You are on page 1of 15

PROPOSAL TUGAS AKHIR

(TM 141576)

ANALISIS KEGAGALAN OKSIDASI INTERNAL PADA


SUPERHEATER PADA PLTU SEBALANG

Pengusul:
Wira Hamadri Pratama
02111440000184

Dosen Pembimbing :
Suwarno, ST., MSc., PhD
NIP. 198005202005011003

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2018
I. Pendahuluan
1. Latar belakang
Kebutuhan masyarakat Indonesia akan listrik terus meningkat seiring dengan
bertumbuhnya populasi masyarakat Indonesia. Hal tersebut menyebabkan konsumsi listrik
terus meningkat namun tidak diimbangi dengan jumlah ketersedian listrik yang ada.
Berdasarkan pada Peraturan Presiden RI Nomor 71 Tahun 2006 tanggal 05 Juli 2006 tentang
penugasan kepada PT. PLN Persero untuk melakukan Percepatan Pembangunan Pembangkit
Tenaga Listrik yang menggunakan batubara. Peraturan presiden ini menjadi dasar bagi
pembangunan 10 PLTU di Jawa dan 25 PLTU di Luar Jawa Bali atau yang dikenal dengan
nama Proyek Percepatan PLTU 10.000 MW. Pembangunan proyek PLTU tersebut guna
mengejar pasokan tenaga listrik yang akan mengalami desit sampai beberapa tahun mendatang,
serta menunjang program diversikasi energi untuk pembangkit tenaga listrik ke non bahan
bakar minyak (BBM) dengan memanfaatkan batubara berkalori rendah yang cadangannya
tersedia melimpah di tanah air. Sesuai SK. Direksi No. 024.K/42/DIR/2007 dibentuk Tim
Percepatan Proyek yang salah satunya adalah Tim Percepatan Proyek Pembangkit Luar Jawa
(PPLJ-III). Proyek yang menjadi tanggung jawab tim ini salah satunya adalah PLTU Lampung
(2 x 100 MW). Proyek ini berlokasi di Dusun Sebalang Desa Tarahan Kecamatan Katibung
Kabupaten Lampung Selatan. Kontraktor untuk proyek ini adalah Joint Operation antara PT.
Adhi Karya (Persero)Tbk. dan Jiangxi Electric Power Overseas Engineering Ltd. PLTU di
Lampung di tunjang oleh 2 unit generator yang masing-masing menghasilkan 100 MW. PT
PLN (Persero) Sektor Pembangkitan Sebalang adalah salah satu kegiatan usaha yang dimiliki
PT PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan, mempunyai 2 unit usaha
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berkapasitas 2x100 MegaWatt (MW).
PLTU Sebalang memiliki tiga komponen utama untuk menghasilkan listrik yaitu, boiler,
turbin dan generator. Boiler berfungsi sebagai tungku pemanas yang mengubah air menjadi
uap yang selanjutnya digunakan untuk memutar turbin. Putaran turbin disambungkan dengan
generator yang mengubah energi kinetik dari putaran turbin menjadi energi listrik. Boiler yang
digunakan pada PLTU Sebalang menggunakan tipe CFB (Circulating fluidized Bed). CFB
boiler menggunakan konsep fluidized bed yang mensirkulasikan bed material dari furnace
(ruang bakar) secara kontinu selama proses pembakaran untuk menghasilkan uap yang
digunakan untuk memutar turbin. Terdapat 3 komponen utama pada CFB Boiler yaitu furnace
yang merupakan tempat terjadinya pembakaran, Cyclone merupakan pemisah flue gas (gas-gas
sisa pembakaran ) dan fly ash (debu hasil pembakaran), dan heat recovery area (HRA) yaitu
tempat yang memanfaatkan kalor dari flue gas untuk memanaskan fluida yang mengalir di
setiap tube yang ada.
Dalam pengoperasiannya sering kali ditemukan kerusakan pada beberapa komponen di
PLTU, khususnya pada Boiler. Kerusakan pada boiler dapat mengakibatkan dampak negatif
apabila dilihat dari berbagai aspek, salah satunya masalah defisit listrik serta terhambatnya
pasokan listrik yang terhenti akibat proses perbaikan komponen-komponen yang rusak. Suatu
kerusakan yang terjadi dapat ditelusuri penyebabnya, sehingga dapat dilakukan upaya-upaya
penanggulangan untuk meminimalisasi dampak negatif yang ditimbulkakan dari kerusakan
tersebut.
Salah satu contoh kerusakan pada PLTU Sebalang yaitu seperti pada gambar 1.1 yang
merupakan spesimen Superheater tube yang diambil dari circulating fluidized bed boiler yang
berada pada bagian primary superheater. Dalam kasus ini ditemukan kegagalan pada
superheater berupa kebocoran dikarenakan adanya lubang (leakage) serta penipisan atau
pengurangan ketebalan tube diseluruh permukaan hingga melebihi batas toleransi. Oleh karena
itu, perlu dilakukan penelitian analisa kegagalan untuk menghindari terjadinya kasus kegagalan
serupa di kemudian hari.

