You are on page 1of 12

Sifilis: Gambaran pada Kedokteran Umum

Penulis: Farai Nyatsanza dan Vraig Tipple

ABSTRAK
Sifilis disebabkan oleh bakteri spirocheta Treponema pallidum dan dapat
ditularkan baik secara seksual maupun dari seorang ibu kepada anaknya. T
pallidum dapat menginfeksi banyak organ dan menyebabkan penyakit klinis
dengan kekambuhan. Penyakit ini tidak sulit untuk dilihat, hal itulah yang
menyenbabkan mengapa penyakit ini sering disebut sebagai peniru yang hebat.
Pada tinjauan kali ini, kami akan menyajikan epidemiologi, gambaran klinis, dan
strategi pemeriksaan dan pengobatan sifilis modern yang paling baru.

PENDAHULUAN
Sifilis disebabkan oleh bakteri Traponema pallidum subspesies pallidum.
Bakteri gram negatif, motil, spirocheta, data ditularkan baik secara seksual
maupun dari ibu ke anaknya, dan dapat menginvasi hampir di banyak organ atau
struktur dari tubuh manusia. Penyakit ini, dimana sebaiknya dipertimbangkan
secara sistematik, memiliki karakteristik yang tumpang tindih diantara tahapan
klinisnya dan merupakan penyakit yang dapat mengalami kekambuhan.
Gambaran klinis yang secara potensial beragam inilah yang membuat Sir William
Osler menyebutnya sifilis ‘the great imitator’ dan, bersama dengan meningkatnya
insiden pada 15 tahun belakangan ini, menjadi penting untuk dijelaskan kepada
dokter umum.

EPIDEMIOLOGI
Sifilis muncul di eropa tahun 1492 saat sekembalinya Colombus dari New
World, meskipun kemunculannya di eropa sendiri masih dalam perdebatan.
Penemuan-penemuan Palenontologikal yang telah digabungkan dengan data dari
analisis gen dari subspecies T pallidum dan rantai genetik untuk keduanya
mendukung dan menyanggah tentang teori ‘Columbian’. Apapun bentuk aslinya,
sifilis menyebar secara cepat di Eropa pada abad ke-15. Saat berakhirnya masa
kekuasaan Ratu Victoria, sekitar 1:10 dewasa yang aktif secara seksual di London
dikatakan terinfeksi, meskipun prevalensi sesungguhnya tidak diketahui sampai
deskripsi dari tes serologi pertama oleh Auguste Wasserman pada tahun 1906.
Insidensi di Britania Raya menurun secara hebat mengikuti penyebaran luas
dari penggunaan penisilin di awal 1950an. Sayangnya, pada 15 tahun terakhir
telah terlihat meningkatnya 10 kasus dengan 4.317 yang dilaporkan sebagai
infeksi baru pada tahun 2014 – angka terbesar selama 40 tahun. Kenaikan ini
didominasi dengan laki – laki yang berhubungan seksual dengan sesama jenis
yang berusia 25-34 tahun, dan dilaporkan pada yang memiliki partner seksual
yang banyak, hubungan seksual yang tidak menggunakan kondom, penggunaan
obat-obatan dan penggunaan aplikasi sosial media yang digunakan untuk mencari
pasangan seksual. Sekitar 40% merupakan ko-infeksi yang dengan HIV-1. Pada
periode yang mirip, telah terdapat penurunan pada kasus wanita dari 317 pada
tahun 2003 hingga 265 pada tahun 2012. Pada tahun 2011, seluruh kejadian dari
sifilis kongenital di Inggris adalah 0.0025/1000 kelahiran. Kasus-kasus secara
dominan terjadi pada wanita yang tidak mudah mengakses pelayanan kesehatan
oleh karena penghalang kultural dan kurangnya bersosialisasi.

Gambaran klinis
Perjalanan klinis sifilis merupakan salah satu tahapan klinis yang
tumpang tindih yang dimulai 9-90 hari (median 21) diikuti kontak langsung
dengan lesi infeksi (Gambar 1).
Gambar 1. Tahap-tahap klinis sifilis. Tahap-tahap klinis sifilis darikontak dengan
T pallidum melalui pengembangan penyakit tersier. Selamatahun pertama infeksi
laten, 25% pasien akan kambuh ke tahapsekunder.

