You are on page 1of 16

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN

KEPERAWATAN KELUARGA PADA Bp. W DENGAN


MASALAH KESEHATAN ASMA

Disusun Oleh
Anna Fauziah (06)
Bangkit Andi Kurniawan (12)
Edi Witoko (18)
Kenny Kinnanti (26)
Novia Dewi Lestari (32)
Silvia Rahayu Setyaningsih (40)
Yumna Suci Amalia (47)
Kelompok 6/3D

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO


YOGYAKARTA
2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan
dengan perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan
maupun zat-zat yang ada di dalam makanan. Salah satu penyakit alergi
yang banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma.
Asma adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa
disembuhkan secara total. Kesembuhan dari satu serangan asma tidak
menjamin dalam waktu dekat akan terbebas dari ancaman serangan
berikutnya. Apalagi bila karena pekerjaan dan lingkungannya serta faktor
ekonomi, penderita harus selalu berhadapan dengan faktor alergen yang
menjadi penyebab serangan. Biaya pengobatan simptomatik pada waktu
serangan mungkin bisa diatasi oleh penderita atau keluarganya, tetapi
pengobatan profilaksis yang memerlukan waktu lebih lama, sering
menjadi problem tersendiri.
Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi
(kekerapan penyakit) asma terutama di negara-negara maju. Kenaikan
prevalensi asma di Asia seperti Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea
Selatan juga mencolok. Kasus asma meningkat insidennya secara dramatis
selama lebih dari lima belas tahun, baik di negara berkembang maupun di
negara maju. Beban global untuk penyakit ini semakin meningkat.
Dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas hidup, produktivitas
yang menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya kesehatan,
risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian. (Muchid dkk,2007)

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari asma?
2. Apa saja klasifikasi dari asma?
3. Apa etiologi dari asma?
4. Apa manifestasi klinik asma?
5. Bagaimana patofisiologi asma?
6. Bagaimana pathway dari asma?
7. Apa saja komplikasi asma?
8. Apa pemeriksaan penunjang asma?
9. Bagaimana penatalaksanaan asma?
10. Apa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul?
11. Apa saja intervensi untuk asma?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi dari asma
2. Mengetahui saja klasifikasi dari asma
3. Mengetahui etiologi dari asma
4. Mengetahui manifestasi klinik asma
5. Mengetahui patofisiologi asma
6. Mengetahui pathway dari asma
7. Mengetahui saja komplikasi asma
8. Mengetahui pemeriksaan penunjang asma
9. Mengetahui Mengetahui penatalaksanaan asma
10. Mengetahui diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
11. Mengetahui saja intervensi untuk asma
BAB II
LANDASANTEORI

A. Definisi
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran
napas yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila
terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan
aliran udara terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan
meningkatnya proses radang (Almazini, 2012)
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang
menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat
terjadi pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia, tetapi umumnya asma
lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun dan orang dewasa
pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011)
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang
melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan
peningkatan hiperresponsivitas saluran napas yang menimbulkan gejala
episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk
terutama malam hari dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan
dengan obstruksi saluran napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat
reversibel dengan atau tanpa pengobatan (Boushey, 2005; Bousquet, 2008)
Dari berbagai deinisi diatas dapat disimpulkan bahwa asma bronchial
adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif yang bersifat
reversible, ditandai dengan terjadinya penyempitan bronkus, reaksi obstruksi
akibat spasme otot polos bronkus, obstruksi aliran udara, dan penurunan
ventilasi alveoulus dengan suatu keadaan hiperaktivitas bronkus yang khas
B. Klasifikasi
1. Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
a. Asma bronkhiale
Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan
adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap
bebagai macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan
saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya dapat
berubah secara sepontan atau setelah mendapat pengobatan
b. Status asmatikus
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang
konvensional (Smeltzer, 2001). status asmatikus merupakan keadaan
emergensi dan tidak langsung memberikan respon terhadap dosis
umum bronkodilator (Depkes RI, 2007).
c. Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian
2. Klasifikasi asma yaitu (Hartantyo, 1997, cit Purnomo 2008)
a. Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan
karena reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa
pengaruh apa-apa terhadap orang yang sehat.
b. Asma intrinsic
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu
yang berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi
dan kodisi lingkungan yang buruk seperti klembaban, suhu, polusi
udara dan aktivitas olahraga yang berlebihan.
3. Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) (2006) penggolongan
asma berdasarkan beratnya penyakit dibagi 4 (empat) yaitu:
a. Asma Intermiten (asma jarang)
1) Gejala kurang dari seminggu
2) serangan singkat
3) gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan
b. Asma mild persistent (asma persisten ringan)
1) gejala lebih dari sekali seminggu
2) serangan mengganggu aktivitas dan tidur
3) gejala pada malam hari > 2 kali sebulan
c. Asma moderate persistent (asma persisten sedang)
1) gejala setiap hari
2) serangan mengganggu aktivitas dan tidur
3) gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu
d. Asma severe persistent (asma persisten berat)
1) gejala setiap hari
2) serangan terus menerus
3) gejala pada malam hari setiap hari
4) terjadi pembatasan aktivitas fisik
4. Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat diklasifikasikan
berdasarkan derajat serangan asma yaitu: (GINA, 2006)
a. Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara
satu kalimat, bisa berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang
hanya pada akhir ekspirasi,
b. Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara
memenggal kalimat, lebih suka duduk, tidak ada sianosis, mengi
nyaring sepanjang ekspirasi dan kadang -kadang terdengar pada saat
inspirasi,
c. Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan posisi
duduk bertopang lengan, bicara kata demi kata, mulai ada sianosis
dan mengi sangat nyaring terdengar tanpa stetoskop,
d. Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingunan,
sudah tidak terdengar mengi dan timbul bradikardi.
Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat serangan asma.
Seorang penderita asma persisten (asma berat) dapat mengalami serangan
asma ringan. Sedangkan asma ringan dapat mengalami serangan asma
berat, bahkan serangan asma berat yang mengancam terjadi henti nafas
yang dapat menyebabkan kematian

C. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Genetik merupakan faktor predisposisi dari asma bronkhial.
2. Faktor Presipitasi
a. Alergen
Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Contohnya:
debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri, dan
polusi.
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut. Contohnya: makanan dan
obat-obatan.
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.
Contohnya: perhiasan, logam, dan jam tangan.
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma.
c. Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma.
Stress juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada
d. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja mempunyai hubungan langsung dengan sebab
terjadinya serangan asma.Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas.
e. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat.
D. Manifestasi Klinik
Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan
mengi (whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui.
Batuk-batuk kronis dapat merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian
pula rasa sesak dan berat didada.
Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan
menjadi :
1. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejala
asma atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi
paru. Asma akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat
dilakukan tes provokasi bronchial di laboratorium.
2. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak
ada kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi
saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma.
3. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada
pemeriksaan fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi.
Biasanya penderita merasa tidak sakit tetapi bila pengobatan dihentikan
asma akan kambuh.
4. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah
sakitdengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.
Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-gejala yang
makin banyak antara lain :
a. Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo
mastoideus
b. Sianosis
c. Silent Chest
d. Gangguan kesadaran
e. Tampak lelah
f. Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
5. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis
beberapa serangan asma yang berat bersifat refrakter sementara terhadap
pengobatan yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma bersifat
reversible maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk mengembalikan
nafas ke kondisi normal

E. Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang
menyebabkan sukar bernafas.Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada
asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang
alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE
abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila
reaksi dengan antigen spesifikasinya.
Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen
menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamin
dilepaskan. Histamin menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila
respon histamin berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena
histamin juga merangsang pembentukan mukkus dan meningkatkan
permiabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan
ruang iterstisium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang
sensitif berlebihan terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu
mudah mengalami degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respon
peradangan tersebut, hasil akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan
mukus, edema dan obstruksi aliran udara.
F. Pathway

G. Komplikasi
1. Pneumo thoraks
2. Pneumomediastinum
3. Emfisema subkutis
4. Ateleltaksis
5. Aspergilosis
6. Gagal nafas
7. Bronchitis
H. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan :
a. Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari
kristal eosinofil.
b. Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder
sel-sel cabang-cabang bronkus
c. Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
d. Terdapatnya neutrofil eosinofil
2. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi,
sedangkan leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat
komplikasi asma
a. Gas analisa darah
Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat
peninggian PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan prognosis
yang buruk
b. Kadang –kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi
c. Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi
d. Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada
waktu seranggan, dan menurun pada waktu penderita bebas dari
serangan.
e. Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai
alergennya dapat menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma
atopik.
3. Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada
serangan asma, gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa
rradiolusen yang bertambah, dan pelebaran rongga interkostal serta
diagfragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, kelainan
yang terjadi adalah:
a. Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah
b. Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran
yang bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat
pada paru.
4. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi
atas tiga bagian dan disesuaikan dengan gambaran emfisema paru, yakni:
a. Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke kanan
dan rotasi searah jarum jam
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat RBBB
c. Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan
VES atau terjadinya relatif ST depresi.

I. Penatalaksanaan
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non
farmakologik danpengobatan farmakologik.
1. Penobatan non farmakologik
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien
tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari
faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan
berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang
ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan
mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup
bagi klien.
c. Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus.
Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi
dada.
2. Pengobatan farmakologik
a. Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan
jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang
termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b. Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini
diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali
sehari.
c. Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang
baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol (
beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot
tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek
samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi
dengan ketat.
d. Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak .
Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e. Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f. Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan
bersifat bronkodilator.
3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus
a. Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20
menit dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan
dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f. Antibiotik spektrum luas.

J. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


1. Ketidakefektifan pola nafas b.d keletihan otot pernafasan
2. Intolernsi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen (hipoksia) kelemahan

K. Intervensi
1. Ketidakefektifan pola nafas b.d keletihan otot pernafasan
Tujuan :pasien mempertahankan pola napas yang efektif
Kriteria hasil :
a. Frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan normal
b. Tidak ada atau dyspnea berkurang
c. TTV dalam parameter normal
Intervensi :
a. Monitor pernapasan, catat adanya bunyi napas yang abnormal
b. Catat rasio inspirasi : ekspirasi
c. Monitor adanya dyspnea, gelisah, penggunaan otot bantu
pernapasan
d. Posisikan pasien sehingga dapat mendukung atau meningkatkan
ekspansi paru
e. Pertahankan polusi minimum
2. Intolernsi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen (hipoksia) kelemahan
Tujuan :pasien mampu toleransi terhadap aktifitas
Kriteria hasil :
a. Mampu melakukn aktifitas sehari hari dengan mandiri
b. Tanda-tanda vital dalam batas normal
c. Status respirasi: pertukaran gas danventilasi adekuat
Intervensi :
a. observasi TTV sebelum dan sesudah aktivitas
b. berikan lingkungan tenang batasi pengunjung dan kurangi suara
bising, pertahankan tirah baring bila di indikasikan
c. anjurkan klien istirahat bila terjadi kelelahan dan kelemahan,anjurkan
pasien melakukan aktivitas semampunya
DAFTAR PUSTAKA

Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma


Berat. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Purnomo.2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian
Asma. Semarang: Universitas Diponegoro

Saheb, A. 2011.Penyakit Asma. Bandung: CV medika

GINA (Global Initiative for Asthma) 2006.;Pocket Guide for Asthma


Management and Prevension In Children. www. Dimuat dalam
www.Ginaasthma.org

You might also like