You are on page 1of 14

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome


yaitu menurunnya daya tahan tubuh terhadap berbagai penyakit karena adanya
infeksi virus HIV (human immunodeficiency virus). Seseorang yang terinfeksi
HIV dengan mudah dapat terserang berbagai penyakit lain karena rendahnya daya
immunitas tubuh dan dapat mengakibatkan kematian.

HIV yang merupakan penyebab terjadinya AIDS mempunyai target sel


utama yaitu sel Limfosit T4, yang mempunyai reseptor CD4. HIV menginfeksi
dengan cara, protein selubung HIV gp 120 akan bersentuhan dan terikat pada
reseptor CD4 sel penjamu, kemudian terjadi replikasi virus, dimulai dengan
adanya produksi RNA provirus yang sama sehingga akan terbentuk virion baru,
sebuah virus HIV yang baru siap untuk menginfeksi sel target yang lain, setelah
keluar dari sel pejamu melalui budding.

Setelah para ahli menemukan bahwa AIDS disebabkan oleh HIV, maka
dimulailah berbagai penelitian mengenai obat-obat yang dapat mengeleminasi
virus ini. Obat yang di gunakan dalam terapi virus HIV adalah obat anti
retrovirus.

Saat ini teknik pemberian obat anti retrovirus yang cukup di kenal adalah
Highly Active Antiretroviral Therapy (HAART), yang telah membawa perubahan
yang revolusioner terhadap pengobatan dan prognosis penyakit HIV dan AIDS
bagi mereka yang dapat keuntungan dari pengobatan tersebut. HAART
merupakan suatu kombinasi dari agen retrovirus yaitu Reverse Transcripse
Inhibitors dan Protase Inhibitor. Oleh karena itu HAART dapat memperbesar
harapan hidup bagi penderita HIV. Meskipun penggunaan HAART dapat
meningkatkan harapan hidup pasien tetapi masalah utama yang harus di
pertimbangan ialah dampak buruk penggunaan obat tersebut.

1
Rumusan Masalah

1. Apa itu HIV/AIDS ?


2. Bagaimana Klasifikasi dari obat Antiretrovirus?
3. Bagaimana Mekanisme Kerja Obat Antiretrovirus?
4. Apa saja indikasi obat Antiretrovirus terhadap penderita ?
5. Apa saja efek samping dari obat Antiretrovirus terhadap penderita?
6. Apa saja bentuk sediaan dari obat Antiretrovirus ?

Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian HIV/AIDS


2. Untuk mengetahui klasifikasi dari obat Antiretrovirus
3. Untuk mengetahui mekanisme kerja obat Antiretrovirus
4. Untuk mengetahui indikasi obat antiretrovirus terhadap penderita
5. Untuk mengetahui efek samping dari obat antiretrovirus terhadap
penderita
6. Untuk mengetahui bentuk sediaan dari obat antiretrovirus

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian HIV/AIDS

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang dapat


menyebabkan AIDS. Virus ini ditemukan oleh Montagnier, seorang ilmuwan
Perancis (Institute Pasteur, Paris 1983), yang mengisolasi virus dari seorang
penderita dengan gejala limfadenopati, sehingga pada waktu itu dinamakan
Lymphadenophaty Associated Virus (LAV) (Tjokronegoro,2003). HIV termasuk
keluarga virus retro, yaitu virus yang memasukkan materi genetiknya kedalam sel
tuan rumah ketika ketika melakukan infeksi dengan cara yang berbeda(retro),
yaitu dari RNA menjadi DNA, yang kemudian menyatu dalam DNA sel tuan
rumah, membentuk pro-virus dan kemudian melakukan replikasi (Riono,1999).

HIV memiliki enzim reserve transcriptase yang dapat berfungsi


mengubah informasi genetik untuk kemudian diintegrasikan kedalam informasi
sel limfosit yang di serang. HIV menyerang sistem imun manusia yaitu
menyerang limfosit T helper yang memiliki reseptor CD4 di permukaannya.
Limfosit T helper antara lain berfungsi menghasilkan zat kimia yang berperan
sebagai perangsang pertumbuhan dan pembentukan sel-sel lain dalam sistem imun
dan pembentukan antibodi sehingga yang terganggu bukan hanya fungsi Limfosit
T tetapi juga Limfosit B, monosit,makrofag, dan sebagainya dan merusak sistem
imunitas. Selanjutnya bisa memudahkan infeksi oportunistik di dalam tubuh.
Kondisi inilah yang kita sebut AIDS.

