You are on page 1of 10

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOTEKNOLOGI PERTANIAN
(BAGIAN HPT)

Topik : Peningkatan Kinerja Agen Biokontrol


“Pengujian Efikasi Mutan Trichoderma spp. Dan Fussarium spp.
Sebagai Agen Antagonis Terhadap patogen Colletotricum spp.”

Aulia Fauziah S.E 150510140066


Siti Nurohmah 150510140075
Eva Oktaviani 150510140105
Ai Ening Rostini 150510140109
Imaduddin Muhamad 150510140202

Kelompok: 3

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2016
Judul:
Pengujian Efikasi Mutan Trichoderma spp. Dan Fussarium spp. Sebagai Agen
Antagonis Terhadap patogen Colletotricum spp.
Pendahuluan
Penurunan produksi tanaman dapat disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya adalah serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT).
Serangan OPT dapat disebabkan oleh serangga maupun patogen. Dari
berbagai penyakit tanaman salah satunya merupakan penyakit antraknosa
yang disebabkan oleh kapang Colletrotrichum capsici.
Pengendalian penyakit menggunakan fungisida bubur bordo dan
bubur kalifornia belum memperlihatkan hasil yang signifikan. Kedua jenis
fungisida tersebut memiliki daya hambat saat fase miselium primer dan
sekunder berdasarkan hasil pengujian in vitro. Daya hambat fungisida
menurun saat cendawan membentuk hifa udara dan sporulasi. Menurut
(Sudirman, 2011) Pengendalian secara kimia dengan fungisida tidak
dimungkinkan karena akan mencemari lingkungan tanah dan air. Selain itu
pengendalian kimia tidak ekonomis karena memerlukan fungisida yang
banyak.
Suwahyono (2009), menyatakan bahwa penggunaan pestisida sintetik
dapat membahayakan keselamatan hayati termasuk manusia dan
keseimbangan ekosistem. Oleh sebab itu, saat ini metode pengendalian
telah diarahkan pada pengendalian secara hayati. Trichoderma diketahui
memiliki kemampuan antagonis terhadap cendawan patogen. Trichoderma
merupakan cendawan yang berasosiasi dengan tanaman, sering ditemukan
endofit pada akar dan daun. Cendawan ini adalah mikro-organisme yang
menguntungkan, avirulen terhadap tanaman inang, dan dapat memarasit
cendawan lainnya (Harman et al., 2004) dalam Alfizar (2013).
Saat ini banyak metode yang dapat dilakukan untuk mengisolasi
strain nonpatogenik, diantaranya dengan mengisolasi dari tanah
(Alabouvette & Couteaudier 1992), dari jaringan akar tanaman atau dari tipe
liar (wild type) patogen itu sendiri yang dibuat menjadi mutan melalui
berbagai perlakuan mutasi, misalnya dengan memanfaatkan sinar UV
untuk memutasi strain patogenik (liar) menjadi strain non-patogenik
(mutasian) yang berpotensi menjadi agens pengendali hayati.

2
Bahan dan Metode
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan
Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor. Pengamatan
berlangsung sejak 25 Mei 2016 hingga 30 Mei 2016. Praktikum ini
bertujuan untuk melihat pengaruh daya hambat Trichoderma sp. dan
Fusarrium sp terhadap cendawan patogen yaitu C. capsici. Bahan-bahan
yang digunakan adalah inokulum patogen C. capsici, Inokulum agen
antagonis Trichoderma sp. merupakan koleksi Laboratorium Ilmu Penyakit
Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Inokulum
Trichoderma sp. dan Fusarrium sp. diantagoniskan dengan cendawan
patogen sebagai berikut Trichoderma sp.× Colletotrichum sp. (TC), dan
Fusarrium sp.× Colletrotrichum sp. (FC).
Pengamatan menggunakan empat perlakuan yaitu :
M0 = Kontrol (jamur antagonis tanpa perlakuan radiasi sinar UV)
M1 = pemaparan UV selama 10 menit
M2 = pemaparan UV selama 20 menit
M3 = pemaparan UV selama 30 menit
Persentase hambatan dihitung dari umur 1 HSI sampai 7 HSI. Dengan
menggunakan rumus menurut Nugroho et al., (2001) dalam Supriati et al.,
(2010).
𝑅1−𝑅2
P= 𝑅1
x 100%

P = Persentase penghambatan
R1 = Jari-jari koloni patogen yang berlawanan arah dengan cendawan
antagonis.
R2 = Jari-jari koloni cendawan patogen menuju ke arah cendawan
antagonis.

