Professional Documents
Culture Documents
Abstrak
Terapi cairan merupakan salah satu topik paling kontroversial dalam manajemen perioperatif. Perdebatan
yang terus berlangsung terutama mengenai jumlah dan tipe cairan resusitasi, metode monitoring dan strategi
pemberian cairan pada operasi jantung. Laporan mengenai hipervolemia atau hipovolemia perioperatif semakin
banyak dijumpai. Manajemen cairan perioperatif yang tidak tepat akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas
pasca pembedahan. Dalam tinjauan pustaka ini dipaparkan fisiologi cairan tubuh, respon tubuh terhadap stress
pembedahan, patofisiologi kelebihan dan kekurangan cairan perioperatif pada operasi jantung, penggunaan alat
monitoring, pemilihan jenis cairan serta dampak pada fungsi organ dan aplikasi klinis.
Fluid therapy is one of the most controversial topics in perioperative management. There is continuing debate with
regard to the quantity and the type of fluid resuscitation, the choice of parameters used in monitoring and goal
directed therapy strategy used cardiac surgery. However, there are increasing reports of perioperative excessive
and deficit intravascular volume leading to increased postoperative morbidity and mortality. This article aims to
briefly review physiology of body fluid, stress response to surgery, pathophysiology of fluid excess and deficit
during perioperative period in cardiac surgery, the use of monitoring, the fluid formula available, the effects to
organ and clinical implications.
65
66
peran penting lapisan glikokaliks endotelium baik dibandingkan dengan pemberian kristaloid.12
endothelial glycocalyx layer (EGL) pada Tekanan hidrostatik kapiler yang rendah
distribusi cairan.3,6-9 (misal hipovolemia) akan meningkatkan retensi
Pada awal prosedur operasi jantung elektif, kristaloid karena laju filtrasi menurun. Pada
sebelum terjadi respons inflamasi bedah dan kondisi ini, kristaloid merupakan plasma volume
trauma pada EGL, koloid akan memberikan efek ekspander yang efektif, karena dapat bertahan
ekspansi volume yang lebih baik dibandingkan dalam intravaskuler untuk periode yang lebih
dengan dengan kristaloid, terutama dalam panjang.9–11
kemampuan koloid meningkatkan volume Kehilangan cairan di rongga ketiga terjadi
sirkulasi dalam metode goal directed. Secara goal akibat perpindahan cairan ke ruang transeluler
directed, pada kompartemen tubuh dan EGL yang misalnya lumen usus, rongga peritoneal, rongga
relatif utuh, pemberian koloid akan memberikan perikardial dan rongga pleura yang dalam
respons yang lebih baik karena tekanan keadaan normal hanya mengandung sedikit
hidrostatik kapiler yang normal dan pemberian cairan. Rongga ketiga berpotensi untuk diisi
kristaloid akan menghasilkan efek dilusi yang oleh cairan ekstraseluler nonfungsional bila
lebih besar pada tekanan onkotik plasma sehingga terjadi reaksi inflamasi atau gangguan integritas
akan terjadi peningkatan volume kompartemen kompartemen. Kehilangan ini sebagian besar
interstitial pada pemberian kristaloid. 7,8 berasal dari kompartemen interstisial dan harus
Pada pasien yang menjalani operasi jantung diganti oleh kompartemen lain.10
darurat atau dalam kondisi kritis, dimana
hemodinamik tidak stabil, maka cenderung tidak Cairan Kristaloid pada Bedah Jantung
terdapat perbedaan dalam efikasi ekspansi volume Larutan kristaloid disebut isotonik jika
antara koloid dan kristaloid. Saat kondisi kritis, osmolalitas larutan tersebut sesuai dengan
termasuk saat pasca CPB atau bedah, terjadi osmolalitas plasma normal, secara klinis 280–
kerusakan EGL, sehingga laju filtrasi transkapiler 300 mOsm/L. Oleh karena itu, larutan-larutan
meningkat. Kerusakan EGL menimbulkan edema yang sering kita sebut isotonik seperti NaCl
