You are on page 1of 24

METODE KUADRAT

Disusun oleh :
Nama : Meifie Nuur Aafiyah B1A015003
Muhammad Ilham B1A015004
Ervina Ayu Wulandari B1A015007
Andreas Vigo B1A015009
Kelompok :1
Asisten : Nindy Prastica

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI TUMBUHAN

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2018
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Analisis vegetasi yang dilakukan pada area luas tertentu umumnya berbentuk
segi empat, bujur sangkar atau lingkaran serta titik-titik. Vegetasi tingkat pohon, tiang
dan sapihan untuk mengalisisnya digunakan metode kuadrat antara lain lingkaran,
bujur sangkar atau segi empat. Adapun untuk tingkat semai serta tumbuhan yang rapat
digunakan petak contoh titik atau bentuk kuadrat untuk tumbuhan yang tidak rapat.
Variasi ukuran petak contoh tergantung pada homogenitas vegetasi yang ada (Fachrul,
2007).
Beberapa metodologi yang umum dan sangat efektif serta efisien jika
digunakan untuk penelitian, yaitu metode kuadrat, metode garis, metode tanpa plot dan
metode kuarter. Akan tetapi dalam praktikum kali ini hanya menitik beratkan pada
penggunaan analisis dengan metode kuadrat. Metode kuadrat dapat berupa segi empat
atau lingkaran yang menggambarkan luas area tertentu. Luasnya bisa bervariasi sesuai
dengan bentuk vegetasi atau ditentukan dahulu luas minimumnya. Untuk analisis yang
menggunakan metode ini dilakukan perhitungan terhadap variabel-variabel kerapatan,
kerimbunan, dan frekuensi (Rahardjanto, 2001).
Sistem Analisis dengan metode kuadrat yaitu Kerapatan yang ditentukan
berdasarkan jumlah individu suatu populasi jenis tumbuhan di dalam area tersebut.
Kerapatan ditentukan berdasarkan penutupan daerah cuplikan oleh populasi jenis
tumbuhan. Sedangkan frekuensi ditentukan berdasarkan kekerapan dari jenis
tumbuhan dijumpai dalam sejumlah area sampel (n) dibandingkan dengan seluruh total
area sampel yang dibuat (N), biasanya dalam persen (%) (Surasana, 1990).
Menurut Fachrul (2007), tujuan sampling aspek vegetasi pada ekosistem alami
ataupun pada ekosistem yang sudah terganggu, pada umumnya adalah untuk
melakukan identifikasi jenis potensial atau untuk mengetahui besarnya mengetahui
tingkat kerusakan vegetasi dan perubahan komunitas yang terjadi di sekitar industri
yang diakibatkan oleh suatu kegiatan. Pemantauan bertujuan untuk melihat adanya
kerusakan fisik tumbuhan berupa kerusakan daun atau pucuk tumbuhan. Perhitungan
dan analisis data yang di ambil secara langsung di lapangan meliputi komposisi,
struktur, dan jenis vegetasi, nilai INP (Indeks Nilai Penting), H (Indeks
Keanekaragaman Jenis) dan IS (Indeks Kesamaan Komunitas).
Nilai penting merupakan suatu harga yang didapatkan dari penjumlahan nilai
relatif dari sejumlah variabel yang telah diukur (kerapatan relatif, kerimbunan relatif,
dan frekuensi relatif). Jika disusun dalam bentuk rumus maka akan diperoleh: Nilai
Penting = Kr + Dr + Fr. Harga relatif ini dapat dicari dengan perbandingan antara harga
suatu variabel yang didapat dari suatu jenis terhadap nilai total dari variabel itu untuk
seluruh jenis yang didapat, dikalikan 100% dalam tabel. Jenis-jenis tumbuhan disusun
berdasarkan urutan harga nilai penting, dari yang terbesar sampai yang terkecil. Dua
jenis tumbuhan yang memiliki harga nilai penting terbesar dapat digunakan untuk
menentukan penamaan untuk vegetasi tersebut (Surasana, 1990).
Frekuensi ditentukan berdasarkan kerapatan dari jenis tumbuhan yang
dijumpai dalam sejumlah area cuplikan (n), dibandingkan dengan seluruh atau seluruh
cuplikan yang dibuat (N), biasanya dalam bentuk %. Nilai penting harga ini didapatkan
berdasarkan penjumlahan dari relatif dari sejumlah variabel yang telah diukur
(kerapatan relatif, kerimbunan relatif dan frekuensi relatif). Harga relatif ini dapat
