You are on page 1of 26

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu penyakit yang sering dijumpai yaitu diabetes melitus yang

dapat menyerang segala macam kalangan, mulai dari anak-anak sampai

orang tua, bahkan pada orang lansia sekalipun. Diabetes melitus umumnya

lebih banyak diderita oleh kaum wanita terutama bagi mereka yang memiliki

masalah pada berat badannya.

Pada diabetes melitus semua proses tersebut terganggu, glukosa

tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga energi terutama di peroleh dari

metabolisme protein dan lemak. Pengobatan diabetes dapat dilakukan

dengan cara pemberian insulin ataupun obat-obat hipoglikemik oral seperti

golongan golongan biguanid seperti Metformin®. Pengobatan dengan obat

modern diabetes dapat pula diobati dengan obat tradisional yang berasal

dari tumbuh-tumbuhan, hewan, maupun mineral.

Dalam percobaan ini akan dibandingkan efek antidiabetes dari obat

golongan biguanid yakni Metformin, ekstrak daun salam serta Na-CMC

sebagai kontrol pada mencit (Mus musculus) hiperglikemik. Saat ini,

diabetes dapat diobati dengan menggunakan obat-obat hipoglikemik oral,

salah satunya adalah metformin dari golongan biguanid. Secara tradisional,

diabetes dapat diobati dengan tumbuhan berkhasiat. Percobaan ini

dilakukan untuk melihat efektivitas dari obat metformin, ekstrak daun salam,

serta Na-CMC sebagai kontrol.


2

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah pada praktikum ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh pemberian obat metformin, ekstrak daun salam dan

Na-CMC sebagai kontrol negatif pada mencit (Mus muslculus)

hiperglikemik?

C. Maksud Praktikum

Adapun maksud dari praktikum kali ini ialah untuk mengetahui dan

memahami efek dari obat Metformin dan ekstrak daun salam (Syzygium

polyanthum) mencit (Mus mulculus) hiperglikemik.

D. Tujuan Praktikum

Adapun yang mejadi tujuan dari dilakukannya percobaaan kali

ini ialah untuk menentukan tingkat efektivitas pemberian ekstrak daun

salam dan obat Metformin terhadap mencit (Mus musculus) hiperglikemik.

E. Prinsip Praktikum

Penentuan tingkat efektifitas pemberian obat antidiabetes yaitu

metformin, ekstrak daun salam (Syzygium polyanthum) pada hewan mencit

(Mus musculus) hiperglikemik menggunakan alat glukometer.


3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Umum

Diabetes melitus, penyakit gula atau kencing manis adalah suatu

gangguan kronis yang khususnya menyangkut metabolisme hidratarang

(glukosa) di dalam tubuh. Tetapi metabolisme lemak dan protein juga

terganggu (Lat. Diabetes = penerusan, mellitus = manis madu).

Penyebabnya adalah kekurangan hormon insulin, yang berfungsi

memanfaatkan glukosa sebagai sumber energi dan mensintesa lemak.

Akibatnya ialah glukosa bertumpuk didalam darah (hiperglikemia) dan

akhirnya dieksresikan lewat kemih tanpa digunakan (glycosuria). Karena itu

produksi kemih sangat meningkat dan pasien harus kencing, merasa amat

haus, berat badan menurun dan berasa lelah (Tjay, 2002).

Diabetes melitus didefinisikan sebagai peningkatan glukosa darah

yang berkaitan dengan tidak ada atau kurang memadainya sekresi insulin

pankreas, dengan atau tanpa gangguan efek insulin. Keadaan penyakit

yang mendasari diagnosisi diabetes melitus kini diklasifikasikan dalam

empat kategrori: tipe 1, diabetes dependen-insulin; tipe 2, diabetes non-

dependen-insulin; tipe 3, yang lain; tipe 4, diabetes melitus

gestasional.Pada manusia, insilin adalah suatu protein kecil dengan berat

molekul 5808. Protein ini mengandung 51 asam amino yang tersusun dalam

dua rantai (A dan B) yang dihubungkan oleh jembatan disulfida (Katzung,

B.G, dkk. 2013).


