblastoma
Leukemia
Limfoma
Melanoma Maligna
Lain-Lain
- Idiopatik
- Uveitis Traumatika, termasuk Cedera Menembus Ablasio Retinae
- Iridosiklitis Heterokronik Fuchs
- Gout
- Krisis Glaukomatosiklitik
b. Uveitis Posterior
Penyakit infeksi
Virus
CMV, herpes simpleks, herpes zoster, rubella, rubeola, HIV, virus Epstein-Barr, virus coxsackie,
Nekrosis retina akut
Bakteri
Myobacterium tuberculosis, brucellosis, sifilis sporadic dan endemis, Nocardia, Neisseria
meningitides, Myobacterium avium-inntrasellulare, Yersinia, dan Borrelia (penyebab penyakit
Lyme)
Fungus
Candidia, Histoplasma, Cryptococcus, dan Aspergillus
Parasit
Toxoplasma, Toxocara, Cysticercus, dan Onchocerca
Penyakit Non-Infeksi
Autoimun
Penyakit Behcet
Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada
Poliarteritis nodosa
Ofthlmia simpatis
Vaskulitis retina
Keganasan
Sarcoma sel reticulum
Melanoma maligna
Leukemia
Lesi metastatik
Etiologi tak diketahui
Sarkiodosis
Koroiditis geografik
Epiteliopati pigmen plakoid multifocal akut
Retinopati “birdshot”
Epiteliopati pigmen retina
c. Uveitis Difus
Sarkoidosis
Tuberculosis
Sifilis
Onkoserkiasis
Brucellosis
Oftalmia simpatis
Penyakit behcet
Sistiserkosis
Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada
Sindrom Masquerade (Retinoblastoma, Leukemia)
Benda asing intraokuler
4. Patofisiologi
Uveitis diawali dengan adanya inflamasi dari berbagai factor diantaranya eksogen dan endogen.
Dari factor eksogen, diantaranya terdiri dari virus (CMV, herpes simpleks, herpes zoster, rubella,
rubeola, HIV, virus Epstein-Barr, virus coxsackie, Nekrosis retina akut), bakteri (Myobacterium
tuberculosis, brucellosis, sifilis sporadic dan endemis, Nocardia, Neisseria meningitides,
Myobacterium avium-inntrasellulare, Yersinia, dan Borrelia (penyebab penyakit
Lyme), fungus (Candidia, Histoplasma, Cryptococcus, dan Aspergillus),
dan parasite (Toxoplasma, Toxocara, Cysticercus, dan Onchocerca). Benturan dan trauma di area
mata serta terpaparnya mata oleh cairan asam dan bersifat alkali juga dapat mengakibatkan
timbulnya radang.
Invasi berbagai macam mikroba aktif ini kemudian masuk melalui pembuluh darah dan ikut
beredar di dalamnya. Akibat dari banyaknya pembuluh darah pada mata, mengakibatkan cepatnya
mikroba menginvasi area mata, terutama area traktus uvealis. Pembuluh-pembuluh besar pada
mata yang menyuplai darah ke mata melalui traktus uvealis diantaranya arteri centralis retinae,
arteri ciliaris posterior longa, arteri ciliaris anterior (cabang dari a. ophthalmica), arteri episcleralis,
aa. ciliares posterior breves, arteri conjunctivalis anterior, arteri ophthalmica (percabangan dari a.
carotis interna), arteri lacrimalis, vena centralis retinae, vena episcleralis, vena ciliaris anterior,
vena conjunctivalis anterior, vena magna cerebri (vena pada cerebri yang bercabang membentuk
pembuluh-pembuluh vena ke mata).
Faktor endogen sendiri juga memiliki peran besar terhadap terinfeksinya traktus uvealis,
diantaranya karena 1) proses autoimun, seperti penyakit Artritis Rheumatoid Juvenilis,
Spondylitis Ankilosa, Sindrom Reiter, Colitis Ulserativa, Uveitis Terinduksi-Lensa, Sarkoidosis,
Penyakit Crohn, Psoriasis, Penyakit Behcet, Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada, Poliarteritis nodosa,
Ofthlmia simpatis, dan Vaskulitis retina, 2) proses infeksi seperti Sifilis, Tuberculosis, Lepra
(Morbus Hansen), Herpes Zoster, Herpes Simpleks, Onkoserkiasis, dan Adenovirus, 3) proses
keganasan seperti Sindrom Masquerade, Retinoblastoma, Leukemia, Limfoma, dan Melanoma
Maligna.