interstitial dan mengurangi efek ekspansi volume 0,9% atau RL, sebenarnya tidak tepat, yang
dari pemberian cairan eksternal.8 benar adalah mendekati isotonik, karena NaCl
Peningkatan permeabilitas vaskular karena 0,9% (308 mOsm/L) sedikit hipertonik dan RL
aktivasi inflamasi dan disfungsi endotel pada (273 mOsm/L) sedikit hipotonik. Isotonik salin
prosedur operasi jantung disebabkan oleh mengandung klorida 154 mEq/L, konsentrasi ini
trauma jaringan, hipoperfusi jaringan, iskemia jauh di atas kadar normal klorida plasma. Semakin
atau reperfusion injury, sepsis dan penggunaan banyak larutan NaCl 0,9% yang diberikan,
mesin CPB. Perubahan yang terjadi ditandai semakin besar kadar klorida plasma, dan semakin
dengan berkurangnya koefisien refleksi endotel berat asidosis metabolik yang terjadi. Keadaan
sehingga laju filtrasi cairan melewati kapiler ini disebabkan pengurangan progresif strong ion
bertambah. Molekul koloid akan hilang dari differences (SID) yang berbanding lurus dengan
ruang intravaskular sehingga efek ekspansi dosis yang diberikan. Chowdhury dkk., meneliti
volume plasma (plasma volume expansion/ PVE) bahwa pemberian NaCl 0,9% sebanyak 2L dapat
koloid endogen (albumin dan globulin) dan menurunkan aliran darah renal pada subyek sehat.
koloid sintetik berkurang. Pengumpulan cairan Vasokonstriksi renal akan memperburuk fungsi
di kompartemen ekstraselular menyebabkan ginjal hingga dapat membutuhkan dialisis.2,12
peningkatan tekanan onkotik interstisial yang Kellum dkk., meneliti efek samping klorida
selanjutnya akan menambah peningkatan filtrasi pada binatang sepsis. Walaupun pasien operasi
cairan menuju interstisium sehingga memicu jantung tidak mengalami sepsis, pasien operasi
terjadinya edema jaringan. Kerusakan EGL juga jantung mengalami respons inflamasi sistemik
terjadi pada prosedur operasi jantung off pump, yang manifestasinya menyerupai sepsis. Kadar
sehingga tidak terdapat bukti yang mendukung klorida yang tinggi dapat mengganggu imunitas
pemberian koloid pada prosedur off pump lebih dan menghambat jalur anti inflamasi alami
Tabel 1 Estimasi RAP Berdasarkan Diameter IVC dan Collapsibilty Index (IVCCI)
Diameter IVC IVCCI Estimasi RAP (mmHg)
Kecil atau normal (≤ 2.0 cm) >55% 0–5
35–55% 0–10
<35% Indeterminate
Besar (>2.0cm) >55% 0–10
35–55% 10–15
<35% 10–20
Sumber: De Backer dkk.26
dan HES 120/0.7 menunjukkan bahwa salin efek positif albumin terhadap pemeriksaan
hipertonik meningkatkan plasma volume (PV), tromboelastogram tidak ditunjang secara
cardiac index (CI) dan extra cellular water konsisten dengan produksi drain dan kebutuhan
(ECW) selama 55 menit, sementara HES transfusi. Resiko perdarahan pada penggunaan
berat molekul (BM) kecil menunjukkan efek HES tidak hanya karena hemodilusi. Pemeriksaan
hemodinamik yang lebih lama dibandingkan tromboelastogram (TEG) menunjukkan adanya
dengan cairan salin hipertonik dan salin 0,9%.16 gangguan polimerasi fibrin dan penurunan kadar
faktor VII, vWF dan XII.2
Cairan Koloid
Penelitian yang dilakukan oleh Verheij dkk., pada Koloid dan Fungsi Ginjal pada Operasi
pasien operasi jantung didapatkan peningkatan Jantung
colloid oncotic pressure (COP) dan perubahan Hingga saat ini, belum ada publikasi penelitian
volume plasma yang bermakna pada kelompok secara prospektif dan acak mengenai efek koloid
albumin 5%, gelatin 4%, HES 6% dibandingkan terhadap fungsi ginjal pada pasien operasi
dengan NaCl 0,9%. Hasil yang diperoleh sesuai jantung, walapupun demikian ada sejumlah
dengan penelitian sebelumnya yang mendapatkan penelitian pada pasien bedah resiko tinggi dan
bahwa pemberian koloid dibandingkan salin 0,9% pasien sepsis atau syok sepsis.
