Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Tarwoto (2012), kelenjar pituitari atau hipofisis terletak pada dasar otak di
bawah hipotalamus dengan ukuran yang kecil, tetapi memproduksi paling banyak jenis
hormon. Hipofisis merupakan pusat pengaturan seluruh fungsi hormon tubuh manusia.
Pengaturan keseimbangan hormon menjadi tumpuan hemoestasis manusia dalam menghadapi
berbagai perubahan lingkungan. Pusat pengaturan hormon terbagi pada bagian anterior dan
posterior hipofisis. Pada bagian anterior berperan dalam pengaturan metabolismeme,
pertumbuhan dan perkembangan sel, perilaku dan reproduksi manusia. Sedangkan pada
bagian posterior berperan dalam kesimbangan cairan dan elektrolit serta produksi air susu
ibu.
Mengingat perannya yang sangat penting dalam pengaturan berbagai fungsi tubuh maka
apabila terjadi gangguan pada pituitari akan berdampak pada sekresi hormon dan fungsi dari
organ terget. Gangguan pada pituitari dapat berupa peningkatan produksi hormon
(hiperpituitari) maupun penurunan produksi hormon (hipopituitari). Gangguan itu sendiri
dapat berasal dari dalam pituitari (disfungsi pituitari primer) ataupun akibat dari luar yang
umumnya dari disfungsi hypothalamus (disfungsi pituitari sekunder).
Terkait perannya yang begitu penting bagi tubuh, oleh sebab itu kami mengangkat
maklah terkait klien dengan gangguan sistem endokrin “Hipopituitarisme”, agar dapat
memberikan informasi terkait penyakit tersebut kepada teman-teman, pengajar bahkan
khalayak banyak.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
C. Rumusan Masalah
Dalam penulisan makalah ini, penyusun membatasi ruang lingkup penulisan yaitu Asuhan
Keperawatan Klien Gangguan sistem Endokrin.
D. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun menggunakan metode deskriftif yaitu dengan
menggambarkan konsep dasasr penyakit hipopituitarisme serta asuhan keperawatannya
dengan literatur yang diperoleh dari buku-buku perpustakaan, internet, dan diskusi dari
kelompok.
E. Sistematika Penulisan
Penyusunan makalah ini terdiri dari IV (empat) bab yang disusun secara sistematis.
Adapun sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I: Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup
penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II: Landasan teoritis, yang terdiri dari definisi, etiologi, maifestasi klinis, patofisiologi,
pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan, dan pencegahan.
BAB III: Asuhan keperawatan, yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana
keperawatan.
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi
Menurut Slyvia (2006), insufisiensi hipofisis pada umunya memengaruhi semua hormon
yang secara hipofisis anterior. Oleh karena itu, manifestasi klinis dari hipopituitarisme
merupakan gabungan pengaruh metabolik akibat berkurangnya sekresi masing-masing
hormon hipofisis.
Kelenjar hipofisis posterior menyimpan dan mengeluarkan dua hormon, hormon anti
deuretik atau vasopresin (ADH) dan oksitosin. Kedua hormon ini di hasilkan oleh
hipotalamus. Organ target hormon ADH atau vasopresi adalah ginjal dan fungsi utamanya
adalah:
b. Meningkatkan permeabilitas tubuh dan ginjal terhadap air sehingga lebih banyak air
yang direabsorbsi.
Hipofisis anterior disebut juga sebagai kelenjar utama karena bersama dengan
hipotalamus mengatur fungsi pengatur kompleks berbagai kelenjar endokrin dalam tubuh.
Hormon hipofisis anterior berada dibawah pengendalian timbal balik melalui kadar hormon
kelenjar target, oleh karena itu kadar hormon hipofisis dalam darah meningkat bila terjadi
kegagalan kelenjar target. Sebaliknya hipofisis anterior, diatur oleh hipotalamus melalui
hormon penghambat dan pelepas-hipotalamus yang dibawa ke hipofisis melalui pembuluh
darah portal hipotalamus dalam jalur hipofisis.