4

Diabetes Melitus Tipe 1 adalah Gangguan produksi insulin. Pada DM

Tipe 1 umumnya terjadi karena kerusakan sel-sel β pulau Langerhans yang

disebabkan oleh reaksi otoimun. Sebagaimana diketahui, pada pulau

Langerhans kelenjar pankreas terdapat beberapa tipe sel, yaitu sel β, sel α

dan sel δ. Sel-sel β memproduksi insulin, sel-sel α memproduksi glukagon,

sedangkan sel-sel δ memproduksi hormon somatostatin. Namun demikian,

nampaknya serangan otoimun secara selektif menghancurkan sel-sel β.

Diabetes Melitus Tipe 2 adalah awal patofisiologis DM Tipe 2 bukan

disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran

insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini

lazim disebut sebagai “Resistensi Insulin”. Pada awal perkembangan DM

Tipe 2, sel-sel β menunjukkan gangguan pada sekresi insulin fase pertama,

artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin. Apabila

tidak ditangani dengan baik, pada perkembangan penyakit selanjutnya

penderita DM Tipe 2 akan mengalami kerusakan sel-sel β pankreas yang

terjadi secara progresif, yang seringkali akan mengakibatkan defisiensi

insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen.

Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa pada penderita DM Tipe 2

umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan

defisiensi insulin (L.Kee, 2013).

Dengan adanya gejala klinis atau komplikasi diabetes yang khas

(misalnya retinpati), seperti tertera dibawah ini, diagnose dapat dipastikan

dengan penentuan kadar glukosa darah. Nilai diatas 7,8 mmol/l (pada
5

lambung kosong) pada dua hari berlainan dianggap positif ( WHO ). Begitu

pula “post-load’ diatas 11,0 mmol/l, yaitu 2 jam setelah pembebanan

glukosa 75 gram. Kriterium baru (1997) dari ADA (American dabetes

association) menurunkan nilai (perut kosong) > 6,9 mmol/l. Riterium post-

load ditiadakan karena tes toleransi glukosa alam praktek ada kalanya tidak

dapat dilakukan. Nilai antara 6,1-7,0 mmol/l menunjujkkan toleransi glukosa

yang terganggu. Peyakit diabetes melitus ditandai gejala 3p yaitu poliuria

(banyak berkemi), polidipsia (banyak minum) dan polifagia (banyak makan).

Yang dapat dijelaskan sebagai beriut : disamping naiknya kadar gula darah,

diabetes bercirikan adanya “glua” dalam kemis dan banyak berkemih

karena glukosa yang disekresikan banyak air. Akibatnya timbul rasa sangat

haus, kehilangan enrgi, turunnya berat badan serta rasa letih. Tubuh mulai

membakar lemak untuk memenuhi kebutuhan energinya, yang diertai

pembentukan zat-zat perombakan, antara lain aseton, asam hidroksibutirat

dan diasetat yang membuat darah menjadi asam. Keadaan ini yang disebut

ketoacidosis dan terutama timbul pada tipe 1 , amat berbahaya karena

akhirnya dapat menyebabkan pingsan. Napas penderita yang sudah

menjadi sangat kurus sering kali juga berbau aseton ( Tjay, 2007 )

Pankreas adalah suatu kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon

peptide insulin, glukagon dan somatostatin, dan suatu kelenjar eksokrin

yang menghasilkan enzim pencernaan. Hormon peptide diskeresikan dari

sel-sel yang berlokasi dalam pulau-pulau Langerhans (A atau sel-B yang

menghasilkan insulin , atau sel-A yang menghasilkan glukogen, dan ,


6

atau sel-D yang menghasilkan somatostatin). Hormon-hormon ini

memegang peranan penting dalam pengaturan aktivitas metabolik tubuh,

dan dengan demikian, membantu memelihara homestosis glukosa darah.