akan memberikan perubahan yang lebih besar Penelitian yang dilakukan oleh Schortgen
secara bermakna terhadap rasio PV/jumlah infus dkk, yang meneliti efek HES 200/0.6 6%
dan CI. Verheij juga menilai profil keamanan dibandingkan dengan gelatin 4% pada 129 pasien
cairan yang dipergunakan terhadap pembentukan sepsis mendapatkan bahwa pemakaian HES
edema paru dan sistem koagulasi.17 200/0.6 dengan dosis maksimum 33 mL/kgBB
dan dosis kumulatif 80 mL/kgBB meningkatkan
Koloid dan Koagulasi pada Operasi Jantung kejadian gagal ginjal akut secara bermakna
Perdarahan merupakan masalah klasik yang dibandingkan dengan pemakaian gelatin 4%
sering dijumpai pada pasien operasi jantung, tanpa dosis maksimal. Namun demikian tidak
oleh karena itu efek koagulopati dari cairan yang terjadi peningkatan kebutuhan terapi pengganti
diberikan harus dipertimbangkan secara seksama. ginjal.18
Data yang ada menunjukkan bahwa pemakaian VISEP studi yang dilakukan oleh Brunkhorst
HES BM rendah pada pasien operasi jantung dkk., menunjukkan peningkatan insidens gagal
menyebabkan gangguan koagulasi yang lebih ginjal akut dan kebutuhan terapi pengganti ginjal
ringan dan menurunkan kebutuhan transfusi darah pada kelompok HES 200/0,5 dibandingkan
dibandingkan dengan HES generasi sebelumnya. dengan kelompok Ringer laktat. Dosis pemberian
Gelatin dan HES generasi baru memiliki efek HES pada penelitian ini 10% lebih tinggi daripada
yang serupa terhadap fungsi koagulasi, sementara dosis maksimal 20 mL/kgBB/hari.19
Walaupun memiliki metabolisme dan
eliminasi yang lebih cepat dibandingkan sederhana dalam menilai kehilangan darah
HES generasi sebelumnya, pemakaian HES intraoperatif yaitu dengan cara menilai jumlah
generasi baru (130/0,4) di ICU juga memiliki darah yang diserap kasa, akumulasi darah di
risiko terjadinya peningkatan mortalitas dan lantai, kain penutup dan wadah suction. Baik
AKI, baik HES tersebut dilarutkan dalam salin operator ataupun anestesiologis cenderung untuk
ataupun larutan fisiologis. Filtrasi glomerular menghitung kehilangan darah lebih kecil dari
merupakan rute utama eliminasi. Pada gangguan yang sebenarnya.
fungsi ginjal yang berat (GFR<10 mL/mnt) Kecukupan resusitasi cairan intraoperatif
dosis pemberian perlu dikurangi. Sekitar 30% dinilai dengan mengintegrasikan berbagai
dari dosis total keluar ruang intravaskular dan variabel klinis seperti laju nadi, tekanan darah,
disimpan dalam sistem retikuloendotelial. Acute produksi urin, oksigenasi di arteri dan pH.