Hipopituitarisme adalah keadaan dimana terdapat defisit atau kekurangan satu, beberapa
atau semua hormon-hormon yang dihasilkan oleh pituitary (Tartowo, 2012). Hipopituitarisme
adalah istilah umum yang mengacu pada setiap bawah fungsi dari kelenjar pituitari. Ini
adalah definisi klinis yang digunakan oleh ahli endokrin dan ditafsirkan bahwa satu atau lebih
fungsi hipofisis kekurangan. Istilah ini dapat merujuk kepada kedua anterior dan kegagalan
kelenjar hipofisis posterior (Pituitary Network Association). Jadi dapat disimpulkan bahwa
hipopituitarisme adalah suatu keadaan dimana terjadinya penurunan satu atau beberapa
hormon yang dihasilkan oleh pituitari sehingga menyebabkan kurangnya hormon yang ada
didalam tubuh, sehingga menyebabkan adanya komplikasi pada seluruh sistem yang ada
didalam tubuh. Hipopituirisme biasanya terjadi akibat adanya kerusakan atau kegagalan
kelenjar hipofisis anterior maupun posterior.
B. Etiologi
Sejumlah kelainan dapat menyebabkan defisiensi satu atau lebih hormon pituitari atau
hipofise. Kelainan ini dapat bersifat kongenital, traumatik (pembedahan hipofise, iradiasi
kranial, cedera kepala), neoplastik (adenoma hipofise yang besar, massa paraselar,
kraniofaringioma, metastase, meningioma, infiltratif (hemokromatosis, hipofisitis limfositik,
sarkoidosis, histiositosis X), vaskuler (apopleksia hipofise, nekrosis postpartum, penyakit sel
sabit) atau infeksi (tuberkulosis, jamur, parasit) (Harrison, 2012). Selain itu, Tartowo (2012)
menyebutkan beberapa penyebab atau etiologi dari hipopituitarisme diantaranya:
1. Adenomas pituitari atau tumor pituitari merupakan penyebab yang paling sering terjadi.
Adanya tumor dapat menekan dan merusak pituitari sehingga fungsinya dapat
terganggu. Namun demikian adenomas pituaitari juga dapat mengakibatkan
peningkatan produksi hormon (hiperpituitari). Hasil penelitian menunjukan bahwa 30%
pada adenomas mengalami defisiensi hormon pitutitary (Jostel A, 2005)
2. Pembedahan atau operasi pituitari. Salah satu resiko operasi pituitari adalah
terganggunya fungsi pituitari, hal ini juga tergantung pada ukuran, jenis tumor derajat
infiltrasi maupun pengalaman dari ahli bedah
3. Kelebihan zat besi, keadaan overload besi misalnya pada thalasemi, transfusi darah akan
mengakibatkan penurunan jumlah sel hipofisis.
4. Karena genetik, hal ini masih belum jelas idiopatik), diduga karena faktor mutasi gen
5. Malnutrisi berat dan kehilanganberat badan yang cepat juga dapat merusak hipofisis
C. Patofisiologi
Menurut Tarwoto (2012), hipopituitarisme dapat disebabkan dari hipofisis itu sendiri
maupun dari hipotalamus. Berkurangnya seluruh hormon pituitari jarang sekali terjadi, yang
paling sering terjadi adalah berkurang nya produksi satu atau sedikit hormon pituitari
diantarnaya ACTH dan TSH. Berkurangnya atau tidak adanya hormon ini akan berakibat
pada insufisiensi pada kelenjar target yaitu kelenjar adrenal dan tiroid.
Pada hipopituitari, manifestasi klinik yang sering muncul adalah menurunnya sistensi
sekresi dan gonadotropin, LH dan FSH. Defisiensi LH dan FSH pada laki-laki
mengakibatkan kegagalan tekstikular yaitu terjadi penurunan produksi terstosteron dari sel
leydig dan menurunnya sprematogenesis dari tubulus seminiferus. Menurunnya produksi
testosteron mengakibatkan lambatnya pubertas dan infertil pada laki-laki dewasa. Pada
wanita defisiensi atau tidak adanya hormon gonatropin mengakibatkan kegagalan, ovulasi
dan kegagalan mempertahankan korpus liteum sehingga wanita menjadi infertile. Difisiensi
LH dan SH dapat juga mengakibatkan kegagalan dalam pembentukan seks sekunder.