Definisi AIDS menurut CDC (Centers for disease control and


prevention) lebih melihat pada gejala yang di timbulkan pada tahapan perubahan
penderita HIV/AIDS, yaitu pada orang dewasa atau remaja pada umur 13 tahun
atau lebih adalah terdapatnya satu dari beberapa keadaan yang menunjukkan
imunosupresi berat yang berhubungan dengan infeksi HIV, seperti Pneumocystis
Carnii Pneumonia (PCP), suatu infeksi paru yang sangat jarang terjadi pada
penderita yang tidak terinfeksi HIV mencakup infeksi oportunistik yang jarang
menimbulkan bahaya pada orang yang sehat. Selain infeksi dan kanker dalam

3
penetapan CDC 1993, juga termasuk : ensefalopati, sindrom kelelahan yang
berkaitan dengan AIDS dan hitungan CD4< 200/ml.

AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala


penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus yang di sebut
HIV. Dalam Bahasa Indonesia AIDS disebut sindrom cacat kekebalan tubuh
(Depkes,1997). Sedangkan menurut Weber (1986) AIDS diartikan sebagai infeksi
virus yang dapat menyebabkan kerusakan parah dan tidak bisa diobati pada sistem
imunitas, sehingga mudah terjadi infeksi oprtunistik.

B. Klasifikasi dari Obat Antiretrovirus

Antiretrovirus merupakan obat yang berfungsi menekan pertumbuhan


HIV dengan mengintervensi salah satu siklus hidupnya, oleh karena itu
diproduksilah beberapa jenis obat antiretrovirus yang diklasifikasikan menjadi 6
golongan. Dari 6 golongan tersebut 3 golongan merupakan obat yang telah lama
digunakan,yaitu :

1. Non Nucleoside Reserve Transcriptase Inhibitors (NNRTI)


2. Nucleoside Reserve Transcriptase Inhibitors (NRTI)
3. Protease Inhibitors (PI)

Sedangkan 3 golongan lainnya adalah merupakan agen tambahan, yaitu :

1. Fusion Inhibitors
2. Chemokine Coreceptor Antagonists
3. Integrase Inhibitors

Dalam pengklasifikasian atau pembagian dari obat-obat antiretrovirus


diatas, para pakar membaginya berdasarkan mekanisme-mekanisme kerja dari tiap
golongan obat terhadap proses replikasi dari HIV, jadi obat antiretrovirus tidak
dapat sepenuhnya mengeliminasi seluruh virus yang ada ditubuh manusia.

Golongan NRTI telah menjadi landasan terhadap pengobatan infeksi HIV


sejak zidovudine tersedia pada tahun 1986. Obat –obat yang termasuk golongan

4
ini adalah Abacavir(ABC), Didanosine(ddI), Emtricitabine ( FTC), Lamivudine
(3TC), Stavudine (d4T), Tenovofir (TDF), Zidovudine (ZDF atau AZT).

Dengan ditemukannya Nevirapine tahun 1996 dan Delavirdine tahun


1998 oleh FDA dan hasil yang mengesankan dari percobaan klinis dari Efavirenz,
NNRTI memperoleh tempat pasti dalam pengobatan infeksi HIV. Obat –obat
yang termasuk golongan ini adalah ketiga obat yang telah disebutkan sebelumnya,
yaitu Delavirdine (DLV), Efavirenz (EFV) dan Nevirapine ( NVP).

Obat antiretrovirus golongan PI mulai banyak dipergunakan sebagai


penghambat replikasi HIV yang potensial sejak tahun 1996 yang dimulai dengan
ditemukannya Saquinavir tahun 1995. Sejak saat itu mulai banyak jenis-jenis obat
PI yang diproduksi seperti Amprenavir (APV), Atazanavir (ATV), Fosamprenavir
( FPV), Idinavir (IDV), Liponavir (LPV), Nelvinafir (NFV), Ritonavir (RTV),
Saquinavir (SQV) dan Timpranavir.

Sedangkan 3 golongan antiretrovirus lainnya hanya memiliki sediaan


yang lebih sedikit, yaitu Enfuvirtide /T20 (Fusion Inhibitors), Maraviroc
(Chemokine Coreceptor Antagonists) dan Raltegravir (Integrase Inhibitors).