Adapun factor idiopatik dari uveitis sendiri diantaranya Sarkiodosis, Koroiditis geografik,
Epiteliopati pigmen plakoid multifocal akut, Retinopati “birdshot”, Epiteliopati pigmen retina,
Uveitis Traumatika, termasuk Cedera Menembus Ablasio Retinae, Iridosiklitis Heterokronik
Fuchs, Gout, dan Krisis Glaukomatosiklitik.
Proses infeksi akan mengakibatkan dilatasi pembuluh darah yang akan menimbulkan gejala
hiperemia silier (hiperemi perikorneal atau pericorneal vascular injection). Peningkatan
permeabilitas ini akan menyebabkan eksudasi ke dalam akuos humor, sehingga terjadi peningkatan
konsentrasi protein dalam akuos humor.
Dalam proses autoimun, bahan yang bisa merangsang respon imunitas disebut antigen.
Antigen adalah molekul yang mungkin terdapat dalam sel atau di atas permukaan sel (seperti
bakteri, virus, atau sel kanker). Biasanya, sistem imunitas bereaksi hanya terhadap antigen dari
bahan asing atau berbahaya, tidak terhadap antigen dari orang yang memiliki jaringan sendiri.
Tetapi, sistem imunitas kadang-kadang rusak, menterjemahkan jaringan tubuh sendiri sebagai
antibodi asing (disebut autoantibodi) atau sel imunitas menargetkan dan menyerang jaringan tubuh
sendiri. Respon ini disebut reaksi autoimun. Hal tersebut menghasilkan radang dan kerusakan
jaringan. Efek seperti itu mungkin merupakan gangguan autoimun, tetapi beberapa orang
menghasilkan jumlah yang begitu kecil autoantibodi sehingga gangguan autoimun tidak terjadi.
Reaksi autoimun pada uveitis dicetuskan oleh senyawa yang ada di badan yang normalnya
dibatasi di area tertentu (dan demikian disembunyikan dari sistem kekebalan tubuh) dilepaskan ke
dalam aliran darah. Misalnya, pukulan ke mata bisa membuat cairan di bola mata dilepaskan ke
dalam aliran darah. Cairan merangsang sistem kekebalan tubuh untuk mengenali mata sebagai
benda asing dan menyerangnya.
5. Manifestasi klinis
Oleh karena uveitis granulomatosa umumnya mengikuti invasi mikroba aktif ke jaringan oleh
organisme penyebab (mis., Myobacterium tuberculosis atau Toxoplasma gondii) dan hal ini mirip
dengan uveitis posterior, dan uveitis non-granulomatosa terutama timbul di bagian anterior traktus,
yakni iris dan corpus ciliare dan hal ini juga mirip dengan kejadian pada uveitis anterior, maka
penulis mengangkat manifestasi klinis hanya dari uveitis granulomatosa dan non-granulomatosa.
a. Non-granulomatosa
Onset-nya khas akut, dengan rasa sakit, injeksi, fotofobia, dan penglihatan kabur. Terdapat
kemerahan sirkumkorneal yang disebabkan dilatasi pembuluh-pembuluh darah limbus. Deposit
putih halus (presipitat keratik, “KP”) pada permukaan posterior kornea dapat dilihat dengan slit-
lamp atau dengan kaca pembesar. Pupilnya kecil dan mungkin terdapat kumpulan fibrin dengan
sel di kamera anterior. Jika terdapat synechiae posterior, bentuk pupil tidak teratur.
Pada kasus di dunia kesehatan, biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri mata, penglihatan
kabur, terdapat fotofobia, lakrimasi, dan pupil kecil.
b. Granulomatosa
Dapat menimbulkan uveitis posterior, anterior, ataupun keduanya. Biasanya onsetnya tidak
kentara. Penglihatan berangsur kabur dan mata memerah secara difus daerah sirkumkornea.
Sakitnya minimal dan fotofobianya tidak sama berat dengan bentuk nongranulomatosa. Pupil
sering mengecil dan menjadi tidak teratur karena terbentuk synechiae posterior. KP “motton fat”
besar-besar terlihat di permukaan posterior kornea dengan slit-lamp. Tampak
kemerahan (flare) dan sel-sel di kamera anterior, dan nodul yang terdiri atas kelompok sel-sel
putih tampak di tepian pupil iris (Nodul Koeppe). Nodul-nodul ini sepadan dengan KP mutton fat.
Nodul serupa di seluruh stroma iris disebut nodul Busacca.