Hiperinsulinemia (misalnya, disebabkan oleh suatu insulinoma) dapat

menyebabkan hipoglikemia berat. Umumnya, kekurangan insulin relatif

ataupun absolut (seperti pada diabetes mellitus) dapat menyebabkan

hiperglikemia berat. Pemberian preparat insulin atau obat-obat hipoglikemia

dapat mencegah morbiditas dan mengurangi mentalitas yang berhubungan

dengan diabetes (Mycek, 2001).

Rata-rata 1,5-2% dari seluruh penduduk dunia menderita diabetes

yang bersifat menurun. Di indonesia, penderita diabetes diperkirakan 3 juta

orang atau 1,5% dari 200 jatu penduduk, sedangkan di Eropa mencapai 3-

5%. (Tjay,2002).

Hormone pankreas yang paling penting untuk mengatur metabolism

glukosa adalah insulin dan glucagon. Dalam keadaan normal jika kadar

glukosa darah naik makan insulin akan dikeluarkan dari kelenjar pankreas

dan masuk ke dalam aliran darah. Dalam aliran darah, insulin akan menuju

ke tempat kerjanya (reseptor) yaitu 50% ke hati, 10-20% ke ginjal, dan 30-

40% bekerja pada sel darah, otot, dan jaringan lemak. Adanya insulin inilah

yang memungkinkan kadar glukosa darah akan normal kembali

(Dalimarta,2005).
7

Mekanisme yang dipakai insulin untuk menyebabkan timbulnya

pemasukan glukosa dan penyimpangan dalam hati meliputi beberapa

langkah yang trjadi secara bersamaan yaitu (Guyton dah Hall,1997) :

1. Insulin menghambat fosforilase hati

2. Insulin meningkatkan pemasukan glukosa dari darah oleh sel-sel hati

3. Insulin juga meningkatkan aktivitas enzim-enzim yang meningkatkan

sintesis glikogen.

Pada diabetes melitus semua proses tersebut terganggu, glukosa

tidak dapat masuk kedalam sel, sehingga energi terutama diperoleh dari

metabolisme protein dan lemak. Yang nyata berbahaya ialah gliosuria yang

timbul, karena glukosa bersifat diuretik osmotik, sehingga diuresis sangat

meningkat disertai hilangnya berbagai efektrolit. Hal ini yang menyebabkan

terjadinya dehidrasi dan hilangnya elektrolit pada penderita diabetes yang

tidak diobati. Karena adanya dehidrasi, maka badan berusaha

mengatasinya dengan banyak minum (polidipsia). Badan kehilangan 4

kalori untuk setiap hari gram glukosa yang diekskresi. Polifagia timbul

karena perangsangan pusat nafsu makan di hipotalamus oleh kurangnya

pemakaian glukosa dikelenjar itu (Ganiswarna, 2003).

Penggolongan obat dan mekanisme kerjanya yaitu, menurut

(katzung, 2013) :

1. sulfonilurea, memiliki efek utama adalah meningkatkan pelepasan

insulin pada pankreas dua mekanisme kerja lain yang diusulkan-


8

penurunan kadar glukagon dan penutupan saluran kalsium

eksprapankreas.

2. clitinid, obat ini memodulasi pelepasan insulin sel beta dengan

mengatur efek kalsium melalui saluran kalium. Terjadi tumpang tindih

tempat kerja molekuler dengan sulfonilurea yang lebar. Repaglinid

memiliki kerja sangat cepat dengan konsentrasi puncak dan eter

puncak dalam waktu sekitar 1 jam setelah dicerna, tetapi dengan kerja

4- 7 jam.