Meskipun obat-obat antiretrovirus memiliki berbagai golongan dan jenis,


tetapi obat ini lebih sering digunakan dengan cara kombinasi. Penggunaan obat
secara kombinasi ini disebut Highly Active Anti-Retroviral Therapy atau HAART
yang dikenalkan tahun 1995. Terdapat 20 obat antiretovirus yang berbeda dalam 4
kelas berbeda yang digunakan dalam kombinasi spesifik. Berbagi jenis kombinasi
telah dipergunakan dan setiap kombinasi memiliki keuntungan dan kerugiannya
masing-masing. Pada dasarnya, ada 3 jenis kombinasi yang digunakan secara
umum, yaitu : 1 NNRTI + 2 NRTI ;1 atau 2 PI+ 2 NRTI dan NRTI .

C. Mekanisme Kerja Obat

Sebagaimana telah disampaikan pada klasifikasi sebelumnya, obat-obat


antiretrovirus dibagi menjadi beberapa golongan menurut mekanisme kerjanya,
dibawah ini akan di jelaskan sedikit mengenai mekanisme kerja dari obat-obat

5
antiretrovirus yang termasuk 3 golongan utama yang telah lama berkembang,
yaitu : golongan NRTI, golongan NNRTI dan golongan PI.

1. Golongan NRTI

Berdasarkan nama obatnya golongan ini bekerja dengan cara


menghambat enzim Reverse Transcriptase dan merusak perpanjangan rantai DNA
provirus.

2. Golongan NNRTI

Golongan jenis ini memberikan mekanisme kerja yang sama dengan obat dari
golongan NRTI, walaupun ada cukup perbedaan dalam struktur molekul. NNRTI
menghambat replikasi HIV dengan cara berikatan kepada sebuah saku non
substrat hidrofobik spesifik dari transcripate HIV tipe 1. Bagian perlekatan ini
berbeda dengan sisi perlekatan NRTI tapi tetap menghambat replikasi virus. Sisi
perlekatan NNRTI berada dekat dengan sisi katalitis Reserve Transcriptase; ikatan
alosterik menginaktifasi Reserve Transcriptase HIV tipe 1 dengan merubah
bentuk penyesuaiannya.

3. Golongan PI

PI bekerja berdasarkan pada pengenalan rangkaian asam amin dan


pembelahan protein HIV. PI pada HIV berguna untuk mencegah pembelahan gag
dan gag-pol prekursor protein dalam sel yang terinfeksi secara akut dan kronis,
menahan pematangan sehingga dengan cara demikian membloking aktivitas
infeksi virion yang baru muncul. Aksi utama dari Protease Inhibitors –HIV adalah
mencegah gelombang infeksi berikutnya.

D. Indikasi dan Bentuk Sediaan dari Obat Antiretrovirus

 Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibator ( NRTI )

Reverse transkripstase (RT ) mengubah RNA virus menjadi DNA proviral


sebelum bergabung dengan kromosom hospes. Karena antivirus golongan
ini bekerja pada tahap awal replikasi HIV, obat-obat golongan ini menghambat

6
terjadinya infeksi akut sel yang rentan, tapi hanya sedikit berefek pada sel yang
telah terinfeksi HIV. Untuk dapat bekerja, semua obat golongan NRTI harus
mengalami fosforilasi oleh enzim sel hospes di sitoplasma. Yang
termasuk komplikasi oleh obat-obat ini adalah asidosilaktat dan hepatomegali
berat dengan steatosis.

 Zidovudin
1.Farmakokinetik
Obat mudah diabsorpsi setelah pemasukan oral dan jika
diminum bersama makanan, kadar puncak lebih lambat, tetapi jumlah total obat
yangdiabsorpsi tidak terpengaruh. Penetrasi melewati sawar otak darah sangat
baik dan obat mempunyai waktu paruh 1jam. Sebagian besar AZT
mengalamiglukuronidasi dalam hati dan kemudian dikeluarkan dalam urine.

2.Mekanisme kerja
Target zidovudin adalah enzim reverse transcriptase (RT) HIV.
Zidovudin bekerja dengan cara menghambat enzim reverse transcriptasevirus,
setelah gugus asidotimidin (AZT) pada zidovudin mengalamifosforilasi. Gugus
AZT 5¶- mono fosfat akan bergabung pada ujung 3¶ rantaiDNA virus dan
menghambat reaksi reverse transcriptase.

3.Resistensi
Resistensi terhadap zidovudin disebabkan oleh mutasi pada enzim
reversetranscriptase. Terdapat laporan resisitensi silang dengan analog
nukleosidalainnya. Resistensi : 3. Spektrum aktivitas : HIV(1&2)

4.Indikasi
Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya(seperti lamivudindan
abakafir).