Pada kasus di dunia kesehatan, biasanya pasien datang dengan keluhan hampir mirip dengan
uveitis non-granulomatosa yakni penurunan penglihatan, tidak nyaman yang ringan pada
mata . Gejala awal pada uveitis mungkin tidak terlalu berat. Penglihatan menjadi
kabur atau penderita melihat bintik–bintik hitam yang nelayang–layang. Pada iritis biasanya
timbul nyeri hebat, kemerahan pada sklera dan fotofobia.

6. Komplikasi
Uveitis anterior dapat mengakibatkan synechiae anterior perifer, yang menghalangi humor
akueus keluar di sudut kamera anterior dan berakibat glaucoma.
Synechiae posterior dapat menimbulkan glaucoma dengan memungkinkan berkumpulnya
humor akueus di belakang iris, sehingga menonjolkan iris ke depan. Pelebaran pupil sejak dini dan
terus menerus mengurangi kemungkinan timbulnya synechiae posterior.
Gangguan metabolism lensa dapat menimbulkan katarak. Ablasio retina kadang-kadang
timbul akibat tarikan pada retina oleh benang-benang vitreus. Edema kistoid
macular dan degenerasi dapat terjadi pada uveitis anterior yang berkepanjangan.

7. Pemeriksaan penunjang
a. Tes kulit terhadap tuberculosis
Ujicoba Kulit Tuberculin yang juga dikenal sebagai TST atau ujicoba Mantoux, dipakai untuk
memeriksa apakah seseorang terkena TBC.
• Suntikannya masuk sedikit ke bawah kulit - biasanya di lengan kiri, dan selang 48-72 jam bagian
itu diteliti apakah ada pembengkakan yang terjadi.
• Pembengkakan mungkin terjadi jika seseorang terkena infeksi TBC atau pernah diberi vaksin
BCG. Jika bengkak, akhirnya akan menghilang sendiri.
• Sebagian kecil masyarakat mendapat hasil TST positip tetapi pada kebanyakan orang yang
terkena, tidak berkembang menjadi penyakit TBC.
b. Tes kulit terhadap histoplasmosis
c. Antibody terhadap toksoplasmosis
d. Funduskopi
Digunakan untuk memeriksa reflek fundus, dengan cara jatuhkan sinar oftalmoskop ke dalam bola
mata melalui pupil. Fokus diletakkan pada kornea atau lensa. Bila ada kekeruhan pada kornea akan
terlihat bayangan hitam pada dasar jingga. Penilaian : reflek fundus cemerlang dan kurang
cemerlang.
e. Pemeriksaan Slit Lamp
Tujuan penggunaan slit lamp adalah untuk memeriksa segmen anterior mata, untuk pemeriksaan
gangguan fungsi N. V (N. Trigeminus), refelk kedip, dan sensibilitas kornea terhadap cahaya.
f. Foto X-ray
Digunakan untuk memeriksa proyeksi sinar dan untuk menilai fungsi retina. Penilaiannya meliputi
proyeksi sinar baik : bisa menentukan keempat arah sinar, proyeksi sinar buruk : tidak bisa
menetukan keempat arah sinar.
g. Pemeriksaan darah lengkap

8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
1) Terapi
Uveitis Non-granulomatosa
Analgetika sistemik secukupnya untuk rasa sakit, dan kaca mata gelap untuk fotofobia. Pupil harus
tetap dilebarkan. Kesanggupan atropine untuk menghilangkan spasme siliaris taka da bandingnya.
Sekali sudah reda, terapi dilanjutkan dengan dilatator kerja singkat seperti cyclopentolate untuk
mencegah spasme dan terbentuknya synechiae posterior. Tetes steroid local biasanya cukup efektif
untuk kerja anti-radangnya. Pda kasus berat dan tidak responsive, dapat diberikan suntikan steroid
periokuler, dan kadang-kadang sekali bahkan steroid sistemik.
Uveitis Granulomatosa
Jika segmen anterior terkena, diindikasikan pelebaran pupil dengan atropine 2%. Karena sering
dapat dibuat diagnosis penyebab sementara, yang kemungkina besar benar, upaya untuk
mendapatkan terapi spesifik dalah sebagai berikut :

Kemoterapi Anti-Infeksi Penggunaan Kortikosteroid


Toksoplasmosis Jika penglihatan pusat Jika responnya tidak baik
terancam, beri pyrimethamine, setelah 2 minggu, lanjutkan
75 mg per os sebagai dosis awal terapi anti-infeksiya dan
untuk 2 hari diikuti 25 mg satu tambahkan kostikosteroid
kali sehari untuk 4 minggu, sistemik, mis.,prednisolone,
bersama-sama 20-25 mg 4 kali sehari untuk 1
trisulfapyrimidine minggu, dilanjutkan dengan 60-
(sulfadiazine, sulfamerazine, 120 mg selang satu hari, untuk
dan sulfamethazine, 0,167 g melindungi maula.
masing-masing per tablet) 2 g Kortikosteroid dapat
per os, sebagai dosis awal mengaktifkan organisme
diikuti 0,5 g 4 kali sehari untuk toksoplasmosis dan
4 minggu. tuberculosis, namun diberi
dengan resiko yang
diperhitungkan untuk
mengendalikan respon radang
bila akan mengganggu
penglihatan.