Sifilis primer
Sifilis primer ditandai dengan papula pada titik masuknya bakteri yang
memecah menjadi ulkus (chancre). Meskipun biasanya anogenital, bisa juga
terjadi pada mulut (30% kasus ditularkan melalui kontak orogenital), rektum,
leher rahim atau secara klinis lokasi 'yang lebih tenang’ lainnya .Sebuah chancre
biasanya tanpa rasa sakit, diameter 0,5-2 cm, keras atau elastis, dan
berhubungan dengan daerah limfadenopati (Gambar 2). Biasanya sembuh
selama periode 4-6 minggu. Presentasi atipikal dengan multiple (beberapa) atau
ulkus yang nyeri dapat terjadi, terutama pada HIV-1 co-infeksi.7 Diagnosis
banding yang penting adalah virus herpes simpleks dan limfogranuloma
venerum.
Gambar 2. Gambar klinis pasiendengan sifilis awal. Klinisfoto pasien dengan
awalsifilis: a) maculopapular tipikalruam di dada; b) kulit denganruam sifilis
sekunder tinggipembesaran; c) penis chancre.

Sifilis sekunder
Tahap sekunder infeksi dimulai 4-10 minggu setelah ulkus sembuh, meskipun
hal ini sangat bervariasi dan tahap primer dan sekunder dapat bersamaan.Tanda
khusus adalah ruam makulopapular (terlihat pada 50-70% pasien) yang dapat
mempengaruhi telapak tangan dan telapak kaki (Gambar 2).8 Tanda-tanda dan
gejala lain yang dijelaskan pada Tabel 1. Ruam dan lesi lembab pada sifilis
sekunder menular. Mengingat epidemiologi bersama HIV dan sifilis, infeksi
HIV primer merupakan diagnosis banding penting dalam LSL dengan ruam.

Sifilis laten
Dengan tidak adanya tatalaksana, sifilis sekunder biasanya berkurang dalam
waktu tiga bulan dan penyakit menjadi laten dan non-menular.Gejala yang
berulang mungkin terjadi selama dua tahun pertama fase laten (fase laten dini),
tapi jarang terjadi kemudian (fase laten lanjut ).

Penyakit Tersier
Setelah tahap laten (biasanya 15-30 tahun), tanda-tanda dan gejala infeksi tersier
dapat terjadi. Sekarang jarang karena prevalensi lebih rendah dari penyakit 15-30
tahun yang lalu dan meluasnya penggunaan antibiotik treponemocidal dan
treponemostatic (penisilin, tetrasiklin, makrolida, sefalosporin) untuk infeksi
lainnya. Penyakit tersier biasanya dibagi menjadi penyakit yang berbentuk
gummatous (yang paling umum), kardiovaskuler dan neurologis. Gumma yang
dalam dan destruktif dapat terjadi pada setiap organ tetapi paling mempengaruhi
kulit dan tulang. Sifilis kardiovaskular terutama mempengaruh katup aorta dan
aorta ascending yang paling sering menyebabkan dilatasi aorta dan regurgitasi.
Mekanisme neurologis dibahas di bawah ini

Keterlibatan neurologis
Keterlibatan neurologis dapat terjadi pada setiap tahap. Selama tahap awal
sifilis,selaput meningen, pembuluh darah, saraf kranial (terutama II dan VIII) dan
mata yang paling sering terkena. Pada tahap tersier, bentuk yang paling umum
melibatkan otak dan sumsum tulang belakang parenkim. Setiap bentuk memiliki
karakteristik temuan klinis, meskipun beberapa tumpang tindih dapat terjadi
(Tabel 1). Semua pasien yang diduga atau terkonfirmasi sifilis dan gejala
neurologis harus menjalani pemeriksaan neurologis lengkap.9