3. Biguanid, mekanismenya belum dijetahui tetapi efek primer obat

golongan ini adalah mengurangi disolusi- glukosa hati melalui

pengaktifan enzim AMP-activated Protein Kinase (AMPK protein kinase

yang diaktifkan oleh AMP). Mekanisme kerja lainnya yaitu,

penghantaran glukonegenesis di ginjal. Peristiwa penyerapan glukosa

disaluran cerna, disertai peningkatan konversi glukosa. Stimulasi

langsung glikolisis dijaringan, peningkatan pengeluaran glukosa dalam

darah dan penurunan kadar glukosa plasma.

4. Tiazoliclinedion, bekerja menurunkan resistensi insulin.T2Z adalah ligan

dari peroxisme proliperator activated reseptor. Gommand (PDAD)

bagian dan supertanisi steroid dan tiroid reseptor nukleas.

5. Inhibitor Alfa, akarbosa adalah inhibitor kompetitif α glukosidase usus

serta mengurangi, penyimpanan kadar dengan penurunan pencernaan

dan penyerapan terluas dan disakarida. Hanya monosakarida seperti

glukosa dan fruktosa yang dapat diangkut keluar dari lumen usus dan
9

masuk kealiran darah. Mengikat secara struktur berbeda dari akrbosa

dan enzim ini enam kali lebih paten dalam menghambat sukrosa.

Namun sama- sama membidik x- glukoside sukrosa, maltosa,

glukominase dan dextrominase.

6. Sekuestran asam empedu, mekanisme kerjanya belum pasti diketahui,

tetapi mungkin ini membuktikan interpretasi sirkulasi gastrohepatik dan

berkurangnya pengaktifan reseptor farsteroid x (FxR).FxR adalah

reseptor nukleus dengan efek multipasi pada metabolisme kolesterol,

glukosa dan enzim empedu.

7. Analog Amilin, Pramlinitid terjadi proses pelepasan glukagen melalui

mekanisme yag belum diketahui menunda pengosongan lambung dan

memiliki aktivasi anorektik melalui efek pada susunan saraf pusat.

8. Agonis reseptor peptidase glukagen (GIP-3), liguanid berinteraksi

dengan reseptor GIP-1 dan beberapa untuk meningkatkan pelepasan

insulin dan penurunan pengeluaran glukagon.

9. Inhibitor Dipeptida Peptidase-C1 (DPP-4), obat- obat ini meningktakan

kadar GLD-1 alami dan polipeptida. Insulin monotropik dependent

glukosa dalam darah yang akhirnya menurunkan penyimpanan kadar

glukosa pasca makan dengan meningkatkan sekresi insulin dan

menekan kadar glukagen.


10

B. Uraian Bahan dan Obat

I. Uraian Bahan

a. Na.CMC (Ditjen POM, 1979)

Nama resmi : NATRII CARBOXYMETHYL CELLULOSUM

Sinonim : Natrium karboksimetil sellulosa

BM : 90.000 -700.000

Pemerian : Serbuk atau butiran, putih atau kuning gading,

tidak berbau atau hamper tidak berbau

hidrofilik.

Kelarutan : Mudah mendispersi dalam air, tidak larut

dalam etanol 95% P dan pelarut organic lain.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai obat kontrol dan pensuspensi obat

Na.CMC

b. Glukosa (Ditjen POM, 1979)

Nama Resmi : Dextrosum

Nama Lain : Glukosa, Dekstrosa

Pemerian : Hablur tidak berwarna, serbuk hablur atau

serbuk granul putih, tidak berbau, rasa manis

Kelarutan : Mudah larut dalam air, sangat mudah larut

dalam air mendidih, larut dalam etanol

mendidih, sukar larut dalam etanol

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik


11

II. Uraian Obat

a. Metformin (Tjay, 2002)

Nama Paten : Methergin, Methicol, Methioson, methovin,

Methycobal, Metidrol, Benofomin, Forbetes,

metphica, Diabex.

Indikasi : Diabetes orang dewasa yanhg tidak

terkontrol dengan memuaskan oleh diet dan

obat lain, pengobatan utama dan tambahan

tunggal atau kombinasi dengan insulin atau

sulfonylurea.