Tuberculosis Isoniazid, 300 mg PO setiap Jika tidak ada respon nyata
hari, ethambutol, 400 mg PO 2 dalam 6 minggu, lanjutkan
kali sehari, prydoxine, 50 mg terapi anti-mikroba dan beri
PO setiap hari yang dilanjutkan kortikosteroid sistemik, mis.,
untuk 9 bulan prednisolone, 40-80 mg 2 hari
sekali untuk 2 bulan
Sarkoidosis Beri kortikosteroid local dan midriatika dan selama tahap-tahap
aktif, dengan kortikosteroid sistemik seperti prednisolone, 40-80
mg 2 hari sekali. Beri KCl tambahan, 2 g 3 kali sehari. Perhatikan
kontraindikasi terhadap terapi kortikosteroid sistemik.
Oftalmia Simpatis Beri kortikosteroid local dan midriatika dan kortikosteroid
sistemik dosis tinggi, mis., prednisone 40-120 mg 2 kali sehari.
Perhatikan kontraindikasi terhadap kortikosteroid sistemik, dan
mungkin diperlukan dosis yang lebih tinggi dan pengobatan yang
lebih lama.
Pemberian dua hari sekali dimaksudkan untuk memperkecil efek supresi adrenal dan
penghentiannya mudah

2) Penanganan komplikasi
Glaucoma adalah komplikasi yang umum. Terapi terhadap uveitis sangat penting, khususnya
melebarkan pupil dengan atropine (bukan mengecilkan pupil, seperti pada semua glaucoma
primer). Beta-blocker topical sering digunakan, dan kadang-kadang beta-agonis dipiverin sedikit
menolong. Pada kasus berat, inhibitor anhydrase karbonik sistemik sangat membantu. Obat ini
juga bekerja mengurangi produksi humor akueus.
Katarak sering timbul pada uveitis menahun. Prognosis operasi katarak pada kasus
demikian tergantung pada penyebab uveitis, selain kesanggupan ahli bedah mengendaikan radang
intraokuler pra-bedah. Hal yang sama berlaku untuk operasi ablation retinae.

b. Penatalaksanaan keperawatan
Uveitis anterior kronis (iritis) merupakan jenis yang paling sering dan ditandai dengan riwayat
nyeri, fotofobia, pandangan kabur, dan mata merah. Obat tetes mata dilator harus diberikan segera
untuk mencegah pembentukan jaringan parut dan adesi ke lensa (sinekia), yang dapat
menyebabkan glaucoma dengan menghambat aliran keluar aqueous.
Kortikosteroid local dipergunakan untuk mengurangi peradangan dan kaca mata hitam dan
penatalaksanaan nyeri dapat memberikan pengurangan gejala.
Uveitis intermediet (pars plenis, siklitis kronis) ditandai dengan “ floating spot “ dalam lapang
pandangan. Diberikan steroid topical atau injeksi untuk kasus yang berat.
Uveitis posterior (peradangan yang mengenai koroid retina) biasanya berhubungan dengan
berbagai macam penyakit sistemik seperti AIDS, herpes simpleks (zoster), toksoplasmosis,
tubercolosis (sarkoidotis). Pasien mengeluh penurunan atau distorsi penglihatan. Mungkin ada
kemerahan dan nyeri. Kortikosteroid sistemik diindikasikan untuk mengurangi peradangan
bersama dengan terapi terhadap keadaan sistemik yang endasarinya.

9. Pencegahan
Pencegahan terhadap uveitis :
a. Hindari factor infeksius seperti paparan benda atau zat berbahaya terhadap mata
b. Pola perilaku seksual sehat
c. Konsumsi makan-makanan yang banyak mengandung vitamin A (pada wortel), kalsium,
zeaxanthin, sulforaphane (brokoli dan bayam) zat lutein (buah alpukat) untuk menjaga kesehatan
mata.