Hormon lain yang paling sering terjadi pada gangguan hipopituitari adalah sekresi,
sintesis, pelepasan dari GH sehingga produksi somatomedin. Somatomedin merupakan
hormon yang diproduksi dihati dan di pengaruhi langsung oleh GH. Somatomedin berperan
langsung dalam peningkatan pertumbuhan tulang dan kartilago. Dengan demikian defisiensi
GH atau somatomedin pada anak-anak mengakibatkan penurunan pertumbuhan dan postur
yang pendek.
Hipopituitarisme menunjukan sekresi hormon hipofisis anterior yang rendah, dan
panhipopituitarisme menyatakan sekresi keseluruhan hormon hipofis anterior yang rendah.
Keduanya dapat terjadi karena malfungsi kelenjar hipofisis atau hipotalamus. Akibatnya
meliputi berkurangnya stimulasi organ target endokrin dan defisiensi hormon organ target
dalam derajat tertentu, yang mungkin baru ditemukan setelah tubuh mengalami stres dan
peningkatan sekresi yang diharapkan dari organ target tidak terjadi (Kowalak, 2012).
D. Pathway
Genetik
Adenomas pituitari
Disfungsi hipotalamus
Tumor
Menurut Baradero (2009), manifestasi klinis dari gangguan hipopituitarisme antara lain:
c. Dewasa: wanita (oligomenoria atau amenorea, atrofi uterus dan vagina, potensial
atrofi payudara, acrta hilangnya libido); Pria (hialngnya libido, jumlah sperma
berkurang, gangguan ereksi, testis mengecil, dan rambut tumbuh rontok).
a. Anak-anak
Pertumbuhan lambat, tetapi bagian tubuh proporsional, terlalu banyak jaringan lemak,
tetapi pertumbuhan otot buruk.
3) Emosi labil
4) Manifestasi defisit prolaktin (ibu pascapartum tidak mengeluarkan air susu dan
kadar prolaktin serum kurang)
5. Manifestasi defisit TSH (tanda dan gejala hipotiroidisme serta kadar TSH serum
dan tiroid hormon kurang)
Menurut Slyvia (2006), sindrom klinis yang diakibatkan oleh hipopituitarisme pada
anak-anak dan orang dewasa berbeda. Pada anak-anak, terjadi gangguan pertumbuhan
somatis akibat defisiensi pelepasan GH. Dwarfisme hipofisis (kerdil) merupakan
konsekuensi dari defisiensi tersebut. Ketika anak-anak tersebut mencapai pubertas,
maka tanda-tanda seksual sekunder dan genetalia eksterna gagal berkembang. Selain
itu, sering pula ditemukan berbagai derajat insufisiensi adrenal dan hipotiroidisme
mereka mungkin akan mengalami kesulitan disekolah dan memperlihatkan
perkembangan intelektual yang lamban kulit biasanya pucat karena adanya MSH.
Prolaktin serum yang normal adalah <20 ng/dl. Prolaktin adalah kontrasepsi ilmiah
(menghambat gonatropin-releasing hormon). Prolaktin juga diperlukan untuk laktasi.
Tanda-tanda klasik hiperprolaktin adalah:
2). Ginekomastia, galaktorea serta berkurangnya libido dan ereksi pada pria
Kombinasi pengeluaran susu yang terus menerus dan tidak adanaya menstruasi
galaktore amenore merupakan sindrom endokrin yang relatif sering ditemukan pada
perempuan. Keadaan ini berkaitan dengan peningkatan sekresi prolaktin. Adanya
galaktore biasanya dapat di perhatikan dengan menekan puting susu dengan tangan,
meskipun dapat pula timbul secara spontan, dan dapat bersifat ringan sampai berat.
Peningkatan kadar prolaktin mungkin menyebabkan amenore yang adsa kaitannya
dengan keadaan ini. Proklatin di anggap dapat menghambat sekresi hormon
gonadotropin dengan mengganggu sekresi GnRH dari hipotalamus. Selain itu, prolaktin
dapat menghambat pengaruh gonadotropin terhadap gonad.
Vasopresin arginin (AVP) merupakan suatu hormon antidiuretik (ADH) yang dibuat
di nukleas supraoptik dan paraventrikular hipotalamus bersama dengan protein
pengikatnya, yaitu neurofisin II. Vasopresin kemudian di angkut dari badan-badan sel
neuron tempat pembuatannya, melalui akson menuju ke ujung-ujung saraf yang berada
di kelenjar hipofisis posterior, tempat penyimpanannya. Sekresi AVP di atur oleh
rangsang yang meningkat pada reseptor volume dan osmotik.