kidney injury pada pemakaian HES dikaitkan Takikardi merupakan indikator hipovolemia
dengan pinositosis metabolit HES oleh sel yang tidak sensitif. Pada pasien dengan anestesi
tubularis proksimal ginjal setelah proses filtrasi inhalasi yang dalam, pemeliharaan tekanan darah
di glomerulus. Peningkatan uptake oleh sel ginjal yang baik dapat menggambarkan kecukupan
terjadi seiringan dengan penurunan waktu paruh volume intravaskular. Pengukuran tekanan darah
plasma pada HES golongan baru.19 arteri secara invasif pada pasien operasi jantung
memberi hasil yang lebih akurat sekaligus
memberi akses untuk mengambil contoh darah
Pemilihan Titik Akhir Pemberian Cairan arteri. Keuntungan lainnya dapat menilai pola
Pada kondisi normal, kedua ventrikel berada pada tekanan sistolik saat pemberian ventilasi tekanan
bagian menanjak di kurva Frank-Starling sehingga positif.21
memberikan kapasitas cadangan bagi jantung saat Produksi urin biasanya menurun drastis saat
kondisi stres akut. Peningkatan preload (dengan hipovolemia sedang hingga berat. Oleh karena
fluid challenge) akan menghasilkan peningkatan itu produksi urin 0,5–1 mL/kgBB tanpa disertai
volume sekuncup secara bermakna. Sekitar 50% glukosuria atau pemberian diuretik pada saat
pasien syok sirkulasi akan berespons terhadap anestesi menggambarkan kecukupan perfusi
fluid challange. Perubahan komplians ventrikel ginjal.
kiri pasien operasi jantung menyebabkan posisi
pasien tersebut di dalam kurva Frank-Starling Pamarameter Statis
tidak dapat ditentukan berdasarkan preload Parameter statis diukur pada satu kondisi loading
(left ventricle end diastolic pressure, LVEDP) tertentu dan diasumsikan sebagai estimasi dari
saja. Pada kondisi tersebut, selain LVEDP, juga preload ventrikel. Parameter statis dapat diukur
penting untuk mengetahui fluid responsiveness.20 dengan cara sebagai berikut:20 mtekanan vena
Fluid responsiveness adalah respons sentral (central venous pressure,CVP)
perbaikan curah jantung setelah pemberian Hingga saat ini filling pressure menjadi
cairan. Fluid responder akan menunjukkan parameter standar pada praktek klinis untuk
perbaikan hemodinamik setelah penambahan menilai status volume dan titik akhir resusitasi.
cairan. Pada pasien operasi jantung penting Central venous pressure menggambarkan tekanan
untuk menentukan keseimbangan volume total, atrium kanan (right atrial pressure, RAP) yang
interstisial dan volume rongga ketiga. Pasien merupakan penentu utama dari right ventricular
yang mengalami peningkatan cairan interstitial filling, sehingga CVP dianggap sebagai indikator
akan lebih tepat untuk meningkatkan CO melalui preload ventrikel kanan. Berdasarkan asumsi
pemakaian vasoaktif dibandingkan bolus cairan tersebut CVP kerap dipergunakan sebagai
saja.20 pedoman dalam pemberian cairan. Survei yang
dilakukan di ICU pasca bedah jantung sebanyak
Penilaian Klinis Intraoperatif 87% mempergunakan CVP dalam monitoring
Estimasi visual merupakan metode paling terapi cairan, 84% menggunakan mean arterial
pressure (MAP) dan 30% mempergunakan
pulmonary artery occlusion pressure (PAOP). preload pada pasien CABG.23 Hipovolemia d1
Pada pasien operasi jantung dimana terjadi pasien ICU dan 21 pasien ICU pasca operasi
perubahan pada tonus vena, tekanan intratorakal jantung.25 Pasien dikategorikan sebagai volume
(positive end expiratory pressure), peningkatan responsive apabila terjadi peningkatan volume
pulmonary vascular resistance (PVR), komplians sekuncup > 20% setelah pemberian 500mL
dan geometri kedua ventrikel (regurgitasi cairan. Hasil yang diperoleh menunjukkan