5. Dosis
Zidovudin tersedia dalam bentuk kapsul 100 mg, tablet 300 mg dan sirup5 mg
/5ml disi peroral 600 mg / hari.

7
6. Efek samping
Anemia, neotropenia, sakit kepala, mual

 Didanosin
1.farmakokinetik
Karena sifat asamnya, didanosin diberikan sebagai tablet kunyah,
buffer atau dalam larutan buffer. Absorpsi cukup baik jika diminum dalam
keadaan puasa;makanan menyebabkan absorpsi kurang. Obat masuk system
saraf pusat tetapi kurang dari AZT. Sekitar 55% obat diekskresi dalam urin.

2. Mekanisme kerja
Obat ini bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan
pembentukanrantai DNA virus.

3.Resistensi
Resistensi terhadap didanosin disebabkan oleh mutasi pada
reversetranscriptase. Spektrum aktivitas : HIV (1 & 2)

4.Indikasi
Infeksi HIV, terutama infeksi HIV tingkat lanjut, dalam kombinasi anti
HIV lainnya.

5.Dosis
Tablet & kapsul salut enteric peroral 400 mg / hari dalam dosis
tunngalatau terbagi.

6. Efek samping
Diare, pancreatitis, neuripati perifer.

8
 Zalsitabin
1.Farmakokinetik
Zalsitabin mudah diabsorpsi oral, tetapi makanan atau MALOX TC akan
menghambat absorpsi didistribusi obat ke seluruh tubuh tetapi penetrasi keSSP
lebih rendah dari yang diperoleh dari AZT. Sebagai obat dimetabolisme menjadi
DITEOKSIURIDIN yang inaktif. Urin adalah jalan ekskresi utama meskipun
eliminasi pekal bersama metabolitnya.

2.Mekanisme kerja
Obat ini bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan pembentukan
rantai DNA virus.

3.Resistensi
Resistensi terhadap zalsitabin disebakan oleh mutasi pada
reversetranscriptase. Dilaporkan ada resisitensi silang dengan lamivudin.
Spektrumaktivitas : HIV (1 & 2).

4.Indikasi
Infeksi HIV, terutama pada pasien HIV dewasa tingkat lanjut yang
tidak responsive terhadap zidovudin dalam kombinasi dengan anti HIV
lainnya(bukan zidanudin).

5.Dosis
Diberikan peroral 2,25 mg / hari(1 tablet 0,75 mg tiap 8 jam).

6. Efek samping
Neuropati perifer, stomatitis, ruam dan pancreatitis.

9
 Stavudin
1.Farmakokinetik
Stavudin adalah analog timidin dengan ikatan rangkap antara karbon
2¶dan 3¶ dari gula. Stavudin harus diubah oleh kinase intraselular menjadi
triposfat yang menghambat transcriptase reverse dan menghentikan rantai DNA.

2.Mekanisme kerja
Obat ini bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan pembentukkan
rantai DNA virus.

3.Resistensi
Disebabkan oleh mutasi pada RT kodon 75 dan kodon 50.
Spektrumaktivitas : HIV tipe 1 dan 2.

4.Indikasi
Infeksi HIV terutama HIV tingkat lanjut, dikombinasikan dengan anti HIV
lainnya.

5.Dosis
Per oral 80 mg/hari (1 kapsul 40 mg, setiap 12 jam).

6.Efek samping
Neuropati periver, sakit kepala, mual, ruam.

 Lamivudin
1.Farmakoinetik
Ketersediaan hayati lamivudin per oral cukup baik dan bergantung pada
ekskresi ginjal.

2.Mekanisme kerja
Obat ini bekerja pada HIV RT dan HBV RT dengan cara
menghentikan pembentukan rantai DNA virus.

10
3.Resistensi
Disebabkan pada RT kodon 184. Terdapat laporan adanya resistensi
silang dengan didanosin dan zalsitabin.

4.Indikasi
Infeksi HIV dan HBV, untuk infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti
HIV lainnya (seperti zidovudin,abakavir).

5.Dosis
Per oral 300 mg/ hari ( 1 tablet 150 mg, 2x sehari atau 1 tablet 300 mg
1xsehari ). Untuk terapi HIV lamivudin, dapat dikombinasikan dengan zidovudin
atau abakavir.

6.Efek samping
Sakit kepala dan mual

E. Efek Samping dari Obat Antiretrovirus

Seperti kebanyakan obat-obatan, obat antiretrovirus dapat menimbulkan


efek samping. Efek yang tidak diinginkan ini sering kali ringan, tapi dapat
menjadi lebih serius dan memberikan dampak yang besar bagi kesehatan atau
kualitas hidup. Berikut akan disampaikan beberapa efek samping dari ketiga
golongan antiretroviral yang telah dijelaskan sebelumnya.