Pasien dengan DI mengalami polidipsiab dan poliuria dengan volume urin antara 5
hingga 10 L/hari. Kehilangan cairan yang banyakn melalui ginjal ini dapat
dikompensasi dengan minum banyak cairan. DI sentral diobati dengan AVP. Preparat
yang paling sering di pakai adalah 1-desamino-8 D-arginin vasopresin (DDAVP),
diberiakn intranasal atau oral dan memiliki jangka waktu kerja dari 12-24 jam. AVP
tidak efektif pada pasien dengan DI nefrogenik. SIADH biasanya ditemukan menyertai
penyakit-penyakit hipotalamus atau paru atau terjadi setelah pemberian obat. Pasien
akan mengalami sindrom hipoosmolar dengan kelebihan dan gangguan retensi air.
Gejala-gejalanya merupakan akibat adanya hiponatremia berat dan menyerang sistem
saraf pusat sehingga pasien mudah marah, kekacauan mental, kejang, dan koma
terutama bila natrium dalam serum di bawah 120 mEq/L. Osmolalitas serum rendah,
dan osmolalitas serum. Pengobatan SIADH di dasarkan pada pembatasan pemberian
air, yaitu kurang dari 1000 ml/hari dan pemberian 3%-5% larutan NaCl yang di campur
dengan furosemid. Diuretik ini akan menginduksi pengeluaran cairan dan NaCl, yang
disimpan dalam dalam bentuk hipertonik. Demeklodiklin, suatu obat yang secara
langsung menghambat efek vasopresin pada tingkat tubulus ginjal, dapat dipakai
dengan efektif untuk memperbaiki hipoosmolalitas yang terjadi akibat adanya SIADH
(Sylvia, 2006)..
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
2. Foto X-rays
Foto X-rays biasanya kurang baik untuk pencitraan jaringan lunak, sehingga sudah
digantikan oleh CT-scan dan MRI. CT-scan cukup spesifik dan dapat mendeteksi tumor
dengan klasifikasi, namun detailnya masih kalah jika dibandingkan dengan MRI. CT-
scan lebih baik dalam memperlihatkan struktur tulang dan klasifikasi pada jaringan
lunak daripada X-Rays dan MRI. CT-scan berguna jika terdapat kontra indikasi
terhadap penggunaan MRI, seperti pasien dengan pacu jantung kelemahan CT-scan
yang lain adalah pajanan terhadap sinar radiasi yang tinggi. Hal-hal inilah yang
membuat MRI merupakan modalitas terpilih untuk pencitraan hipofisis.MRI lebih
mahal jika dibandingkan dengan CT-scan, namun memberikan gambaran yang lebih
jelas terhadap struktur jaringan lunak dan pembuluh darah, selain itu juga tidak terjadi
pajanan terhadap radiasi pengion. Resolusi yang tinggi membuat MRI dapat mengenali
lesi kecil dan dapat diperlihatkan pula hubungannya dengan struktur sekitar.
Sensitivitas MRI untuk mendeteksi mikroadenoma (yang dibuktikan dengan operasi)
mencapai 100%, jauh lebih baik jika dibandingkan dengan CT-scan yang hanya
mencapai 50%. Spesifitas dan sensitivitas MRI mencapai 90% pada tumor sekretori.
Pemberian gadolinium diethylenetriamine pentaacetic acid (DTPA) meningkatkan
tingkat deteksinya. Angiografi cerebral tidak dikerjakan secara rutin, dan hanya
dikerjakan jika dicurigai terdapat lesi vaskuler.
H. Penatalaksanaan
Menurut Tarwoto (2012), beberapa jenis terapi hipopituitarisme yang dapat dilakukan
diantaranya adalah:
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Menurut Tarwoto (2012), pengkajian pada gangguan kelenjar pituitari sering mengalami
kesulitan karena tanda dan gejalanya sangat bervariasi. Hampir seluruh sistem tubuh
mengalami gangguan akibat pengaruh dari hromon, sehingga tanda dan gejala ada yang
spesifik dan tidak spesifik. Untuk membantu mengidentifikasi gangguan pituitari maka
diperlukan pengkajian riwayat keperawatan tanda dan gejala spesifik dan tes diagnostik.
