Professional Documents
Culture Documents
BAB I
TINJAUAN TEORITIS
1.1.1 Pengertian
Fraktur Femur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang pada bagian kaput, kolum atau
trakhanterik femur yang terkena ( Brunner & Suddarth, 2001)
Fraktur/ patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang/ tulang rawan yang umumnya disebabkan
oleh ruda paksa (Doengoes, E. Marilyin, 2000)
Femur atau tulang paha adalah tulang terpanjang dari tubuh. Tulang itu bersendi dengan asetabulum
dalam formasi persendian panggul dan dari sini ia menjulur medial ke lutut dan membuat sendi dengan
fibra. Tulangnya berupa tulang pipa dan mempunyai sebuah batang dan dua ujung
Ujung atas memperlihatkan sebuah kepala yang menduduki dua pertiga dari daerah itu. Di puncaknya
ada lekukan seperti bentuk kulit telur dengan permukaan kasar, untuk kaitannya ligamentum teles.
Dibawah kepala ada leher yang panjang dan gepeng. Pada dataran, ditempat leher menjadi batang,
disebelah luar terdapat trokhanter mayor dan disebelah belakang dan tengah terdapat trokhanter
minor.
Pada dasar leher dari tulang ada dua garis yang menghubungkan trokhanter mayor dan minor yaitu garis
intertrokhanter di depan, dan kista intertrokhanter di sebelah belakang. Yang terakhir ditandai oleh
sebuah tuberkel dari lubang yaitu kwadratum di pertengahan panjangnya. Batang femur berbentuk
silinder, halur dan bundar di depan dan di sisinya. Melengkung ke depan dan belakangnya ada belebas
yang sangat jelas disebut linea aspera, tempat kaitan sejumlah otot diantaranya adduktor dari
paha.(Peace, Evelyn :1999)
Fisiologi
Fungsi tulang :
b. Tempat melekatnya otot dan untuk pergerakan tubuh dengan perantaraan otot
Klasifikasi tulang:
a. Berdasarkan bentuknya
- Tulang panjang, bentuknya panjang seperti pipa contoh: tulang humerus, tulang tibia, tulang
femur
- Tulang pendek, bentuknya pendek dan tidak teratur, contoh: tulang vertebra
b. Berdasarkan strukturnya
- Jaringan tulang muda yaitu jaringan yang lebih dekat dari jaringan ikat biasa, sel-selnya disebut
kondrosit dan sel yang masih muda disebut kondroblas.
- Jaringan tulang keras. Bersifat sangat keras, tidak dapat dipotong dengan pisau karena banyak
mengandung zat kapur.
1.1.3 Etiologi
a. Trauma
c. Deformitas
d. Krepitasi
f. Spasme otot
1) Kehilangan sensori
3) Hypovolemik shock
h. Pemendekan ekstremitas
a. Komplikasi segera
1) Kerusakan arteri dapat berupa terputusnya arteri, spasme arteri, penekanan arteri dan trombosisi
arteri
2) Sindrom kompertemen dibentuk oleh otot, tulang, saraf dan pembuluh darah dan dibungkus oleh
membran fibrosa. Kompartemen adalah ruangan yang tertutup. Karena adanya trauma, edema,
perdarahan menyebabkan tekanan pada otot, saraf dan pembuluh darah. Kompartemen sindrom adalah
nyeri istemik yang tidak dapat hilang dengan narkotika
3) Embili lemak, jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi yang fatal dan menyebabkan kematian
sebesar 20 % dari seluruh kematian akibat fraktur. Emboli berasal dari lemak sumsum tulang dan
jaringan lemak. Kemudian melalui robekan vena masuk ke sirkulasi vena paru-paru, bersama lemak
globules melewati kapiler paru masuk ke sirkulasi sistemik dan menuju ke otak, ginjal, jantung dan kulit
5) Syock, fraktur dapat merusak pembuluh darah, resiko terjadi pada tulang femur dan tulang pelvis.
b. Komplikasi lanjut
1) Mal union adalah keadaan dimana fraktur sembuh pada saatnya tetapi terdapat deformitas yang
terbentuk angulasi, rotasi, kependekan.
2) Delay union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3-5 bulan
3) Non Union apabila fraktur tidak sembuh antara 6-8 bulan dan tidak didapatkan konsiliasi
1.1.6 Patofisiologi
Fraktur terjadi karena disebabkan oleh trauma langsung dan tidak langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh
dari ketinggian), adanya kelainana pada tulang (seperti infeksi pada tulang dan tumor tulang),
degenerasi akibat proses kemunduran fisiologis dan jaringan tulang tiu sendiri, spontan yang terjadi
karena tarikan otot yang sangat kuat. Ketika sebuah tekanan mengenai tulang dan kekuatan tersebut
tidak dapat diabsorbsi oleh tulang, tendon dan otot maka terjadi fraktur. Pada saat tulang fraktur
periosteum dan pembuluh darah di kortex, sumsum tulang dan jaringan lunak sekitar menjadi rusak.