1. NRTI

Obat yang termasuk dalam golongan ini dihubungkan dengan degenerasi


lemak hepar dan asidosis laktat sehubungan dengan keracunan mitokondrial
seluler. Pada awalnya asidosis laktat kemungkinan muncul dengan gejala
gastrointestinal yang tidak spesifik seperti mual, muntah, rasa sakit dan
peregangan abdomen serta kelemahan secara menyeluruh. Hal ini kemungkinan

11
akan meningkat menjadi tachypnoe dan dyspnoe dan akhirnya kegagalan
respirasi. NRTI harus dihentikan bila asidosis laktat diperkirakan terjadi.
Diperkirakan 3-5% anak-anak dan dewasa yang menerima Abacavir
menghasilkan reaksi hipersensitif berbahaya yang potensial. Gejalanya, termasuk
demam, keluhan gastrointestinal ( mual, muntah, diare, atau rasa sakit abdomen),
keletihan dan/ atau gejala respirasi (faringitis, batuk, atau dyspnoe). Temuan
fisikal termasuk lymphadenopathy, ulcerasi membran mukosa dan skin rash.
Abnormalitas laboratorium termasuk peningkatan enzim liver, creatinine
phosphokinase , creatine dan thrombocytopenia.

2. NNRTI

Obat-obatan yang termasuk kedalam kelas NNRTI dihubungkan dengan


skin rash yang mungkin ringan atau meningkat menjadi Sindroma Steven-
Johnson. NNRTI juga dapat menimbulkan peningkatan alanine/aspartate
aminotransferase dan kasus hepar parah yang jarang. Diantara obat-obat golongan
NNRTI, Nevirapine paling banyak menyebabkan hepatitis klinis. Diperkirakan
dua pertiga dari hepatitis klinis yang berhubungan dengan Nevirapine terjadi
dalam 12 minggu pertama; yang akan meningkat dengan cepat menjadi kegagalan
hepar yang sangat mengkhawatirkan.

3. PI

Efek samping yang spesifik dari kelas protease inhibitor termasuk


tahanan insulin, diabetes melitus, hyperlipidemia, lipodistrophy, hepatitis,
kerusakan tulang dan peningkatan perdarahan pada pada hemophilia.

Disamping berbagai efek samping diatas, obat-obat antiretrovirus secara


khusus juga menyebabkan beberapa kelainan pada rongga mulut.

12
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

HIV/AIDS merupakan suatu penyakit yang belum dapat disembuhkan.


Antiretrovirus merupakan terapi yang terbukti dapat memperpanjang usia
penderita HIV/AIDS. Tetapi seperti layaknya kebanyakan obat, antiretrovirus juga
memberikan efek samping terhadap tubuh manusia. Secara khusus antiretrovirus
juga menimbulkan efek samping pada rongga mulut yaitu Sindroma Steven-
Johnson, makroglosia, warts, xerostomia, cheilitis dan parotid lipomatosis. Oleh
karena hal inilah maka seorang dokter gigi perlu mengetahui efek samping ini
untuk membantu dalam mendiagnosa sehingga dapat melakukan tindakan yang
tepat pada kelainan rongga mulut tersebut.

Dalam merawat efek samping yang ditimbulkan oleh obat antiretrovirus


ini dibutuhkan kerjasama yang baik antara dokter yang merawat kelainan di
rongga mulut dan dokter yang merawat penyakit HIV/AIDS pasien tersebut.

SARAN

Bagi yang sudah mengidap HIV/AIDS disarankan agar tidak berhubungan


seks bebas pada orang yang belum tertular virus HIV/AIDS. Menghindari
pemakaian jarum suntik secara bergantian.

Bagi yang tidak terkena virus HIV/AIDS diharapkan tidak mengucilkan,


mencemooh serta mengasingkan penderita HIV/AIDS sebab mereka butuh
dukungan moral agar tidak patah semangat atau berkecil hati untuk melanjutkan
hidupnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Noer M S, eds Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam-Jilid 1.3rd ed Balai Penerbit
FKUI,1996: 543-57.

Flint S R, Tappuni A, Leigh J, Schimdt-Westhausen A-M, MachPail L. B3


Markers of immunodeficiency and mechanisms of HAART therapy on Oral
Lesions. J Adv Dent Res.2006; 19 (4):146-51.

Moura M D G, Senna M I B, Madureira D F, Fonseca L M S, Mesqiuta R A. Oral


Advers Effects Due To The Use Of Nevirapine. J Contemporary Dental Practice.
2008; 9 (1) : 84-8.

14

You might also like