Tabel 1. Manifestasi Klinis Sifilis


Tahapan Sifilis Tanda dan Gejala
Sifilis Sekunder  Sistemik
- Mialgia
- Demam
- Berat badan berkurang
- Kemerahan : makulopapular (50-70%), papular
(12%), makular (10%), annular (6-14%), jarang:
framboiseform, luesmaligna
- Alopecia (4–11%)
- Limfadenopati generalisata (85%).
 Lokal:
- Kondilomatalata (10%): lesi mirip kutil yang
mempengaruhi area intertriginosa yang lembab (peri-
anal, vulval, selangkangan, skrotum)
- Hepatitis subklinis (10%) (transaminitis ringan umum
terjadi)
- Ginjal (glomerulonefritis yang dimediasi oleh imun
yang kompleks) (jarang)
- Keterlibatan neurologis: meningitis bergejala, arteritis
infeksi (iskemia, trombosis, infark),otosifilis
(gangguan pendengaran dengan atau tanpa tinnitus),
penyakit okular (28–51% neurosifilis) (anterior dan
uveitis posterior, iritis, chorioretinitis, retinitis
nekrotikan dan neuritis optik).
Neurosifilis - Asimtomatik - awal / akhir: CSF abnormal tanpa tanda
/ gejala. Ini adalah signifikansi yang tidak pasti
sebagai kelainan CSF,telah ditemukan pada hingga
70% sifilis primer dan sekunder dan kurangdari 10%
akan mengembangkan penyakit.
- Meningovascular (2–7 tahun): Focal arteritis
menginduksi infark / inflamasi meningeal; tanda-tanda
tergantung pada keterlibatan vaskular.Gejala
prodormal; sakit kepala, emosi labil, insomnia.
- Paresis umum (10-20 tahun): Kerusakan neuronal
kortikal menyebabkan penurunan fungsi ingatan dan
kognitif secara bertahap. Ketidakseimbangan
emosional, perubahan kepribadian, psikosis dan
demensia. Kejang dan hemiparesis adalah komplikasi
yang terlambat terjadi.
- Tabes dorsalis: Peradangan kolum dorsal tulang
beakang / akar saraf; keringanan nyeri, areflexia,
parestesia, sensorik ataksia, sendi Charcot, atrofioptik,
perubahan pupil (misalnya pupil Argyll Robertson).

Pemeriksaan
Tes serologi dapat digunakan untuk mendiagnosa semua tahap sifilis.
Mereka terdiri dari tes treponemal (TT) seperti Treponema pallidum particle
aglutination (TPPA) assay atau IgM / IgG enzyme immunoassay (EIA) dan non-
treponemal (anticardiolipin) (NTT) seperti rapid plasma reagin (RPR) atau
venereal disease research laboratory (VDRL) tes (NB tes VDRL yang tidak lagi
tersedia secara luas di Inggris).10 Pemeriksaan TT biasanya menunjukkan hasil
positif yang pertama kali (dari dua minggu setelah infeksi) dan biasanya tetap
positif sumur hidup. NTT dilakukan secara kuantitatif dan digunakan untuk
memantau respon pengobatan. Mereka memberi indikasi stadium penyakit dengan
titer yang lebih tinggi terkait dengan infeksi yang lebih aktif (awal) dan titer yang
lebih rendah menunjukkan infeksi yang lebih tenang (laten) atau yang sebelumnya
diobati. NTT cenderung menunjukkan hasil positif palsu (kehamilan, baru
melakukan invaksinasi, penyakit autoimun) dan negatif palsu (pada titer sangat
tinggi karena fenomena prozon). Penting untuk diingat bahwa NTT juga bisa
menunjukkan hasil yang negatif pada infeksi primer awal.
Terdapat dua algoritma pemeriksaan yang digunakan yang disebut
‘konvensional’ dan ‘terbalik’. Algoritma ‘terbalik’ digunakan di Inggris dan
Inggris diawali dengan EIA kemudian dikonfirmasi dengan TT kedua (TPPA).
Tahap penyakit ini kemudian dinilai menggunakan titer RPR.11 Metode ini
memiliki keuntungan dari tes skrining automatable (EIA) tetapi dapat memiliki
nilai prediktif positif yang lebih rendah pada populasi prevalensi. Harus dicatat
bahwa infeksi treponemal lainnya (yaws, pinta, bejel) secara serologis tidak jelas
pada sifilis kelamin.
Tes serologis dapat dilakukan pada cairan serebro spinal (CSF). NTT yang
positif sangat spesifik untuk neurosifilis tetapi tingkat sensitivitas rendah. TT
negatif pada sampel CSF dengan mengabaikan jumlah sel darah (kontaminasi
darah yang terlihat dapat menyebabkan hasil positif palsu) sangat efektif, selain
pada neurosifilis.
Di klinik pengobatan genitourinary (GUM), primer dan sekunder sifilis
juga dapat di diagnosis dengan identifikasi langsung T pallidum menggunakan
darkground microscopy (DGM) atau polymerase chain reaction (PCR).10 Dengan
kondisi optimal, DGM dapat memiliki tingkat sensitivitas 80%.12 Karena
kontaminasi oleh treponema komensal, seperti Treponema denticola, spesifitas
DGM untuk lesi oral dan rektum adalah rendah. T pallidum PCR memiliki
sensitivitas yang sangat tinggi (80-100%) dan spesifisitas (92,1-99,8%).13