1. Riwayat Kesehatan
2. Riwayat Keluarga
Perlu dikaji riwayat keluarga yang berkaitan dengan penyakit endokrin misalnya
riwayat penyakit diabetes melitus, penyakit tiroid, hipertensi, hipotensi, gangguan
pertumbuhan dan perkembangan, tumor otak.
3. Keluhan Utama
Keluhan pasien pada gangguan pituitari ada yang bersifat umum dan khusus.
a. Gejala Umum
1) Adanya kelemahan
2) Nyeri kepala
3) Depresi
4) Gangguan tidur
b. Gejala Spesifik, yang terkait sesuai dengan jenis hormon yang mengalami gangguan,
namun secara spesifik dapat dilihat dari berbagai sistem tubuh:
1) Perubahan tanda vital, peningkatan suhu tubuh dan nadi terjadi pada pasien
dengan hipertiroid, penurunan suhu tubuh dan nadi lambat biasanya terjadi pada
hipotiroid. Tekanan darah mungkin turun pada insufisiensi ADH karena dehidrasi
dan meningkat pada over produksi ADH.
5) Perkemihan, adanya batu ginjal pada hiperparatiroid, sering miksi pada gangguan
ADH, diabetes insifidus.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum, kaji kesadaran pasien, memori dan pola komunikasi. Observasi
postur, proporsi tubuh, ukuran tubuh, berat badan dan tinggi badan. Observasi tanda-
tanda kecemasan.
b. Tanda vital, kaji perubahan tanda vital, peningkatan suhu tubuh, nadi, pernapasan,
nadi dan perubahan tekanan darah sering terjadi pada pasien dengan gangguan tiroid.
c. Kaji warna, pigmentasi, strie, ekimosis. Palpasi keadaan kulit, tendernes, tekstur,
turgor.
d. Pemeriksaan kepala, catat keadaan kepala, bentuk dan proporsi kepala, catat adanya
ukuran penurunan bibir dan hidung, penonjolan rahang, keadaan kulit kepala,
keadaan rambut kepala. Observasi ekspresi wajah, tanda- tanda kecemasan dan
depresi.
e. Pemeriksaan mata, lihat dan palpasi alis mata, distribusi rambut, observasi posisi
mata, kesimetrisan, ketajaman, pergerakan bola mata, keadaan bola mata (adakah
eksotalmus), lapang pandang, kelemahan palpebra.
f. Pemeriksaan mulut, catat adanya pertumbuhan gigi yang tidak rata, inspeksi warna
mukosa mulut dan ukuran lidah.
g. Pemeriksaan leher, perhatikan bentuk kesimetrisan dan posisi garis tengah trakea,
palpasi adanya pembesaran kelenjar tiroid. Obeservasi adnya kesulitan menelan,
nyeri menelan dan perubahan suara.
h. Pemeriksaan dada, inspeksi pergerakan dada dan payudara, palpasi pengembangan
dada dan taktil fremitus, auskultasi bunyi nafas dan suara jantung. Observasi adanya
pernapasan cepat dan dangkal, atropi mamae pada wanita dan ginekomastia.
j. Pemeriksaan genitalia, catat adnya atropi testis, klitoris, distribusi rambut pubis.
B. Diagnosa Keperawatan
C. Rencana keperawatan
Tujuan:
a. pasien akan beradaptasi dengan keletihan, yang dibuktikan oleh toleransi aktivitas,
ketahanan, dan status nutrisi : energi, dan energi psikomotor.
b. pasien akan menunjukan penghematan energi dibuktikan oleh indikator berikut
(sebutkan 1-5: tidak ada, jarang, kadang-kadang, sering atau selalu menunjukan)
Kriteria Hasil:
d. Istirahat cukup
Intervensi:
d. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
2. Gangguan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d menurunnya metabolisme rate
Tujuan:
Menunjukan status gizi : asupan makanan dan cairan, yang dibuktikan oleh indikator
sebagai berikut (sebutkan 1-5: tidak adekuat, kurang adekuat, cukup adekuat, adekuat, atau
sangat adekuat) : asupan makanan dan cairan melalui oral [tidak berlebihan] .