Kontra Indikasi : Komadiabetik dan ketoasidosis,

Gangguan fungsi ginjal yang serius,

penyakit hati kronis, kegagalan jantung,

Miokardial infark, Alkoholism, Keadaan

penyakit kronik atau akut berkaitan dengan

hipoksia jaringan, laktat asidosis,

hipersensitivitas terhadap biguanid.

Efek samping : Jarang terjadi gangguan saluran

cerna,bersifat reversibel pada saluran

lambung dan usus, termasuk anoreksia,

gangguan perut, mual, muntah, rasa logam

pada mulut dan diare.


12

Farmakodinamik : Kerjanya untuk menurunkan glukosa darah

tidak tergantung pada adanya fungsi

pankreatik sel-sel B. Glukosa tidak menurun

pada subjek normal setelah puasa satu

malam,tetapi kadar glukosa darah pasca

prandial mereka menurun selama

pemberian biguanid. Mekanisme kerja yang

diusulkan adalah stimulasi glikolisis secara

langsung dalam jaringan dengan

peningkatan eliminasi glukosa dari darah,

penurunan glukoneogenesis hati,

melambatkan absorbsi glukosa dari saluran

cerna dengan peningkatan perubahan

glukosa menjadi laktat oleh enterosit dan

penurunan kadar glukagon plasma

(Katzung, 2002).

Farmakokinetik : Metformin memiliki waktu paruh 1,5 – 3 jam

dan tidak terikat pada protein plasma. Tidak

dimetabolisme dan diekskresikan oleh ginjal

sebagai senyawa aktif. Sebagai akibat

penyakatan glukoneogenesis metformin di

onat tersebut diduga mengganggu ambilan

asam laktat oleh hati (Katzung, 2002).


13

b. Daun Salam (Syzygium polyanthum) (Supraptono, 2000) :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Myrtales

Famili : Myrtaceae (suku jambu-jambuan)

Genus : Syzygium

Spesies : Syzygium polyanthum Wigh Walp

Sinonim : Eugenia polyantha Wight

III. Uraian Hewan

a. Mencit (Malole, 1989)

1. Klasifikasi Hewan Coba Mencit (Mus Musculus)

Kingdom : Animalia

Phylum : Cordata

Sub Phylum : Vertebrata

Class : Mamalia

Ordo : Rodentia

Family : Muridae

Genus : Mus

Spesies : Mus musculus


14

BAB III

METODE PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan

1. Alat percobaan

Adapun alat yang digunakan pada percobaan kali ini adalah gelas

kimia, gunting, kanula, labu ukur 5 mL, spoit 1 mL dan glukometer.

2. Bahan percobaan

Adapun bahan yang digunakan pada percobaan kali ini yaitu

betadine, ekstrak daun salam (Syzygium polyanthum) glukosa 5%,

metformin, Na CMC 1%.

B. Cara Kerja (Anonim, 2018)

Praktikum ini menggunakan 8 ekor mencit yang dibagi pada 5

kelompok. Dimana kelompok I dan II menggunakan 1 mencit sedangkan

kelompok III, IV dan V menggunakan 2 mencit. Sebelumnya, mencit

ditimbang terlebih dahulu agar dapat diketahui beratnya, sehingga dapat

diberikan volume pemberian yang sesuai. Selanjutnya, mencit

dipuasakan selama 8 jam dengan tidak memberi makan tetapi tetap

memberinya minum.

Kelompok I menggunakan Na-CMC sebagai kontrol negatif,

kelompok II menggunakan obat metformin dan kelompok III , IV dan V

menggunakan ekstrak daun salam (Syzygium polyanthum). Terlebih

dahulu, mencit diinduksikan dengan glukosa 5%. Kemudian di diamkan

selama 15 menit. Lalu diukur gula darah mencit dengan cara memotong
15

sedikit ekor mencit kemudian mengambil darahnya di letakkan pada strip

dan di cek dengan menggunakan alat glukometer. Setelah itu diberikan

dengan ekstrak daun salam(Syzygium polyanthum), dan diukur gula

darahnya pada menit ke- 30, dan 90.