2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimana terjadinya kegagalan superheater pada Circulating Fluidized Bed
Boiler
2. Bagaimana terjadinya kegagalan waterwall tube pada Circulating Fluidized
Bed Boiler

3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Mengetahui penyebab terjadinya kegagalan superheater pada Circulating
Fluidized Bed Boiler
2. Mengetahui penyebab terjadinya kegagalan waterwall tube pada Circulating
Fluidized Bed Boiler
II. Tinjauan Pustaka

1. Jenis – Jenis Kegagalan pada Tube Superheater dan Tube Waterwall


a. Korosi
Pengertian korosi menurut NACE (national Assosiation of Corrosion Engineer) adalah
perusakan logam karena interaksi dengan lingkungannya. Korosi merupakan fenomena
alamiah yang tidak dapat dihentikan seluruhnya namun dapat dikendalikan. Selama manusia
masih menggunakan logam sebagai bahan suatu komponen, selama itu pula korosi akan terus
terjadi. Berbagai usaha dan upaya pun dilakukan untuk menanggulangi atau mengurangi laju
korosi yang terjadi. Interaksi logam dan lingkungannya akan mengakibatkan berlangsungnya
reaksi korosi yang menghasilkan produk korosi dan dapat melindungi logam dari serangan
korosi.
Kerusakan suatu material biasanya diidentikan dengan perusakan akibat proses mekanik.
Suatu benda atau material juga bisa dikatakan mengalami kerusakan diakrenakan terbentuknya
produk korosi yang menggurangi massa dan dimensi benda tersebut. Hal ini dapat
menyebabkan benda atau material tersebut tidak berfungsi seperti seharusnya, sehingga dapat
dikatakan rusak[Fontana, 1967].

b. Oksidasi (Oxidation)
Proses oksidasi atau yang lebih sering dikenal dengan high temperature oxidation
adalah proses oksidasi pada temperatur tinggi yang menghasilkan lapisan oksida, dimana
lapisan oksida ini menempel pada permukaan logam. Lapisan oksida yang dihasilkan ada
yangbersifat protektif namun ada pula yang bersifat tidak protektif. Lapisan oksida yang
bersifat protektif berfungsi untuk melindungi logam dari pengaruh media korosif. Adapun
pelindung yang sering digunakan pada dunia industri, seperti Fe3O2, Al2O3, Cr2O3, dan SiO2.
Adapun kriteria-kriteria yang harus dimiliki oleh lapisan oksida pelingdung adalah :
1. Memiliki temperatur cair yang tinggi
2. Memiliki kelekatan yang bagus pada logam yang dilindungi
3. Memiliki stabilitas termodinamika yang baik
4. Memiliki Pilling-Bedworth rasio ≥ 1
Persyaratan diatas harus dimiliki lapisan oksida agar dapat bersifat protektif, sehingga
tidak mengakibatkan kerusakan pada logam yang dilindunginya. Pada beberapa kasus yang
sering terjadi di dunia industri, kerusakan lapisan oksida pelindung dapat disebabkan oleh
beberapa hal berikut :
1. Adanya siklus termal yang menyebabkan lapisan oksida pelindung terkelupas
2. Adanya serangan kimia, yaitu kerusakan karena terjadinya reaksi di bawah endapan yang
menempel pada permukaan logam
3. Adanya peristiwa mekanik, seperti abrasi dan impact
4. Adanya degradasi pada lapisan pelindung, terutama pada saat Cr2O3 teroksidasi menjadi
CrO3 yang mudah menguap