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS UVEITIS


2.2.1 Pengkajian
1. Pengkajian Umum
A. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Mengkaji adanya :
a) Bintik hitam dan floating spot saat melihat
b) Penglihatan kabur (susah memfokuskan penglihatan)
c) Tajam penglihatan menurun
d) Sakit mata ketika melihat sesuatu dalam jangka waktu yang lama
e) Mata memerah secara difus daerah sirkumkornea
f) Hipertermi
g) Nyeri akut
h) Eksudasi pada mata
2) Riwayat kesehatan dahulu
a) Riwayat invasi mikroba aktif ke jaringan oleh Myobacterium tuberculosis dan Toxoplasma gondii
b) Riwayat artritis, terpajan histoplasmosi, sifilis, sitomegalovirus, retinitis, herpes, dan infeksi
rubella.
c) Trauma, kecelakan sehinga benda asing mengenai organ mata.
d) Konsumsi obat-obatan untuk penyakit tertentu atau narkoba (intravenous drug induced)
e) Penggunaan jarum suntik secara bersamaan dan bergantian serta perilaku seksual (Sexual
Transmitted Disease atau AIDS)
f) Pernah menjalani operasi yang berefek menganggu organ mata contohnya bedah intraokuler
terhadap katarak atau glaukoma
3) Riwayat kesehatan keluarga
Memiliki riwayat saudara/keluarga dengan penyakit yang berpotensi menyebar dengan cepat
seperti TB, sifilis, dan lain-lain.

B. Pola kebiasaan
a) Makan dan minum
Mengkaji pola makan pasien, kapan saat mengalami mual dan muntah, frekuensi mual dan muntah
b) Gerak dan Aktivitas
Megkaji data pasien mengenai kebiasaan sehari-hari, pergerakan, frekuensi dibantu oleh orang
lain, dan tingkat keleluasaan.
c) Kebersihan diri
Mengkaji frekuensi bantuan saat melakukan aktivitas kebersihan diri akibat penurunan kualitas
penglihatan
d) Pengaturan suhu tubuh
Mengkaji adanya peningkatan suhu tubuh, frekuensi dan pola peningkatan suhu.
e) Rasa nyaman
Mengkaji adanya nyeri dengan memberikan skala intensitas nyeri 0-10
f) Data social
Mengkaji data social pasien seperti interaksi dengan keluarga atau petugas kesehatan, perilaku saat
mengalami sakit dan sebelum mengalami sakit
C. Pemeriksaan Fisik
Mata
- Inspeksi
Terdapat eksudasi di area anterior mata, kemerahan pada sirkum korneal, fotofobia, pupil kecil,
terdapat synecheae anterior atau posterior dengan slit lamp, nodul pada iris, terdapat epifora (air
mata yang mengucur), COA (Camera Oculi Anterior) keruh dan dalam.
- Palpasi
Nyeri tekan area palpebra
D. Pemeriksaan penunjang :
a. Funduskopi
b. Pemeriksaan Slit Lamp
c. Foto X-ray
d. Pemeriksaan darah lengkap
2.2.2 Perumusan Diagnosa
Pelabelan diagnosa diambil dari NANDA 2009-2011 :
1. Gangguan sensori persepsi: penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori akibat
tajam penglihatan menurun dan penglihatan kabur.
2. Resiko Cedera berhubungan dengan penglihatan kabur, distorsi penglihatan.
3. Nyeri akut berhubungan dengan proses peningkatan protein pada humor aquos dan peningkatan
TIO.
4. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi pada traktus uvealis.
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan eksudasi cairan purulent pada bilik mata depan.
6. Resiko infeksi berhubungan dengan akumulasi mikroorganisme pada traktus uvealis.
7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah lambung, mual muntah.
8. Defisit perawatan diri berhubungan dengan tajam penglihatan menurun, penglihatan kabur.
9. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai penyakit.