dicari dengan perbandingan antar harga suatu variabel yang didapat dari suatu jenis
terhadap nilai total dari variabel untuk seluruh jenis yang didapat, dikalikan 100%.
Jenis-jenis tumbuhan dalam tabel disusun berdasarkan harga nilai penting ini yang
biasanya dari harga tumbuhan yang besar harga nilai pentingnya dapat dipergunakan
untuk menentukan penanaman bentuk vegetasi tadi (Rahardjanto, 2001).
B. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat memahami dan dapat
mempraktekan metode kuadran dengan baik di lapangan serta mendata jumlah spesies
tumbuhan dari suatu areal.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Metode kuadrat adalah salah satu cara atau langkah untuk pengambilan data
yang paling umum digunakan dalam analisis vegetasi. Kuadrat yang dimaksud dalam
metode ini adalah suatu ukuran luas yang diukur dengan satuan kuadrat dengan besar
ukuran dalam cm dan m. Pada dasarnya suatu analisis vegetasi adalah suatu analisis
dalam Ekologi Tumbuhan yang untuk mengetahui berbagai jenis vegetasi dalam suatu
komunitas atau populasi tumbuhan yang berkembang dalam skala waktu dan ruang.
Bagaimana keadaan vegetasi tumbuhan dimasa sekarang dan menduga-duga
kemungkinan perkembangan dimasa depan.
Kerapatan, ditentukan berdasarkan jumlah individu suatu populasi jenis
tumbuhan di dalam area kuadran. Beberapa keadaan, kesulitan dalam menentukan
batasan individu tumbuhan, kerapatan dapat ditentukan dengan cara pengelompokan
berdasarkan criteria tertentu (kelas kerapatan). Kerimbunan, ditentukan berdasarkan
penutupan daerah cuplikan oleh populasi jenis tumbuhan. Apabila dalam penentuan
kerapatan dijabarkan dalam bentuk kerapatan, maka untuk kerimbunannya pun lebih
baik dipergunakan kelas kerimbunan.
Frekuensi ditentukan berdasarkan kerapatan dari jenis tumbuhan yang
dijumpai dalam sejumlah area cuplikan (n), dibandingkan dengan seluruh atau seluruh
cuplikan yang dibuat (N), biasanya dalam bentuk %. Nilai penting harga ini didapatkan
berdasarkan penjumlahan dari relatif dari sejumlah variabel yang telah diukur
(kerapatan relatif, kerimbunan relatif dan frekuensi relatif). Harga relatif ini dapat
dicari dengan perbandingan antar harga suatu variabel yang didapat dari suatu jenis
terhadap nilai total dari variabel untuk seluruh jenis yang didapat, dikalikan 100%.
Jenis-jenis tumbuhan dalam tabel disusun berdasarkan harga nilai penting ini yang
biasanya dari harga tumbuhan yang besar harga nilai pentingnya dapat dipergunakan
untuk menentukan penanaman bentuk vegetasi tadi (Rahardjanto, 2001).
Menurut Fachrul (2007), kuadrat adalah daerah persegi dengan berbagai
ukuran. Ukuran tersebut bervariasi dari 10 m2 sampai 100 m2. Bentuk petak sampel
dapat persegi, persegi panjang, atau lingkaran. Metode kuadrat dibagi menjadi
beberapa jenis :
1. Count/list count quadrat
Metode ini dikerjakan dengan menghitung jumlah spesies yang ada, beberapa
batang dari masing-masing spesies didalam petak. Jadi, merupakan suatu daftar spesies
yang ada di daerah yang diselidiki.
2. Cover quadrat (basal area kuadrat)
Untuk mengetahui penutupan relatif, yaitu presentase tanah yang tertutup
vegetasi. Metode ini digunakan untuk memperkirakan berapa area (penutupan relatif)
yang diperlukan tiap spesies dan berapa total basal dari vegetasi di suatu daerah. Total
basal dari vegetasi merupakan penjumlahan basal area dari beberapa jenis tanaman.
Cara umum untuk mengetahui basal area pohon dapat dengan mengukur diameter
pohon dengan tinggi 1,375 meter (setinggi dada).
3. Chart quadrat
Penggambaran letak atau bentuk tumbuhan disebut pantograf. Metode ini
terutama berguna dalam memproduksi secara tepat tepi-tepi vegetasi dan menentukan
letak tiap-tiap spesies yang vegetasinya tidak begitu rapat. Alat yang
digunakan adalah pantograf dan planimeter.
III. MATERI DAN METODE