c. Tegangan Akibat Adanya Perbedaan Temperatur


Pemanasan atau pendinginan yang tidak equilibrium pada suatu material akan
menyebabkan terjadinya perbedaan temperatur antara bagian permukaan dan dalam
permukaan. Pada pemanasan, temperatur bagian permukaan akan lebih dulu meningkat,
sehingga cenderung memuai, namun pada bagian dalam permukaan akan cenderung menahan
pemuaian tersebut karena temperaturnya lebih rendah. Hal ini menyebabkan bagian permukaan
menerima tegangan tekan dan bagian dalam permukaan menerima tegangan tarik. Pada
pendinginan, bagian permukaan akan mengalami penurunan tempperatur yang cenderung lebih
cepat dibandingkan di dalam permukaan, sehingga terjadi penyusutan yang lebih besar pada
bagian permukaan. Hal ini menyebabkan bagian permukaan mengalami tegangan tarik
sedangkan bagian dalam permukaan akan mengalami tegangan tekan. Permukaan material
akan mengalami retak (crack) ataupun pecah (rupture) yang disebabkan oleh perbedaan
tegangan pada kedua bagian tersebut yang disertai dengan temperatur operasi yang tinggi.

d. Creep
Saat material diberi beban dalam jangka waktu yang lama, akan menyebabkan
perubahan bentuk yang berangsur-angsur, dan mengalami fracture yang teganganya jauh
berada dibawah ultimate stress nya. Perubahan yang berangsur-angsur, dengan pembebanan
steady force atau steady stress ini disebut creep.
Creep harus dipertimbangkan ketika material yang digunakan mendekati suhu rekristalisasi.
Sebagai contoh, ketika logam dipanaskan diatas suhu 500oC, atau ketika “low melting point
metals” digunakan pada suhu kamar.

e. Fatigue
Fatigue atau kelelahan adalah bentuk kegagalan yang terjadi karena beban
dinamik yang berfluktuasi dibawah yield strength dalam waktu yang cukup lama dan berulang
ulang. Fatigue menjadi 90 penyebab kegagalan pemakaian. Mekanisme dari permulaan retak
umumnya dimulai dari crack initation yang terjadi di permukaan material yang lemag atau
daerah dimana terjadi konsentrasi tegangan di permukaan seperti goresan, lubang, ataupun
notch akibat dari pembebanan berulang. Selanjutnya adalah penyebaran retak yang
berkembang menjadi microcracks. Perambatan atau perpaduan dari microcracks ini kemudia
membentuk macrocracks yang akan berujung pada terjadinya failure. Maka setelah itu,
material akan mengalami apa yang dinamakn pepatahan. Pepatahan terjadi ketika material telah
mengalami siklus tegangan dan regangan yang menghasilkan lerusakan permanen.

III. Metodologi Penelitian

1. Diagram Alir Penelitian


Diagram alir penelitian adalah salah satu metode yang digunakan untuk
menjelaskan langkah – langkah dalam sebuah proses penelitian. Pada penelitian
kegagalan tube superheater dan tube waterwall digunakan diagram alir penelitian untuk
menjelaskan langkah – langkah dalam sebuah proses penelitian yang terlihat pada
gambar 3.2.
Mulai

Identifikasi Masalah

Observasi Lapangan
Studi Literatur
 Bentuk dan Lokasi Kerusakan

Perumusan Masalah dan Tujuan

Pengambilan Data Operasional dan Material

Pengamatan Visual

Pemotongan dan Pengukuran Spesimen

Pengujian Pengujian SEM dan


Pengujian Hardness
Metalografi EDS

Analisa Data

Kesimpulan dan Saran

SELESAI

Gambar 3. 1 Diagram Alir Percobaan.

Diagram alir penelitian akan menunjukkan alur penelitian ini secara sistematis.

Dalam melaksanakan penelitian analisis kegagalan ini, serangkaian kegiatan penelitian