Perdarahan terjadi dari ujung yang rusak dan dari jaringan lunak sekitar (otot). Kemudian hematom
terbentuk dalam medullary canal, antara ujung daerah fraktur dan dibawah periosteum. Jaringan tulang
dengan segera mendekatkan kepada daerah tulang yang mati. Jaringan nekrotik ini menstimulasi respon
imflmasi ditandai dengan vaso dilatasi, eksudasi plasma, lekositosis dan infiltrasi dari sel darah putih
kemudian mengakibatkan penekanan saraf dan otot yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman,
nyeri pada seseorang dan juga terjadinya spasme otot yang dapat menimbulkan kontraktur sehingga
akan menimbulkan gangguan mobilitas fisik dan gangguan integritas pada kulit.
WOC
1.1.8 Akibat pukulan langsung
Spontan
Luka
Perdarahan
Hipovolemia
Putus
Reseptor nyeri
Terbuka
Tertutup
Hemation
Tulang sensori
MK : Defisit volume cairan
Nyeri
MK : Resti infeksi
Inflamasi
Bengkak
Spasme otot
Kontraktur/ mobilitas
Parestesia
(kesemutan)
Kontraktur
Jaringan lunak
Pembuluh Darah
Serabut Saraf
Perostium
Kortek tuang
Sumber : Prince, Silvia. 1995 : 2 Patofisiologi, WOC : Jakarta : EGC
3) Hair line fraktur : Garis tulang hampir tidak tampak sehingga bentuk
a. Greenstick, yaitu fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedangkan sisi yang lainnya
membengkak
c. Oblik, yaitu fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang (lebih tidak stabil dibanding
transversal)
f. Depresi, yaitu fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam (sering terjadi ada tulang
tengkorak dan tulang wajah)
g. Kompresi, yaitu fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)
h. Patologik, yaitu fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit paget,
metastatis tulang, tumor)
i. Avulse, yaitu tertariknya fragmen tulang oleh ligament atau tendo pada perlekatannya
k. Inpaksi, yaitu fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma
yaitu
- Fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya
- Fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan sub cutan
- Fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam/pembengkakan yang nyata
dari ancaman sindroma kompartemen.
a. Fraktur klavikula
Merupakan cedera yang sering terjadi akibat jatuh atau hantaman langsung ke bahu.
Fraktur humerus proksimal dapat terjadi pada kolum anatomikum maupun sirurgikum humeri. Kolum
anatomikum humeri terletak tepat di bawah kaput humeri. Kolum sirurgikum humeri terletak di bawah
tuberkulum.
Paling sering disebabkan oleh trauma langsung yang mengakibatkan fraktur transversal, oblik atau
kominutif. Gaya memutar tidak langsung yang menghasilkan fraktur spiral.
d. Fraktur pada siku
Fraktur humerus distal akibat kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh dengan siku menumpu (dengan
posisi ekstensi atau fleksi) atau hantaman langsung.
Fraktur kaput radi, sering terjadi biasanya akibat jatuh dan tangan menyangga dengan siku ekstensi.
Fraktur batang radius dan ulna, fraktur pada batang lengan bawah biasanya terjadi pada anak-anak. Baik
radius maupun ulna dapat mengalami patah pada setiap ketinggian
Fraktus radial distal (fraktus colles) merupakan fraktur yang sering terjadi dan biasanya terjadi akibat
jatuh pada tangan dorsifeksi terbuka
g. Fraktur Tangan
h. Fraktur pelvis
Tulang sacrum, ilium, pubis dan iskium yang mem.bentuk tulang pelvis, yang merupakan cincin tulang
stabil dan menyatu pada orang dewasa. Fraktur pelvis dapat disebabkan karena jatuh, kecelakaan
kendaraan bennotor atau cedera remuk
i. Fraktur pinggul
Ada dua tipe utama fraktur pinggul : Fraktur intrakapsuler adalah fraktur kolum femur. Fraktur
ekstrakapsuler adalah fraktur daerah trokhanterik (antara basis kolum dan trankhanter minor femur)
dan daerah subtrankhanterik
b. Skan tulang, tomogram, skan CT/ MRI : memperlihatkan fraktur ; juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse multiple, atau cedera
hati
Penatalaksanaan :
Merupakan tahap pengkajian pada penegakan diagnosa fraktur, meliputi pengkajian riwayat pasien,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik (X-Ray, CT Scan dan psikososial).