A. Materi

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah jenis-jenis rerumputan yang
ada disekitar lingkungan Fakultas Biologi yang berada pada petakan berukuran (1 x 1)
m2 .
Alat-alat yang digunakan adalah tali rafia, meteran, patok kayu atau bambu,
alat tulis dan label.

B. Metode

1. Membuat petak dengan ukuran 1 m2 dengan menggunakan tali rafia.


2. Petak diletakkan pada sampel secara acak kemudian hitung jumlah dan jenis
spesies yang terdapat pada petak tersebut.
3. Pengambilan sampel dilakukan 5 x ulangan secara random (acak) .
4. Membuat tabel metode kuadrat.

Gambar Metode kuadrat (5 petak= 5 kali ulangan)


1m 1m

1m Petak I 1m Petak X
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

Tabel 3.1. Metode kuadrat


Ulangan
No Spesies Jumlah
1 2 3 4 5
1 Axonopus compressus 22 23 9 8 5 67
2 Angiopteri savecta 1 0 3 0 0 4
3 Fuchsia speciosa 2 0 0 0 0 2
Adiantum capillus-
2 0 0 1 2 5
4 veneris

5 Pileami crophylla 2 28 24 37 34 125

6 Pyrrosiapiro selloides 3 4 0 0 0 7

7 Lycopodium cernuum 1 1 1 0 2 5

8 Nephrolepis 8 0 0 1 6 15
9 Mangifera indica 2 0 0 0 0 2
10 Cenchrus purpureus 5 0 6 5 0 16
11 Avocado 1 0 0 0 0 1
12 Leucaena leucocephala 1 0 0 0 0 1
13 Pluchea indica 1 5 0 2 0 8
14 Morinda catrifolia 0 7 3 0 0 10