2.2.3 Nursing Care Plan
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
KEPERAWATAN
1. Gangguan sensori Tujuan : Mandiri
persepsi: penglihatan Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Observasi tanda-tanda vital 1. Penga
berhubungan dengan : … x 24 jam diharapkan gangguan pasien (TD, N, S, dan RR). penyeb
 Gangguan penerimaan sensori persepsi: penglihatan pasien umum
sensori teratasi dengan kriteria hasil: 2. Kaji ketajaman penglihatan 2. Pengg
 Kekeruhan lensa  Ketajaman penglihatan meningkat (visus). sangat
 Synechiae  Tidak terdapat bintik hitam pada lapang menge
 Penurunan suplai nutrisi pandang pasien
ke mata  Pasien dapat memfokuskan pengli- 3. Observasi penglihatan yang 3. Cahay
 Tajam penglihatan hatan kabur dimana dapat terjadi rasa tid
menurun  Pasien dapat melihat dengan jelas bila menggunakan tetes mata. mengg
 Penglihatan kabur  Hasil Pemeriksaan TTV dalam 4. Menu
 ………. rentang normal : sehubu
Ditandai dengan RR : 16-20x/menit 4. Ajarkan pasien untuk lapang
DS : Nadi : 80-100x/menit menangani keterbatasan pengli
 Pasien mengatakan TD : 110-120/70-80 mmHg penglihatan, misalnya hindari terhad
terdapat bintik hitam  ……….. cahaya yang menyilaukan, 5. Meng
saat melihat istirahatkan mata apabila kehila
 Pasien mengatakan sudah terlihat tanda-tanda 6. Menin
penglihatan kabur dan kelelahan. mengu
susah memfokuskan 7. Kaca
objek 5. Ajarkan pasien untuk sebaga
 Pasien mengatakan pemberian tetes mata (jumlah papara
susah melihat benda tetesan, jadwal dan dosis). penutu
yang jauh 6. Sesuaikan lingkungan dengan mengh
 ………. kemampuan penglihatan. 8. Untuk
DO : 7. Anjurkan pasien palpeb
 Visus mata pasien menggunakan kaca mata secret.
menurun (N : 6/6, 5/5) ketika terbangun dan tutup
 TIO pasien meningkat dengan penutup mata selama 9. Menu
(N:15-20 mmHg) tidur sesuai kebutuhan. penyeb
 Pasien tampak kesakitan
jika melihat sesuatu 10. Pembe
dalam jangka waktu sebaga
yang lama 8. Bersihkan mata, apabila ada analge
 Pemeriksaan TTV kotoran dan gunakan kapas melep
pasien : basah dan bersih. untuk
Nadi>100x/menit Kolaborasi
TD>120/80 mmHg 9. Kolaborasi dalam pemberian
RR>24x/menit tetes mata Chloramphenicol /
Suhu>37,4oC Kloramfenikol, Tetrasiklin
 ……… 10. Kolaborasi dalam pemberian
siklopegik
2. Resiko Cedera Tujuan : Mandiri
berhubungan dengan : Setelah diberikan asuhan keperawatan1. Observasi tingkah laku pasien 1. Tingk
 Penglihatan kabur … x 24 jam diharapkan tidak terjadi mengi
 Distorsi penglihatan cedera pada pasien dengan criteria menga
 Penurunan ketajaman hasil: 2. Jauhkan alat-alat yang2. Meng
penglihatan  Berkurangnya factor yang dapat berpotensi menimbulkan tusuk/
 ………. mengakibatkan cedera bahaya misalnya : gunting,
Ditandai dengan  Pasien tidak mengalami cedera pisau, barang pecah belah.
DS :  ……….. 3. Awasi dan bantu pasien 3. Untuk
 Pasien mengatakan dalam melakukan suatu cedera
susah melihat kegiatan 4. Untuk
 ……….. 4. Anjurkan pasien meminta cedera
DO : bantuan setiap kali melakukan
 Pasien terlihat meraba kegiatan 5. Penga
saat akan mengambil 5. Anjurkan keluarga pasien keseha
barang. untuk ikut mengawasi pasien meraw
 ………… maka
keluar
pasien
6. Melin
6. Pertahankan perlindungan kecela
mata sesuai indikasi
3. Nyeri akut Setelah diberikan asuhan keperawatan Mandiri
berhubungan dengan diharapkan nyeri berkurang atau 1. Kaji skala, lokasi, dan faktor1. Meng
 Proses peningkatan teratasi dengan criteria hasil: yang memperberat atau diberik
protein pada humor 1. Pasien tampak rileks meringankan nyeri. menen
aquos 2. TTV dalam batas normal (N=60-100 selanju
 Peningkatan TIO x/menit, S=36,5oC-37,4oC, TD= 110- 2. Observasi TTV 2. Meng
 Kerusakan saraf 130/60-80 mmHg, RR=16-20 x/menit) kondis
sensorik 3. Skala nyeri ringan 3. Berikan waktu istirahat yang 3. Istirah
 Proses inflamasi pada cukup. menin
traktus uvea pada p
 ……………. 4. Anjurkan teknik distraksi dan 4. Distra
Ditandai dengan relaksasi dapat
DS : 5. Anjurkan pasien untuk pasien
 Pasien mengatakan mengistirahatkan matanya5. Dapat
matanya sakit ketika saat sudah tampak tanda- pada
melihat sesuatu dalam tanda kelelahan. mence
jangka waktu yang Kolaborasi
lama 6. Delegatif dari dokter untuk 6. Analg
 ………….. pemberian obat analgetik mengu
DO : sesuai dengan program terapi.