Gambar 1. Peletakkan inokulum cendawan


Inokulum diletakkan Pada cawan petri berdiameter 9 cm. Untuk masing-
masing pengujian dibuat garis tengah dan diberi dua titik. Jarak antara
keduanya dari tepi cawan yaitu 3 cm.

3
Hasil
(i) Hasil Pengamatan Kelompok
Tabel 1. Hasil pengamatan panjang R1 dan R2 dual kultur antara
Colletroticum spp dengan mutan Trichoderma sp. pada hari ke 1 sampai hari
ke 7
M1 M2 M3 M0
Hari
ke- R1 R2 R1 R2 R1 R2 R1 R2
(cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
1 0.25 0.1 0.2 0.2 0.4 0.3 - -
2 - - - - - - - -
3 1 0.5 1.1 0.6 1.2 0.6 - -
4 1.1 0.5 1.4 0.8 1.4 0.7 - -
5 1.3 0.5 1.5 0.9 1.8 0.9 - -
6 1.4 0.5 1.7 0.9 1.8 1 2.3 1.6
7 1.4 0.5 1.7 0.9 1.9 1 2.3 1.3

Tabel 2. Pensentase Zone hambatan pengujian antagonsime dual kultur


antara Colletroticum sp. dengan mutan Trichoderma sp. pada beberapa
tingkat pemaparan UV
Hambatan pada hari ke- (%) Kemampuan
Perlakuan hambatan
1 2 3 4 5 6 7 (%)
M1 60 - 50 54.5 61.5 64.3 64.3 59.1
M2 0 - 45.5 42.9 40 47.1 47.1 44.52
M3 25 - 50 50 50 44.4 47.4 44.5
M0 - - - - - 30.4 43.5 37.0

Gambar 1. Hasil pengamatan zona hambatan Trichoderma sp. terhadap


Colletrotichum sp.
Har Perlakuan 10’ Perlakuan 20’ Perlakuan 30’
i ke
1

4
3

5
(ii) Hasil kompilasi data kelas
Tabel 3. Data persentasi hambatan jamur antagonis terhadap patogen
Colletotrichum sp.
Kemampuan hambatan (%)
Perlakuan
Kel 1. (TC) Kel 2. (TC) Kel 3. (TC) Kel.4 (FC) Kel.5 (FC)
M1 56.3 51.8 59.1 48.7 33.50
M2 49.8 62.8 44.5 -13.3 10.29
M3 43.3 56.1 43.5 -28.1 20.71
M0 37.0 37.0 37.0 37.0 37.0

Pembahasan
(i) Pembahasan kelompok
Berdasarkan data pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa pertumbuhan
persentase hambatan Trichoderma terhadap Colletrotichum cenderung tidak
stabil pada 1 HSI sampai 4 HSI. Hal ini disebabkan karena pada fase
tersebut merupakan fase pertumbuhan dari cendawan antagonis dan
pathogen. Menurut Putra (2013) Fase pertumbuhan cendawan ini terjadi
selama 4 HSI, sedangkan pada 5 HSI telah terjadi penghambatan
pertumbuhan koloni sampai 8 hsi seluruh cawan petri telah ditumbuhi oleh
koloni Trichoderma sp.
Persentase pertumbuhan zona penghambatan yang bervariasi dari 5
sampai 7 hsi menunjukkan keragaman hasil mutasi. Berdasarkan hasil
praktikum presentasi penghambatan Trichoderma sp. terhadap pathogen
Colletrotichum sp. paling tinggi adalah pada waktu radiasi UV 10 menit
(M1), dengan presentasi hambatan dari hari ke 5 sampai hari ke 7 berturut-
turut adalah 61.5 %, 64.3 %, dan 64.3%. Pada hari ke 7 zona
penghambatan sudah terlihat stabil dan petridish sudah hamper dipenuhi
dengan Trichoderma sp. Hal tersebut membuktikan bahwa Trichoderma sp.
dengan perlakuan radiasi 10 menit efektif sebagai pengendalian
Colletrotichum sp. Dari data pada table 2.
Dapat terlihat bahwa Trichoderma sp. yang sudah diberikan
perlakuan radiasi UV selama 20 menit juga menunjukkan peningkatan
persentasi penghambatan mulai hari ke 5 sampai hari ke 7, tetapi lebih
kecil daripada Trichoderma sp. yang sudah diberikan perlakuan radiasi UV
selama 10 menit. Berbeda dengan Trichoderma sp. yang sudah diberikan
perlakuan radiasi UV selama 30 menit, berdasarkan data pada table 2.
terjadi penurunan persentasi penghambatan mulai hari ke 5 sampai hari ke