1. PerhitunganKerapatan :
a. Kerapatanmasing-masingspesies
∑ 𝐢𝐧𝐝𝐢𝐯𝐢𝐝𝐮 𝐬𝐮𝐚𝐭𝐮 𝐣𝐞𝐧𝐢𝐬
𝐊𝐞𝐫𝐚𝐩𝐚𝐭𝐚𝐧 =
𝐋𝐮𝐚𝐬 𝐬𝐞𝐥𝐮𝐫𝐮𝐡 𝐩𝐞𝐭𝐚𝐤 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢𝐛𝐮𝐚𝐭
Kerapatan spesies Axonopus compressus
22 + 23 + 9 + 8 + 5
KA =
5
67
KA =
5
KA = 13,5
Kerapatan spesies Angiopteri savecta
1+3
KB =
5
4
KB =
5
KB = 0.8
Kerapatan spesies Fuchsia speciosa
2
KC =
5
2
KC =
5
KC = 0,4
Kerapatan spesies Adiantum capillus-veneris
2+1+2
KD =
5
5
KD =
5
KD = 1
Kerapatan spesiesPileami crophylla
2 + 28 + 24 + 37 + 34
KE =
5
125
KE =
5
KE = 25
Kerapatan spesies Pyrrosiapi roselloides
3+4
KF =
5
7
KF =
5
KF = 1,6
Kerapatan spesies Lycopodium cernuum
1+1+1+2
KG =
5
5
KG =
5
KG = 1
Kerapatan spesies Nephrolepis
8+1+6
KH =
5
15
KH =
5
KH = 3
Kerapatan spesies Mangifera indica
2
KI =
5
2
KI =
5
KI = 0,4
Kerapatan spesies Cenchrus purpureus
5+6+5
KJ =
5
16
KJ =
5
KJ = 3,2
Kerapatan spesies Avocado
1
KK =
5
1
KK =
5
KK = 0,2
Kerapatan spesies Leucaena leucocephala
1
KG =
5
1
KG =
5
KG = 0,2
Kerapatan spesies Pluchea indica
1+5+2
KG =
5
8
KG =
5
KG = 1,6
Kerapatan spesies Morinda catrifolia
7+3
KG =
5
10
KG =
5
KG = 2
b. PerhitunganKerapatanRelatif
𝐊𝐞𝐫𝐚𝐩𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐬𝐮𝐚𝐭𝐮 𝐣𝐞𝐧𝐢𝐬
𝐊𝐞𝐫𝐚𝐩𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐑𝐞𝐥𝐚𝐭𝐢𝐟 = 𝐱𝟏𝟎𝟎%
∑ 𝐊𝐞𝐫𝐚𝐩𝐚𝐭𝐚𝐧𝐬𝐞𝐦𝐮𝐚𝐣𝐞𝐧𝐢𝐬
Jumlah kerapatan semua jenis = 53,6
13,4
Krelatif A = x 100% = 25%
53,6
0,8
Krelatif B = x 100% = 1,49%
53,6
0,4
Krelatif C = x 100% = 0,74%
53,6
1
Krelatif D = x 100% = 1,86%
53,6
25
Krelatif E = x 100% = 46,4%
53,6
1,4
Krelatif F = x 100% = 2,61%
53,6
1
Krelatif G = x 100% = 1,86%
53,6
3
Krelatif H = x 100% = 5,59%
53,6
0,4
Krelatif I = x 100% = 0,74%
53,6
3,2
Krelatif J = x 100% = 5,97%
53,6
0,2
Krelatif K = x 100% = 0,37%
53,6
0,2
Krelatif L = x 100% = 0,37%
53,6
1,6
Krelatif M = x 100% = 2,98%
53,6
2
Krelatif N = x 100% = 3,73%
53,6
2. Perhitungan Frekuensi
a. Frekuensi masing-masing spesies
∑ 𝐩𝐞𝐭𝐚𝐤 𝐝𝐢𝐭𝐞𝐦𝐮𝐤𝐚𝐧𝐧𝐲𝐚 𝐬𝐮𝐚𝐭𝐮 𝐣𝐞𝐧𝐢𝐬
𝐅𝐫𝐞𝐤𝐮𝐞𝐧𝐬𝐢 =
𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐩𝐞𝐭𝐚𝐤 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢𝐛𝐮𝐚𝐭
5
FA = =1
5
2
FB = = 0,4
5
1
FC = = 0.2
5
3
FD = = 0,6
5
5
FE = = 1
5
2
FF = = 0.4
5
4
FG = = 0.8
5
3
FH = = 0,6
5
1
FI = = 0.2
5
3
FJ = = 0,6
5
1
FK = = 0.2
5
1
FL = = 0.2
5
3
FM = = 0,6
5
2
FN = = 0.4
5
Jumlah frekuensi mutlak semua jenis = FA + FB + FC + FD + FE + FF + FG + FH + FI+
FJ + FK + FL + FM + FN
=1 + 0,4 + 0,2+ 0,6 + 1 + 0,4 + 0,8 + 0,6 + 0,2 + 0,6 + 0,2 + 0,2 +0,6 +0,4
= 7,2
b. Perhitungan Frekuesirelatif
𝐅𝐫𝐞𝐤𝐮𝐞𝐧𝐬𝐢 𝐬𝐮𝐚𝐭𝐮 𝐣𝐞𝐧𝐢𝐬
𝐅𝐫𝐞𝐤𝐮𝐞𝐧𝐬𝐢 𝐑𝐞𝐥𝐚𝐭𝐢𝐟 = 𝐱 𝟏𝟎𝟎%
∑ 𝐅𝐫𝐞𝐤𝐮𝐞𝐧𝐬𝐢 𝐬𝐞𝐦𝐮𝐚 𝐣𝐞𝐧𝐢𝐬
Jumlah frekuensi semua = 7,2
1
Frelatif A = x 100% = 13,8%
7,2
0,4
Frelatif B = x 100% = 5,5%
7,2
0.2
Frelatif C = x 100% = 2,7%
7,2
0,6
Frelatif D = x 100% = 8,3%
7,2
1
Frelatif E = x 100% = 13,8%
7,2
0,4
Frelatif F = x 100% = 5,5%
7,2
0,8
Frelatif G = x 100% = 11,1%
5.6
0,6
Frelatif H = x 100% = 8,3%
7,2
0.2
Frelatif I = x 100% = 2,7%
7,2
0,6
Frelatif J = x 100% = 8,3%
7,2
0.2
Frelatif K = x 100% = 2,7%
7,2
0.2
Frelatif L = x 100% = 2,7%
7,2
0,6
Frelatif M = x 100% = 8,3%
7,2
0,4
Frelatif N = x 100% = 5,5%
7,2
3.Perhitungan Nilai Penting
Index Nilai Penting = Krelatif + Frelatif
INPA = 25% + 13,8% = 38,8%
INPB = 1,49% + 5,5% = 5,58%
INPC = 0,74% + 2,7% = 3,44%
INPD = 1,86% + 8,3% = 10,16%
INPE = 46,64% + 13,8% = 60,44%
INPF = 2,61% + 5,5% = 8,11%
INPG = 2,61% + 11,1% = 12,96%
INPH = 2,61% + 8,3% = 13,89%
INPI = 2,61% + 2,7% = 3,44%
INPJ = 2,61% + 8,3% = 14,27%
INPK = 2,61% + 2,7% = 3,07%
INPL = 2,61% + 2,7% = 3,07%
INPM = 2,61% + 8,3% = 11,28%
INPN = 2,61% + 5,5% = 9,23%
Tabel 3.2.Hasil Analisis Vegetasi dengan Teknik Sampling Kuadrat
FR
F K KR INP
Jml (Relative
Jenis (Frequ (Densit (Relative (Importance
Frequenc
ency) y) Density) Frequency)
y)
Axonopus compressus 67 1 13,8 13,4 25 38,8
Angiopteri savecta 4 4 5,5 0,8 1,49 5,58