Perawatan Post Op
a. Reduksi
Adalah tindakan memperbaiki kesegarisan tulang. Reduksi dibagi menjadi 2 yaitu : Reduksi terbuka dan
reduksi tertutup. Reduksi terbuka merupakan tindakan mereposisi tulang dengan tindakan
pembedahan. Sedangkan reduksi tertutup adalah tindakan mereposisi tulang tanpa tindakan
pembedahan.
b. Retensi
Adalah tindakan mengimmobilisasi fragmen tulang yang fraktur retensi / fiksasi terbagi menjadi fiksasi
internal dan ekstemal. Fiksasi internal contohnya plate screw, nail, wire, prosthesis. Fiksasi eksternal
contohnya gips, ekstemal fixator.
c. Rehabilitasi
Tujuan dari fase ini adalah mengembalikan tulang pada fungsi semula. Kegiatan yang dilakukan pada
fase ini adalah ROM pasif atau aktif. Penguatan otot dan juga proses penyembuhan fraktur.
Penatalaksanaan Medis
a. Pembidaian
Bagian yang sakit harus dimobilisasi dengan menggunakan bidai pada tampak yang pada luka sebelum
memindahkan klien, pembidaian mencegah luka dan nyeri yang lebih jauh dan mengurangi
kemungkinan adanya komplikasi seperti sindrom emboli lemak.
b. Gips
Pemberian gips merupakan perawatan utama, setelah reduksi tertutup dalam perbaikan fraktur yang
melewati sendi di atas dan di bawah yang bertujuan untuk mempertahankan posisi fragmen fraktur.
c. Traksi
Merupakan upaya yang menggunakan kekuatan tarikan untuk meluruskan dan imobilisasi fragmen
tulang, mengendorkan spasme otot dan memperbaiki kontraktur sendi, kelainan bentuk dan dislokasi.
a. Pembersihan luka yaitu perlu dilakukannya debridement yang adekuat sampai ke jaringan yang
vital dan bersih.
b. Eksisi fragmen patahan tulang dan menggantinya dengan prosthesis, yang dilakukan pada patah
tulang kolum femur
Tulang dapat beregenerasi, tidak seperti beberapa jaringan tubuh yang lain. Penyembuhan fraktur
terjadi oleh pembentukan jaringan tulang yang baru bukan oleh pembentukan jaringan fibrosis yang
tidak spesifik. Tulang Baru dibentuk oleh aktiviasi dari osteoklas dan osteoblas.
Dalam 72 jam hematom dibentuk di daerah fraktur. Tidak seperti hematom yang lain, hematom
yang mengelilingi daerah fraktur tidak diabsorbsi selama penyembuhan. Hematom ini berubah dan
berkembang menjadi jaringan granulasi.
Fase ini berlangsung 3 hari sampai 2 minggu. Di Ujung tulang dari periosteum, endosteum dan
sumsum tulang menyuplai tulang, menyuplai sel-sel yang kemudian berproliferasi dan berdiferensiasi
menjadi fibro kartilag, hialinkartilago dan jaringan penyambung fibrosisis. Jaringan periosteum yang
terkena trauma berfungsi sebagai stimulus untuk proliferasi fibroblast. Osteogenesis berkembang cepat
lapisan dari periosteum meningkat menjauhi tulang. Setelah beberapa hari kombinasi dari peningkatan
perioseteal dan jaringan granulasi membentuk collar/jembatan mengelilingi ujung dari setiap fragmen.
Collar akhirnya berkembang menyatu membentuk jembatan antar tulang.
Terjadi 3 sampai 10 hari setelah trauma jaringan granulasi berubah dan terbentuk prokalus.
Kartilago dan matrik tulang yang baru terbentuk ini melebur melalui jaringan lunak kalus dan bertambah
jumlahnya sampai terbentuknya prokalus. Prokalus terdiri dari anyaman halus lebih besar diameternya
dari tulang biasa. Prokalus melindungi fragmen tulang tetapi belum mempunyai kekuatan. Prokalus
memperpanjang jarak sampai melebihi daerah fraktur dan sebagai penyambung sementara. Pada
fraktur yang uncomplatied prakalus mencapai bentuk maksimal 14 — 21 hari setelah fraktur.
Imobilisasi / posisi tulang sesuai body aligment sangat penting pada fase ini.