Poin Kunci :
- Insiden sifilis telah meningkat secara signifikan selama terakhir 15 tahun.
Mayoritas kasus di antara laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-
laki (LSL) berusia 25-35 di antaranya 40% adalah HIV positif.
- Sifilis adalah penyakit sistemik sejak awal dan dapat melibatkan organ
apapun. Biasanya disertai dengan ulkus genital atau ruam, tetapi
manifestasinya bervariasi.
- Untuk LSL yang tidak sehat dengan ruam, infeksi HIV primer adalah
diagnosis banding utama dan semua pasien yang dicurigai sifilis juga
harus diuji untuk HIV.
- Diagnosis dikonfirmasi secara serologis menggunakan dua spesifik tes
treponemal diikuti oleh tes non-treponemal untuk dinilai stadium penyakit
dan untuk memungkinkan pemantauan pengobatan.
- Pengobatan dengan Penicillin G tetap efektif seperti halnya doksisiklin
oral, tetapi antibiotik makrolid harus dihindari karena perlawanan yang
semakin meluas..

KATA KUNCI: Sifilis, Treponema pallidum, epidemiologi, pengobatan,


neurosifilis.

Tatalaksana
Pasien dengan gejala atau tanda sifilis sebaiknya dirujuk ke Genitourinary
Medicine. Penggunaan antimikroba sebagai terapi sifilis telah dijelaskan di
pedoman tatalaksana nasional.9 Pertimbangan tatalaksana dasar sifilis sebagai
berikut.
- Benzylpenicillin (penicillin G), pertama kali digunakan untuk mengobati
sifilis tahun 1943 dan penisilin masih digunakan sebagai lini pertama
pengobatan sifilis pada semua tahap sifilis.9 Durasi dan cara pemberianya
tergantung sesuai dengan tahap penyakit. Pada pasien yang memiliki
alergi, ceftriaxone dan doksisiklin dapat menjadi pilihan.
- Pasien dengan sifilis berisiko memiliki infeksi menular seksual lainnya.
Riwayat seksual harus didapatkan dan dilakukan skrining IMS, termasuk
tes HIV sebaiknya juga dianjurkan.
- Titer Rapid Plasm Reagin (RPR) sebaiknya dikirim pada hari pertama
pengobatan, saat empat kali (2 pengenceran) penurunan titer merupakan
penilaian serologi terhadap keberhasilan pengobatan.
- Pasien sebaiknya tidak melakukan kontak seksual selama dua minggu
pengobatan pada fase awal sifilis.15 Kontak seksual selama tiga bulan
terakhir harus dihubungi dan diperiksa.
- Pasien yang terinfeksi HIV-1 dengan CD4<350 sel/ml dan/atau titer RPR
≥ 1:32 kemungkinan meningkatkan risiko keterlibatan neurologis.
- Pasien yang memiliki gejala sebaiknya diperingatkan tentang Jarisch-
Herxheimer reaction (JHR) sebelum dilakukan pengobatan. JHR adalah
demam akut yang dapat hilang sendiri, timbul 12 jam setelah diberikan
pengobatan dan hilang 12 jam kemudian. 9 Ini merupakan perhatian khusus
pada wanita hamil dan pasien dengan keterlibatan neurologi atau
kardiovaskular.16 Steroid dapat diberikan sebelum dan selama beberapa
hari pertama pengobatan untuk sifilis neurologis dan kardiovaskular. Pada
kebanyakan kasus, istirahat dan pemberian parasetamol sudah cukup.