Kriteria Hasil:
b. Pasien menunjukan pilihan yang tepat dari makanan atau perencanaan menu dengan
tujuan penurunan berat badan
Intervensi:
a. Modifikasi Perilaku: Memfasilitasi perubahan perilaku
b. Manajemen gangguan makan: Mencegah dan menangani pembatasan diet yang sangat
ketat dan aktivitas berlebihan atau memasukkan makanan dan minuman dalam jumlah
banyak kemudian berusaha mengeluarkan semuanya
c. Manajemen nutrisi: Membantu atau menyediakan asupan makanan dan cairan dengan
diet seimbang
d. Konseling nutrisi: memberi bantuan dengan proses interaktif yang berfokus pada
kebutuhan untuk modifikasi diet
e. Pemantauan nutrisi: Mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk mencegah atau
meminimalkan kurang gizi
f. Bantuan menurunkan berat badan: Memfasilitasi penutunan berat badan dan lemak
tubuh
Tujuan:
b. menunjukan fungsi seksual, yang dibuktikan oleh indikator berikut (sebutkan 1-5: tidak
pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu): mencapai rangsangan seksual.
Kriteria hasil:
c. Fungsi seksual: integrasi aspek fisik, sosio emosi, dan intelektual ekspri dan performa
seksual
d. Menunjukkan pemulihan dari penganiayaaan: seksual
Intervensi:
Tujuan:
a. Gangguan citra tubuh berkurang yang dibuktikan oleh selalu menunjukan adaptaasi
dengan ketunadayaan fisik, penyesuian psikososial: perubahan hidup, citra tubuh
positif, tidak mengalami keterlambatan dalam kembangan anak, dan harga diri positif.
b. Menunjukan citra tubuh, yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut : (sebutkan 1-5:
tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu ditampilakan) kesesuaian antara
realitas tubuh, ideal tubuh, dan perwujudan tubuh.
Kriteria hasil:
Intervensi:
a. Kaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadp tubuhnya
b. Monitor frekuensi mengkritik dirinya
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada keadaan normal hormon-hormon pituitari selalu diproduksi kecuali hormon PRL dan
oksitosin yang diproduksi pada saat-saat tertentu seperti pada saat kehamilan, persalinan dan
masa menyusui. Kegagalan produksi seluruh hormon dari pituitari disebut Panpituitarisme.
Hipopituitarisme adalah keadaan dimana terdapat defisit atau kekurangan satu, beberapa atau
semua hormon-hormon yang dihasilkan oleh pituitari. Adapun beberapa penyebab
hipopituitarisme diantaranya adalah:
3. terapi radiasi
6. karena genetik
9. malnutrisi berat
Adapun tanda dan gejala hipopituitarisme tergantung dari jenis hormon yang berkurang,
dimana mengakibatkan kelemahan, keletihan, menurunnya libido, pertumbuhan menjadi
lambat, mengakibatkan diabetes melitus (DM) dan lain sebagainya. Selain itu ada beberapa
hal yang dapat dilakukan diantaranya berikan cortison acetat, hidrokortison atau prednisone,
pemberian tiroksin, pemberian estrogen, progesteron pada wanita dan testosteron pada laki-
laki. Berikan levodopa, insulin atau bromocriptine.
B.Saran
Dengan mengetahui dampak dari menurunnya atau hilangnya produksi dari kelenjar
pituitari, maka hendaklah kita untuk selalu waspada terhadap faktor-faktor resiko yang ada.
Sebagai tenaga kesehatan, kita dituntut undtuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang
maksimal guna untuk membantu klien agar tetap dapat menerima bagaimanapun keadaaan
yang ia alami. Memprioritaskan setiap asuhan keperawatan akan membuat klien lebih mudah
dalam menjalankan setiap prosedur keperawatan. Oleh karena itu, kita harus paham dan
mengerti, gangguan seperti apakah yang dialami klien, agar kita dapat memberikan asuhan
keperawatan yang tepat pula.
Daftar Pustaka
Sudoyo W. Aru dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Edisi 4.
Jakarta: InternaPublishing
Baradero Mary dkk. 2009. Seri Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Nurarif Huda Amin dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
Nanda. Yogyakarta: Mediaction
2013. http://pituitary.org/knowledge-base/disorders/hypopituitarism