16

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil praktikum

Perlakuan BB VP Kadar Kadar Glukosa Setelah

Glukosa Menit

Induksi 30’ 90’

Na-CMC 20 gr 0,66 mL 122 mg/dL 182 mg/dL 244 mg/dL

metformin 14 gr 0,46 mL 227 mg/dL 272 mg/dL -

Ekstrak daun 20 gr 0,66 mL 248 mg/dL 192 mg/dL -

salam 750 mg 19 gr 0,63 mL 270 mg/dL 151 mg/dL -

Ekstrak daun 19 gr 0,63 mL 575 mg/dL 303 mg/dL -

salam 250 mg 27 gr 0,9 mL 198 mg/dL 204 mg/dL -

Ekstrak daun 19 gr 0,63 mL 241 mg/dL 392 mg/dL -

salam 500 mg 23 gr 0,76 mL 248 mg/dL 276 mg/dL -

B. Pembahasan

Diabetes Melitus Tipe 1 adalah Gangguan produksi insulin. Pada DM

Tipe 1 umumnya terjadi karena kerusakan sel-sel β pulau Langerhans yang

disebabkan oleh reaksi autoimun. Sebagaimana diketahui, pada pulau

Langerhans kelenjar pankreas terdapat beberapa tipe sel, yaitu sel β, sel α

dan sel δ. Sel-sel β memproduksi insulin, sel-sel α memproduksi glukagon,

sedangkan sel-sel δ memproduksi hormon somatostatin.


17

Diabetes Melitus Tipe 2 adalah awal patofisiologis DM Tipe 2 bukan

disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran

insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini

lazim disebut sebagai “Resistensi Insulin”. Pada awal perkembangan DM

Tipe 2, sel-sel β menunjukkan gangguan pada sekresi insulin fase pertama,

artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin. Diabetes

gestasional ini terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap

penyakit lain. Diabetes tipe spesifik lain diakibatkan karena adanya kelainan

genetik dalam sel B, kelainan genetik pada kerja insulin.

Pada praktikum ini digunakan obat metformin yang termasuk dalam

golongan obat biguanid. Mekanisme kerjanya yaitu menghambat

terbentuknya glukosa (Glukoneogenesis) di hepar dan meningkatkan

sensitivitas insulin di hati agar tidak terjadi diabetes melitus dan jaringan

perifer dan ekstrak daun salam (Syzygium polyanthum) yang telah dibagi

dengan konsentrasi yang beberapa yaitu 250 mg/kg BB, 500 mg/kg BB, dan

750 mg/kg BB.

Pada praktikum ini, disiapkan hewan coba sebanyak 8 ekor mencit

diinduksi dengan glukosa 5% sehingga kadar glukosa darahnya meningkat

setelah di induksi sediakan selama 15 menit lalu diukur kadar gula hingga

30 menit kemudian diinduksi dengan NaCMC sebagai kontrol negatif,

NaCMC hanya digunakan sebagai kontrol negatif dan tidak memiliki efek

terapi.
18

Kemudian mencit (Mus musculus) diinduksikan dengan obat

metformin menggunakan 1 mencit dan ekstrak daun salam yang di bagi

dalam beberapa konsentrasi yaitu 250 mg/kg BB, 500 mg/kg BB, dan 750

mg/kg BB, untuk NaCMC dengan menggunakan 1 mencit sebagai kontrol

negatif sedangkan ekstrak daun salam menggunakan 6 mencit yang dibagi

ke dalam 3 bagian berdasarkan konsentrasi daun salam, setelah diinduksi

diukur kadar glukosa nya dengan menggunakan alat glukometer di ambil

sedikit darah pada hewan coba dan diletakkan pada strip, kemudian strip di

letakkan pada glukometer agar dapat dihitung kadar glukosanya.