dilakukan menjadi beberapa tahapan agar penelitian ini berjalan dengan baik dan sistematis.
Adapun tahapan-tahapan yang ada pada penelitian analisis kegagalan ini adalah sebagai berikut
:
 Identifikasi Maasalah
Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap Circulating Fluidized Bed Boiler ditemukan
adanya kerusakan pada tubular air prheater. Kerusakan ini terlihat dari adanya
perubahan warna serta adanya penurunan ketebalan dikarenakan korosi seluruh
permukaan dan adanya kegagalan berupa lubang dan pecah pada tube.
 Observasi Lapangan
Observasi lapangan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengumpulkan data-
data awal berupa kondisi aktual yang terjadi dilapangan meliputi lokasi, fungsi, cara
kerja serta foto dari benda kerja yang diteliti untuk membantu merumuskan masalah
pada penelitian analisis kegagalan pada superheater dan waterwall tube pada
circulating fluidized bed boiler.
 Studi Literatur
Studi literatur merupakan proses pencarian informasi terhadap buku dan jurnal yang
terkait dengan kasus kegagalan serupa. Hal ini termasuk mengumpulkan materi kuliah
pendukung untuk digunakan sebagai referensi atau pustaka pada penelitian. Studi
literatur dilakukan terus menerus hingga penelitian selesai.
 Perumusan Masalah dan Tujuan
Setelah melakukan tahapan-tahapan diatas maka tube yang digunakan pada Circulating
fluidized Bed Boiler ditetapkan sebagai objek penelitian ini. Penelitian ini bertujuan
untuk mencari penyebab dan mekanisme terjadinya kegagalan pada tube tersebut.
Perumusan masalah disertai dengan penetapan Batasan masalah untuk memperjelas
lingkup penelitian.
 Pengambilan Data Operasional dan Material
Pengambilan data operasional dan material adalah tahapan yang dilakukan dalam
rangka untuk memperoleh informasi atau data-data yang berhubungan dengan
kegagalan yang terjadi pada tube. Pengambilan data dilakukan dengan mencari rincian
sebagai berikut :
a. Kondisi Operasi, meliputi semua data yang berkaitan dengan pengoperasian tube
didalam boiler, antara lain : temperature, tekanan, dan letak,. Berikut data yang
didapat :
Steam inlet temperature 325.5oC
Steam outlet temperature 380.5 oC
Gas temperature at inlet 572.6 oC
Gas temperature at outlet 474.2 oC
Tube temperature during operational 399.75-476.55 oC
Flue gas pressure 0.098 M Pa
Flue gas 5.5366 Nm3/kg
Flue Gas velocity 9.88 m/s
Water vapour volume 0.8898 Nm3/kg
Allowed tube temperature 480 oC

Tabel 3.1 Data kondisi operasi


b. Media yang mengalami kontak langsung dengan bagian tube yang mengalami
kegagalan. Media dalam dan luar tube meliputi wujud/bentuk fluida yang mengalir
di dalam dan luar tube serta pengaruhnya terhadap sistem.
c. Material tube yang meliputi ukuran, bahan, properties, dan dimensi material.
Berikut hasil pengambilan data tabel.
OD (mm) 42
Thicknes (mm) 6.5
Length (mm) 6
Material ASTM 213 GRADE T2
Design Pressure (Mpa) 10.5
Design Temperature (oC) 570.8
Tabel 3.2 Data dimensi dan material

 Pengamatan Visual
Pengamatan visual dilakukan pada spesimen dengan tujuan untuk menemukan letak
cacat yang terlihat tanpa alat bantu yang kemudian menggunakan bantuan kamera
digital untuk mendapatkan bentuk dan penampakan kerusakan pada bagian dalam dan
luar tube meliputi bentuk dan warna kerusakan. Kemudian spesimen dipotong ke dalam
beberapa sampel. Berikut hasil pengamatan visual :
Gambar 3.1 hasil pengamatn visual sebelum dan sesudah dipotong

 Pemotongan dan Pengukuran Dimensi


Pengukuran dimensi dilakukan untuk mengetahui ukuran serta penipisan yang terjadi
pada spesimen secara akurat dan menyeluruh pada permukaan pipa. Pemotongan
dilakukan dengan cara memotong spesimen menjadi beberapa bagian dengan gergaji
tangan beberapa bagian spesimen. Kemudian potongan-potongan spesimen tersebut
akan dilakukan pengukuran ketebalan dengan menggunakan jangka sorong dari sudut
00 hingga 3150. Hasil pengukuran kemudian dicatat dan dijadikan dalam satu file excel
untuk diolah menjadi data ukuran dari spesimen.
TABEL DATA KETEBALAN
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8
3.9 6.2 5.99 5.5 3.94 5.54 5.7 6.24
Tabel 3.3 Hasil pengukuran ketebalan
 Pengujian Metalografi
Pengujian metalografi bertujuan untuk mengetahui struktur mikro yang terdapat pada
material. Pemeriksaan dilakukan untuk memeriksa ada tidaknya kerusakan struktur
mikro dengan mengetahui bentuk dan profil struktur mikro dari penampang membujur
dan melintang spesimen. Pengujian metalografi diawali dengan beberapa persiapan
yang melipetching menggunakan etchant atau etching reagent yaitu larutan nital
dengan konsentrasi 2%. Setelah itu sampel spesimen akan dilihat dengan mikroskop
elektronik dengan perbesaran 50 hingga 100 kali untuk menganalisa mikro struktur.
Berikut hasil pengamatan metalografi.