Resistensi Antimikroba
Meskipun digunakan lebih 70 tahun, T.Pallidum tetap sensitif terhadap
penisilin.17 Azitromisin telah terbukti sebagai pengobatan yang efektif pada tahap
awal penyakit dalam dua randomised controlled trials.18,19 Disayangkan, 60-80%
strain T.pallidum di UK resisten terhadap makrolid sehingga tidak selalu dapat
digunakan.

Pengelolaan sifilis: contoh penyelesaian


Seorang laki-laki jamaika 78 tahun dengan gangguan memori telah mengirim
serologi sifilis sebagai bagian dari skrining demensia. Hasil dengan EIA positif,
TPPA positif dan RPR negatif.
Riwayat Utama

1. Jika memungkinkan, gali riwayat seksual yang dilakukan secara rahasia.


2. Riwayat sifilis atau pengobatan sifilis sebelumnya?
- Jika iya, pastikan apakah pengobatan ini sudah adekuat
(kesesuaian, terapi yang telah diberikan, pasangan telah diobati?).
3. Pemeriksaan sifilis sebelumnya? (NB untuk pasien perempuan,
pemeriksaan sifilis mungkin dilakukan selama skrining antenatal).
- jika sebelumnya negatif, ini dapat menjadi infeksi yang baru.
4. Riwayat infeksi yaws (T.pallidum subspecies pertenue)?
- Jika iya, maka hasil serologi mungkin merujuk pada infeksi yaws. Jika ada
riwayat pengobatan yang jelas dan RPR negatif kemudian pasien tidak
memerlukan terapi lanjutan.
5. Gejala sebelumnya sesuai dengan sifilis primer atau sekunder? Gejala saat
ini sesuai dengan penyakit tersier (selain gangguan memori)?

Pemeriksaan
- Cari tanda lain dari neurosifilis tahap akhir dengan penyakit gummatous
dan kardiovaskular. Pikirkan kemungkinan sifilis kongenital tahap akhir,
tanda yang khas ditempat lain.9

Tatalaksana
- Kerjasama dengan tim GUM
- Tanda-tanda neurologis yang sesuai sebaiknya segera dilakukan
pemeriksaan neurologis (dengan pencitraan otak sebelumnya seperti CT-
scan atau MRI). Jika pasien tidak toleran terhadap lumbal pungsi,
pertimbangkan pengobatan neurosifilis berdasarkan kecurigaan. Pasien ini
memiliki serum RPR yang negatif, dengan demikian sangat tidak sesuai
dengan neurosifilis tahap akhir.
- Menawarkan skrining kepada pasangan sebelumnya dan sekarang (jika
bisa dihubungi) dan anak-anak, jika tidak ada bukti ibu dari anak-anak
yang sudah diperiksa.
Kesimpulan
Sifilis muncul kembali sebagai penyakit infeksi menular seksual yang
sangat penting. Diagnosa dan tatalaksana yang cepat penting dalam mencegah
penularan selanjutnya dan berkembangnya kerusakan jaringan yang irreversibel.
Apabila terdapat kecurigaan infeksi, sebaiknya segera dilakukan pemeriksaan
serologi dan rujuk ke GUM.
Daftar Pustaka