Fase IV (Osifikasi)
Kalus permanen yang kuat, akhirnya dibentuk dan menutup gap antara kedua. Osifikasi pertarna
membentuk ekstemal halus (antara periosteum dan kortek), kemudian internal halus (medullary plug)
dan akhimya intermediat halus (antara fragmen kortikal). Pada 3 sampai 10 minggu pada proses
penyembuhan tulang kalus berubah menjadi tulang.
1.2.1 Pengkajian
a. Identitas Klien
Berisikan biodata klien yang berguna dalam membina hubungan saling percaya dengan klien. Berupa
nama, umur, jenis kelamin, tanggal masuk, tanggal didata dan alamat
b. Riwayat Kesehatan Keperawatan
Klien akan mengeluh nyeri pada otot persendian atau tulang, pembengkakan (oedem) dan kelainan
bentuk (deforrnitas), nyeri pada saat digerakkan. Klien juga akan mengalami keterbatasan dalam
pergerakan dan aktivitas yang diiringi dengan perasaan kesemutan.
Kemungkinan adanya kekurangan kalsium, pekerjaan yang beresiko pada terjadinya fraktur, tanyakan
pada klien apakah pemah mengalami fraktur sebelumnya, pernah dilakukan pemijatan dan di operasi.
Selain itu apakah klien pernah mengalami gangguan pada tulang seperti Rheumatoid artritis,
osteomylitis dan ca tulang
Fraktur tidak ada hubungan dengan riwayat kesehatan keluarga, tetapi perlu ditanya apakah ada
anggota keluarga klien yang mengalami gangguan pada tulang seperti Rheumatoid artritis, osteomylitis
dan ca tulang.
Tanda: keterbatasan/ kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur itu sendiri,
atau terjadi secara sekunder dari pembengkakan jaringan, nyeri)
2) Sirkulasi
Tanda: hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon, terhadap nyeri/ ansietas) atau hipotensi
(kehilangan darah)
Penurunan/ tak ada nadi pada bagian distal yang cedera: pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian
yang terkena
3) Neurosensori
Tanda : Deformitas local: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit), spasme
otot, terlihat kelemahan/ hilang fungsi
4) Nyeri/ kenyamanan
Gejala : nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan/ kerusakan
tulang; dapat berkurang pada imobilisasi):
tak ada nyeri akibat kerusakan saraf. Spasme/ kram otot (setelah imobilisasi)
5) Keamanan
Pertimbangan Rencana Pemulangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat: femur 7,8 hari ;
panggul/pelvis, 6,7 hari; lainnya 4,4 hari bila memerlukan perawatan di rumah sakit memerlukan
bantuan dengan transportasi, aktivitas perawatan diri, dan tugas pemeliharaan/ perawatan rumah
d. Data psikologis
Ø Trauma berhubungan dengan factor resiko meliputi kehilangan integritas tulang (fraktur)
Ø Nyeri berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera pada jaringan
lunak, immobilisasi, stress, ansietas ditandai dengan keluhan nyeri, distraksi, wajah menunjukkan nyeri,
perubahan tonus otot, perilaku berhati-hati dan fokus menyempit.
Ø Resiko tinggi disfungsi neuromaskuler perifer berhubungan dengan penurunan/interupsi aliran darah,
cedera vaskuler langsung, edema berlebihan, hipovolimea
Ø Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah,
perubahan membran alveolar, kapiler, edema paru
Ø Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri atau
ketidaknyamanan, terapi restriktif (mobilisasi tungkai) ditandai dengan ketidakmampuan untuk bergerak
sesuai tujuan dalam lingkungan fisik, menolak untuk bergerak, keterbatasan rentang gerak, penurunan
kekuatan / kontrol otot.
Ø Kerusakan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan cedera rusuk fraktur terbuka, bedah
perbaihan (pemasangan traksi, pen, kawat sekrup, perubahan sensasi, sirkulasi, ditandai dengan nyeri,
gangguan permukaan kulit, destruksi lapisan kulit / jaringan)
Ø Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak ada kuatnya pertahanan primer, kerusakan kulit,
trauma jaringan, terpajan pada lingkungan, prosedur invansif.
Ø Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan
kurang terpajan dengan informasi ditandai dengan tidak akurat mengikuti instruksi
Ø Resiko penurunan perkusi jaringan perifer b/d penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk
pengiriman oksigen/nutrien ke sel
52
1.2.4 Implementasi
Setelah rencana keperawatan disusun, langkah selanjutnya adalah menerapkan dalam tindakan
keperawatan yang nyata untuk mencapai hasil yang di harapkan.
1.2.5 Evaluasi
Merupakan bagian akhir dari proses keperawatan untuk menentukan sejauh mana tujuan dapat
dicapai.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif, (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI: Media Aesculiapius
Suddarth, Brunner (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8
Volume 3, Jakarta : EGC