Fuchsia speciosa 2 0,2 2,7 0,4 0,74 3,44


Adiantumcapillus-
5 0,6 8,3 1 1,86 10,16
veneris
Pileamicrophylla 125 1 13,8 25 46,64 60,44
Pyrrosiapi roselloides 7 0,4 5,5 1,4 2,61 8,11
Lycopodium cernuum 5 0,8 11,1 1 1,86 12,96
Nephrolepis 15 0,6 8,3 3 5,59 13,89
Mangifera indica 2 0,2 2,7 0,4 0,74 3,44
Cenchrus purpureus 16 0,6 8,3 3,2 5,97 14,27
Avocado 1 0,2 2,7 0,2 0,37 3,07
Leucaena
1 0,2 2,7 0,2 0,37 3,07
leucocephala
Pluchea indica 8 0,6 8,3 1,6 2,98 11,28
Morinda catrifolia 10 0,4 5,5 2 3,73 9,23

∑KR= ∑INP=
Jumlah ∑F= ∑FR= ∑K=
99,95 197,74
7,2 99,2 53,6
A. Pembahasan

Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan diperoleh data bahwa spesies


Spesies tumbuhan yang memiliki kerapatan relatif (KR) tertinggi Nephrolepis dengan
nilai 5,97%, sedangkan yang mempunyai nilai terendah adalah Avocado dengan nilai
0,37%. Spesies tumbuhan yang mempunyai frekuensi relatif (FR) tertinggi spesies
yaitu Axonopus compressus, dengan nilai 13,08% sedangkan spesies dengan nilai
terendah terdapat spesies Fushsia spesiosa yaitu dengan nilai 2,27%. Spesies yang
mempunyai nilai penting tertinggi adalah Pileami corphylla dengan nilai 60,44%,
sedangkan yang terendah terdapat spesies yaitu Avocado dengan 3,07%
Nilai Penting Pileami corphylla besar karena memiliki kelebihan dibanding
dengan spesies lain. Ditinjau dari sifat-sifat biologisnya, tumbuhan ini dapat tumbuh
dengan mudah, cepat dan menggerombol. Selain itu tumbuhan ini dapat menutupi
permukaan tanah sehingga memberikan pengaruh yang dominan dibanding tumbuhan
lain yang hidup disekitarnya. Tingkat dominansi yang tinggi menunjukkan
kemampuan adaptasi dalam memanfaatkan kondisi lokal habitat dan kondisi kadar air
tanah yang mendukung untuk pertumbuhannya. Nilai Penting kecil yang dimiliki oleh
spesies diatas salah satu penyebabnya adalah faktor lingkungan. Tanaman ini kurang
cocok dengan kondisi lingkungan (kondisi suhu tanah, suhu udara, kadar air tanah, dan
kondisi permukaan tanah) setempat sehingga pertumbuhannya terbatas. Indeks nilai
penting digunakan untuk menetapkan dominansi suatu jenis terhadap jenis lainnya
atau dengan kata lain penting menggambarkan kedudukan ekologi suatu jenis dalam
komunitas. Indeks nilai penting dihitung berdasarkan penjumlahan Kerapatan Relatif
(KR) dan Frekuensi Relatif (FR) (Goldsmith, 2010).
Teknik sampling kuadrat merupakan suatu teknik survey vegetasi yang sering
digunakan dalam semua tipe komunitas tumbuhan: Petak contoh yang dibuat dalam
teknik sampling ini dapat berupa petak tunggal atau beberapa petak. Petak tunggal
mungkin akan memberikan informasi yang baik bila komunitas vegetasi yang diteliti
bersifat homogen. Adapun petak-petak contoh yang dibuat dapat diletakkan secara
random atau beraturan sesuai dengan prinsip-prinsip teknik sampling (Nanang, 2010).
1. Axonopus compressus
Klasifikasi Axonopus compressus menurut Manidool (1992) adalah:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Poales
Family : Poaceae
Genus : Axonopus
Spesies : Axonopus compressus
Tumbuhan jukut pahit (Axonopus compressus) memiliki sistem perakaran
tunggang dan juga memiliki banyak bercabangan. Akar jukut pahit memiliki warna
coklat keputih-putihan. Akar jukut pahit tidak lagi memiliki rambut-rambut halus.
Akar jukut pahit keluar dari pangkal batang yang tegak dan kadang terbaring. Batang
jukut pahit (Axonopus compressus) tidak berongga, bentuknya tertekan ke arah lateral
sehingga agak pipih, tidak berbulu, tumbuh tegak berumpun, sering membentuk
geragih yang pada setiap ruasnya dapat membentuk akar dan tunas baru. Daun jukut
pahit (Axonopus compressus) berbangun daun lanset, pada bagian pangkal meluas dan
lengkung, ujungnya agak tumpul, permukaan sebelah atas ditumbuhi bulu-bulu halus
yang tersebar, ukuran panjangnya 2,5-37,5 cm dan ukuran lebar 6-16 mm. Bunga jukut
pahit (Axonopus compressus) terdiri dari dua sampai tiga tangkai yang ramping
semuanya tergabung secara simpodial muncul dari upih daun paling atas berkembang
secara berturut-turut, tangkai perbungaan tidak berbulu, pada bagian ujung (apex)
terbentuk dua cabang bunga atau bulir (spica) yang berhadapan berbentuk huruf V
(Indriyanto, 2008). Menurut Safriani et al., (2017) menyatakan bahwa Perubahan
penggunaan lahan pada lahan miring menyebabkan tanah lebih mudah tererosi. Salah
satu upaya penanganan erosi dapat dilakukan dengan metoda vegetatif yaitu
menggunakan rumput pait (Axonopus compressus).
2. Eleusina indica
Klasifikasi Eleusina indica menurut Baker (1974) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Poales
Familia : Poaceae
Genus : Eleusina
Spesies : Eleusina indica
Eleusina indica adalah gulma semusim, berumur pendek, dan berkembang
biak dengan biji (dapat tumbuh hingga 200 m dpl). Struktur akar rumput belulang
(Eleusina indica) memiliki sistem perakaran serabut. Akar serabut yang kecil-kecil
memiliki percabangan yang sangat banyak, selain itu juga memiliki bulu yang halus.
Batang Eleusina indica membentuk rumpun yang kokoh dengan perakaran yang lebat,
tumbuh tegak atau ada yang merambat, membentuk cabang, membentuk akar pada
buku terbawah, tingginya 12-85 cm. Daun Eleusina indica memiliki helai daun
panjang, bentuk garis, bagian pangkal tidak menyempit, ujungnya runcing atau tegak