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka diperoleh

setelah diinduksikan NaCMC tidak menunjukkan adanya penurunan kadar

glukosa yaitu kadar glukosanya dari 122 mg/dl , 182 mg/dl hingga 244 mg/dl

hal ini karena NaCMC hanya digunakan sebagai pembanding dan memang

tidak memiliki efek terapi, untuk metformin, setelah diinduksikan tidak

memberikan efek dalam menurunkan kadar glukosa secara signifikan yaitu

kadar glukosanya dari 227 mg/dl hingga 272 mg/dl, oleh karena itu obat

metformin memiliki efektivitas yang kurang baik dalam memberikan efek

antidiabetik, untuk ekstrak daun salam , setelah penginduksian ekstrak

daun salam 250 mg/kg BB untuk mencit 19 gram kadar glukosanya dari 575

mg/dl menurun menjadi 303 mg/dl yang berarti memiliki potensi sebagai

antidiabetik, namun untuk mencit 27 gram kadar glukosanya dari 198 mg/dl

hingga 204 mg/dl , yang berarti kurang berpotensi dalam menurunkan kadar

glukosa , untuk ekstrak daun salam 500 mg/kg BB, setelah diinduksikan
19

untuk mencit 19 gram kadar glukosanya dari 241 mg/dl hingga 392 mg/dl

sedangkan pada mencit 23 gram kadar glukosanya dari 248 mg/dl hingga

276 mg/dl yang berarti yang berarti ekstrak daun salam konsentrasi 500

mg/kg BB kurang berpotensi dalam menurunkan kadar glukosa darah,

untuk ekstrak daun salam dengan konsentrasi 750 mg/kg BB setelah

diinduksiakan untuk mencit 20 gram kadar glukosanya dari 248 mg/dl

menurun menjadi 192 mg/dl, sedangkan untuk mencit 19 gram kadar

glukosanya dari 270 mg/dl menurun menjadi 151 mg/dl, yang berarti ekstrak

daun salam dengan konsentrasi 750 mg/kg BB berpotensi dalam

menurunkan kadar glukosa darah, dari data-data diatas dapat disimpulkan

bahwa ekstrak daun salam memiliki potensi sebagai obat antidiabetik

karena rata” disetiap konsentrasi ekstrak daun salam yang diinduksikan

terutama pada konsentrasi 750 mg/kg BB dapat menurunkan kadar glukosa

, dan pada konsentrasi 250 mg/dl memberikan penurunan kadar glukosa

secara signifikan yaitu dari 575 mg/dl menjadi 303 mg/dl dimana memilik %

penurunan sebanyak 47,30 %

Berdasarkan data yang telah di peroleh dapat disimpulkan bahwa

ekstrak daun salam memiliki potensi sebagai obat antidiabetes karena

disetiap konsentrasi ekstrak daun salam yang diinduksikan dengan awal

konsentrasi 750 mg/kg BB dapat menurunkan kadar glukosa , dan pada

konsentrasi 250 mg/dl terjadi penurunan kadar glukosa secara signifikan

yaitu dari 575 mg/dl menjadi 303 mg/dl dimana memiliki % penurunan

sebanyak 47,30 %.
20

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil percobaan yang telah diklakukan dapat disimpulkan

bahwa, ekstrak daun salam (Syzygium polyanthum) yang digunakan dalam

percobaan diabetes mellitus memberikan hasil yang signifikan dapat

menurunkan kadar glukosa pada hewan coba mencit

B. Saran

Adapun yang menjadi saran dari percobaan ini yaitu agar dalam

pelaksaana praktikum tingkat ketelitian dalam melakukan suatu percobaan

dapat lebih ditingkatkan lagi. Agar kesalahan yang dilakukan pada saat

percobaan dapat diminimalisir.