 Pasien tampak meringis
 Skala nyeri (1-10)
 TTV (N> 100 x/menit,
S>37,4oC, TD> 120/80
mmHg, RR> 24
kali/menit).
 ………..
4. Hipertermi Tujuan : Mandiri
Berhubungan dengan Setelah diberikan asuhan keperawatan
1. Observasi tanda-tanda vital1. Meng
 Pelepasan pirogen … x 24 jam diharapkan suhu tubuh pasien (terutama suhu) dan m
 proses inflamasi pada pasien dalam batas normal dengan lanjut.
traktus uvealis criteria hasil: 2. Beri kompres hangat pada2. Pengg
 ………  Suhu tubuh dalam rentang normal lipatan axilla. yang
DS: (36,8oC-37,4oC) menye
 Pasien mengatakan  Pasien mengatakan badannya tidak (penga
badannya panas panas lagi. hipota
 ………  Badan pasien tidak teraba panas perinta
DO:  Mukosa bibir lembab seharu
 Badan pasien teraba  Turgor kulit elastic beruba
panas  Kulit tidak tampak kemerahan karena
 Suhu tubuh >37,4 C o
menem
 Turgor kulit tidak elastic yang d
 Mukosa bibir kering diberik
 Kulit tampak air d
kemerahan. lebih d
 ………… tersebu
3. Anjurkan pasien untuk3. Memb
membatasi aktivitas. tubuh
kondu
4. Ajarkan pasien pentingnya4. Piroge
mempertahankan cairan yang tubuh
adekuat (sedikitnya 2 L/hari) mekan
untuk mencegah dehidrasi. melak
besar
berleb
5. Pantau suhu lingkungan,5. Suhu
batasi/ tambahkan linen harus
tempat tidur sesuai indikasi. memp
norma
Kolaborasi
6. Delegatif dari dokter untuk6. Mem
pemberian obat antipiretik.
5. Gangguan citra tubuh Tujuan : Mandiri
berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Kaji makna perubahan pada 1. Episod
 Eksudasi cairan mata … x 24 jam diharapkan citra tubuh pasien menga
 Epifora pasien positif, dengan kriteria hasil: tiba.
 …………  Pasien tidak merasa malu dengan 2. Lakukan pendekatan yang 2. Memb
ditandai dengan keadaan tubuhnya intens dan positif pada klien keterb
DS:  Pasien tidak menutupi matanya saat dan keluarga dan re
diajak berbicara dan ke
 Pasien mengatakan  ………….. dapat
malu terhadap keadaan interve
matanya 3. Meng
 ……… 3. Dorong klien untuk terhad
DO: mengekspresikan perasaan sehing
 Pasien tampak khusus mengenai cara ia interve
menutupi matanya saat memandang atau berpikir
diajak berbicara mengenai dirinya 4. Memb
 ……….. Kolaborasi masala
4. Kolaborasi dalam merujuk yang m
pasien ke klinik psikiatri bila
diperlukan
6. Resiko infeksi Tujuan : Mandiri
berhubungan dengan Setelah diberikan asuhan keperawatan1. Observasi manifestasi klinis 1. Adany
 Akumulasi … x 24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi (pireksia, eksudasi, menan
mikroorganisme pada penyebaran infeksi dengan kriteria eritema, edema) penyeb
traktus uvealis hasil: 2. Pertahankan teknik aseptic 2. Meng
 …………  Pasien tidak mengeluh manifestasi dalam perawatan mata penyeb
ditandai dengan klinis infeksi (pireksia, eksudasi, 3. Ajarkan untuk tidak 3. Mence
DS : eritema, edema) mengusap mata penim
 Paien mengeluh panas  Mata tidak tampak kemerahan atau Kolaborasi 4. Antibi
 Pasien mengeluh nyeri berkurang 4. Kolaborasi dalam pemberian infeks
 Pasien mengeluh lemas Jumlah leukosit dalam rentang normal antibiotic dan antimikotika Antim
 ………… (4000-10000 mm3) sesuai indikasi proses
DO :  …………….. 5. Kadar
 Leukosit> 10.000/mm 3
tingka
 Mata pasien tampak 5. Pemeriksaan laboratorium
kemerahan.