tumpul. Bunga Eleusina indica tegak atau condong ke samping dengan dua sampai
tujuh bulir yang tumbuh menjari (digitatus) pada ujung batang. Bulir lainnya (nol
sampai tujuh) tumbuh di bawah atau tersebar atau rapat satu sama lain (Syafei, 1990).
3. Borreria alata
Klasifikasi Borreria alata adalah :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Classis : Dicotyledonae
Ordo : Gentianales
Familia : Rubiaceae
Genus : Borreria
Species : Borreria alata
Batang dari Borreria alata lunak, tumbuh tegak, miring atau merambat,
membentuk cabang semenjak dari pangkal, berbentuk segi empat yang nyata atau
bersayap empat, sayap batang ruas paling atas sering keriting, tingginya mencapai 75
cm. Daun berbentuk ellips atau bulat telur-bulat panjang agak tebal, berbentuk bagian
pangkal lancip, ujungnya tegak agak tumpul, tepi daun tidak berombak, permukaan
bawah daun menonjolkan tulang–tulang daun (Tjitrosoepomo, 2003).
4. Euphorbia hirta
Klasifikasi Euphorbia hirta L sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Euphorbia
Spesies : Euphorbia hirta L.
Patikan kerbau (Euphorbia hirta) merupakan suatu tumbuhan liar yang banyak
ditemukan di daerah kawasan tropis. Tumbuhan patikan kerbau di Indonesia dapat
ditemukan diantara rerumputan tepi jalan, sungai, kebun-kebun atau tanah pekarangan
rumah yang tidak terurus. Patikan kerbau hidup pada ketinggian 1-1400 meter di atas
permukaan laut. Tumbuhan patikan kerbau mampu bertahan hidup selama 1 tahun dan
berkembang biak melalui biji. Daun Patikan kerbau mepunyai bentuk bulat
memanjang dengan taji-taji. Letak daun yang satu dengan yang lain berhadap-hadapan.
Sedang bunganya muncul pada ketiak daun. Patikan kerbau hidupnya merambat
(merayap) di tanah (Rochman, 2001).
5. Vernonia cinerea
Adapun klasifikasi dari Vernonia cinerea sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Asterales
Family : Asteraceae
Genus : Vernonia
Spesies : Vernonia cinerea
Tumbuhan tahunan, stem berusuk, hemat bercabang, halus puber, kelenjar.
Daun alternatif, daun menyempit ke bawah tangkai daun, membentuk, obovate, oval,
bundar-telur/bentuk, rhomboid-oval, sempit persegi panjang, lanset atau linear, ,
herba, perbungaan terminal, ungu atau violet kadang-kadang merah muda, kepala 20-
25-bunga, panjang 6-7 mm. Habitat Vernonia cinerea Csrah atau berbayang ringan,
seperti semak, tidak basah, tanah asam sulfat, daerah pasang surut, situs sering
berumput (alang-alang dan rumput lainnya), di sepanjang pinggir jalan, di kapas, karet
dan teh perkebunan, bukit, sering suka berteman. Distribusinya di Sumatera,
Kalimantan, Jawa, Lombok, Timor, Sulawesi, Maluku.Tumbuhan ini perseber
Ekologinya Di Jawa tumbuh dengan baik 0-1400 m alt; bunga sepanjang tahun (Holm
et al., 1977).
6. Portulaca oleracea
Adapun klasifikasi dari Portulaca olerecea sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Portulacales
Familia : Portulaceae
Genus : Portulaca
Spesies : Portulaca oleracea
Batang Portulaca oleracea berbentuk bulat,
lembut berwarna cokelat keunguan panjang 10-50
cm, bertumbuh tegak atau sebagian terletak diatas
tanah tanpa mengeluarkan akar. Daunnya tunggal, tebal, datar dan letaknya
berhadapan atau tersebar dengan warna hijau (daun permukaan atas berwarna: hijau
tua dan daun permukaan bawah berwarna : merah tua). Mahkota daun berjumlah lima,
berwarna kuning dan kecil (Syafei, 1990).
7. Azolla pinata
Adapun klasifikasi dari Azolla pinata sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Pteridophyta
Kelas : Pteridopsida
Ordo : Salviniales
Famili : Azollaceae
Genus : Azolla
Spesies : Azolla pinnata
Azolla pinnata merupakan tumbuhan kecil
yang berukuran 2-4 cm x 1 cm, dengan cabang, akar rhizoma dan daun terapung. Akar
soliter, menggantung di air, berbulu, panjang 1-5 cm, dengan membentuk kelompok
3-6 rambut akar. Daun kecil, membentuk 2 barisan, menyirap bervariasi, duduk
melekat. Kebanyakan berwarna hijau dan makin lama makin menguning (Suwena,
2007). Menurut Mensah et al., (2015) yaitu Azolla, pakis air yang hidup bersimbiosis
dengan alga (anabaena), memiliki kemampuan memperbaiki N yang tinggi,
pertumbuhan yang cepat dan karakteristik mudah-dekomposisi
8. Selaginella sp.
Klasifikasi Selaginella sp. sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Pteridophyta
Kelas : Lycopodiinae
Ordo : Selaginellales
Famili : Selaginellaceae
Genus : Selaginella
Spesies : Selaginella sp.
Batang tegak, tinggi 15-35 cm, akar keluar pada
percabangan. Daunnya kecil-kecil, panjang 4-5 mm lebar 2
mm, bentuk jorong, ujung meruncing, pangkal rata, warna
daun bagian atas hijau tua, bagian bawah hijau muda. Daun
tersusun di kiri kanan batang induk sampai ke
percabangannya yang menyerupai selaginella sp. dengan
sisik-sisiknya. Selaginella sp. mempunyai habitus terna, merayap, sedikit tegak.
Batang bulat, liat, bercabang-cabang menggarpu, tanpa pertumbuhan sekunder dan
putih kecoklatan. Daun tunggal, tersusun dalam garis sepanjang batang, berhadapan,
panjang 1-2 mm, halus dan hijau. Spora 28 berupa sporangium tereduksi diketiak daun
dan berwarna putih. Akar serabut, muncul dari batang yang berdaun dan berwarna
coklat kehitaman (Indriyanto, 2008)
9. Davallia denticulata
Klasifikasi Davallia denticulata adalah sebagai berikut
Kingdom : Plantae
Divisio : Pteridophyta
Kelas : Filicinae