21

DAFTAR PUSTAKA

Anonim 2018, Penuntun Farmakologi dan Toksikologi 1, Universitas


Muslim Makassar: Makassar.
Ditjen POM 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Depkes RI: Jakarta.
Ditjen POM 1995, Farmakope Indonesia Edisi V, Depkes RI: Jakarta.
Dalimartha,S.,2005,Ramuan Tradisional Untuk Pengobatan Diabetes
Mellitus, Penerbit Penebar Swadaya: Jakarta.
Ganiswara. 2003. Farmakologi dan Terapi Edisi V. UI. Press : Jakarta.
Guyton dan Hall.,1997, Fisiologi Kedokteran Edisi 9 terjemahan oleh Irawati
Setiawan, LMA Ken Arinata Tengadi, dan Alex Santoso, EGC:
Jakarta.
Malole. 1989. Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan Di Laboratorium. IPB
: Bogor.
Supraptono Djajadirana. 2000. Klasifikasi tumbuhan. Cetakan pertama. PT.
RajaGrafindo Persada: Jakarta.
Tan Hoan, Tjay, dkk. 2002. Obat-Obat Penting edisi V. PT. Gramedia :
Jakarta
Katzung.G.B. 2013. Farmakologi Dasar Dan Klinik. Salemba
Medika : Jakarta.
Mycek, Marry. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi II. PT. Widya
Medika : Jakarta.
22

LAMPIRAN

1. Skema Kerja :

Perlakuan hewan coba dengan metode toleransi glukosa

Disiapkan hewan coba mencit

Diinduksi glukosa 10% secara oral

Setelah 15 menit, diukur kadar glukosa darah mencit

Diberikan obat

Na-CMC Metformin Ekstrak 250mg Ekstrak 500 mg Ekstrak 750 mg

Diukur kadar masing-masing mencit pada menit ke 30’ dan 90’

2. Gambar :

Probandus mencit (Mus musculus)


23

3. Perhitungan % Penurunan Glukosa


1. NaCMC

(kadar awal - kadar terapi setelah menit ke-30)


% Penurunan = x 100 %
kadar awal

= -49,18 %

(kadar awal - kadar terapi setelah menit ke-90)


% Penurunan = x 100 %
kadar awal

= -100 %

2. Metformin

(kadar awal - kadar terapi setelah menit ke-30)


% Penurunan = x 100 %
kadar awal

= -19,82 %

3. Ekstrak daun salam 750 mg/kg BB

- u/ mencit 20 gram

(kadar awal - kadar terapi setelah menit ke-30)


% Penurunan = x 100 %
kadar awal

= 22,58 %

- u/ mencit 19 gram

(kadar awal - kadar terapi setelah menit ke-30)


% Penurunan = x 100 %
kadar awal

= 44,07 %

4. Ekstrak daun salam 250 mg/kg BB

- u/ mencit 19 gram

(kadar awal - kadar terapi setelah menit ke-30)


% Penurunan = x 100 %
kadar awal

= 47,30 %
24

- u/ mencit 27 gram

(kadar awal - kadar terapi setelah menit ke-30)


% Penurunan = x 100 %
kadar awal

= -3,03 %

5. Ekstrak daun salam 500 mg/kg BB

- u/ mencit 19 gram

(kadar awal - kadar terapi setelah menit ke-30)


% Penurunan = x 100 %
kadar awal

= -62,65 %

- u/ mencit 23 gram

(kadar awal - kadar terapi setelah menit ke-30)


% Penurunan = x 100 %
kadar awal

= -11,29 %
25

LABORATORIUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI III


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

LAPORAN PRAKTIKUM
“DIABETES MELLITUS”

OLEH :
26

NAMA : NURWINDA WIRADA


STAMBUK : 15020160171
KELAS : C8
KELOMPOK : V (LIMA)
ASISTEN : NURCAHYANI

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2018

Anatomi fisiologi, Kelenjar endokrin dan sistem persyarafan, Edisi 2, Cambridge


Communication Limited, EGC, Jakarta, 1998.

You might also like