Gambar 3.2 Pengamatn metalografi 10x Gambar 3.3 Pengamatn metalografi 100x
pembesaran. pembesaran.
Gambar 3.4 Pengamatn metalografi
50x pembesaran.

 Pengujian Scanning Electron Microscope (SEM)


Pengujian SEM dilakukan untuk mengetahui komposisi dan informasi topografi,
morfologi dan komposisi suatu material. Topografi digunakan untuk menganalisa
permukaan dan tekstur (kekerasan dan reflektivitas). Morfologi digunakan untuk
menganalisa bentuk dan ukuran dari benda sampel. Dan pengujian komposisi suatu
material digunakan untuk menganalisa komposisi dari permukaan benda secara
kuantitatif dan kualitatif. Berikut hasil pengamatan dengan metode scanning electron
microscope.
T1 T2

T3 T4
Gambar 3.5 hasil pengamatan dengan metode scanning electron microscope.
 Pengujian Energy Dispersive Spectroscopy (EDS)
Pengujian EDS dilakukan dengan cara menembakan Sinar X ke posisi yang
ingin diamati komposisinya. Setelah ditembakkan pada posisi yang diinginkan maka
akan muncul puncak – puncak tertentu yang mewakili suatu unsur yang terkandung.
EDS dapat membuat elemental mapping (pemetaan elemen) dengan memberikan
warna berbeda – beda dari masing – masing elemen di permukaan bahan serta untuk
menganalisa secara kunatitatif dari persentase masing – masing elemen. Berikut hasil
uji Energy Dispersive Spectroscopy.

Gambar 3.6 hasil pengujian Energy Dispersive Spectroscopy.

 Pengujian Micro Hardness


Pengujian ini dilakukan dengan cara memberikan tekanan pada setiap titik
dengan mengunakan indentor. Setelah diberikan tekanan pada setiap titik yang
ditentukan, maka akan didapati kekerasan pada seriap titik pada permukaan
spesimen. Cara ini dapat membuat pemetaan kekerasan spesimen dengan
mengetahui kekerasan pada setiap titik yang telah diberikan tekanan. Berikut hasil
dari pegjian micro hardness.

T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8
221 233 154 379 299 192 144 138
345 394 178 424 332 200 147 145
484 404 206 488 372 216 153 149
571 464 213 574 350 231 157 154
675 477 234 658 381 228 164 157
Tabel 3.5 hasil uji micro hardness
2. Fishbone Diagram Kegagalan Superheater Tube
Diagram tulang ikan atau fishbone diagram adalah salah satu metode untuk
menganalisa penyebab dari sebuah masalah atau kondisi. Sering juga diagram ini
disebut dengan diagram sebab-akibat atau cause effect diagram.
Diagram 3.2 Diagram tulang ikan dari kebocoran pada pipa superheater.

IV. Daftar Pustaka


1. Fong-Yuan Ma. Corrosive Effects of Chlorides on Metals. 2012

2. Fontana, Mars : Corrosion Engineering, 2nd ed, Mcgraw- Hill Book Company,
New York, 1967
3.
4. Heng Chen, Peiyuan Pan, Huaishuang Shao, Yungang Wang ⇑ , Qinxin Zhao.
Corrosion and viscous ash deposition of a rotary air preheater in a coal-fired
power plant 2016.
5. Jones, Denny A. 1992. Principle and Preventation of Corrosion 2nd Edition.
USA : Pearson Education
6.
7. Jones, Loyd W. : Corrosion and Water Technology for petrolum Producers.
OGCI Publication Tulsa, 1988
8. National Association of Corrosion Engineer (NACE) : Basic Corrosion course
2400 W,.Loop South Houston Texas 77027
9. Roberge, Pierre R. 2000.Handbook of Corrosion Engineering. New York : Mc
Graw Hil
10. Vainio Emil, Tor Lauren, Nikolai demartini. Understanding low temperature
Corrosion in Recovery Boiler : Risk od Sulphuric acid dew point
11. Movahedi Rad, S S Plasseyed, M Attarian. Failure analysis of superheater tube

You might also like