 …………
7. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan keperawata Mandiri
nutrisi kurang dari … x 24 jam 1. Observasi BB, TB dan LL 1. Mema
kebutuhan tubuh diharapkan ketidakseimbangan nutrisi pasien dan m
berhubungan dengan kurang dari kebutuhan tubuh 2. Anjurkan pasien untuk 2. Pembe
 Peningkatan pasien teratasi, dengan kriteria hasil: makan makanan dalam hangat
permeabilitas  Mual dan muntah berkurang atau tidak keadaan hangat dengan tapi se
pembuluh darah pada ada jumlah sedikit tapi sering untuk
lambung  Pasien menghabiskan 1 porsi makanan mengh
 …………  Nafsu makan meningkat 3. Menin
ditandai dengan  ……………. 3. Anjurkan untuk pasien
DS : mengkonsumsi makanan
 Pasien mengatakan yang tinggi kalori tinggi
mual dan terkadang protein
sampai muntah 4. Menin
 ……….. Kolaborasi pasien
DO : 4. Kolaborasi dengan ahli gizi
dalam penataan makanan,
 Nafsu makan rasa makanan, dan
pasien menurun keberagaman menu makanan
 Pasien terlihat muntah sesuai indikasi
 Pasien tampak tidak
menghabiskan
makanan yang
diberikan.
 ………….
8. Defisit perawatan diri Setelah dilakukan asuhan keperawatan Mandiri
berhubungan dengan … x 24 jam diharapkan perawatan diri 1. Kaji hambatan pasien 1. Menen
 Tajam penglihatan pasien terpenuhi dengan kriteria hasil: terhadap partisipasi dalam dilaku
menurun  Pasien dapat melakukan perawatan diri perawatan diri
 Penglihatan kabur / secara mandiri 2. Kaji frekuensi mandi pasien 2. Meng
timbul distorsi  Frekuensi mandi meningkat (2-3 interve
 …………. x/hari) peraw
ditandai dengan  Mata dan tubuh pasien bersih 3. Bantu pasien dalam 3. Memb
DS:  …………… pemenuhan kebersihan diri kebers
 Pasien mengatakan 4. Denga
kebersihan dirinya 4. Dekatkan peralatan mandi barang
dibantu oleh keluarga dan gunakan warna yang yang k
 Pasien hanya mandi 1 kontras pada peralatan mandi mandi
kali sehari melak
 Pasien mengatakan 5. Meng
penglihatannya kabur dapat m
sehingga sulit 5. Berikan pujian yang positif pasien
melakukan perawatan terhadap tindakan yang peraw
diri dilakukan pasien
 ………… 6. Penga
DO: Kolaborasi dan ef
 Epifora 6. Kolaborasi dengan tenaga dilibat
 Terdapat kotoran pada perawat lain dan maksimalkan
mata pasien. peran keluarga
 Badan pasien tampak
kotor
 ………………
9. Kurang pengetahuan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Mandiri
berhubungan dengan … x 24 jam diharapkan pengetahuan 1. Kaji tingkat pengetahuan 1. Meng
 Kurang informasi pasien terhadap penyakitnya pasien sehubungan dengan pasien
mengenai penyakit meningkat dengan kriteria hasil: penyakitnya
 ……………  Pasien paham akan penyakitnya 2. Dorong pasien untuk 2. Memb
ditandai dengan  Pasien mengetahui cara penanganan mengungkapkan masalah memp
DS: penyakitnya mengenai penyakit yang menge
 Pasien mengatakan  Pasien tidak bertanya-tanya tentang dideritanya 3. Inform
tidak mengerti tentang penyakitnya 3. Berikan informasi mengenai penget
penyakit dan cara  ………… penyakit dan prognosis dalam
penanganannya penyakit pada klien 4. Meng
 ………
DO: 4. Evaluasi pemahaman klien
 Tampak bertanya-tanya terhadap informasi yang telah
mengenai penyakit dan diberikan
cara penanganannya.
 ………….
2.2.4 Implementasi
Merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai
strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan
keperawatan. (Aziz Alimul, 2009).

2.2.5 Evaluasi
1. Gangguan sensori persepsi: penglihatan pasien teratasi
2. Tidak terjadi cedera dan resiko cedera terminimalisasi.
3. Nyeri akut berkurang atau teratasi.
4. Hipertermi teratasi dengan suhu tubuh pasien dalam rentang normal.
5. Gangguan citra tubuh teratasi dengan citra tubuh pasien positif.
6. Tidak terjadi penyebaran infeksi
7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pasien teratasi.
8. Perawatan diri pasien terpenuhi.
9. Pengetahuan pasien terhadap penyakitnya meningkat.

You might also like