Ordo : Davalliales
Family : Polypodiceae
Genus : Davallia
Spesies : Davallia denticulata
Daun Davallia denticulata berbentuk segitiga 60–
100 kali 40–70, seperti kulit, menyirip rangkap, tangkai 15–60 cm, anak daun bulat
telur memanjang, beringgit, bergerigi dengan urat-urat yang bebas. Tangkai berwarna
coklat gelap mengkilap. Bila tumbuhan ini masih muda rimpangnya ditutupi sisik-sisik
padat. Bentuk entalnya segitiga, menyirip ganda tiga atau empat. Helaian daun
berbentuk segitiga dan tepi yang bergerigi serta daun yang kaku. Indusia terdapat pada
lekuk-lekuk sepasang tepi daun, menyerupai setengah lingkaran (Tjitrosoepomo,
2003).
Vegetasi dasar atau tumbuhan bawah merupakan komponen penting dalam
ekosistem hutan yang harus diperhitungkan perannya. Vegetasi dasar adalah lapisan
tumbuhan penutup tanah terdiri dari herba, semak atau perdu, liana dan paku-pakuan.
Didalam komunitas hutan vegetasi dasar merupakan strata yang cukup penting untuk
menunjang kehidupan jenis-jenis tumbuhan lain (Asmayannur, 2012). Hubungan
vegetasi lingkungan biasanya dideteksi dengan mengukur variabel lingkungan dan
spesies. Komposisi di beberapa unit sampling dan menggunakan multivariat, seperti
pentahbisan dan tes Mantel untuk menentukan berapa banyak di antara-varians sampel
dalam komposisi komunitas dapat dijelaskan oleh antara-varian sampel di faktor
lingkungan. Kemampuan penelitian untuk mendeteksi pengaruh faktor lingkungan
terhadap komposisi spesies Oleh karena itu tergantung pada kedua sejauh spesies yang
diferensial menanggapi faktor dan sejauh mana antara-varians sampel dalam faktor
yang dapat diselesaikan mengingat skala spasial penelitian. Karena faktor lingkungan
berbeda dalam skala spasial di yang mereka bervariasi (Burrough 1981), kekuatan
relatif dari hubungan antara faktor-faktor lingkungan yang berbeda dan komposisi
spesies harus tergantung pada skala spasial penelitian (Siefert et al., 2012).
Lingkungan yang bervariasi dari satu tempat ke tempat lain, dan kebutuhan
tumbuhan akan keadaan lingkungan yang khusus mengakibatkan keragaman jenis
tumbuhan yang berkembang dapat terjadi menurut perbedaan tempat dan waktu. Hal
ini dapat dilihat dari perbedaan jenis tumbuhan yang berkembang dengan perbedaan
tinggi tempat atau perbedaan musim. Selain itu, perbedaan ketinggian tempat di atas
permukaan laut (dpl) dapat menimbulkan perbedaan cuaca dan iklim secara
keseluruhan pada tempat tersebut, terutama suhu, kelembaban, dan curah hujan.
Unsur-unsur tersebut banyak dikendalikan oleh letak lintang, ketinggian, jarak dari
laut, topografi, jenis tanah dan vegetasi (Suwena, 2007).
Penggunaan asosiasi interspesifik untuk memilah kuadrat menjadi kelompok-
kelompok ini didasarkan pada definisi tentang unit homogen vegetasi sebagai salah
satu di mana semua spesies-asosiasi yang tak tentu atau nondata dari Mallee Australia,
adalah untuk mengurutkan pada spesies yang paling banyak terlibat dalam asosiasi
positif, penyatuan yang residum pada setiap tahap. Sejak statistik metode semacam ini,
bagaimanapun, pasti memerlukan komputasi skala besar banyak, perlu baik untuk
memeriksa statistik dasar metode apapun yang diusulkan dan untuk menilai apakah
informasi ekologi yang diperoleh pada kenyataannya membenarkan waktu dan tenaga
kerja yang terlibat. Selanjutnya, analisis masyarakat yang kompleks dapat biasanya
hanya dibawa dalam jangkauan ahli ekologi berlatih jika metode diprogram untuk
komputer digital, dan kebutuhan ini harus ditanggung terus menerus diingat jika beban
penghalang dalam waktu komputasi yang harus dihindari (Williams & Lambert,
2007).
Ekologi telah menggunakan analisis spasial untuk mendeteksi pola dalam
komunitas tumbuhan untuk lebih memahami distribusi jenis tumbuhan dan
hubungannya dengan faktor lingkungan. Metode analisis yang berbeda spasial umum
digunakan dalam ekologi tanaman. Ada banyak metode analisis spasial yang dirancang
untuk digunakan dengan dipetakan pola titik. Sebagai contoh, sangat dianjurkan
sebagai cara yang efisien untuk mendeteksi pola spasial. Namun, membutuhkan sensus
lengkap semua individu di daerah penelitian, yang bisa membuat sulit untuk diterapkan
di lapangan. Kesulitan ini, ekologi dan biogeographers sering menggunakan data
transek untuk mempelajari tanaman distribusi. Untuk data transek, menghitung
kuadrat pendekatan, seperti variansi kuadrat dua istilah lokal (TTLQV), dipasangkan
kuadrat varians (PQV) dan baru lokal varians (NLV), yang sering digunakan untuk
memeriksa spasial pola dalam komunitas tumbuhan (Qinghua & Maggi, 2004).
Jumlah plot sampel minimal, harus cukup untuk muncul sebagian besar spesies
ini. nomor ini dapat ditentukan secara semiobject dengan memetakan kurva spesies
area sebagai sampling sedang dilakukan. kurva ini terdiri dari total spesies comulative
diplot terhadap jumlah sampel untuk diambil (Goldsmith, 2010). Menurut
Asmayannur (2012) penelitian yang menggunakan metoda kuadrat berukuran 1 m x
1 m diletakkan secara sistematik sampling. Pada tiap kuadrat, jenis tumbuhan, jumlah
individu dan bentuk hidup dicatat dan dihitung. Dilakukan pengukuran faktor
lingkungan abiotik di lapangan yaitu pengukuran intensitas cahaya
V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan diperoleh kesimpulan sebagai berikut :