1. RadolfJ, Lukehart S. Pathogenic Treponema: molecular and


cellularbiology . Haverhill: Caister Academic Press, 2006.
2. SmajsD , Norris SJ , Weinstock GM. Genetic diversity in Treponema
pallidum: implications for pathogenesis, evolution and molecular
diagnostics of syphilis and yaws . Infect Genet Evol 2012 ; 12 : 191 – 202 .
3. Wasserman A , Neisser F , Bruck C . Eine serodiagnostische Reaktionbei
Syphilis . Deutsche medicinische Wochenschrift 1906 ; 32 : 745 – 6 .
4. Public Health England. Sexually transmitted infections and chlamydia
screening in England 2014. Health Protection Report2014; 9: 22– 9.
5. Health Protection Agency .Syphilis and lymphogranuloma venereum:
resurgent sexually transmitted infections in the UK: 2009 report .London:
Health Protection Agency , 2009.
6. Public Health England . Recent epidemiology of infectious syphilisand
congenital syphilis .Infection Reports 2013 ; 7 ( 44 ). Availableonline at
www.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data/file/33
6760/hpr4413_sphls.pdf [ Accessed 20 January2016 ].
7. Tipple C. Impact of HIV-1 infection on the clinical presentation ofsyphilis
in men who have sex with men .Sex Health 2014 ; 12 : 110 – 8 .
8. BaughnRE , Musher DM . Secondary syphilitic lesions .ClinMicrobiol Rev
2005 ; 18 : 205 –16
9. Kingston M , French P , Goh B et al. UK National Guidelines on
theManagement of Syphilis 2008 . Int J STD AIDS 2008 ; 19 : 729 – 40 .
10. Larsen S , Steiner B , Rudolph A . Laboratory diagnosis and
interpretationof tests for syphilis .Clin Microbiol Rev 1995 ; 8 : 1 – 21 .
11. Public Health England .UK Standards for Microbiology
Investigations(SMIs) V 44: Syphilis serology . London: PHE, 2014.
Available onlineat www.gov.uk/government/publications/smi-v-44-
serologicaldiagnosis-of-syphilis [ Accessed 20 January 2016].
12. Wheeler HL , Agarwal S , Goh BT . Dark ground microscopy
andtreponemal serological tests in the diagnosis of early syphilis
.SexTransm Infect 2004 ; 80 : 411 – 4 .
13. Palmer H , Higgins S , Herring A , Kingston M . Use of PCR in
thediagnosis of early syphilis in the United Kingdom .Sex TransmInfect
2003 ; 79 : 479 – 83 .
14. Brook G , Bacon L , Evans C et al. 2013 UK national guideline
forconsultations requiring sexual history taking. Clinical
EffectivenessGroup British Association for Sexual Health and HIV .Int J
STDAIDS 2014 ; 25 : 391 – 404 .
15. WorkowskiKA , Bolan GA , CfDCa Prevention . Sexually
transmitteddiseases treatment guidelines , 2015 . MMWR Recomm
Rep2015 ; 64 : 1 – 137 .
16. Klein VR , Cox SM , Mitchell MD , Wendel GD . The Jarisch-Herxheimer
reaction complicating syphilotherapy in pregnancy .ObstetGynecol1990 ;
75 : 375 – 80 .
17. Stamm LV. Global challenge of antibiotic-resistant Treponema
pallidum.Antimicrob Agents Chemother 2010 ; 54 : 583 – 9 .
18. RiednerG ,Rusizoka M , Todd J et al. Single-dose azithromycinversus
penicillin G benzathine for the treatment of early syphilis . NEngl J Med
2005 ; 353 : 1236 – 44 .
19. Hook EW ,Behets F , Van Damme K et al. A phase III equivalencetrial of
azithromycin versus benzathine penicillin for treatment ofearly syphilis .J
Infect Dis 2010 ; 201 : 1729 – 35 .
20. Tipple C , McClure MO , Taylor GP . High prevalence of
macrolideresistant Treponema pallidum strains in a London centre
.SexTransm Infect 2011 ; 87 : 486 – 8 .

You might also like