6
7. Perbedaan ini dapat dikarenakan kemampuan tiap spora dalam
menerima paparan sinar UV berbeda-beda. Selain itu kemampuan setiap
jamur dalam memperbaiki kerusakan selnya akan dapat menjadikan jamur
tersebut semakin tinggi atau semakin rendah patogeniknya (Putra, 2013).
(ii) Pembahasan data kelas
Berdasarkan data pada tabel 3. Dapat kita ketahui bahwa rata-rata
persentasi penekanan yang paling baik adalah pada perlakuan Trichoderma
sp. atau pun Fusarium sp. yang di radiasi dengan sinar UV selama 10 menit.
Rata-rata penekanan jamur antagonis sebagai Agen Bio Kontrol terhadap
pathogen Colletotrichum sp. adalah pada rentang 33 % - 59 %. Pada data
kelas yang disajikan pada table 3. pengamatan dengan perlakuan TC
(Trichoderma sp. X Collletorichum sp.) menunjukkan persentasi hambatan
yang lebih besar dibandingkan dengan perlakuan Fusarium sp. X
colletorichum sp. Hal ini dapat terlihat pula pada data kelompok 4 yang
menunjukkan penurunan persentasi penghabatan yang sangat signifikan
dari setiap beda perlakuan waktu radiasi dengan sinar UV. Bahkan jika
dibandingkan dengan kontrol lebih baik pada perlakuan kontrol.
Baik pada perlakuan Trichoderma sp. X Colletorichum sp. atau pun
Fusarium sp. X Colletorichum sp, mekanisme antagonistik cendawan
antagonis meliputi hiperparasitisme (mikoparasit), antibiosis dan kompetisi.
Sastrahidayat (1992) dalam Supriati (2010), menyatakan bahwa
Trichoderma sp. bertindak sebagai mikoparasit bagi cendawan lain dengan
tumbuh mengelilingi miselium patogen. Mikoparasitisme dari Trichoderma
sp. merupakan suatu proses yang kompleks dan terdiri dari beberapa tahap
dalam menyerang inangnya.

7
Gambar 2. Hasil makroskopis penghambatan trichoderma sp. terhadap
Colletotrichum sp.
Interaksi awal dari Trichoderma sp. yaitu dengan cara hifanya
membelok ke arah cendawan inang yang diserangnya. Ini menunjukkan
adanya fenomena respons kemotropik pada Trichoderma sp. Karena adanya
rangsangan dari hifa inang ataupun senyawa kimia yang dikeluarkan oleh
cendawan inang. Ketika mikoparasit itu mencapai inangnya, hifanya
kemudian membelit atau menghimpit hifa inang tersebut dengan
membentuk struktur seperti kait (hook-like structure), mikoparasit ini juga
terkadang memenetrasi miselium inang dengan mendegradasi sebagian
dinding sel inang. Trichoderma sp. Menghasilkan enzim dan senyawa
antibiosis yang mampu menghambat bahkan membunuh patogen. Senyawa
antibiosis tersebut yaitu gliotoxin, glyoviridin dan Trichodermin yang sangat
berat menghambat pertumbuhan patogen (Alfizar, 2013).
Pada perlakuan isolat mutan fusarium dengan waktu lama radiasi 10
(M1) menit, 20 menit (M2), 30 menit (M3) dan control (M0) masih pada fase
pertumbuhan. Fase ini terjadi selama 4 HSI, sedangkan mulai 5 HSI hingga
8 HSI sudah mulai terjadi peghambatan. Pada perlakuan M1, pada 8 HSI
cawan petri sudah dipenuhi oleh koloni fusarium, sedangkan pada
perlakuan M2, M3 dan M0 perlakuan dalam cawan petri tidak
menunjukkan perubahan yang signifikan, penghambatan yang terjadi tidak
terlihat baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan data pada perlakuan FC M2
dan M3 kelompok 4, persentase penghambatan nya berturut turut -13.3%, -
28.1 %.