trikuspid dan gagal jantung kongestif), maka LVEDA meningkat secara bermakna hanya
CVP tidak menggambarkan right ventricular pada kelompok volume responsive, sedangkan
end diastolic volume (RVEDP) secara akurat. PAOP meningkat secara bermakna pada kedua
Bahkan, RVEDP pasien operasi jantung tidak kelompok. Terdapat sejumlah penelitian lain yang
dapat merefleksikan posisi pasien dalam kurva gagal membuktikan bahwa LVEDA merupakan
Frank-Starling, oleh karena itu CVP tidak prediktor fluid responsiveness yang baik. Left
menggambarkan preload.20,21 ventricle end-diastolic area rendah tidak selalu
Pulmonary Artery Occlusion Pressure (PAOP) menggambarkan hipovolemia. Left ventricle
Saat diperkenalkan 30 tahun lalu, left ventricle end-diastolic area rendah dapat dijumpai pada
end diastolic pressure (LVEDP) dianggap kondisi gangguan pengisian karena berkurangnya
berhubungan langsung dengan left ventricle end komplians ventrikel (hipertrofi, iskemia), cor
diastolic volume (LVEDV), sehingga PAOP yang pulmonale akut (gagal jantung kanan akut)
mengukur LVEDP dianggap menggambarkan dan kelainan perikardium. Left ventricle end-
preload ventrikel kiri. Namun penelitian yang diastolic area merupakan indikator preload yang
dilakukan kemudian menunjukkan bahwa akurat akan tetapi tidak dapat memprediksi fluid
PAOP merupakan prediktor preload dan volume responsiveness.26
responsiveness yang buruk. Pulmonary artery
occlusion pressure memiliki kelemahan yang Diameter Vena Cava Inferior (IVC)
menyerupai CVP. Kurva pressure-volume dapat Pengukuran diameter IVC dan perubahannya
bergeser karena adanya perubahan komplians seiring pernapasan mempergunakan
ventrikel kiri. ekokardiografi dapat memprediksi preload
Penyebab perubahan komplians antara lain (tekanan atrium kanan, RAP) pada pasien yang
perubahan preload ventrikel kiri, afterload bernapas spontan atau fluid responsiveness pada
ventrikel kiri, massa ventrikel kiri dan kekakuan pasien dengan ventilasi mekanik. Saat inspirasi,
serat otot ventrikel. Kekakuan serat dapat dipicu pasien yang bernapas spontan mengalami
oleh: iskemia miokardium, sepsis, diabetes, penurunan tekanan intratorakal sehingga terjadi
obesitas, usia lanjut, takikardia, dialisis, dan pengisian darah ke rongga dada dan IVC kolaps.
kardioplegia. Selain itu kurva pressure-volume Kolaps inspirasi diperberat pada pasien dalam
ventrikel kiri juga dipengaruhi oleh pengisian kondisi hipovolemik. Collapsibility index
ventrikel kanan (interventricular septum (IVCCI) diukur melalui rumus Dmax-Dmin/Dmax.
dependency). Hanya penelitian yang dilakukan Berdasarkan diameter IVC dan IVCCI, maka RAP
oleh Bennet-Guerrero dkk., yang memperlihatkan dapat diperkirakan. Pengukuran diameter IVC
bahwa PAOP<10 mmHg dapat bertindak sebagai merupakan indikator CVP secara tidak langsung
prediktor peningkatan volume sekuncup pasca sehingga memiliki limitasi yang sama dengan
fluid challenge dengan sensitivitas sebesar 68% CVP.20,26
dan spesifisitas 79%.22 Penelitian ini dilakukan Parameter statis bukan merupakan prediktor
pada 19 pasien yang menjalani prosedur yang baik terhadap respons pemberian cairan
coronary artery bypass graft (CABG). Akan untuk pasien dengan kondisi gagal sirkulasi,
tetapi, penelitian lain tidak berhasil mendapatkan terutama pada pasien dalam ventilasi mekanik.
hasil yang serupa. Penelitian yang dilakukan Parameter dinamik lebih mempunyai kemampuan
oleh Wiesenack dkk. mempergunakan tehnik memprediksi fluid responsiveness pada pasien
transpulmonary thermodilution untuk menilai kritis.
parameter CVP dan PAOP sebagai indikator