1. Spesies tumbuhan yang memiliki kerapatan relatif (KR) tertinggi Nephrolepis
dengan nilai 5,97%, sedangkan yang mempunyai nilai terendah adalah Avocado
dengan nilai 0,37%. Spesies tumbuhan yang mempunyai frekuensi relatif (FR)
tertinggi spesies yaitu Axonopus compressus, dengan nilai 13,08% sedangkan
spesies dengan nilai terendah terdapat spesies Fushsia spesiosa yaitu dengan nilai
2,27%. Spesies yang mempunyai nilai penting tertinggi adalah Pileami corphylla
dengan nilai 60,44%, sedangkan yang terendah terdapat spesies yaitu Avocado
dengan 3,07%
2. Tinggi rendahnya Nilai Penting (NP) dipengaruhi oleh faktor intrinsik dari spesies
itu sendiri seperti morfologi, fisiologi, serta adaptasi dan faktor lingkungan seperti
kondisi suhu tanah, suhu udara, kadar air tanah, cahaya dan kondisi permukaan
tanah.
DAFTAR REFERENSI

Asmayannur, Indah., Chairul., Zuhri S. 2012. Analisis Vegetasi Dasar di Bawah


Tegakan Jati Emas (Tectona grandis L.) dan Jati Putih (Gmelina arborea
Roxb.) di Kampus Universitas Andalas. Jurnal Biologi Universitas Andalas,
1(2), pp. 173-178.
Baker, H.G. 1974. The evolution of weeds. Annual Review of Ecology and
Systematic. New York: John Willey Sons.
Fachrul, M.F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara.
Goldsmith. 2010. Population and Community Structure: Quadrat Samp ling
Techniques. New York: Academic Press.
Harun, 1993. Ekologi Tumbuhan. Jakarta: Bina Pustaka.
Holm, L.G., Plucknett, D.L., Pancho, J.V. & Herberger, J.P. 1977. Gulma yang
terburuk dunia: distribusi dan biologi. East-West Center: University Press of
Hawaii.
Indriyanto. 2008. Ekologi. Jakarta: Bumi Aksara.
Manidool, C. 1992. Axonopus compressus (Sw.) P. Beauv. In: 't Mannetje, L. and
Jones, R.M. (eds), Plant Resources of South-East Asia No. 4. Forages. 4(2),
pp. 53-54.
Mensah Y. F., Paul, L., G., V., Günther, M., Michael, M., 2015. The Influenec of
Azolla pinnata on Floodwater Chemistry, Grain Yield and Nitrogen Uptake of
Rice in Dano, Southwestern Burkina Faso. Journal of Agricultural Science.
7(8). pp. 118-130.
Nanang. 2010. Sistem Analisis Metode Kuadrat dan Metode Kuarter. Jakarta:
Erlangga
Qinghua, G. & Maggi, K. 2004. Interpretation of scale in paired quadrat variance
methods. Journal of Vegetation Science, 15(1), pp. 763-770.
Rahardjanto, A.K. 2001. Buku Petunjuk Dasar-dasar Ekologi Tumbuhan.
Malang: UMM Press.
Rochman, F. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. Malang: JICA.
Siefert, A., Catherine, R., David, A., Juan, C., Ye´piz, A., Carter, B.E., Kelsey, L.G.
Mason, H.J., Jo, I.S., Amy, A.P., Willis, S.A. & Jason D.F. 2012. Scale
Dependence of Vegetation-Environment Relationships: Ameta-Analysis of
multivariate Data. Journal Of Vegetation Science, 1(1), pp. 1-11.
Safriani, Dewi, S., J., Syahrul. 2017. Pengendalian Erosi Secara Vegetatif
Menggunakan Rumput Pait (Axonopus Compressus) Dan Rumput Alang-
Alang (Imperata Cylindrica) Pada Tanah Ordo Ultisols.

Surasana. 1990. Teknik Lapangan Ekologi Tumbuhan. Bandung: Departemen


Biologi ITB.
Suwena, M. 2007. Keanekaragaman Tumbuhan Liar Edibel Pada Ekosistem Sawah
Di Sekitar Kawasan Hutan Gunung Salak Biodiversity Of Edible Wild Plants
On Paddy Ecosystem Of Gunung Salak Forest Area. Mataram: Fakultas
Pertanian Universitas Mataram.
Syafei, E.S. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung: ITB Press.
Tjitrosoepomo, G. 2003. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: UGM Press.
Williams, W.T & Lambert, J.M. 2007. Multivariate Methods in Plant Ecology: I.
Association-Analysis in Plant Communities. The Journal of Ecology, 47(1),
pp. 83-101.

You might also like