Gambar 3. Pengujian antagonis metode dual culture (a) jamur uji belum
mencapai zona hambatan, (b) jamur uji telah mencapai zona hambatan

Perubahan ini dapat dikarenakan kemampuan tiap spora dalam


menerima paparan sinar UV berbeda-beda. Selain itu kemampuan setiap
jamur dalam memperbaiki kerusakan selnya akan dapat menjadikan jamur
tersebut semakin tinggi atau semakin rendah patogeniknya (Putra, 2013).

8
Kesimpulan
Serangan OPT dapat disebabkan oleh serangga maupun patogen.
Dari berbagai penyakit tanaman salah satunya merupakan penyakit
antraknosa yang disebabkan oleh kapang Colletrotrichum capsici.
Penggunaan pestisida sintetik dapat membahayakan keselamatan hayati
termasuk manusia dan keseimbangan ekosistem. Oleh sebab itu, saat ini
metode pengendalian telah diarahkan pada pengendalian secara hayati.
Trichoderma diketahui memiliki kemampuan antagonis terhadap cendawan
patogen. Trichoderma merupakan cendawan yang berasosiasi dengan
tanaman, sering ditemukan endofit pada akar dan daun.
Berdasarkan data dapat dilihat bahwa pertumbuhan persentase
hambatan Trichoderma terhadap Colletrotichum cenderung tidak stabil pada
1 HSI sampai 4 HSI. Hal ini disebabkan karena pada fase tersebut
merupakan fase pertumbuhan dari cendawan antagonis dan pathogen.
Menurut Putra (2013) Fase pertumbuhan cendawan ini terjadi selama 4
HSI, sedangkan pada 5 HSI telah terjadi penghambatan pertumbuhan
koloni sampai 8 hsi seluruh cawan petri telah ditumbuhi oleh koloni
Trichoderma sp.

Daftar Pustaka

9
Alfizar, Marlina, Dan Fitri Susanti. 2013. Kemampuan Antagonis
Trichoderma sp. Terhadap Beberapa Jamur Patogen In Vitro. J.
Floratek 8: 45 -51
Novita, Trias. 2011. Trichoderma sp. dalam Pengendalian Penyakit Layu
Fusarium pada Tanaman Tomat (Trichoderma sp. in Controlling
Tomato Fusarium Wilt Disease). Biospecies, Volume 4 No. 2, Juli 2011,
hlm. 27 – 29.
Putra, Muklis Adi., Hasanuddin dan Lisnawita. 2013. UJI ANTAGONISME
Fusarium oxysporum f.sp. passiflora TIPE MUTASIAN TERHADAP
Fusarium oxysporum f.sp. passiflora TIPE LIAR DI LABORATORIUM.
Jurnal Online Agroekoteknologi ISSN No. 2337- 6597 Vol.2, No.1: 256-
265
Sudirman, Albertus., Christanti Sumardiyono, Dan Siti Muslimah
Widyastuti. 2011. Pengendalian Hayati Penyakit Layu Fusarium
Pisang (Fusarium oxysporum f.sp. Cubense) Dengan Trichoderma Sp.
Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, Vol. 17, No.1, 2011: 31– 35
Supriati, L., R. B. Mulyani. dan Y. Lambang. 2010. Kemampuan
antagonisme beberapa isolat Trichoderma sp., indigenous terhadap
Sclerotium rolfsii secara in vitro. J. Agroscientic. 17(3): 119-122.
Suwahyono, U. 2009. Biopestisida. PT. Niaga Swadaya. Jakarta.

10

You might also like